Anda di halaman 1dari 14

Jurnal Komunikasi Pembangunan

ISSN 1693-3699 Juli 2009, Vol. 07, No. 2

Perkembangan Pola Komunikasi


dalam Penyuluhan Pertanian di Indonesia
Dwi Sadono
Mayor Komunikasi Pembangunan, Gedung Departemen KPM IPB Wing 1 Level 5, Jalan Kamper Kampus IPB
Darmaga, Telp. 0251-8420252, Fax. 0251-8627797

Abstrak
Communication model in agricultural extention practices in Indonesia have develoved parallel by the development
concept of communication and community. This paper describe several models which dominant used in Indonsia, that
is: 1) One way model, 2) two way hierarkhis model, 3) media forum model, 4) networking model, and 5)
eksperimental learning cycle model.

1. Pendahuluan tersebut tampak sangat menonjol ketika


Sektor pertanian peranannya dalam muncul karya R.T. Malthus pada akhir
perekonomian nasional meskipun sudah abad ke 18 (Rusli dan Andriany 2008).
Malthus melihat pangan sebagai
semakin menurun, namun masih tetap
pengekang hakiki dari perkembangan
penting dan strategis. Hal ini terutama
penduduk disamping pengekang-
karena sektor pertanian masih mem-
berikan lapangan pekerjaan bagi pengekang lainnya yang berbentuk
sebagian besar penduduk yang ada di pengekang segera. Menurutnya, apabila
tidak ada pengekang maka perkem-
pedesaan dan menyediakan bahan
bangan penduduk akan berlangsung
pangan bagi penduduk. Peranan lain
jauh lebih cepat daripada perkembangan
dari sektor pertanian adalah menye-
diakan bahan mentah bagi industri dan produksi pangan (subsisten). Hal ini
menghasilkan devisa negara melalui karena perkembangan penduduk mengi-
ekspor non migas. Bahkan sektor kuti deret ukur, sedangkan perkem-
bangan pangan mengikuti deret hitung.
pertanian mampu menjadi katup
Desakan untuk memenuhi kebutu-
pengaman perekonomian nasional
han pangan bagi penduduknya yang
dalam menghadapi krisis ekonomi yang
melanda Indonesia dalam satu terus berkembang telah menyadarkan
dasawarsa terakhir ini. berbagai negara berusaha untuk
Kontribusi penting penyuluhan meningkatkan produksi pangannya.
pertanian untuk meningkatkan pem- Oleh karena itu, teknologi pertanian
bangunan pertanian dan peningkatan yang lebih baik terus dikembangkan dan
produksi pangan telah menyebabkan diintroduksikan kepada petani agar
cepatnya perkembangan minat orang petani mau menerapkan teknologi
dalam penyuluhan selama beberapa tersebut dan produksi pangan mening-
dekade terakhir (Van den Ban dan kat. Kegiatan menyebarkan informasi/
Hawkins 1988). Beberapa negara telah teknologi pertanian tersebut, dikenal
berhasil memajukan pertaniannya yang dengan penyuluhan pertanian
memungkinkan kebutuhan pangan pen- (agricultural extension). Penyuluhan
duduknya terpenuhi dan pendapatan pertanian didefinisikan sebagai suatu
petani meningkat. sistem pendidikan di luar sekolah (non-
Perhatian terhadap masalah per- formal) untuk para petani dan
keluarganya dengan tujuan agar mereka
tanian, khususnya pangan, telah lama
tahu, mau, mampu, dan berswadaya
mendapat perhatian para ahli. Perhatian
mengatasi masalahnya secara baik dan
Perkembangan Pola Komunikasi
dalam Penyuluhan Pertanian di Indonesia

memuaskan dan meningkat kesejah- berguna bagi para petani, dan (3)
teraannya (Wiriatmadja 1990). masyarakat petani itu sendiri yang
Penyuluhan pertanian di Indonesia menjadi subyek penyuluhan, (4)
telah mempunyai sejarah yang cukup lembaga pengaturan, dan (5) lembaga
panjang, yang dimulai sejak awal abad pelayanan. Pelaku-pelaku dalam penyu-
20. Penyuluhan pertanian bermula dari luhan pertanian juga melibatkan pihak
adanya kebutuhan untuk meningkatkan lain baik dari pihak swasta maupun
hasil pertanian, baik untuk kepentingan pihak lainnya (Pasandaran dan Adnyana
penjajah maupun untuk memenuhi 1995; Mugniesyah 2006). Agar proses
kebutuhan pribumi. Kebutuhan pening- diseminasi inovasi per-tanian itu
katan produksi pertanian diperhitungkan berjalan efektif maka diperlukan
akan dapat dipenuhi seandainya keterkaitan yang erat antara berbagai
teknologi-teknologi maju yang ditemu- unsur tersebut. Masing-masing unsur
kan para ahli dapat dipraktekkan oleh memiliki peran tersendiri tetapi antar
para petani sebagai produsen primer. unsur saling terkait satu sama lain.
Dengan hasil yang cukup menggem- Sejalan dengan perjalanan politik
birakan, usaha-usaha ini terus dikem- pemerintahan Indonesia, perkembangan
bangkan dan kemudian dibentuk suatu pemahaman para ahli dan pemerintah
sistem penyuluhan pertanian yang mengenai petani dan pembangunan
melembaga di Indonesia dengan di- pertanian, perkembangan yang terjadi
bentuknya Dinas Penyuluhan pada petani atau masyarakat petani, dan
(Landbouw Voorlichting Dients atau faktor-faktor lainnya seperti tuntutan
LVD) pada tahun 1908 di bawah demokratisasi dalam berbagai aspek
Departemen Pertanian (BPLPP 1978). kehidupan, proses komunikasi dalam
Setelah mencapai kemerdekaan, penyuluhan pertanian tidak terlepas dari
usaha penyuluhan pertanian terus perkembangan tersebut. Untuk itu
dikembangkan oleh pemerintah. Ber- dalam tulisan ini dibahas perkembangan
bagai sarana dan prasarana pertanian proses komunikasi dalam penyuluhan
disediakan, jumlah penyuluh ditambah pertanian di Indonesia terutama sejak
dan ditingkatkan kemampuannya. masa “revolusi hijau” dan masa
Demikian juga segala kemudahan bagi sesudahnya.
petani, termasuk berbagai subsidi, dan
sebagainya. 2. Model SMCR Searah
Dalam proses diseminasi inovasi
Pada tahun 1960, David Berlo
pertanian kepada petani, maka komu- mengemukakan suatu model komuni-
nikasi memegang peranan penting. kasi interpersonal yang dikenal dengan
Proses komunikasi dalam penyuluhan model SMCR (Source, Message,
pertanian tersebut sedikitnya melibatkan Channel, Receiver). Pada model SMCR,
lima unsur stakeholders, yaitu: (1) Sumber (Source) diasumsikan sebagai
lembaga penelitian – di dalamnya ada orang yang mempunyai informasi yang
para peneliti, yang melakukan senantiasa mengirimkan informasi yang
penelitian untuk menghasilkan tekno- disebutnya sebagai Pesan (Message)
logi yang diharapkan berguna bagi kepada Penerima (Receiver) melalui
masyarakat petani, (2) lembaga Saluran komunikasi (Channel),
penyuluhan – yang di dalamnya ter-
sehingga menimbulkan perubahan peri-
dapat para penyuluh, yang berperan laku pada Penerima sesuai dengan yang
dalam menyebarluaskan teknologi yang dikehendaki oleh Sumber. Model Berlo

