Anda di halaman 1dari 8

INFO TEKNIK

Volume 7 No. 1, Juli 2006 (29 – 35)

STUDI PENGGUNAAN BAHAN TAMBAH KOAGULAN


“AMPO’ PADA PENGOLAHAN LIMBAH DOMESTIK
YANG MENGANDUNG DETERJEN DENGAN
PROSES KOAGULAI FLOKULASI

Nilna Amal 1)

Abstract – The principles of wastewater treatment is to convert the objectionable material to less
objectionable form, to dispers the pollutants so that their concentration are minimal, or to concentrate
them for isolating them from the environment. Detergent content in domestic wastewater disposal has
different characteristics from the others thereby they need special approach to remove from the effluent.
This research intend to recognize whether there is correlation between detergent content and the other
water quality parameters. Thereafter tried to treat domestic wastewater with coagulation flocculation
process use alum as coagulant and dry clay which called “Ampo” as coagulant aid, then rapid mixing is
conducted along 5 minutes, this process continue with sedimentation.
This research is conducted in laboratory scale use simulation water. Detergent content varies from 20
mg/l to 180 mg/l. The parameters are pH, Total Dissolved Solid (TDS) and KMnO 4. Research finding
shows that there is linear correlation between detergent content with pH and TDS, for KMnO4 the
correlation undefinitive. It also found that there are increasing water quality that indicated with decreasing
parameters after the treatment.

Keywords - detergent, coagulation, water quality parameter

PENDAHULUAN

Latar Belakang
kegiatan domestik khususnya lagi aktifitas
Pengelolaan lingkungan hidup dengan
pencucian. Kegiatan ini menjadi unik karena
segenap aspeknya dewasa ini sudah menjadi
limbah yang dihasilkannya tidak melulu
trend global yang menjadi perhatian publik
menghasilkan bahan-bahan organik seperti
baik praktisi maupun akademisi. Berbagai
yang biasa terdapat dalam limbah domestik
studi telah dan akan terus dilakukan terutama
biasa. Deterjen dan atau sabun adalah salah
mengenai dampak limbah dan pengelolaan-
satu bahan yang pasti terdapat dalam aktivitas
nya. Studi penting yang paling sering
mencuci sehingga bahan ini terdapat dalam
dilakukan saat ini adalah mengelola limbah
jumlah besar di dalam limbah domestik.
sebelum dibuang ke lingkungan penerimanya
Deterjen atau biasa disebut surfactans
sehingga lingkungan penerima limbah tidak
atau surface active agents (Metcalf dan Eddy,
tercemari oleh polutan-polutan yang ada di
1991) adalah sejumlah besar molekul organik
dalam limbah.
yang sulit larut dalam air dan menyebabkan
Sumber-sumber limbah sangat bervariasi
timbulnya busa dalam pengolahan air limbah
dengan macam limbah yang dihasilkan juga
dan dalam permukaan air yang di dalamnya
bervariasi. Salah satu aktivitas yang tak
sudah mengandung surfactans.
pernah berhenti menghasilkan limbah adalah

1
) Staf pengajar Teknik Sipil Fakultas Teknik Unlam Banjarmasin
30 INFO TEKNIK, Volume 7 No. 1, Juli 2006

