Anda di halaman 1dari 6

REVIEW HUKUM PERDATA

Untuk memenuhi tugas mata kuliah Hukum Perdata

Dosen Pengampu : Nur Komala M.H.

Disusun Oleh :

1. Liya Timus Sholeha (S20191098)


2. Azizah (S20191110)
3. Miftakhul Azizah (S20191117)
4. Afton Ilman Huda (S20191095)

PRODI HUKUM KELUARGA


FAKULTAS SYARIAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI JEMBER
PEMBAHASAN

1. Pengertian Subjek Hukum


Istilah subjek hukum berasal dari terjemahan rechtsubject (Belanda) atau law
of subject (Inggris). Pada umumnya rechtsubject diartikan sebagai pendukung hak
dan kewajiban. Pengertian Subjek hukum (rechtsubject) Menurut Algra adalah setiap
orang yang mempunyai hak dan kewajiban, jadi mempunyai wewenang hukum
(rechtbevoegheid) (Algra, dkk., 1983: 453). Pengertian wewenang hukum
(rechtbevoegheid) adalah wewenang untuk mempunyai hak dan kewajiban, untuk
menjadi subjek dari hak-hak.
2. Pembagian Subjek Hukum
Subjek hukum mempunyai kedudukan dan peranan yang sangat penting
didalam bidang hukum, khususnya hukum keperdataan karena subjek hukum itulah
nantinya yang dapat mempunyai wewenang hukum. Didalam bebagai literatur dikenal
dua macam subjek hukum, yaitu manusia dan badan hukum.
a. Manusia sebagai Subjek Hukum
Pada dasarnya semua orang sebagai subjek hukum mempunyai hak, namun
tidak semua oang mempunyai kewenangan hukum (hak dan kewajiban).
Orang yang berwenang untuk melakukan perbuatan hukum adalah orang yang
telah dewasa dan tidak dilarang oleh undang-undang. Menurut hukum tiap-tiap
seorang manusia sudah menjadi subjek hukum secara kodrati atau secara
alami.anak-anak seta balita pun sudah dianggap sebagai subjek hukum.
Manusia dianggap sebagai hak mulia ia dilahirkan sampai dengan ia
meninggal dunia.
b. Badan Hukum
Badan hukum adalah suatu badan yang tediri dari kumpulan orang yang diberi
status “persoon” oleh hukum sehingga mempunyai hak dan kewajiban. Badan
hukum dapat menjalankan perbuatan hukum sebagai pembawa hak manusia.
Seperti melakukan perjanjian, mempunyai kekayaan yang terlepas dari para
anggotanya dan sebagainya. Perbedaan badan hukum dengan manusia sebagai
pembawa hak adalah badan hukum tidak dapat melakukan perkawinan, tidak
dapat diberi hukuman penjara, tetapi badan hukum dimungkinkan dapat
dibubarkan.
3. Kedudukan Anak
Menurut ketentuan Undang-Undang Perwalian kedudukan anak diatur secara
otentik (resmi didalam Undang-Undang) dan rinci. Pertama yang ditegaskan adalah:
Anak yang sah adalah anak yang dilahirkan dalam atau sebagai akibat perkawinan.
Sedangkan anak yang dilahirkan diluar perkawinan hanya mempunyai hubungan
perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya. Kedudukan anak tersebut dalam
ketentuan terdahulu selanjutnya akan diatur dalam peraturan pemerintah. Sedangkan
ketentuan tersebut diatas diatur didalam pasal 42 dan 43 Undang-Undang perkawinan.
Secara garis besar dapat kita kemukakan perbedaan yang mendasar antaa anak sah dan
anak luar kawin adalah, pertama, dalam idang hukum keluarga, anak sah yang belum
dewasa sepanjang perkawinan orangtuanya masih utuh dan tidak ada pembebasan dan
pemecatan berada dibawah kekuasaan orangtuanya ( Pasal 299 KUHPerdata dan pasal
47 UUP); Anak luar kawin selalu berada dibawah perwalian ( pasal 306, Pasal 353
KUHPerdata dan pasal 50 UUP). Sedangkan dalam bidang hukum waris, hak bagian
atasan warisan seorang anak sah lebih besar daripada seorang ank luar kawin ( pasal
862, pasal 916 KUHPerdata.

