Anda di halaman 1dari 9

Lex Crimen Vol. VI/No.

6/Ags/2017

KEDUDUKAN SAKSI DE AUDITU DALAM auditu dapat digunakan sebagai alat bukti
PRAKTIK PERADILAN MENURUT HUKUM petunjuk atau persangkaan tersebut.
ACARA PIDANA1 Mahkamah Konstitusi dalam putusannya tidak
Oleh: Asprianti Wangke2 memberikan batasan yang cukup jelas
mengenai sejauh mana nilai keterangan
ABSTRAK seseorang dapat dijadikan sebagai saksi.
Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk Pertimbangan hakim yang diberikan oleh
mengetahui bagaimana pengaturan saksi De majelis hakim yang memutuskan perkara
Auditu menurut Kitab Undang-Undang Hukum tersebut hanya menjelaskan bahwa nilai
Acara Pidana (KUHAP) dan bagaimana fungsi kesaksian saksi bukanlah terletak apakah dia
keterangan saksi De Auditu dalam sistem melihat, mendengar dan mengalami sendiri
pembuktian tindak Pidana. Dengan suatu peristiwa. Namun, terletak pada sejauh
menggunakan metode penelitian yuridis mana relevansi kesaksian yang diberikan
normatif, disimpulkan: 1. Pengaturan alat-alat terhadap perkara yang sedang berjalan.
bukti dalam Kitab Undang-undang Hukum Kata kunci: Kedudukan Saksi De Auditu, Sistem
Acara Pidana (KUHAP) sudah ditentukan secara Peradilan Acara Pidana.
limitatif. Artinya, tidak boleh ada alat bukti
yang lain selain yang ditentukan oleh undang- PENDAHULUAN
undang. Alat-alat bukti yang ditentukan oleh A. Latar Belakang
KUHAP terdiri dari keterangan saksi, keterangan Pada prinsipnya dalam hukum Indonesia,
ahli, surat, petunjuk, dan keterangan terdakwa. keterangan saksi de auditu tidak mempunyai
Hakim terikat dengan alat-alat bukti tersebut, kekuatan sebagai alat bukti saksi, baik dalam
kalaupun hakim menyimpang dari ketentuan acara perdata maupun acara pidana. Akan
KUHAP tersebut, maka berkonsekuensi tidak tetapi, dalam praktik peradilan sekarang, alat
sahnya alat bukti tersebut, kecuali penggunaan bukti saksi de auditu banyak digunakan untuk
alat bukti diluar ketentuan KUHAP tersebut membuktikan suatu fakta di persidangan.
telah ditentukan lain oleh undang-undang Adapun dalam hukum acara pidana, mengenai
(khusus). Namun setelah dikeluarkannya larangan menggunakan kesaksian de auditu
putusan MK No 65/PUU-VIII/2010 yang sebagai alat bukti diatur secara lebih tegas dari
berimplikasi pada perluasan makna dari saksi, yang terdapat dalam hukum acara perdata
sehingga saksi de auditu dapat dihadirkan dan yaitu bahwa baik pendapat maupun rekaan,
di dengar keterangannya oleh hakim di yang diperoleh dari hasil pemikiran saja, bukan
persidangan. 1. Fungsi Keterangan saksi de merupakan keterangan saksi.3
auditu dalam hukum pembuktian di Indonesia Menjadi saksi adalah kewajiban, karena itu
pada prinsipnya dalam hukum Indonesia hal yang sangat penting karena tingkat
keterangan saksi de auditu tidak mempunyai keakuratan keterangan yang diberikan, maka
kekuatan sebagai alat bukti saksi, baik dalam kepadanya berlakulah syarat-syarat kecakapan
acara perdata maupun dalam acara pidana. berbuat, dalam arti kecakapan pikiran dari
Tetapi, secara umum dapat juga dikatakan orang yang bersangkutan. Keterangan dari
bahwa keterangan saksi de auditu tersebut orang-orang yang tidak layak menjadi saksi
sebenarnya dapat menjadi alat bukti langsung tidak dapat dipergunakan sebagai alat bukti
(dalam acara perdata) dan alat bukti yaitu keterangan saksi. Pada tahun 2011,
persangkaan dalam acara perdata atau alat Mahkamah Konsitusi (MK) sebagai salah satu
bukti petunjuk dalam hukum acara pidana. pelaku kekuasaan kehakiman sebagaimana
Keterangan saksi de auditu sebenarnya dapat dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara
dipakai sebagai alat bukti petunjuk dalam acara Republik Indonesia melalui putusan nomor
pidana atau alat bukti persangkaan dalam acara 65/PUU-VIII/2010 membuat suatu
perdata. Untuk itu, patut dipertimbangkan oleh pembaharuan dengan mengabulkan
hakim kapan saatnya keterangan saksi de permohonan pengujian Pasal 1 angka 26 dan 27
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang
1
Artikel Skripsi. Dosen Pembimbing : Prof. Atho Bin Smith SH,
3
MH; Drs. Tommy M.R Kumampung, SH, MH Pasal 185 ayat (5) Kitab Undang-Undang Hukum Acara
2
Mahasiswa pada Fakultas Hukum Unsrat, NIM. 13071101529 Pidana