Selama ini limbah yang mengandung Tujuan Penelitian


deterjen dibuang begitu saja ke badan air. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
Jenis surfactans sebelum tahun 1965 adalah kemampuan lempung sebagai bahan tambah
Alkyl benzene sulfonate (ABS) yang
koagulan yang akan dikombinasikan dengan
menimbulkan masalah karena bentuk ini tidak tawas dalam mengurangi kandungan bahan
dapat diurai secara biologis. Deterjen lain organik dan kandungan bahan terlarut.
yang dapat diurai secara biologis adalah
Linear alkyl benzenesulfonate (LAS).
Masalah busa yang tak terurai banyak
KAJIAN TEORITIS
berkurang dengan penggunaan LAS (Metcalf
dan Eddy, 1991). Meski demikian secara fisik
Limbah cair domestik adalah air yang
akibat yang terlihat adalah timbulnya busa telah dipakai yang berasal dari berbagai
bila limbah ini menumpuk dalam waktu lama. aktifitas kehidupan manusia yang digunakan
Dalam penentuan kualitas air dikenal untuk keperluan sanitari yang pada prinsipnya
bermacam parameter yang dapat dipakai berasal dari rumah tangga. Limbah ini secara
sebagai indicator untuk menentukan kedaan khas mengandunga suatu kombinasi
suatu air baku atau limbah. Hingga saat belum campuran dari berbagai sumber yaitu dapur,
ditemukan hubungan antar berbagai kamr mandi, laundry dan sebagainya.
parameter kualitas air yang biasa diuji dengan Komposisi limbah domestik (Corbitt, 1990)
kandungan deterjen. Dalam penelitian akan menunjukkan keberadaan kuantitas bahan-
diperiksa parameter yang biasa dipakai dalam bahan fisik, kimia dan biologi secara aktual.
penentuan kualitas air pada limbah domestik Air yang disediakan pada kegiatan rumah
yang mengandung deterjen yaitu pH, Total tangga secara khas mengandung bahan
Dissoved Solid dan KMnO4.. Penelitian mineral dan organik dan setelah penggunaan
mencoba merumuskan apakah ada hubungan untuk kepentingan sanitari dan kegiatan
antara peningkatan kandungan deterjen dalam domestik akan mendapat tambahan berupa
limbah dengan kenaikan parameter kualitas feaces, urine, kertas, sabun, mineral dari
air sebelum pengolahan. Kemudian dilakukan bahan pelembut/pencuci dan substansi lain.
pengolahan sederhana dengan koagulasi Sebagian dari bahan-bahan tersebut akan
flokulasi dengan bahan koagulan tawas dan tinggal sebagai suspensi, sementara yang lain
bahan tambah koagulan yaitu lempung kering akan mengalir sebgai larutan atau akan berupa
yang dikenal dengan “ampo” untuk dilihat partikel-partikel halus yang pada akhirnya
pengaruh kandungan deterjen terhadap menjadi partikel koloid secara alamiah.
efisiensi pengurangan parameter limbah. Kandungan fisik, kimia dan biologi yang khas
Dua macam bahan yang biasa digunakan pada limbah domestik ditunjukkan oleh tabel
sebagai koagulan (Davis dan Cornwell, 1991) berikut ini.
adalah Aluminium (Al3+) dan besi ferric
(Fe3+). Bahan koagulan lain adalah kapur Tabel 1. kandungan fisik, kimia dan biologi
(lime) yang dapat diterapkan menjadi dalam limbah domestic
beberapa variasi bentuk kimia yang
Fisik Kimia Biologi
karakternya adalah konsentrasi alkalinnya padatan, Organik: protein, tumbuhan,
tinggi dan sering mengandung kalsium dan temperatur, karbohidrat, lemak dan hewan, virus
oksigen dan sedikit magnesium (Culp dkk, warna, Bau minyak, surfaktan
1978). Dalam penelitian akan dipakai tawas Anorganik: pH,
sebagai bahan koagulan utama dan lempung klorida, alkalinitas,
nitrogen, fosfor, logam
kering “ampo” sebagai bahan tambah berat, gas, oksigen,
koagulan. Ampo biasa digunakan pada hidrogen sulfida,
pembuatan jamu-jamu tradisional sehingga metan
merupakan bahan yang umum dikenal Sumber : Standard Handbook of Environmental
masyarakat. Engineering oleh R.A. Corbitt (1990).
Nilna Amal, Studi Penggunaan Bahan Tambah Koagulan… 31