44
Dwi Sadono

(1960) sangat mengutamakan pada Berdasarkan model Berlo tersebut,


pengaruh pesan terhadap perilaku praktek penyuluhan pertanian yang
Penerima, oleh karenanya orientasinya dilakukan lebih mengutamakan pada
lebih kepada bagaimana pesan harus proses transfer teknologi dari pihak
diterima oleh Penerima sesuai kehendak yang mempunyai atau menciptakan
Sumber. Itu sebabnya bersifat linear dan teknologi (peneliti) – yang menganggap
searah dalam arus pesan. teknologi pertanian tersebut perlu
Model SMCR Searah dikembangkan diterapkan oleh masyarakat petani –
berdasarkan pengalaman Amerika kepada para petani yang dianjurkan
Serikat dalam penelitian pertanian, untuk menerapkan teknologi tersebut
pengembangan dan penyuluhan pada usahatani mereka. Oleh karenanya,
pertanian dalam memberikan suatu model yang dikembangkan adalah
pelayanan bagi transfer teknologi. model yang sangat disederhanakan,
Pendekatan penyuluhan pertanian ini bersifat linear, satu arah (dalam hal
dicirikan oleh paradigma komunikasi aliran pesan), hierarkhis dan bias pro
Model Berlo yaitu Model SMCR. teknologi. Hal ini seperti dapat dilihat
pada Gambar 1.
.
Sender (S) Channel (S) Receiver (S)

Research Extension Farmers


(Message) (Media and methods) (target of change)

Gambar 1. Model Komunikasi SMCR Searah

Berdasarkan pengalaman praktek lapangan, dan petani dianjurkan


penyuluhan pertanian di Indonesia, (kemudian diharuskan) menerapkannya
sejak diintroduksikannya Panca Usaha pada usahatani mereka.
Pertanian (PUP) pada tahun 1963/1964 Model komunikasi penyuluhan
melalui program yang dikenal dengan pertanian tersebut diadopsi dari
Demonstrasi Massal Swa Sembada Amerika Serikat. Pada dekade 1950-an,
Bahan Makanan (Demas SSBM) dan Indonesia banyak mendatangkan ahli-
kemudian dikembangkan menjadi ahli pertanian dari Amerika Serikat dan
Bimbingan Massal (Bimas) yang mengirimkan ahli-ahli pertanian untuk
kemudian diikuti dengan program belajar di Amerika Serikat.
Intensifikasi Khusus (Insus) hingga Model ini dipandang gagal untuk
Supra Insus pada tahun 1986/1987 menampung unsur-unsur penting yang
menunjukkan pola model SMCR harus dibangun untuk keberhasilan
(Mugniesyah 2006). Dalam hal ini yang penciptaan teknologi dan transfer
menjadi Sumber adalah pemerintah inovasi pertanian, diantaranya adalah
yang diwakili oleh para peneliti tidak menyentuh lapisan akar rumput
menyampaikan pesan-pesan inovasi dalam masyarakat petani. Hasil
teknologi pertanian kepada para petani, penelitian Soewardi (1972),
khususnya komunitas padi sawah Sastramihardja dan Veronica (1976) dan
melalui para petugas penyuluh Rolling et al., (1976) melaporkan