146
Lex Crimen Vol. VI/No. 6/Ags/2017

Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana 2. Bagaimana fungsi keterangan saksi De


(KUHAP). Dalam amar putusannya yang Auditu dalam sistem pembuktian tindak
dibacakan pada tanggal 8 Agustus 2011 Pidana?
tersebut, MK menyatakan bahwa “Pasal 1
angka 26 dan 27, Pasal 65, Pasal 116 ayat (3) C. Metode Penelitian
dan ayat (4) Undang-Undang Nomor 8 Tahun Metode penelitian digunakan dalam
1981 tentang Hukum Acara Pidana adalah penulisan hukum ini adalah penelitian Yuridis
bertentangan dengan Undang-Undang Dasar normatif yaitu penelitian yang dilakukan
Negara Republik Indonesia tahun 1945 (UUD dengan cara meneliti bahan pustaka atau data
1945) sepanjang pengertian saksi dalam pasal- sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer,
pasal tersebut tidak dimaknai orang yang selalu bahan hukum sekunder, dan bahan hukum
mendengar, melihat, serta mengalami suatu tersier dari masing-masing hukum normatif.
peristiwa.4 Bahan-bahan tersebut disusun secara
Putusan MK yang meniadakan suatu sistematis, dikaji, kemudian dibandingkan dan
keadaan hukum atau membentuk hukum baru ditarik suatu kesimpulan dalam hubungannya
tersebut tentunya membawa konsekuensi dengan masalah yang diteliti. Menurut
dalam hukum acara pidana di Indonesia yang Soerjono Soekanto bahwa penelitian hukum
selama ini baik dalam ketentuan perundang- normatif terdiri dari penelitian terhadap asas-
undangan, literatur maupun doktrin oleh para asas hukum, penelitian terhadap sistematika
ahli menjelaskan bahwa saksi haruslah orang hukum, dan penelitian terhadap taraf
yang melihat, mendengar dan mengalami suatu sinkronisasi hukum.5
tindak pidana tersebut. Putusan tersebut juga
menimbulkan beberapa dampak dalam hukum PEMBAHASAN
acara pidana di Indonesia, jika ternyata saksi A. Pengaturan Saksi De Auditu Menurut Kitab
adalah tidak harus orang yang melihat, Undang-Undang Hukum Acara Pidana
mendengar, dan mengalami suatu peristiwa (KUHAP)
pidana, lalu bagaimana kriteria orang dapat Pengaturan yang sudah jelas dalam KUHAP
dijadikan sebagai seorang saksi, kemudian mengenai tidak diakuinya kesaksian de auditu
bagaimana kriteria keterangan saksi yang dapat dan kriteria orang yang dapat memberikan
dijadikan sebagai alat bukti di persidangan, keterangan saksi ternyata masih menimbulkan
apakah orang yang tidak melihat, mendengar persoalan karena belum jelasnya pengaturan
atau mengalami suatu peristiwa pidana dapat mengenai saksi secara menyeluruh di dalam
menjadi saksi dalam persidangan pidana. Hal KUHAP. Dalam perkembangannya Pasal 1 angka
tersebut perlu dikaji lebih lanjut karena 26 dan 27 KUHAP apabila dihubungkan dengan
Mahkamah Konstitusi juga tidak memberikan Pasal 65 jo Pasal 116 ayat (3) dan (4) KUHAP
syarat-syarat yang jelas bagaimana kriteria saksi dianggap oleh para ahli bertentangan satu
yang dapat memberikan keterangan di dengan yang lain. Dalam Pasal 65 KUHAP
persidangan sebagai alat bukti yang sah dijelaskan bahwa: “Tersangka atau terdakwa
menurut KUHAP. berhak untuk mengusahakan dan mengajukan
Berdasarkan latar belakang masalah saksi dan atau seseorang yang memiliki
tersebut diatas, maka penulis tertarik untuk keahlian khusus guna memberikan keterangan
mengangkat judul “Kedudukan Saksi De Auditu yang menguntungkan bagi dirinya”
Dalam Sistem Peradilan Acara Pidana Ditinjau dari segi nilai dan kekuatan
Indonesia”. pembuktian atau “the degree of evidence”
keterangan saksi, agar keterangan saksi atau
B. Rumusan Masalah kesaksian mempunyai nilai serta kekuatan
1. Bagaimana pengaturan saksi De Auditu pembuktian, perlu diperhatikan beberapa
menurut Kitab Undang-Undang Hukum pokok ketentuan yang harus dipenuhi oleh
Acara Pidana (KUHAP)? seorang saksi. Artinya, agar keterangan seorang
saksi dapat dianggap sah sebagai alat bukti
4
Agus Sahbani. MK Rombak Definisi Saksi dalam KUHAP.
5
www.hukumonline.com, diakses pada tanggal 10 September Bambang Sunggono. 2011. Metodologi Penelitian Hukum.
2014 Jakarta: Raja Grafindo Persada, hal 41