Deterjen padat yang dijual di pasaran terapung dengan proses pengapungan,


mengandung 10-30% surfaktan dan pengendapan ataupun penyaringan. Hasil
mengandung polifosfat kira-kira 6% untuk yang diharapkan adalah penurunan kandung-
deterjen yang diproduksi tahun 1982 an zat tersuspensi (suspended solid) yang
(Manahan, 1990). Kadar atau konsentrasi cukup berarti dan sedikit penurunan BOD
deterjen dalam limbah pada umumnya (Saraswati, 1996). Penapisan (screening),
dinyatakan sebgai Linear Alkyl Benzene pencampuran (mixing), flokulasi, sedimentasi,
Sulfonate (LAS) yang merupakan komponen pengapungan (flotation), filtrasi dan transfer
utama deterjen (Syamsiah, 1995). gas merupakan jenis-jenis operasi unit ini.
Kandungan lain deterjen yang termasuk Pengolahan pendahuluan (preliminary treat-
anti korosif adalah sodium silikat dan ment) dan pengolahan awal (primary
polifosfat yang telah menyebabkan polusi treatment) termasuk dalam unit operasi ini.
lingkungan yang paling serius. Fosfat yang Metode pengolahan dalam menghilangkan
berasal dari deterjen dianggap merupakan suatu bahan kimia atau membandingkan
sumber utama fosfat di dalam air (Manahan, bahan yang terdapat di dalam suatu limbah
1990). Kadar fosfat yang terlalu besar di cair dengan tambahan bahan kimia atau reaksi
dalam sungai serta ditunjang keberadaan kimia lain dikenal sebagai unit operasi kimia.
nutrisi lain akan menyebabkan pertumbuhan Presipitasi/pengendapan, adsorpsi dan di-
tanaman dan ganggang menjadi tidak terbatas, sinfeksi adalah contoh-contoh yang umum
kondisi demikian dinamakan eutrofikasi digunakan dalam pengolahan limbah pada
(Martopo dan Sudarmadji, 1995). Beberapa unit ini (Metcalf dan Eddy, 1991).
efek lainnya dari deterjen yang terdapat di Pengolahan yang paling baik dalam
dalam proses pengolahan limbah adalah pengendapan kimia adalah dengan meng-
menurunkan tegangan permukaan, coloid hasilkan endapan kimia yang akan tinggal
defloculation (pemecahan flok-flok partikel sebagai endapan yang akan dibuang. Endapan
koloid), terapungnya bahan-bahan padat, ini pada umumnya akan mengandung bahan
emulsifikasi lemak dan minyak serta merusak yang telah bereaksi dan bahan kimia tambah-
bakteri yang bermanfaat (Manahan, 1990). an yang digunakan pada proses pengolahan
sebelumnya (Metcalf dan Eddy, 1991).
Dasar-dasar Teori dalam Pengolahan Air
Limbah Pengolahan dengan Koagulasi Flokulasi
Pengolahan air limbah dimaksudkan Koagulasi dan flokulasi merupakan
untuk menghilangkan zat-zat tersuspensi, zat penambahan suatu reagen kimia pembentuk
organik dan bakteri patogen serta bahan flok ke dalam air limbah untuk menggabung-
berbahaya beracun yang tujuan akhirnya kan padatan koloid (tidak mengendap) dan
adalah melindungi kesehatan masyarakat dan padatan tersuspensi membentuk suatu flok
lingkungannya (Saraswati, 1996). Tujuan dari yang dapat mengendap dengan cepat
pengolahan limbah (Siti Syamsiah,1995) kemudian flok dipisahkan dengan sedimentasi
adalah mempercepat proses alami pada (Sarto, 1994).
kondisi yang terkontrol (dalam suatu unit Penambahan bahan kimia tertentu yanga
pengolah limbah) untuk mengurangi atau lazim disebut koagulan (Kamulyan, 1996)
menghilangkan bahan-bahan polutan dalam akan menyebabkan destabilisasi partikel
limbah tersebut. koloid yang berada di dalam air sehingga
Metode pengolahan limbah dengan dimungkinkan terjadinya proses penggabung-
aplikasi operasi atau teknis yang sangat an antar partikel koloid atau terjadi
mengandalkan proses fisik dikenal sebagai pengikatan partikel koloid oleh flok hasil
unit operasi fisik (Metcalf dan Eddy, 1991). reaksi bahan koagulan dalam air sehingga
Pengolahan secara fisik dilakukan untuk terbentuk gumpalan. Tiga hal yang harus
menghilangkan zat-zat tersuspensi dan dimiliki oleh suatu bahan (Davis dan
32 INFO TEKNIK, Volume 7 No. 1, Juli 2006