4. Kekuasaan Orang tua


Seorang anak yang sah berada sampai waktu ia mencapai usia dewasa atau
kawin, dibawah kekuasaan orang tua ( under-lijkematcht), selama kedua orang tua itu
terikat dalam hubungan perkawinan. Dengan demikian maka kekuasaan orangtua itu
mulai berlaku sejak lahirnya anak atau sejak hari penegesahannya dan berakhir pada
waktu anak itu menjadi dewasa atau kawin, atau pada waktu perkawinan orang tua
dihapuskan. Adapula kemungkinan bahwa kekuasaan oleh hakim dicabut atau
orangtua dibebaskan dari kekuasaan itu, karena suatu alasan. Kekuasaan itu dimiliki
oleh kedua orang tua bersama, tetapi lazimnya dilakukan oleh si ayah. Hanyalah
apabila si ayah tidak mampu untuk melakukannya, misalnya sedang sakit keras, sakit
ingatan, sedang bepergian dengan tidak ada ketentuan tentang nasibnya, atau sedang
berada dibawah pengawasan curatele, maka kekuasaan itu dialihkan oleh istrinya.
Tentang kekuasaan orang tua, di tuntut juga hubungan timbal balik antara
orang tua dan anak-anaknya, bahwa tiap-tiap anak dalam umur brapapun juga, wajib
menaruh kehormatan dan keseganan terhadap bapak dan ibunya si bapak dan si ibu
keduanya wajib mmelihara dan mendidik sekalian anak meeka yang belum dewasa
kehilangan hak untuk memangku kekuasaan orang tua atau untuk menjadi wli tak
membebaskan mereka dari kewajiban, memberi tunjangan-tunjangan alam
keseimbangan dengan pendapatan mereka guna membiayai pemeliharaan dana
pendidikan untuk anak-anaknya (ex pasal KUHPerdata)
Di dalam pasal 299 KUHPerdata menyatakan asas-asas kekuasaan orag tua
yang menyabut antara lain bahwa sepanjang perkawinan bapak dan ibu tiap-tiap anak
sampai ia menjadi dewasa, tetep bernaung bahwa kekuasaan mereka sekadar mereka
tidak di bebaskan atau di pecat atau kekuasaan itu. ini berarti bahwa asas-kekuasaan
orang tua itu berlangsung selama perkawinan orang tuanya selama kekuasaan itu tidak
di cabut yang mengandung asas bahwa:
 Kekuasaan orangtua ada pada kedua orangtua itu dan tidak hanya ada pada bapak
saja
 Kekuasaan orangtua hanya ada selama perkawinan itu putus maka kekuasaan
orang tua itu tidak ada lagi
 Kekuasaan orangtua hanya ada selama orangtua memenuhi kewajiban-kewajiban
terhadap anak-anaknya dengan baik, kalau tidak, maka akan ada kemungkinan
keluarga orangtua itu dicabut atau dibebaskan.

5. Kekuasaan terhadap harta pribadi seorang anak


Drs. Sudarso, S.H., M.Si., dalam bukunya yang bejudul Hukum Perkawinan
Nasional (Hal 192) mengakatan bahwa kekuasaan orang tua pada prinsipnya
meliputi: a. Kekuasaan terhadap pribadi seorang anak b. Kekusaan terhadap harta
kekayaan anak . Melihat pada ketentuan ketentuan tersebut, kekuasaan oang tua
juga haus menguus harta anaknya dalam lalu lintas hukum, termasuk menjual
atau menggadaikan barag milik anak.
Pengecualiannya adalah sebagaimaa diatu dalam pasal 48 UU Perkawinan
yaitu, orang tua tidak dipebolehkan memindahkan hak atau menggadaikan
barang-baang tetap milik anaknya tesebut, kecuali apabila kepentingan anak itu
menghendakinya.