147
Lex Crimen Vol. VI/No. 6/Ags/2017

yang memiliki nilai kekuatan pembuktian, harus bukti lain. Jadi, bertitik tolak dari ketentuan
dipenuhi ketentuan menurut ketentuan Pasal 185 ayat (2) KUHAP, keterangan seorang
undang-undang. saksi saja belum dapat dianggap sebagai alat
Pertama, adalah seorang saksi dalam bukti yang cukup untuk membuktikan
memberikan keterangannya harus kesalahan terdakwa.
mengucapkan sumpah atau janji. Hal ini diatur Kelima, keterangan beberapa saksi yang
dalam Pasal 160 ayat (3) KUHAP, adapun berdiri sendiri. Sering terdapat kekeliruan
sumpah atau janji dilakukan menurut cara bahwa dengan adanya beberapa saksi dianggap
agamanya masing-masing dan lafal sumpah keterangan saksi yang banyak itu telah cukup
atau janji berisi bahwa saksi akan memberikan membuktikan kesalahan terdakwa.8 Pendapat
keterangan yang sebenar-benarnya dan tiada yang demikian keliru, karena sekalipun saksi
lain daripada yang sebenarnya. Sumpah atau yang dihadirkan dan didengar keterangannya di
janji pada prinsipnya wajib diucapkan sebelum sidang pengadilan secara “kuantitatif” telah
saksi memberikan keterangan. Akan tetapi, melampaui batas minimum pembuktian, belum
Pasal 160 ayat (4) KUHAP memberikan tentu keterangan mereka secara “kualitatif”
kemungkinan untuk mengucapkan sumpah atau memadai sebagai alat bukti yang sah
janji setelah saksi memberikan keterangan.6 membuktikan kesalahan terdakwa. Tidak ada
Kedua, adalah masalah kekuatan keterangan gunanya menghadirkan saksi yang banyak jika
saksi sebagai alat bukti. Tidak semua secara kualitatif keterangan mereka saling
keterangan saksi yang mempunyai nilai sebagai berdiri sendiri tanpa adanya saling hubungan
alat bukti. Keterangan saksi yang mempunyai antara yang satu dengan yang lain yang dapat
nilai ialah keterangan yang sesuai dengan apa mewujudkan suatu kebenaran akan adanya
yang dijelaskan Pasal 1 angka 27 KUHAP yaitu, kejadian atau keadaan tertentu.
apa yang saksi lihat sendiri, saksi dengar sendiri, Perkembangan definisi saksi sebagaimana
dan saksi alami sendiri serta menyebut alasan yang dimaksud dalam pasal 1 angka 26 junto
dari pengetahuannya itu.7 pasal 184 ayat (1) huruf a KUHAP diperluas
Ketiga, keterangan saksi harus diberikan di berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi
sidang pengadilan. Agar keterangan saksi dapat Nomor. 65/PUU-VIII/2010. Perulasan definisi
dinilai sebagai alat bukti, keterangan itu harus saksi bermula ketika penyidik Kejaksaan Agung
yang “dinyatakan” di sidang pengadilan. Hal ini dan Jaksa Agung Muda Pidana Khusus M. Amari
sesuai dengan penegasan Pasal 185 ayat (1) menolak permintaan Yusril agar menghadirkan
KUHAP. Keterangan saksi yang berisi penjelasan empat saksi a de charge atau meringankan,
tentang apa yang didengarnya sendiri, yakni mantan Presiden Megawati Soekarno
dilihatnya sendiri atau dialaminya sendiri Putri, mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla,
mengenai suatu peristiwa pidana, baru dapat mantan Presiden Koordinator Perekonomian
bernilai sebagai alat bukti apabila keterangan Kwik Kian Gie, dan Presiden Susilo Bambang
itu saksi nyatakan di sidang pengadilan. Yudhoyono, seperti diketahui, Yusril telah
Keterangan yang dinyatakan di luar sidang ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus
pengadilan bukanlah alat bukti, tidak dapat Sistem Administrasi Bandan Hukum
dipergunakan untuk membuktikan kesalahan (Sisminbakum). Permintaan itu ditolak dengan
terdakwa. alas an keempat orang itu bukan saksi dalam
Keempat, adalah diakuinya asas unus testis kategori orang yang melihat, mendengar, dan
nullus testis yang artinya keterangan satu saksi mengalami sendiri sebuah tindak pidana.
bukanlah sebagai alat bukti. Supaya keterangan Penolakan itu didasarkan pada ketentuan Pasal
saksi dapat dianggap cukup membuktikan 1 angka 26 dan angka 27 KUHAP.9
kesalahan seorang terdakwa harus dipenuhi Perluasan definisi dalam putusan
paling sedikit atau sekurang-kurangnya dengan Mahkamah Konstitusi tersebut pada intinya
dua alat bukti. Artinya, keterangan seorang menyatakan bahwa definisi saksi sebagai alat
saksi saja, baru bernilai sebagai satu alat bukti
yang harus ditambah dan dicukupi dengan alat 8
Ibid hal 289
9
http://entertainment.kompas.com/read/2010/11/02/032749
6
Ibid hal 287 12/Saksi.Ditolak.Yusril.Minta.MK.Tafsirkan.KUHAP, diakses
7
Ibid hal 288 pada tanggal 26 Mei 2015 pukul 12.00 WIB