45
Perkembangan Pola Komunikasi
dalam Penyuluhan Pertanian di Indonesia

bahwa mereka yang mendapat manfaat kemampuan, dan sikap aparat terlibat
inovasi adalah mereka yang terdiri dari (peneliti, penyuluh, dan pengguna
sepertiga lapisan atas masyarakat lainnya), (4) sarana dan prasarana yang
petani. tersedia, (5) komitmen dan dukungan
Model SMCR Searah ini juga pemerintah.
mengabaikan fakta bahwa kebanyakan Menurut Pasandaran dan Adnyana
para peneliti dan penyuluh pertanian (1995), mekanisme penyampaian hasil
berasal dari keluarga petani dan penelitian diatur dalam SK Menteri
seringkali telah mengelola usahataninya Pertanian No. 439/kpts/ot216/6/1989
sendiri serta mengetahui secara persis yang pada dasarnya mengikuti
permasalahan yang mereka hadapi serta pendekatan top down. Hasil penelitian
bagaimana mengatasinya (Mugniesyah disampaikan kepada Direktorat Teknis
2006). Mereka telah turut serta yang kemudian melakukan pengujian-
menyumbangkan pemahamannya ten- pengujian lebih lanjut. Hasil pengujian
tang pengetahuan mengenai bagai-mana tersebut kemudian dirakit menjadi
sesuatu dilakukan secara ilmiah Petunjuk Teknis (juknis) yang lebih
terhadap proses perkembangan tekno- sederhana. Petunjuk Teknis disampai-
logi. Model ini juga mengabaikan kan kepada Kantor Wilayah Pertanian
kepercayaan atau keyakinan bahwa baik di daerah yang kemudian disampaikan
para petani, profesional dan pebisnis kepada Dinas Teknis dan disebar-
mempunyai kemampuan sendiri untuk luaskan kepada penyuluh. Melalui
mengarahkan atau membantu mencip- pertemuan-pertemuan teknis, juknis
takan organisasi dan kelembagaan untuk tersebut disampaikan kepada penyuluh
kemajuan mereka sendiri. pertanian lapangan (PPL) sebagai
Bordenave (1976) memberikan materi penyuluh kepada petani.
kritiknya terhadap penelitian komu- Mekanisme dengan jalur yang cukup
nikasi di Amerika Latin mengenai difusi panjang tersebut, menurut Pasandaran
inovasi. Dikemukakannya bahwa karya- dan Adnyana (1995) sering menye-
karya penelitian itu menjadi lemah babkan informasi tentang teknologi baru
karena terlalu menuruti model para- terlambat sampai kepada petani, atau
digma difusi yang sebelumnya berasal modifikasi yang dilakukan meng-
dari Amerika Serikat. Oleh karena itu akibatkan teknologi itu berbeda dengan
disarankan perlunya penggabungan yang dianjurkan oleh lembaga
model difusi klasik dengan konsep- penelitian. Pendekatan top down yang
tualisasi Freire mengenai penyadaran diterapkan pada waktu itu pada
(conscientization) dalam usaha mene- dasarnya adalah statis dan mekanis.
mukan suatu jenis penelitian yang lebih Masing-masing pihak berperan secara
sesuai untuk Amerika Latin. spesifik sehingga kurang luwes dan
Dalam melihat efektivitas dan kehadiran para pelaku menjadi kurang
efisiensi sistem penyampaian hasil penting, bahkan pendekatan ini
penelitian dan umpan baliknya, cenderung bersifat instruksional
Pasandaran dan Adnyana (1995) (command and control) dengan sistem
menyatakan ada lima faktor yang target yang kaku.
menentukannya. Faktor-faktor tersebut Berdasarkan kelemahan yang
adalah: (1) mekanisme yang ditempuh, dijumpai dalam model tersebut serta
(2) fungsi dan peran masing-masing makin besarnya tantangan dalam
kelembagaan terkait, (3) kemauan, pembangunan pertanian, maka dalam

46
Dwi Sadono

model tersebut mulai dimasukkan pendekatan yang menekankan pada


konsep-konsep komunikasi yang pertukaran informasi dan hubungan-
penting, yaitu umpan balik dan hubungan di antara partisipan
interaksi, dan melahirkan Model komunikasi ketimbang hanya dengan
Komunikasi Hierarkhis Dua Arah. unit analisis individu saja. Proses
berbagi informasi diantara partisipan
3. Model Hierarkhis Dua Arah komunikasi tersebut dilakukan dalam
upaya mereka mencapai pemahaman
Model ini dikembangkan dengan
terhadap makna informasi secara timbal
mengadopsi model yang membuat
secara eksplisit kebutuhan akan balik dalam konteks menggunakan
informasi tersebut. Hal ini berarti
komunikasi langsung (yang bersifat dua
umpan balik di antara partisipan
arah) diantara ketiga pihak utama
komunikasi juga saling dipertukarkan.
terhadap proses transfer teknologi.
Menurut perspektif ini komunikasi
Model ini dikembangkan dari model
didasarkan pada hubungan kolaborasi
komunikasi konvergen yang diper-
antara orang yang memiliki informasi
kenalkan oleh Rogers dan Kincaid dan
Rogers (2003) yang dikenal dengan dan orang-orang yang membutuh-
Model Hierarkhis Dua Arah kannya.
Dengan demikian, model ini telah
(Mugniesyah, 2006) atau Pendekatan
mempertimbangkan dua aspek, yakni
Umpan Balik yang Disempurnakan atau
umpan balik dan interaksi serta
dalam bahasa Inggris disebut sebagai
(Modified Feedback Approach) pengakuan bahwa proses komunikasi
(Pasandaran dan Adnyana, 1995). diekspresikan secara dua arah (Gambar
2). Berdasarkan model tersebut, dalam
Dalam model komunikasi
konteks penyuluhan pertanian, proses
konvergen, komunikasi merupakan
komunikasi yang melibatkan peneliti,
suatu proses dimana masing-masing
partisipan menciptakan dan berbagi penyuluh, dan petani, digambarkan
informasi satu sama lain dalam upaya bahwa awalnya terjadi komunikasi dua
arah antara peneliti dan penyuluh, yang
untuk mencapai pengertian bersama
kemudian diikuti komunikasi dua arah
(mutual understanding). Dengan
antara penyuluh dan petani.
perkataan lain, diperlukan suatu

Penelitian Penyuluhan Petani

Gambar 2. Model Komunikasi SMCR Dua Arah

Hal ini dimungkinkan karena dengan melibatkan penyuluh lapangan.


informasi dalam penyuluhan pertanian, Pada tahap ini terjadi komunikasi dua
baik berupa teknologi maupun gagasan arah antara peneliti dan penyuluh
yang berkenaan dengan kelembagaan lapangan. Namun demikian, peneliti
baru, bersumber dari peneliti yang masih ”ditempatkan” sebagai sumber
melakukan serangkaian penelitian yang statusnya lebih tinggi dibanding
sebagai proses penemuan (invention) penyuluh.
inovasi bagi peningkatan efisiensi dan Pada tahap kedua, hasil-hasil uji
produktivitas usahatani. Sebelum coba tersebut disebarluaskan oleh
inovasi itu diintroduksikan kepada penyuluh kepada petani. Pada tahap
petani, umumnya inovasi itu diujicoba kedua ini, penyuluh menjadi sumber