Cornwell, 1991) untuk digunakan dalam mempunyai muatan negatif yang kecil dan
pengolahan air adalah kation bervalensi tiga, menambah berat flok. Lempung juga sangat
tidak beracun dan tidak dapat larut dalam berguna untuk air yang berwarna dan air
rentang pH normal. dengan kekeruhan rendah (Davis dan
Apabila tawas ditambahkan ke dalam air Cornwell, 1991)
yang bersifat alkalin, akan mengikuti reaksi Proses koagulasi dapat berlangsung
sebgai berikut : dengan baik jika bahan kimia dapat menyebar
Al2(SO4)14H2O+6HCO3- dengan cepat di dalam air, untuk ini
2Al(OH)3(s)+6CO2+14H2O+3SO42- diperlukan proses yang disebut pengadukan
Reaksi diatas akan mengubah ke- (mixing) atau pengadukan cepat (rapid
setimbangan karbonat dan menurunkan pH. mixing). Idealnya bahan kimia tersebut akan
Selama konsentrasi alkalinitas cukup dan secara langsung dan cepat terdispersi di dalam
CO2 (g) diijinkan untuk berkembang, pH air. Selama proses koagulasi, reaksi kimia
tidak berkurang dengan drastis dan secara yang terjadi membentuk endapan, setelah
umum tidak menimbulkan masalah. endapan terbentuk terjadi kontak antar
Dua faktor penting di dalam penambahan partikel sehingga mereka dapat menggumpal
bahan koagulan adalah pH dan dosis. Dosis dan membentuk partikel yang lebih besar
optimum harus ditentukan dengan pengujian yang disebut flok-flok, proses inidisebut
laboratorium. Interval pH optimal tawas flokulasi (Davis dan Cornwell)
berkisar dari nilai 5,5 hingga 6,5 dengan
koagulan yang cukup mungkin dapat METODOLOGI
mencapai pH 5 hingga ph 8 (Davis dan
Cornwell). Dosis yang dibutuhkan dalam Penelitian dilakukan di laboratorim
proses koagulasi flokulasi (Kamulyan, 1996) dengan prosedur sebagai berikut :
dipengaruhi oleh faktor-faktor sebagai 1) Pembuatan air simulasi. Dilakukan
berikut: dengan pengambilan air rendaman pakai-
1) kualitas air, terutama kekeruhan, pH dan an dengan pemberian deterjen dikontrol
alkalinitas, pada berbagai variasi nilai deterjen mulai
2) jumlah dan karakteristik bahan koloid dari 20 mg/l hingga 180 mg/l.
3) karakteristik ion dalam air 2) Untuk masing-masing kandungan deterjen
4) pengadukan yang diaplikasikan, terutama diperiksa nilai pH, TDS dan KMnO 4
besar daya dan lama pengadukan sebagai parameter.
3) Penentuan dosis optimum tawas. Diambil
Koagulan pembantu (tambahan) kadang- tiga buah sampel yakni sampel dengan
kadang diperlukan untuk menghasilkan flok kandungan deterjen 20 mg/l, 60 mg/l dan
secara cepat, cepat mengendap dan untuk 100 mg/l untuk dilakukan pengolahan
mengoptimumkan kerja koagulan (Sarto, koagulasi dengan tawas Air simulasi
1994). Proses ini akan menjadi lebih efektif dimasukkan dalam gelas ukur 1000 ml
dengan penambahan bahan tambah ini dengan sebanyak 5 sampel. Ke dalam masing-
terbentuknya flok-flok yang lebih besar, masing gelas ukur dimasukkan tawas
disamping dapat mengurangi dosis bahan dengan dosis 75, 100, 125, 150 dan 175
koagulan dan dapat menghilangkan bahan mg/lt dan dilakukn proses pengadukan
organik yang sering memberi warna pada air. cepat. Setelah itu dilakukan pengendapan
Bahan tambah koagulan yang digunakan hingga secara fisik dapat diamati bahwa
sebagai pengatur pH adalah silika aktif, telah terbentuk cukup banyak flok atau
lempung dan polimer. Asam dan alkali jonjot, pada kondisi ini kembali diperiksa
digunakan untuk mengatur pH air dalam nilai-nilai parameternya. Untuk masing-
interval optimal untuk koagulasi (Davis dan masing kandungan deterjen diberikan
Cornwell, 1991). Lempung dapat bekerja perlakuan yang sama.
hampir seperti silika aktif dimana mereka
Nilna Amal, Studi Penggunaan Bahan Tambah Koagulan… 33