148
Lex Crimen Vol. VI/No. 6/Ags/2017

bukti adalah keterangan dari saksi mengenai Keterangan saksi de auditu sebenarnya
suatu peristiwa yang pidana yang ia dengar, ia dapat dipakai sebagai alat bukti petunjuk dalam
lihat sendiri, dan ia alami sendiri dengan acara pidana atau alat bukti persangkaan dalam
menyebut alasan pengetahuannya itu, acara perdata. Untuk itu, patut
termasuk pula keterangan dalam rangka dipertimbangkan oleh hakim kapan saatnya
penyidikan, penuntutan, dan peradilan tidak keterangan saksi de auditu dapat digunakan
selalu ia dengar sendiri, ia lihat sendiri, dan ia sebagai alat bukti petunjuk atau persangkaan
alami sendiri. tersebut. Karena keberatan dan yang
Putusan tersebut termasuk putusan yang disangsikan dalam saksi de auditu adalah
bersifat declaratoir dan constitutif. Sehingga tentang benar atau tidaknya ucapan pihak saksi
semenjak dibacakannya putusan Mahkamah yang tidak ke pengadilan tersebut, maka titik
Konstitusi yang telah memiliki kekuatan hukum fokus utama dari dipakainya saksi de auditu
mengikat tersebut, maka Pasal 1 angka 26 dan sebagai alat bukti tersebut adalah sejauh mana
Pasal 1 angka 27 KUHAP sepanjang pengertian dapat dipercaya ucapan saksi yang tidak ke
dari saksi dan keterangan saksi haruslah orang pengadilan itu.10
yang melihat, mendengar dan mengalami suatu Jika menurut hakim yang menyidangkannya
peristiwa dapat dikatakan tidak berlaku. ternyata keterangan saksi pihak ketiga tersebut
Implikasi yuridis dari putusan MK Nomor cukup reasonable untuk dapat dipercaya,
65/PUU-VIII/2010 terjadi perluasan makna atau keterangan saksi seperti itu dikecualikan dari de
pengertian mengenai saksi dan keterangan auditu. Artinya, keterangan saksi seperti itu
saksi dalam perkara pidana adalah bahwa dapat diakui sebagai alat bukti petunjuk dalam
setelah adanya putusan tersebut definisi saksi acara pidana atau lewat alat bukti persangkaan
dan keterangan saksi menjadi orang yang tidak dalam acara perdata. Pendapat tentang dapat
harus mendengar, melihat, dan mengetahui dipakainya keterangan saksi de auditu oleh
secara langsung dan keterangan saksi diperluas hakim, baik sebagai bukti petunjuk
maknanya menjadi keterangan dari saksi Pendapat tentang dapat dipakainya
mengenai suatu peristiwa pidana yang keterangan saksi de auditu oleh hakim, baik
didengar, dilihat dan alami sendiri dengan sebagai bukti petunjuk dalam acara pidana atau
menyebut alasan pengetahuannya itu, secara langsung maupun lewat bukti
termasuk pula keterangan dalam rangka persangkaan dalam acara perdata, juga
penyidikan, penuntutan, dan peradilan suatu diterima oleh Mahkamah Agung Republik
tindak pidana dari orang yang tidak selalu Indonesia meskipun belum ada arah sasaran
mendengar, melihat dan mengalami suatu yang jelas.11 Prinsip umum yang diterima secara
peristiwa pidana. Sehingga sudah seharusnya meluas dalam praktik pengadilan adalah bahwa
keterangan saksi testimonium de auditu dapat saksi de auditu tidak berharga sebagai alat bukti
dijadikan suatu alat bukti langsung di sah.
persidangan bukan hanya sebagai alat bukti Kesaksian de auditu sebagai alat bukit
petunjuk. petunjuk dapat diterimah berdasar dari
Putusan Mahkamah Agung Nomor 193 PK/
B. Fungsi Keterangan Saksi De Auditu Dalam Pid.Sus/2010. Putusan Mahkamah Agung yang
Sistem Pembuktian Tindak Pidana menerima adanya saksi de auditu juga
Indonesia didasarkan dari putusan-putusan Mahkamah
Pada prinsipnya dalam hukum Indonesia agung sebelumnya yang mempergunakan saksi
keterangan saksi de auditu tidak mempunyai de auditu sebagai alat bukti yakni alat bukti
kekuatan sebagai alat bukti saksi, baik dalam petunjuk.
acara perdata maupun dalam acara pidana. Menurut Nicolas Simanjuntak ada sekurang-
Tetapi, secara umum dapat juga dikatakan kurangnya tiga nilai praktis dengan mengetahui
bahwa keterangan saksi de auditu tersebut sejak awal alat bukti yang sah dan meyakinkan
sebenarnya dapat menjadi alat bukti langsung untuk memprediksi hasil akhir sidang yaitu.
(dalam acara perdata) dan alat bukti Pertama, seperti dalam metode penelitian
persangkaan dalam acara perdata atau alat
10
bukti petunjuk dalam hukum acara pidana. Fuady, Op.Cit, hal 146
11
Fuady, Op.Cit, hal 147