47
Perkembangan Pola Komunikasi
dalam Penyuluhan Pertanian di Indonesia

informasi bagi petani. Proses produksi tanaman dan ternak sesuai


komunikasi dua arah berlangsung di dengan kondisi lokal dua hari dalam dua
antara keduanya yang dapat diukur dari minggu di (BPP). Mereka dibimbing
jumlah orang yang mengadopsi atau oleh Penyuluh Pertanian Madya (PPM)
menerapkan inovasi yang dianjurkan yang kemudian juga diganti namanya
penyuluh. dengan Penyuluh Pertanian Urusan
Penerapan model ini dilakukan oleh Programma (PPUP) serta bimbingan
Indonesia mulai tahun 1976 dan negara- dari Penyuluh Pertanian Spesialis
negara sedang berkembang lainnya, (PPS). Empat hari dalam seminggu
ditunjukkan oleh pelaksanaan Sistem digunakan untuk melakukan kunjungan
Latihan dan Kunjungan atau Sistem ke delapan kelompok tani untuk
LAKU (Training and Visit System) menyebarluaskan ilmunya kepada
yang disponsori oleh Bank Dunia. petani melalui beragam metode,
Sistem kerja LAKU merupakan suatu diantaranya kunjungan serta demon-
pendekatan yang memadukan antara strasi cara dan hasil. Satu hari lagi
pelatihan sebagai upaya peningkatan dalam seminggu digunakan untuk
kemampuan penyuluh dalam melak- melakukan kegiatan administrasi.
sanakan tugasnya dengan kunjungan Dalam sistem kerja LAKU tersebut,
penyuluh secara terjadwal kepada keputusan-keputusan yang berkenaan
kelompok tani sebagai sistem interaksi dengan penelitian yang relevan dan
penyuluh dengan petaninya dalam sumber teknologi masih berasal dari
pelaksanaan kegiatan penyuluhan per- para ahli atau ilmuwan, belum
tanian (Axinn 1988; BPLPP 1978; melibatkan petani sebagai pengambil
Ekstensia 2005). keputusan dalam memilih permasalahan
Asumsi dasar penerapan sistem dan kebutuhan mereka sendiri. Peneliti
kerja LAKU menyebutkan antara lain tidak berkomunikasi secara langsung
bahwa penyuluh kurang sekali dengan petani. Informasi atau aliran
memperoleh pelatihan yang up to date komunikasi tetap searah, dari penyuluh
sehingga berkecenderungan untuk ke petani. Petani masih diasumsikan
jarang berkunjung dan berinteraksi sebagai penerima pasif pesan-pesan
dengan petaninya. Melalui pendekatan penyuluhan (pembangunan pertanian).
ini diharapkan dapat mendisiplinkan Itu sebabnya sekalipun model ini
penyuluh, meningkatkan kualitasnya menggambarkan komunikasi dua arah,
melalui proses pelatihan, keteraturan namun aliran komunikasinya masih
mereka dalam mengunjungi petani linear dan hierarkhis.
secara rutin dan terjadwal. Asumsi Pendekatan penyuluhan melalui
lainnya adalah bahwa melalui sistem kerja LAKU dianggap cocok
pendekatan ini mampu menjembatani pada waktu itu. Hal ini sebagaimana
keterkaitan antara penyuluhan dengan diungkapkan oleh Axinn (1988) bahwa
penelitian dan antara penyuluhan pendekatan LAKU lebih cocok apabila
dengan petani sebagai sasaran akhir. PPL masih kurang terlatih, kurangnya
Dalam sistem kerja LAKU para supervisi dan dukungan logistik.
penyuluh memperoleh pelatihan di Pendekatan ini terutama ditujukan untuk
Balai Penyuluhan Pertanian (BPP) dan mendorong petani meningkatkan pro-
melakukan kunjungan ke petani dalam duksi tanaman tertentu, yang dalam
periode dua mingguan. Pelatihan kasus Indonesia adalah beras. Demikian
berkenaan dengan beragam aspek pula dalam hal perencanaan programnya

48
Dwi Sadono

dilakukan secara terkontrol oleh pusat. dianggap sebagai cara yang paling
Hasil penelitian di lapangan menun- efektif pada waktu itu untuk
jukkan beberapa kelemahan sistem menjangkau masyarakat dengan inovasi
LAKU. Kelemahan-kelemahan tersebut dan kemudian membujuk mereka untuk
diantaranya adalah: sangat banyak menggunakan inovasi tersebut.
menyita waktu dan membelenggu PPL Forum Media didasarkan pada
dengan jadwal kunjungan dan pola yang model komunikasi dua tahap (two step
kaku, sulitnya mengumpulkan petani flow model) yang memberikan perhatian
yang sekelompok, dan sebagainya pada peranan mass media yang
(Girsang 1989; Ekstensia 2005). dihubungkan dengan komunikasi antar
pribadi. Dalam model ini masyarakat
4. Model Komunikasi Forum Media dipandang sebagai individu-individu
yang saling berinteraksi dan media
Forum media adalah kelompok
massa dipandang tidak terlalu kuat
kecil-kelompok kecil terorganisir yang
mempengaruhi khalayak secara lang-
bertemu secara teratur dalam waktu-
sung. Seseorang bisa saja terdedah pada
waktu tertentu untuk menerima program
siaran dari media massa dan mendis- informasi gagasan baru baik melalui
kusikan isinya. Forum media ini pada saluran komunikasi media massa
maupun interpersonal, kemudian
awalnya berkembang di Canada di
mereka melangsungkan komunikasi
tengah-tengah keluarga petani,
untuk melakukan pertukaran pesan-
kemudian menyebar ke negara-negara
kurang berkembang seperti India, pesan dengan orang lain. Dalam model
Nigeria, Ghana, Malawi, Costa Rica, ini, pada tahap pertama informasi dari
media massa disampaikan kepada
dan Brasil. Media massa dihubungkan
opinion leader (pemuka pendapat) atau
dengan media forum bisa melalui radio
merupakan tahap transfer informasi.
(India), sekolah radiophonics (Amerika
Latin, India), media cetak (Cina) atau Pada tahap kedua, informasi dari
media televisi atau telescuola (Italia) pemuka pendapat disampaikan kepada
khalayak atau pengikutnya (Gambar 3).
(Mugniesyah 2006).
Pengikut mengalami proses internalisasi
Pengaruh saluran media massa,
atau pemahaman yang lebih baik karena
khususnya di kalangan petani di negara-
negara sedang berkembang akan lebih pemuka pendapat menyampaikan infor-
besar jika media massa tersebut masi tersebut dengan bahasa yang
digabungkan dengan saluran komuni- dipahami khalayak.
kasi interpersonal. Forum media ini