Harta kekayaaan yang dimiliki oleh sianak dalam bentuk benda-benda tetap/tak
bergeak, maka orangtua tidak boleh menjualnya kecuali apabila anak tersebut
menghendakinya. Dengan kata lain, orangtua dibolekan menjual benda tetap
milik anak jika kepentingan anak tersebut menghendakinya. Jadi, dalam hal ini
kata kuncinya adalah jika kepentingan si anak menghendaki. Orang tua harus
dapat membuktikan dan meyakinkan si anak bahwa tindakan orang tua menjual
benda tetap si anak adalah untuk kepentingan si anak, dan bukan untuk orang tua
atau orang lain. Misalnya, menjual harta tetap milik anak untuk membuat
pembiayaan pendidikan anak. Mengenai hak orang tua mennikmati hata kekayaan
anknya, kita dapat merujuk pada pasal 311 KUHPer yang menyatakan bahwa
orang tua boleh menikmati segala hasil harta kekayaan anknya yang belum
dewasa. Pengecualiannya diatur dalam pasal 33 KUHPer yaitu orangtua tidak
berhak menikmati barang milik sianak, yang:
1. Diperoleh sia anak adalah karena kerja dan usahanya sendiri
2. Dihibahkan dengan akta semasa pewaris masih hidup atau dihibahkan dengan
wasiat kepada mereka (anak tersebut), dengan persyaratan tegas, bahwa kedua
orangtua mereka tidak berhak menikmati hasilnya.

Mengacu pada ketentuan Paal 313 KUHPer, bahwa jika barang tersebut (baik
benda bergerak maupun benda tetap) diperoleh atas hasil kerja si anak sendiri
atau didapatkan dari hibah, orangtua tidak berhak untuk ikut menikmati barang
milik si anak tersebut. Jika menikmati barang tersebut saja tidak boleh, apalagi
menjual dimana seorang harus memiliki kekuasaan atas benda tersebut untuk
dapat mejualnya.
6. Perwalian (Voogdij)
Perwalian (Voogdij) adalah pengawasan terhadap anak yang di bawah umur,
yang tidak berada dibawah kekuasaan orang tua serta ppengurusan benda atau
kekayaan anak tersebut diatur oleh udang-undang. Dengan demikian, berada
dibawah perwalian. Anak yang berada dibawah perwalian, adalah:
 Anak sah yang kedua orangtuanya telah dicabut kekuasaannyasebagai orang tua.
 Anak sah yang orang tuanya telah bercerai
 Anak yang lahir diluar perkawinan (natuurlijk kind)

Jika salah satu orangtua meningga, menurut undang-undang orangtua yang


lainnya dengan sendirinya menjadi wali dari anak-anaknya. Perwalian ini
dinamakan perwalian menurut undang-undang (wettelijke voogdij). Seorang anak
yang lahir diluar perkawinan berada dibawah perwalian orangtua yag
mengakuinya. Apabia seorang anak yang tidak berada dibawah kekuasaan orang
tua tidak mempuyai wali , hakim akan mengangkat seorang wali atas permintaan
salah satu pihak yang berkepentingan atau karena jabatannya (datieve voogdji).
Ada golongan orang yang tidak dapat diangkat menjadi wali. Mereka itu ialah
orang yang sakit ingatan, orang yang belum dewasa, orang yang dibawah curatele,
orang yang telah dicabut kekuasannya sebagai orangtua. Seorang wali diwajibkan
mengurus kekayaan anak yang berada dibawah pengawasannya dengan sebaik-
baiknya dan ia bertanggung jawab tentang kerugian-kerugian yang ditimbulkan
karena pengurusan yang buruk.
Dalam kekuasaannya, ia dibatasi oleh pasal 393 B.W. yang melarang seorang
wali meminjam uang untuk anak. Ia tak diperkenankan pula menjual,
menggandakan benda-benda yang tak bergerak, surat-surat sero dan surat-surat
penagihan dengan tidak mendapat ijin lebih dahulu dan hakim. Selanjutnya seorang
wali, diwajibkan apabila tugasnya telah berakhir, memberikan suatu penutupan
pertanggungan jawab. Pertanggungjawaban ini dilakukan pada si anak apabila
telah menjadi dewasa atau pada warisnya jikalau anak itu telah meninggal.

Anda mungkin juga menyukai