149
Lex Crimen Vol. VI/No. 6/Ags/2017

ilmiah, asumsi preposisi deskriptif atau Berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi


hipotesis akan dapat diajukan sejak awal itu Nomor 65/PUU-VIII/2010 atas permohonan
akan menjadi bahan proposal untuk didalami, pengujian terhadap Undang-undang Nomor 8
dibahas, dikaji, dan akan dibuktikan hingga Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana
menemukan kebenaran teoritis yang ada.12 (KUHAP), khususnya pasal 1 angka 26 dan pasal
Kedua, rancangan reabilitas kebijakan untuk 1 angka 27. Menurut Mahkamah, pasal 1 angka
rencana kerja (actions plan) bagi pihak 26 dan angka 27 Memberikan pembatasan
pengambil keputusan manajerial (decision bahkan menghilangkan kesempatan bagi
makers), sehingga dengan prediksi itu akan tersangka atau terdakwa untuk mengajukan
dapat disusun kalkulasi rencana usaha dan saksi yang menguntungkan baginya sesuai
kegiatan yang reliable dengan segala resiko dalam pasal 65 KUHAP.
yang mungkin timbul sebagai calculated risk. Dengan demikian, berdasarkan
Ketiga, by the way, kalkulasi harga nilai pertimbangan-pertimbangan yang dilakukan,
ekonomis atas jasa profesi dan volume kerja maka Mahkamah Konstitusi memutuskan
yang akan dinegosiasi antara calon klien dengan bahwa pengertian saksi dalam pasal 1 angka 26
advokat atau konsultan mengenai suatu dan angka 27 KUHAP, tidak dimaknai termasuk
perkara, justru dimulai dari prediksi terhadap pula “orang yang dapat memberikan
probabilitas dan reabilitas stok persediaan alat- keterangan dalam rangka
alat bukti yang sah dan meyakinkan.13 penyidikan,penuntutan,dan peradilan suatu
Perlu juga diketahui bahwa kesaksian de tindak pidana yang tidak selalu ia dengar
auditu yang tidak dapat diterima adalah sendiri, ia lihat sendiri, dan ia alami sendiri”.
kesaksian yang didengar dari pihak lain, dimana Berdasarkan putusan tersebut, maka
pihak lain tersebut perlu dihadirkan ke Mahkamah Konstitusi menerima adanya saksi
pengadilan, tetapi tidak dapat hadir di yang tidak ia dengar sendiri, tidak ia lihat
pengadilan tersebut. Dengan demikian, hakim sendiri, dan tidak ia alami sendiri suatu
tidak mengetahuinya apakah pihak lain peristiwa pidana yang terjadi. Oleh karena itu,
tersebut sedang berbohong atau tidak. Karena Mahkamah memperbolehkan dihadirkannya
itu, kesaksian de auditu yang didengar dari saksi de auditu dalam suatu persidangan.
pihak lain, tetapi jika pihak lain tersebut tidak Mahkamah Konstitusi tidak memberikan
perlu atau tidak relevan untuk dihadirkan, dan batasan yang cukup jelas mengenai sejauh
tidak perlu dibuktikan kebenaran dari ucapan mana nilai keterangan seseorang dapat
pihak lain tersebut, tidak merupakan kesaksian dijadikan sebagai saksi. Pertimbangan hakim
de auditu. yang diberikan oleh majelis hakim yang
Munir Fuady dalam bukunya berpendapat memutuskan perkara tersebut hanya
“apakah saksi de auditu dapat dipergunakan menjelaskan bahwa nilai kesaksian saksi
sebagai alat bukti ? hal ini sangat bergantung bukanlah terletak apakah dia melihat,
pada kasus per kasus. Apabila ada hal yang kuat mendengar dan mengalami sendiri suatu
mempercayai kebenaran dari saksi de auditu, peristiwa. Namun, terletak pada sejauh mana
misalnya keterangan tersebut dapat dimasukan relevansi kesaksian yang diberikan terhadap
dalam kelompok yang dikecualikan, saksi de perkara yang sedang berjalan.
auditu tersebut dapat dipergunakan sebagai Relevansi seorang saksi juga dapat didukung
alat bukti. Dalam Hukum Acara Perdata, saksi oleh alasan “pengetahuannya”. Tegasnya harus
de auditu dapat diakui, baik lewat bukti mempunyai “sumber pengetahuan” yang logis
persangkaan maupun tidak. Adapun dalam atau masuk akal. Misalnya, saksi katakana
Hukum Acara Pidana dapat diakui lewat bukti melihat sendiri peristiwa tindak pidana
petunjuk”.14 penganiayaan di rumahnya sewaktu ia masih
berada di kantor. Hal ini tidaklah dapat
dikatakan sebagai kesaksian yang relevan. Jadi,
12
setiap unsur keterangan harus diuji dengan
Nikolas Simanjuntak. 2012. Acara Pidana Indonesia Dalam
Sirkus Hukum. Bogor: Ghalia Indonesia, hal 274
sumber pengetahuan saksi, dan setelah diuji
13
Ibid hal 275 dengan sumber pengetahuan, benar terdapat
14
Munir Fuady. 2012. Teori Hukum Pembuktian Pidana dan ketepatan keterangan yang masuk akal, antara
Perdata. Bandung: Citra Aditya Bakti. hal 146