4) Dosis tawas optimum pada langkah 3


10
akan dipakai untuk menentukan dosis 8
ampo yang optimum pada berbagai waktu 6

pH
y = 0,0124x + 6,6818
4
pengendapan, kemudian kembali di- 2
R2 = 0,8351
periksa parameternya. 0
Hasil-hasil dari semua pemeriksaan 0 50 100 150 200

tersebut dianalisis untuk ditentukan hubungan Deterjen (mg/l0

antar parameter serta variabel yang ber-


pegaruh pada pengolahan. Gambar 1. Grafik hubungan variasi deterjen
dengann pH

HASIL DAN PEMBAHASAN 300

TDS (mg/l)
250
200
Hubungan antara Parameter-parameter 150 y = 0.3x + 226.4
dengan Kandungan Deterjen. 100 R2 = 0.9992
50
Tabel 2. Nilai-nilai parameter pada berbagai 0
variasi kandungan deterjen 0 50 100 150 200
Deterjen (mg/l)
Deterjen pH TDS KmnO4
(mg/l) (mg/l) (mg/l)
Gambar 2. Grafik hubungan antara variasi
0 6,5 227 300,2 deterjen dengan TDS
20 7 232 189,6
40 7 238 126,4 Penentuan Dosis Tawas Optimum ber-
60 7 244 237
80 8 250 173,8 dasarkan pemeriksaan Parameter
100 8,5 257 205,4 Dari hasil percobaan dengan kandungan
120 8,5 263 221,2
deterjen 20 mg/l, diperoleh hasil sebagai
140 8,5 269 221,2
160 8,5 274 205,4 berikut ;
180 8,5 280 284,4 Tabel 3. Nilai-nilai parameter setelah
pengolahan dengan deterjen awal 20 mg/l
Dari tabel diatas dan grafik di bawah Sampel Tawas pH TDS KMnO4 Flok/
(mg/l) (mg/l) (mg/l)1 jonjot
dapat dilihat bahwa pada berbagai variasi
1 75 6,5 350 16784 kurang
kandungan deterjen terdapat kecenderungan skl
yang berbeda untuk setiap parameter. pH 2 100 6 348 72,68 kurang
larutan akan bertambah seiring kenaikan 3 125 6 345 56,88 sedikit
kandungan deterjen dalam larutan, ini sesuai 4 150 6 365 148,5 cukup
5 175 5,5 368 142,2 cukup
dengan sifat deterjen yang mengandung
alkalin. Demikian juga TDS yang relatif terus
naik secara teratur untuk setiap kenaikan Dari hasil-hasil penelitian dapat dijelaskan
kandungan deterjen larutan. Dapat disimpul- hal-hal sebagai berikut.
kan terdapat hubungan yang linier antara Secara visual tidak mudah mengamati
parameter pH dan TDS dengan kandungan perbedaan kuantitas flok/jonjot yang
deterjen dalam larutan. Parameter KmnO4 terbentuk pada setiap gelas sampel karena
agak sulit ditentukan trend atau ke- tidak terdapat perbedaan yang cukup berarti
cenderungannya karena tidak menunjukkan sehingga pengambilan keputusan dosis
sesuatu yang tetap. Nilainya sangat fluktuatif optimal juga mempertimbangkan reduksi
untuk berbagai kenaikan kandungan deterjen terhadap parameter lain sebagai akibat
sehingga hubungan antara angka KmnO4 penambahan tawas.
dengan kandungan deterjen tidak dapat Sesuai sifat tawas yang mengandung
didefinisikan. kation positif dan bersifat asam, maka
penambahan tawas akan mengakibatkan
34 INFO TEKNIK, Volume 7 No. 1, Juli 2006