Opinion
Media Massa Leader Khalayak

Gambar 3. Model Komunikasi Media Forum

49
Perkembangan Pola Komunikasi
dalam Penyuluhan Pertanian di Indonesia

Negara India merupakan negara Dewan Pembina Siaran Pedesaan pada


dengan pengalaman mereka dengan tingkat nasional, provinsi, dan
forum radio tidak tertandingi oleh kabupaten. Di tingkat kecamatan,
negara manapun di dunia. Terdapat dibentuk Tim Pembina Kelompok
12.000 forum radio yang melibatkan Pendengar, yang anggotanya terdiri atas
250 ribu petani dengan pertemuan rutin juru penerang, penyuluh, dan petugas
dua minggu sekali. Forum radio lapang dari instansi-instansi lain.
membantu menumbuhkan kesadaran Forum media yang lain adalah
para petani agar memanfaatkan inovasi kelompok pembaca dengan diga-
di bidang pertanian dan kesehatan lakkannya program pers pedesaan yang
(Rogers dan Shoemaker 1995). dikenal dengan Koran Masuk Desa
Kelompok pendengar di (KMD). Program ini dimulai pada awal
Indonesia mulai dibentuk pada tahun periode 1980-an dan pada tahun kedua
1969 dan lima tahun sesudah itu jumlah program sudah tercatat 47 surat kabar
kelompok pendengar mencapai 12.000. pedesaan terbit di 26 provinsi
Namun demikian, hasil studi Jahi (Departemen Penerangan 1983). Koran
(1988) menunjukkan hanya sekitar 60% Masuk Desa terbit seminggu sekali
saja yang hidup. Dari kelompok yang dengan format lembar lebar, tabloid
masih bertahan ini, ditemukan bahwa atau berukuran kecil berupa sisipan
yang masih aktif kebanyakan adalah dalam majalah seperti Djaka Lodang
sekretarisnya, karena ia menerima (Jahi 1988).
honorarium untuk laporan dan surat Dengan berkembangnya teknologi
yang dikirimkannya ke stasiun radio televisi, pada dekade 1980-an kemudian
pembina. Menurut Hilbrink dan berkembang pula forum televisi.
Lohman (Jahi 1988), kekurangaktifan Televisi dipandang mempunyai kelebi-
kelompok pendengar tersebut disebab- han dibandingkan dengan media lainnya
kan antara lain disebabkan adanya karena mampu menyampaikan pesan-
peningkatan dalam hal kepemilikan, pesannya secara audio visual secara
terbatasnya jumlah penyuluh yang dapat serentak sehingga berhasil memikat
membimbing kelompok pendengar, dan lebih banyak khalayak daripada media
terbatasnya informasi tercetak maupun massa lainnya. Selama era Orde Baru,
unit mobil film yang dapat membantu kehadiran televisi di Indonesia memiliki
petani memahami lebih lanjut materi kontribusi bagi pengembangan kelom-
siaran pedesaan itu. Menurut Gunardi pok pemirsa. Pada akhir dekade 1980-
(1988), melemahnya aktivitas kelompok an, ketiga kelompok forum media
pendengar disebabkan karena: kemudian digabungkan namanya men-
materinya kurang up to date, materinya jadi kelompok pendengar, pembaca dan
kurang merangsang untuk didiskusi- pirsawan (kelompencapir). Kelom-
kannya, tersainginya siaran pedesaan pencapir ini juga menurun peranannya
oleh acara radio swasta dengan acara sejalan dengan meningkatnya pemilikan
yang lebih menarik (sandiwara), dan media televisi serta dominannya
siaran kurang terdengar dengan jelas. persepsi pemirsa dalam memandang TV
Berdasarkan laporan tersebut, sebagai sumber hiburan.
menurut Jahi (1998), Radio Indonesia
secara intensif memperbaiki kualitas 5. Model Komunikasi Jejaring (The
dan intensitas siaran pedesaannya. De- Network Model)
partemen Penerangan membentuk

50
Dwi Sadono

Setelah swasembada beras dicapai Pendekatan pemenuhan kebutuhan


pada tahun 1984, keadaan mulai teknologi oleh petani ini kemudian
berubah. Kebutuhan masyarakat tidak dicoba dipenuhi melalui program
terbatas pada sekedar beras dalam arti keterkaitan Penelitian-Penyuluhan-
kuantitas, tetapi sudah mengarah pada Petani atau Research-Extension-
kualitas. Di samping itu masyarakat Farmers Linkage (REFL) pada awal
juga memerlukan berbagai jenis tahun 1990-an (Tjitropranoto, 2003)
sayuran, buah-buahan dan lauk pauk atau program Farming System Research
(telur, daging, ikan) serta susu. and Development (FSR/D)
Permintaan teknologi tidak terbatas (Mugniesyah 2006). Model keterkaitan
pada padi, tetapi melebar kepada (Gambar 4) merepresentasikan banyak
komoditi lainnya dan hal ini kemudian kemajuan dibandingkan dengan model
tidak selalu dapat dipenuhi oleh SMCR Searah dan SMCR Hierarkhis
penyuluh karena ketidak-tersediaan Dua Arah karena model ini memandang
teknologi yang dimaksud. Petani perlunya para ilmuwan/ peneliti dan
kemudian mulai mencari teknologi tidak penyuluh untuk mendengar masalah-
saja ke penyuluh, tetapi ke sumber masalah yang dihadapi petani dan
teknologinya seperti ke peneliti, kebutuhan-kebutuhan mereka menurut
pedagang sarana prduksi, dan perspektif mereka sendiri. Oleh
sebagainya (Tjitropranoto 2003). karenanya model ini dipengaruhi oleh
Keadaan tersebut menunjukkan model komunikasi konvergensi.
bahwa walaupun fungsi alih teknologi Model ini juga dikembangkan ber-
masih diperlukan, tetapi karena dasarkan kelemahan dalam penyuluhan
penyuluhan pertanian tidak mampu pertanian yang menekankan pendekatan
menyediakan semua teknologi yang proses adopsi inovasi pertanian atau
diperlukan, maka perhatian petani model Olie-Vlek System, dimana
beralih ke sumber-sumber teknologi dan ditemukan bahwa hanya sebagian kecil
informasi lain yang dapat memberikan lapisan atas masyarakat saja yang akses
jawaban terhadap kebutuhannya. pada penyuluhan pertanian tersebut.
Dengan demikian proses transfer Oleh karenanya pada model ini, terdapat
teknologi disamping didasarkan kepada beberapa kegiatan yang difokuskan
keunggulan dan perkembangan ilmu pada keluarga petani berlahan sempit
pengetahuan (menurut peneliti), tetapi yang selama ini selalu memperoleh
juga perlu didasarkan pula kepada sebagian kecil manfaat secara tidak
kebutuhan teknologi dan informasi oleh proporsional dari penyuluhan dan
petani dalam berusahatani yang lebih penelitian yang terorganisir
menguntungkan (Tjitropranoto 2003). (Mugniesyah 2006).
Penelitian