150
Lex Crimen Vol. VI/No. 6/Ags/2017

keterangan saksi dengan sumber yang tengah berlangsung haruslah diperjelas


pengetahuannya harus benar-benar konsisten mengenai kriteria saksi dan keterangan saksi
antara yang satu dengan yang lain.15 yang dapat bernilai sebagai alat bukti dalam
Sebagai contoh dalam kasus Yusril Ihza pembuktian perkara pidana, sehingga
Mahendra pada tahun 2010 tentang tindak menciptakan kepastian hukum yang lebih baik.
pidana khusus korupsi Sisminbakum di ebagai contoh dalam kasus Yusril Ihza
Kementerian Hukum dan HAM. Undang- Mahendra pada tahun 2010 tentang tindak
Undang nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana pidana khusus korupsi Sisminbakum di
telah diubah oleh Undang-undang Nomor 20 Kementerian Hukum dan HAM. Undang-
Tahun 2001 tidak mengatur ketentuan Undang nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana
mengenai saksi dan keterangan saksi, sehingga telah diubah oleh Undang-undang Nomor 20
pada saat itu ketentuan saksi mengacu kepada Tahun 2001 tidak mengatur ketentuan
makna Pasal 1 angka 26 dan Pasal 1 angka 27 mengenai saksi dan keterangan saksi, sehingga
KUHAP jo Pasal 65 KUHAP karena pada saat itu pada saat itu ketentuan saksi mengacu kepada
Yusril bermaksud menghadirkan beberapa makna Pasal 1 angka 26 dan Pasal 1 angka 27
orang saksi yang meringankan bagi dirinya. KUHAP jo Pasal 65 KUHAP karena pada saat itu
Undang-Undang yang mengatur beberapa Yusril bermaksud menghadirkan beberapa
tindak pidana khusus lainnya seperti Tindak orang saksi yang meringankan bagi dirinya.
Pidana Kekerasaan dalam Rumah Tangga Undang-Undang yang mengatur beberapa
sebagaimana diatur dalam Undang-Undang tindak pidana khusus lainnya seperti Tindak
Nomor 23 Tahun 2004, Undang-Undang Nomor Pidana Kekerasaan dalam Rumah Tangga
26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang
Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Nomor 23 Tahun 2004, Undang-Undang Nomor
Tindak Pidana Perdagangan Orang, Undang- 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM,
Undang Nomor 11 tahun 2008 tentang ITE juga Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang
tidak memberikan pengertian khusus mengenai Tindak Pidana Perdagangan Orang, Undang-
ketentuan dan kriteria dari orang yang dapat Undang Nomor 11 tahun 2008 tentang ITE juga
bernilai sebagai saksi. Sehingga berdasarkan tidak memberikan pengertian khusus mengenai
asas hukum yang telah dijelaskan diatas, ketentuan dan kriteria dari orang yang dapat
ketentuan mengenai saksi juga mengacu pada bernilai sebagai saksi. Sehingga berdasarkan
KUHAP. asas hukum yang telah dijelaskan diatas,
Wirjono Prodjodikoro berpendapat bahwa ketentuan mengenai saksi juga mengacu pada
hakim dilarang memakai sebagai alat bukti KUHAP.
suatu keterangan saksi de auditu yaitu tentang Keputusan-keputusan hakim mengenai
suatu keadaan yang saksi itu hanya dengar saja kesaksian de auditu adalah bahwa tidak dapat
terjadinya dari orang lain. Larangan semacam dirumuskan secara jelas bahwa kesaksian de
ini baik bahkan sudah semestinya, akan tetapi auditu diterima ataukah tidak sebagai alat
harus diperhatikan, bahwa kalau ada saksi yang bukti, tetapi tergantung dari kenyataan-
menerangkan telah mendengar terjadinya kenyataan kasus demi kasus. Keberatan
suatu keadaan orang lain, kesaksian semacam terhadap kesaksian de auditu dahulu
ini tidak selalu dapat dikesampingkan begitu didasarkan kepada asas bahwa seluruh proses
saja. Mungkin sekali hal pendengaran suatu pembuktian langsung didepan hakim dan
peristiwa dari orang lain itu, dapat berguna terdakwa mengikuti seluruh proses itu, yang
untuk penyusunan suatu rangkaian pembuktian merupakan pembuktian terbaik (the best
terhadap terdakwa.16 evidence).
Dalam hal kekaburan hukum yang masih Analisis yang dilakukan oleh penulis
terdapat dalam ketentuan tersebut, maka menjelaskan bahwa saksi dalam perkara pidana
selanjutnya didalam pembentukan R-KUHAP diperluas maknanya menjadi orang yang tidak
harus mendengar, melihat dan mengetahui
15
M.Yahya Harahap. 2003. Pembahasan Permasalahan dan
secara langsung dan keterangan saksi diperluas
penerapan KUHAP, Penyidikan dan Penuntutan, Jakarta: Sinar maknanya menjadi keterangan dari saksi
Grafika, hlm.144 mengenai suatu peristiwa pidana yang
16
Hamzah, Op.Cit, hal 266