menurunnya nilai pH. Reaksi yang terjadi terhadap parameter TDS dan KMnO4 terlihat
mengubah kesetimbangan karbonat dan bahwa perbedaan ampo akan menghasilkan
menurunkan pH, selama konsentrasi perbedaan nilai TDS dan KMnO4. Hal ini
alkalinitas cukup dan CO2 ada, pH tidak ditunjukkan oleh nilai TDS yang mengalami
berkurang dengan drastis dan secara umum penurunan seiring dengan kenaikan dosis
tidak menimbulkan masalah (Davis dan ampo. Dari berbagai hasil penelitian diperoleh
Cornwell, 1991). Hasil-hasil penelitian bahwa dosis ampo optimum pada 25 g/l.
menunjukkan bahwa pH berkurang tidak Hasil penelitian menunjukkan bahwa pH
secara drastis yang dapat terjadi karena akhir setelah pengolahan dengan berbagai
ketersediaan konsentrasi alkalinitas yang dosis ampo menghasilkan pH yang netral
cukup, sehingga pengurangan nilai pH tidak yaitu 7. Dari data dapat disimpulkan bahwa
menimbulkan pengaruh besar pada air limbah. penambahan lempung kering membuat air
Nilai TDS hasil percobaan tidak hasil pengolahan mempunyai pH netral yang
menunjukkan kecenderungan yang berarti. berarti menjadi lebih baik. Perbedaan
Penambahan tawas hingga 125 mg/l penambahan ampo dan perbedaan kandungan
menyebabakan TDS turun dan penambahan awal deterjen tidak mempengaruhi pH hasil
berikutnya menyebabkan nilai TDS terus pengolahan.
naik. Berdasarkan pertimbangan ini dapat Penambahan ampo berpengaruh terhadap
disimpulkan tawas optimum pada 125 mg/l. nilai akhir TDS yakni semakin kecil dengan
Untuk parameter angka KMnO4 juga kenaikan dosis ampo. Lempung kering
disimpulkan bahwa dosis optimum tawas dibutuhkan dalam jumlah yang terlalu besar
adalah 125 mg/l karena terlihat bahwa angka terutama dibandingkan dengan bahan-bahan
KMnO4 cenderung paling kecil pada tambah koagulan lain seperti Sodium alginate
pembubuhan tawas tersebut. Dari semua dan Chitosan yang dibutuhkan hanya dalam
kondisi parameter yang diperiksa diputuskan dosis yang relatif kecil. Kedua bahan ini dapat
bahwa tawas optimum pada dosis 125 mg/l. meningkatkan proses koagulasi dengan tawas
dalam dosis yang relatif kecil (Sodium
Pengaruh Ampo pada Pengolahan alginate kurang dari 1 mg/l) dan Chitosan 0,2
mg/l (Droste, 1997).
Hasil penelitian dengan kandungan
Pada proses koagulasi flokulasi akan
deterjen 60 mg/l dan penambahan lempung
dicapai suatu kondisi optimum sehingga
dengan kandungan yang bervariasi disajikan
penambahan setelah kondisi ini akan
pada tabel berikut:
mengakibatkan terjadinya pembalikan muatan
dan terjadinya kembali stabilisasi dari partikel
Tabel. 4. Nilai-nilai parameter setelah
koloid. Pada titik diatas konsentrasi optimum
pengolahan dengan deterjen awal 60 mg/l,
ini, jumlah koloid yang ada melebihi
tawas 125 mg/l
Sampel Ampo pH TDS KMnO4 kemampuan pembentukan flok sehingga tidak
(g/l) (mg/l) (mg/l)1 seluruh partikel koloid membentuk flok. Pada
1 5 7 372 60,04 percobaan ini yang diperoleh adalah kondisi
2 10 7 359 79 maksimal karena belum ditemukan pem-
3 15 7 350 94,8 balikan nilai seperti dijelaskan.
4 20 7 342 92,16
5 25 7 335 79
Pemeriksaan bahan organik sebagai angka
KMnO4 menunjukkan bahwa perubahan
Dari tabel terlihat bahwa tidak terdapat nilainya menunjukkan kecenderungan me-
perubahan pH untuk berbagai variasi nurun tetapi tidak tetap (nilainya naik turun
penambahan lempung sehingga dapat tetapi lebih kecil dari sebelum pengolahan)
disimpulkan penambahan lempung kering seiring dengan kenaikan dosis lempung
ampo hanya memberi pengaruh yang sangat kering. Dapat disimpulkan bahwa angka
kecil terhadap pH. Berdasarkan pengamatan KMnO4 tidak secara langsung berhubungan
dengan penambahan dosis lempung kering.
Nilna Amal, Studi Penggunaan Bahan Tambah Koagulan… 35