Penyuluhan Petani

Gambar 4. Model Komunikasi Jejaring

51
Perkembangan Pola Komunikasi
dalam Penyuluhan Pertanian di Indonesia

Pada program ini, penyuluh dilakukan dengan cepat karena tenaga


bersama peneliti dan petani meng- peneliti dan penyuluh umumnya sedang
indentifikasi kebutuhan dan atau menjalani pendidikan lanjut. Peneliti
masalah yang dihadapi petani dalam yang masih ada di BPTP sudah terbiasa
usahataninya. Peneliti mencari hasil- memanfaatkan perkembangan ilmu
hasil penelitian yang ada dan untuk penelitiannya sehingga peng-
merakitnya bersama penyuluh menjadi kajian yang dilaksanakan di BPTP
teknologi untuk menjawab kebutuhan terkesan masih untuk menghasilkan
dan atau masalah petani tersebut. science based technology, bukan
Selanjutnya petani mencoba menerap- farmers need based technology
kan teknologi rakitan tersebut dengan (Tjitropranoto 2003).
bimbingan penyuluh dan peneliti. Model jejaring ini meskipun sudah
Menurut Tjitropranoto (2003), disemi- memungkinkan hubungan langsung
nasi teknologi yang didasarkan pada antara peneliti, penyuluh dan petani,
kebutuhan dan atau masalah petani ini sehingga kebutuhan dan atau masalah
ternyata berkembang sangat cepat, petani menurut persepsi petani dapat
bukan hanya oleh penyuluh, tetapi juga ditemukan, namun masih mengabaikan
oleh petani yang telah menerapkannya. aspek kritis, yakni jejaring komunikasi
Kebijakan penelitian dan pengem- antar petani yang berharga bagi transfer
bangan sumberdaya dan pengalaman teknologi. Selain itu, model ini tidak
dalam REFL selama 5 tahun tersebut memberi kesempatan kepada pemain
dimanfaatkan untuk merumuskan lain dalam sistem teknologi pertanian,
desentralisasi penelitian oleh seperti pihak swasta sebagai pemasok
Depertemen Pertanian dengan dibentuk- pelayanan jasa dan input produksi
nya Balai Pengkajian Teknologi pertanian (Mugniesyah 2006).
Pertanian (BPTP) pada tahun 1996 di
setiap provinsi dengan menempatkan 6. Model Siklus Pengalaman Belajar
peneliti dan penyuluh dalam satu (Experiental Learning Cycle)
kelembagaan, jauh sebelum otonomi Keberhasilan pembangunan pereko-
daerah dilaksanakan. BPTP ini nomian Indonesia secara keseluruhan
memadukan kemampuan penyuluh
telah mendorong meningkatnya per-
pertanian dalam pendekatan kepada
mintaan dan konsumsi komoditas-
petani dan kegiatan penyuluhan komoditas pertanian tertentu, seperti
pertanian dengan kemampuan peneliti
holtikultura, produk peternakan, produk
dalam merakit teknologi sehingga dapat perikanan, perkebunan, dan sebagainya.
dihasilkan teknologi spesifik lokasi Hal yang tidak boleh dilupakan adalah
yang sesuai dengan kebutuhan petani, bahwa para petani Indonesia juga telah
mendesiminasikannya serta mengum- berubah secara nyata (Slamet 1995).
pulkan umpan balik untuk perbaikan Berkat penyuluhan pembangunan,
selanjutnya (Pasandaran dan Adnyana termasuk penyuluhan pertanian, para
1995; Tjitropranoto 2003). Dalam petani telah memiliki pola komunikasi
perkembangannya, model jejaring ini yang terbuka. Mereka telah lebih
juga masih mengalami kendala karena mampu berkomunikasi dengan orang-
kemampuan penguasaan dan penerapan orang dari luar sistem sosialnya, dan
ilmu-ilmu sosial sebagai dasar penyu-
telah lebih mampu berkomunikasi
luhan dan pemanfaatan sumberdaya secara non personal melalui berbagai
manusia khususnya petani belum dapat media massa. Petani dalam melakukan