151
Lex Crimen Vol. VI/No. 6/Ags/2017

didengar, dilihat dan alami sendiri dengan Pada prinsipnya dalam hukum Indonesia
menyebut alasan pengetahuannya itu, keterangan saksi de auditu tidak
termasuk pula keterangan dalam rangka mempunyai kekuatan sebagai alat bukti
penyidikan, penuntutan, dan peradilan suatu saksi, baik dalam acara perdata maupun
tindak pidana dari orang yang tidak selalu dalam acara pidana. Tetapi, secara umum
mendengar, melihat dan mengalami suatu dapat juga dikatakan bahwa keterangan
peristiwa pidana. saksi de auditu tersebut sebenarnya
Sehingga dapat disimpulkan setelah adanya dapat menjadi alat bukti langsung (dalam
Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 65/PUU- acara perdata) dan alat bukti
VIII/2010 tersebut, ketentuan saksi dan persangkaan dalam acara perdata atau
keterangan saksi yang berada didalam KUHAP alat bukti petunjuk dalam hukum acara
telah diperluas maknanya menjadi Keterangan pidana.
dari orang yang tidak harus melihat, Keterangan saksi de auditu sebenarnya
mendengar, atau mengalami suatu peristiwa dapat dipakai sebagai alat bukti petunjuk
pidana sepanjang keterangan yang diucapkan dalam acara pidana atau alat bukti
relevan dengan peristiwa pidana yang sedang persangkaan dalam acara perdata. Untuk
berlangsung dan menjelaskan alasan itu, patut dipertimbangkan oleh hakim
pengetahuannya itu. Perluasan ini juga berlaku kapan saatnya keterangan saksi de auditu
dalam perkara pidana dalam ranah pidana dapat digunakan sebagai alat bukti
khusus jika Undang-Undang yang mengatur petunjuk atau persangkaan tersebut.
mengenai tindak pidana khusus tersebut tidak Mahkamah Konstitusi dalam putusannya
menjelaskan lebih lanjut mengenai kriteria saksi tidak memberikan batasan yang cukup
dan keterangan saksi, sehingga pengaturannya jelas mengenai sejauh mana nilai
dikembalikan kepada KUHAP. keterangan seseorang dapat dijadikan
sebagai saksi. Pertimbangan hakim yang
PENUTUP diberikan oleh majelis hakim yang
A. Kesimpulan memutuskan perkara tersebut hanya
1. Pengaturan alat-alat bukti dalam Kitab menjelaskan bahwa nilai kesaksian saksi
Undang-undang Hukum Acara Pidana bukanlah terletak apakah dia melihat,
(KUHAP) sudah ditentukan secara mendengar dan mengalami sendiri suatu
limitatif. Artinya, tidak boleh ada alat peristiwa. Namun, terletak pada sejauh
bukti yang lain selain yang ditentukan mana relevansi kesaksian yang diberikan
oleh undang-undang. Alat-alat bukti yang terhadap perkara yang sedang berjalan.
ditentukan oleh KUHAP terdiri dari
keterangan saksi, keterangan ahli, surat, B. Saran
petunjuk, dan keterangan terdakwa. 1. Supaya mendapat kepastian hukum di
Hakim terikat dengan alat-alat bukti masyarakat dan tidak mebingungkan
tersebut, kalaupun hakim menyimpang para penegak hukum, pengaturan
dari ketentuan KUHAP tersebut, maka menganai saksi de auditu harus
berkonsekuensi tidak sahnya alat bukti dirumuskan secara tegas dalam
tersebut, kecuali penggunaan alat bukti pearaturan perundang-undagan di
diluar ketentuan KUHAP tersebut telah Indonesia, mengingat tidak selamanya
ditentukan lain oleh undang-undang dalam perkara pidana terdapat saksi yang
(khusus). Namun setelah dikeluarkannya sesuai dengan rumusan yang diatur
putusan MK No 65/PUU-VIII/2010 yang dalam KUHAP.
berimplikasi pada perluasan makna dari 2. Supaya keterangan saksi de auditu dapat
saksi, sehingga saksi de auditu dapat digunakan di persidangan, seharusnya
dihadirkan dan di dengar keterangannya Pemerintah dalam hal ini lembaga
oleh hakim di persidangan. legislatif dan para penegak hukum harus
2. Fungsi Keterangan saksi de auditu dalam lebih jelih lagi melihat kebutuhan hukum
hukum pembuktian di Indonesia yang ada guna menunjang proses
beracara di persidangan.