Hal ini sesuai dengan identifikasi parameter DAFTAR PUSTAKA


yang dilakukan dimana terlihat bahwa
hubungan antara angka KMnO4 dengan Corbitt, R. A., 1990. Standard Handbook of
deterjen tidak dapat didefinisikan. Fenomena Environmental Engineering,
ini dapat terjadi karena dipengaruhi oleh McGraw-Hill, Inc.
variabel lain seperti kondisi lingkungan yang Culp, R. L., G. M. Wesner dan G. L. Culp.,
berbeda atau perbedaan kandungan limbah 1978. Handbook of Advanced
lainnya yang dapat menyebabkan tidak Wastewater Treatment, Second
jelasnya hubungan KMnO4 dengan deterjen. Edition, MCGraw Hill, Inc.
Pengaruh-pengaruh tersebut tidak termasuk Davis, M. L dan D.A. Cornwell, 1991,
dalam lingkup penelitian. Introduction to Environmental
Engineering, Second Edition,
KESIMPULAN MCGraw Hill, Inc.
Droste, R. ., 1997, Theory and Practice of
Kesimpulan Water and Wastewater Treatment,
John Wiley and Son S, Inc, Unied
1. Terdapat hubungan yang linier antar
State
kenaikan kandungan deterjen limbah
Kamulyan, B., 1996, Teknik Penyehatan,
dengan kenaikan parameter yang
Bagian A1 : Teknik Pengolahan Air,
diperiksa.
Laboratorium Teknik Penyehatan dan
2. Penentuan dosis tawas optimum yang
Lingkungan, Fakultas Teknik UGM,
ditentukan dengan mempertimbangkan
Yogyakarta
reduksi terhadap parameter diperoleh pada
Mahida, U. N., 1992, Pencemaran Air dan
125 mg/l, sementara ampo pada dosis
Pemanfaatan Limbah Industri, CV
maksimum 25 g/l.
Rajawali Jakarta.
3. Setelah pengolahan dengan kombinasi
Martopo, S, dan Sudarmadji, 1995,
tawas-ampo diperoleh perbaikan pada
Parameter Limbah Cair dalam
nilai pH yang mencapai pH netral 7,
Kumpulan Makalh Kursus
penurunan TDS dan angka KMnO4.
Pengolahan Limbah Rumah Sakit,
PPlh UGM, Yogyakarta.
Saran
Metcalf dan Eddy, 1991, Wastewater
Dengan melihat hal-hal yang belum Engineering, Treatment, Disposal and
diungkapkan dalam penelitian ini maka untuk Reuse, third edition, MCGraw Hill,
pengembangan selanjutnya disarankan hal-hal Inc.
sebagai berikut ; Saraswati, S. P, 1996, Dasar-Dasar
1) diperlukan penelitian lebih lanjut untuk Pengolahan Air Limbah,
melihat hubungan antara parameter- Laboratorium Teknik Penyehatan dan
paremeter pada berbagai variasi lempung Lingkungan, Fakultas Teknik UGM,
kering dengan interval yang lebih kecil Yogyakarta.
dan mewakili banyak kondisi. Sarto, P, 1994, Pengolahan Limbah Cair
2) memperhitungkan kecepatan pengendapan Secara Kimia, dalam Kumpulan
sehingga dapat digunakan sebagai acuan Makalah Kursus Pengelolaan Limbah
untuk mendesain alat yang sesuai untuk Rumah Sakit, PPLH UGM
mengolah limbah deterjen. Yogyakarta
3) untuk mendesain alat pengolah limbah Siti Syamsiah, 1995, Teknologi Pengolahan
deterjen dengan sistem/proses koagulasi (Treatment) Limbah Cair Rumah
flokulasi perlu dipikirkan bangunan yang Sakit, dalam Kumpulan Makalah
berfungsi untuk menampung hasil Kursus Pengelolaan Limbah Rumah
endapan karena banyak endapan yang Sakit, PPLH UGM Yogyakarta.
akan terbentuk.
47

36 INFO TEKNIK, Volume 7 No. 1, Juli 2006

Anda mungkin juga menyukai