52
Dwi Sadono

usahatani bahkan telah mampu atau menjembatani gap antara petani


berorientasi pada pasar. yang mengalami lack of technology
Kesadaran tersebut telah mewarnai dengan penelitian yang notabene
paradigma baru pembangunan pertanian dianggap sebagai sumber teknologi, dan
di Indonesia. Dalam paradigma lama menempatkan petani sebagai ”murid”
pembangunan pertanian, petani masih dan penyuluh sebagai ”guru” dimana
dianggap sebagai pihak yang tidak kedudukan petani sangat dependent
mempunyai pengetahuan dan belum terhadap penyuluh. Penyuluhan adalah
mampu merumuskan kebutuhannya sistem pendidikan orang dewasa
sehingga inovasi harus didatangkan dari (andragogy) yang dilakukan dengan
luar sistem sosial petani. Dalam cara melibatkan diri petani secara penuh
paradigma baru, petani tidak dipandang untuk melakukan discovery learning
lagi sebagai pihak yang tidak memiliki agar mendapatkan ilmu dan teknologi
pengetahuan dan sudah mampu yang mereka butuhkan untuk dapat
merumuskan kebutuhannya keluar dari masalahnya secara
(Mugniesyah 2006). Di samping itu, manusiawi dan mandiri. Petani bukan
berbagai perkembangan juga telah sebagai ”murid” tetapi ”mitra belajar”
terjadi, seperti demokratisasi dalam dan penyuluh bukan sebagai ”guru”
berbagai aspek kehidupan, tetapi sebagai ”pemandu” (Dilts 1992;
perkembangan media komunikasi, dan BPLP 1993; Soedijanto 2003).
sebagainya. Model komunikasi yang menggam-
Hal-hal tersebut di atas telah barkan model ini adalah model
menumbuhkan kesadaran di kalangan komunikasi yang disebut dengan
ilmuwan dan pengambil kebijakan Eksperiental Learning Cycle (ELC)
dalam pembangunan pertanian. Dalam menunjukkan proses komunikasi aktif
hal ini Slamet (1995) menegaskan di antara para petani untuk memahami
kembali bahwa penyuluhan pertanian lingkungannya, atau dalam proses
sebagai usaha pendidikan non formal ”menemukan” (discovery) inovasi/
yang bertujuan mengembangkan teknologi yang mereka kembangkan.
sumberdaya manusia pertanian agar Model ini mengacu pada model
dengan usahanya mereka mampu komunikasi Farmers back to Farmers
meningkatkan kualitas kehidupannya. yang diadaptasi oleh Mc Clure dari
Definisi ini ingin ”memisahkan” Roadhes (1984) yang menggambarkan
penyelenggaraan penyuluhan pertanian suatu model yang lebih kompleks yang
dari program-program pertanian dan menekankan pada arus atau aliran
menyarankan penyuluhan pertanian informasi dari petani ke petani dan
dengan sistem kafetaria. Pendapat yang mengarahkan perhatian pada
senada telah disampaikan oleh Mosher kesempatan-kesempatan yang ditawar-
(1978) bahwa pada masyarakat petani kan untuk memperbaiki interaksi
yang telah responsif terhadap inovasi peneliti dan petani (Mugniesjah 2006).
dan berorientasi pasar/agribisnis, maka Model ELC ini diterapkan dalam
peranan penyuluh yang harus dijalankan program penyuluhan yang dikenal
penyuluh adalah peranan penyebaran dengan Sekolah Lapangan (SL) seperti
hasil-hasil penelitian. SL Pengendalian Hama Terpadu (SL-
Dalam hal tersebut, Soedijanto PHT) dan SL Usahatani Berbasis
(2003) menyatakan bahwa penyuluhan Agribisnis (SL-UBA).
bukanlah transfer teknologi yang Dalam model ELC terdapat empat
dilakukan dengan cara mengajar petani tahapan, yaitu: (1) mendapat atau

53
Perkembangan Pola Komunikasi
dalam Penyuluhan Pertanian di Indonesia

menggali pengalaman, (2) memper- petani menerapkannya, dan seterusnya


tukarkan pengalaman, (3) menarik pengalaman baru tersebut dipertukarkan
kesimpulan, dan (4) menerapkannya kembali mengikuti tahapan tersebut.
(Gambar 5). Petani mendapat
pengalaman baru atau menggali
pengalaman yang sudah pernah dilaku-
kannya. Pengalaman tersebut kemudian
dipertukarkan atau dipelajari bersama
dengan petani lain yang belum
mengalaminya. Dari proses diskusi
tersebut kemudian diambil kesimpulan
dan dari kesimpulan tersebut kemudian
2
Processing

1. Mendapat/menggali
1 Generalizing 3 pengalaman
Experiencing
2. Mempertukarkan pengalaman
3. Menarik kesimpulan
4. Menerapkannya
4
Applying

Gambar 5. Daur Belajar Lewat Pengalaman


Dari kasus SL-PHT misalnya, pengendalian hama tikus yang dikenal
dalam program Bimas sampai Supra dengan ”lumpurisasi”, setelah penga-
Insus yang telah berlangsung selama laman tersebut dipertukarkan kepada
tiga dekade telah menghasilkan petani petani lain, dipraktekkan dan kemudian
yang pesticide minded. Pemberantasan diperbaiki oleh petani lain dipertukar-
hama dilakukan secara intensif, bahkan kan lagi pengalaman tersebut sehingga
dilakukan secara terjadwal meskipun menjadi metode yang lebih efektif
tidak terdapat hama di sawahnya. dalam mengendalikan hama tikus
Kebanyakan petani menganggap bahwa (Sadono 1999).
semua hewan yang ada di sawah Menurut Soedijanto (2003), hasilnya
sebagai hama tanaman padi. Setelah adalah petani yang berkualifikasi
mengikuti SL-PHT melalui pengamatan sebagai manusia pembelajar, manusia
dan diskusi selama 12 minggu, petani peneliti, manusia penyelenggara
kemudian mengetahui bahwa tidak agribisnis, manusia pemimpin, dan
semua hewan yang ada di sawah adalah manusia pemandu petani lainnya.
hama. Hewan yang ada di sawah
kemudian diketahui bahwa sebagian 7. Penutup
diantaranya adalah musuh alami (”batur Pola komunikasi yang dikem-
patani”) yang membantu petani
bangkan dalam penyuluhan pertanian di
mengendalikan hama di sawahnya. Indonesia mengalami perkembangan
Dalam proses penemuan teknologi dari waktu ke waktu. Pada awalnya pola