152
Lex Crimen Vol. VI/No. 6/Ags/2017

DAFTAR PUSTAKA Mardjono Reksodiputro. 1994. Hak Asasi Manusia


Adami Chazawi. 2006. Hukum Pembuktian Tindak dalam Sistem Peradilan Pidana. Jakarta:
Pidana Korupsi. Bandung: Alumni Pusat Pelayanan Keadilan dan Pengabdian
Al. Wisnubroto dan G.Widiartana. 2005. Hukum d/h Lembaga Kriminologi Universitas
Pembaharuan Hukum Acara Pidana. Indonesia
Bandung: Citra Aditya Bakti Martiman Prodjohamidjojo. 1984. Komentar atas
Andi Hamzah. 2008. Hukum Acara Pidana KUHAP: Kitab Undang-Undang Hukum
Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika Acara Pidana. Jakarta: Pradnya Paramitha
Bambang Waluyo. 1994. Sistem Pembuktian Munir Fuady. 2014. Teori-Teori Besar (Grand
Dalam Peradilan Indonesia. Jakarta: Sinar Theory) dalam Hukum. Jakarta: Prenada
Grafika media Grup
Bambang Sunggono. 2011. Metodologi Penelitian Munir Fuady. 2012. Teori Hukum Pembuktian
Hukum. Jakarta: Raja Grafindo Persada Pidana dan Perdata. Bandung: Citra Aditya
Darwan Prinst. 1998. Hukum Acara Pidana Dalam Bakti
Praktik. Jakarta: Djambatan Peter Mahmud Marzuki. 2014. Penelitian Hukum.
Djisman Samosir. 1986. Hukum Acara Pidana Jakarta: Kencana Media Grup
Dalam Perbandingan. Bandung: Binacipta Sandi Handika. 2016. Analisis Kekuatan
Eddy O.S Hiariej. 2012. Teori dan Hukum Pembuktian Saksi Testimonium De Auditu
Pembuktian. Jakarta: Erlangga Dalam Perkara Tindak Pidana Kekerasan
Febri Sri Utami. Kedudukan Keterangan Saksi Di Seksual Pada Anak (Studiputusan Pn
Penyidikan Sebagai Alat Bukti Yang Sah No.69/Pid.B/2014/Pn.Sdn). Skripsi.
Dalam Persidangan (Studi Putusan Perpustakaan Fakultas Hukum Lampung.
Pengadilan Negeri Stabat No.752/ Pid.B/ Lampung
2012/ Pn.Stb). 2014. Skripsi. Perpustakaan Soerjono Soekanto. 2006. Pengantar Penelitian
Fakultas Hukum Sumatera Utara Hukum.Jakarta: UI-Press
Hari Sasangka dan Lily Rosita. 2003. Hukum Sudikno Mertokusumo. Hukum Acara Perdata
Pembuktian Dalam Perkara Pidana, Indonesia. Yogyakarta: Liberty
Bandung: Mandar Maju Subekti. 2001. Hukum Pembuktian. Jakarta:
Jhonny Ibrahim. 2006. Teori dan Metodologi Pradnya Paramitha
Penelitian Hukum Normatif. Malang: Supriyadi Widodo Eddyono. Catatan Kritis
Bayumedia Publishng Terhadap Undang-Undang No 13 tahun
Luhut M.P Pangaribuan. 2016. Hukum Acara 2006 tentang Perlindungan Saksi dan
Pidana dan Hakim Ad Hoc. Jakarta: Korban, Jakarta: Elsam
Universitas Indonesia Bekerjasama Dengan Waluyadi. 1999. Pengetahuan Dasar Hukum Acara
Pupus Sinar Sinanti Pidana (Sebuah Catatan Khusus). Bandung:
M. Ali Zaidan. 2015. Menuju Pembaruan Hukum Mandar Maju
Pidana. Jakarta: Sinar Grafika
M.Yahya Harahap. 2006. Pembahasan SUMBER PENDUKUNG:
Permasalahan dan Penerapan KUHAP: 1. Kitab Undang-Undang Hukum Acara
Pemeriksaan Sidang Pengadilan, Banding, Pidana (UU No. 8 Tahun 1981)
Kasasi, dan Peninjauan Kembali: Edisi 2. Surat Mahkamah Agung Kepada Menteri
Kedua, Jakarta: Sinar Grafika Kehakiman Republik Indonesia
M. Yahya Harahap. 2007. Pembahasan No.39/TU/88/102/Pid
Permasalahan dan Penerapan KUHAP 3. Putusan Mahkamah Konstiusi Reublik
(Pemeriksaan Sidang Pengadilan, Banding, Indonesia No. 65/PUU-VIII/2010 Perihal
Kasasi, dan Peninjauan Kembali). Jakarta: Pengujian UU No 8 Tahun 1981 Tentang
Sinar Grafika Hukum Acara Pidana Terhadap UUD
M.Yahya Harahap. 2003. Pembahasan Negara Republik Indonesia Tahun 1945
Permasalahan dan penerapan KUHAP, 4. Putusan Mahkamah Agung Reupblik
Penyidikan dan Penuntutan, Jakarta: Sinar Indonesia No 193 PK/ Pid.Sus/2010
Grafika

153
Lex Crimen Vol. VI/No. 6/Ags/2017

SUMBER LAIN:
http://entertainment.kompas.com/read/2010/11/
02/03274912/Saksi.Ditolak.Yusril.Minta.MK.Tafsirk
an.KUHAP, diakses pada tanggal 26 Mei 2015 pukul
12.00 WITA

154

Anda mungkin juga menyukai