54
Dwi Sadono

komunikasi yang dikembangkan adalah Ekonomi Pertanian, Fakultas


pola komunikasi yang bersifat linear Pertanian IPB. Bogor.
dari pemerintah/peneliti melalui Gunardi. 1988. Menyelaraskan Program
penyuluh kepada petani. Sejalan dengan Siaran Pedesaan dengan Kebutuhan
perkembangan pemahaman pemerintah Pendengar dalam Gunardi
atau peneliti, kemajuan yang dialami (Penyunting). 1988. Kumpulan
oleh petani, tuntutan demokratisasi di Bahan Bacaan Penyuluhan
berbagai bidang, maka pola komunikasi Pertanian. Jurusan Ilmu-ilmu Sosial
yang dikembangkan dalam penyuluhan Ekonomi Pertanian, Fakultas
pertanian juga mengalami perubahan ke Pertanian IPB. Bogor.
arah pola komunikasi yang partisipatif Jahi, A. 1988. Peranan Komunikasi
dan dialogis sehingga diharapkan akan Massa dalam Pembangunan.
lebih mampu memenuhi kebutuhan LP3ES. Jakarta.
petani. Mosher, A.T. 1978. An Introdusction to
Agriculture Extension. Agricultural
Daftar Pustaka Development Council. Singapore
Axinn, G.H., 1988. Guide on alternative University Press. Singapore.
extention Approaches. FAO of the Mugniesyah, S. S. 2006. Penyuluhan
United Nations. Rome. Pertanian. Departemen Komunikasi
Bordenave, J. D. 1976. Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat,
Inovasi Pertanian di Amerika Latin: Fakultas Ekologi Manusia IPB.
Perlunya Model-model Baru Bogor.
dalam E. M.Rogers (Editor). 1976. Pasandaran, E. dan M. O. Adnyana.
Komunikasi dan Pembangunan, 1995. Peranan Balai Pengkajian
Perspektif Kritis. LP3ES. Jakarta. Teknologi Pertanian (BPTP)
BPLP. 1993. Agribisnis, Seri 1. BPLP, dalam Meningkatkan Keterkaitan
Departemen Pertanian. Jakarta. antara Peneliti dan Penyuluh.
BPLPP. 1978. Tujuh Puluh Tahun Makalah pada Lokakarya Dinamika
Penyuluhan Pertanian di Indonesia, dan Perspektif Penyuluhan
1908-1978. BPLPP Pertanian pada PJP II. Bogor, 5-6
Departemen Pertanian. Jakarta. Juli 1995.
Dilts, R. 1992. Sekolah Lapangan: Rogers, E.M. dan F.F. Shoemaker.
Suatu Upaya Pembaharuan 1995. Communication of
Penyuluhan Pertanian. Innovations : A Cross Cultural
Program Nasional Pengendalian Approach. The Free Press. New
Hama Terpadu, Departemen York.
Pertanian. Jakarta. Rolling, N. G., J. Ascroft, F. W. Chege.
Ekstensia. 2005. Revitalisasi 1976. Difusi Inovasi dan Masalah
Penyuluhan Pertanian: Merajut Kemerataan dalam
Kembali Daya Hidup Penyuluhan Pembangunan di Pedesaan dalam
Pertanian. Ektensia, Volume 01- E. M. Rogers (Editor). 1976.
2005. Badan Pengembangan Komunikasi dan Pembangunan:
Sumberdaya Manusia Pertanian, Perspektif Kritis. LP3ES. Jakarta.
Departemen Pertanian. Jakarta. Rusli, S. dan I.D. Andriany. 2008.
Girsang, W. 1989. Peranan Organisasi Penduduk dan pangan: Indonesia
Kelembagaan Balai Penyuluhan Mampukah Mempertahankan
Pertanian dalam Supra Insus. Swasembada Pangan? Warta
Skripsi. Jurusan Ilmu-ilmu Sosial Demografi, Tahun ke 38, No. 3.

55
Perkembangan Pola Komunikasi
dalam Penyuluhan Pertanian di Indonesia

2008. Universitas Indonesia, Pertanian di Indonesia pada Masa


Jakarta. Mendatang dalam I. Yustina dan A.
Sadono, D. 1999. Tingkat Adopsi Sudradjat (Penyunting). 2003.
Inovasi Pengendalian Hama Membentuk Pola Perilaku Manusia
Terpadu oleh Petani, Kasus di Pembangunan, Didedikasikan
Kabupaten Karawang, Jawa Barat. kepada Prof. Dr. H.R. Margono
Thesis. Prpgram Pascasarjana IPB. Slamet. IPB Press. Bogor.
Bogor. Soewardi, H. 1972. Penyebaran Inovasi
Sastramihardja, M. H. dan A. Veronica. dari Lapisan Atas ke Lapisan
1976. Adopsi Panca Usaha Bawah dalam Sajogyo dan P.
Pertanian Khususnya Penanaman Sajogyo (Penyunting). 1990.
Padi di Desa Babakan Kecamatan Sosiologi Pedesaan Jilid 1. UGM
Serpong dalam Gunardi Press.Jogjakarta.
(Penyunting). 1988. Kumpulan Tjitropranoto, P. 2003. Penyuluhan
Bahan Bacaan Penyuluhan Pertanian: Masa Kini dan Masa
Pertanian. Jurusan Ilmu-ilmu Sosial Depan dalam I. Yustina dan A.
Ekonomi Pertanian, Fakultas Sudradjat (Penyunting). 2003.
Pertanian IPB. Bogor. Membentuk Pola Perilaku Manusia
Slamet, M. 1995. Pola, Strategi, dan Pembangunan, Didedikasikan
Pendekatan Penyelenggaraan kepada Prof. Dr. H.R. Margono
Penyuluhan Pertanian pada Slamet. IPB Press. Bogor.
PJP II dalam I. Yustina dan A. Van den Ban, A. W. dan H. S. Hawkins.
Sudradjat (Penyunting). 2003. 1988. Agricultural Ekstension.
Membentuk Pola Perilaku Manusia Longman Scietific & Technical.
Pembangunan, Didedikasikan New York.
kepada Prof. Dr. H.R. Margono Wiriatmadja, S. 1990. Pokok-pokok
Slamet. IPB Press. Bogor. Penyuluhan Pertanian. CV
Soedijanto. 2003. Penyuluhan sebagai Yasaguna. Jakarta.
Pilar Akselerasi Pembangunan

56

Anda mungkin juga menyukai