Anda di halaman 1dari 23

Nama peserta : dr.

Azrin Agmalina
Nama wahana: RSUD Kota Bekasi
Topik: Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV)
Tanggal (kasus): 13 November 2019
Nama Pasien: Tn. A No. RM: 18193429
Tanggal presentasi: Nama pendamping:
1. dr. Corry Christina H
2. dr. Richard Sabar Nelson Siahaan
Tempat presentasi: Aula Komite Medik RSUD Kota Bekasi

Obyektif presentasi:
□ Keilmuan □ Keterampilan □ Penyegaran □ Tinjauan pustaka
□ Diagnostik □ Manajemen □ Masalah □ Istimewa
□ Neonatus □Bayi □Anak □ Remaja □ Dewasa □ Lansia □ Bumil

Bahan bahasan: □ Tinjauan pustaka □ Riset □ Kasus □ Audit

Cara membahas: □ Diskusi □ Presentasi dan □ Email □ Pos


diskusi
Data pasien: Nama: Tn.A 30 tahun Nomor RM: 18193429
Nama klinik: RSUD Kota Bekasi Telp: - Terdaftar sejak: 13 November 2019

Data utama untuk bahan diskusi:


1. Diagnosis / Gambaran Klinis: BPPV/ Pasien datang dengan keluhan pusing berputar sejak 8 jam SMRS disertai dengan mual
muntah dan nyeri ulu hati. Pemeriksaan fisik didapatkan Kesadaran: CM, TD: 90/60, HR: 85x/menit, RR: 20 x/mnt, T : 36,6,
BB=85kg. Dari Pemeriksaan koordinasi, gait , dan keseimbangan didapatkan cara berjalan normal dan test Romberg
dipertajam (+). Dix Hallpike Maneuver: Nistagmus (+) horizontal
2. Riwayat Kesehatan/Penyakit:Alergi (-), Asma (-), Riwayat penyakit bawaan (-), Hipertensi (-), Kencing manis (-)

1
3. Riwayat Keluarga: Tidak ada yang memiliki kelainan bawaan. Riwayat Hipertensi (-), Kencing manis (-)
4. Riwayat Pekerjaan: Pasien adalah seorang karyawan swasta
5. Kondisi Lingkungan Sosial dan Fisik: Tidak ada yang berhubungan.
Daftar pustaka:
1. Wahyudi, Kupaya Timbul. Vertigo. CDK-198. Volume 39. Nomor 10. Jakarta: Kalbe Farma; 2012. h.738-41.
2. Mardjono M, Sidharta P. Neurologi klinis dasar. Jakarta: Dian Rakyat; 2008.
3. Turner, B, Lewis, NE. Symposium Neurology:Systematic Approach that Needed for establish of Vetigo.The
Practitioner.September 2010 - 254 (1732): p.19-23.
4. SwartzR, Longwell, P. 2005. Treatment of Vertigo in Journal of American Family Physician. p.71-6.
5. Bintoro AC, Rahmawati D,Tugasworo D, Endang K, Yuslam S et al. Vertigo. Semarang: Badan Penerbit Universitas
Diponegoro; 2006.h.3-4
Hasil pembelajaran:
1. Penegakan diagnosis BPPV.
2. Penanganan awal dan manajemen kegawatdaruratan pada BPPV.
3. Edukasi kepada pasien dan keluarga mengenai BPPV dan penanganannya.

 Subjektif: (Autoanamnesis)
• Keluhan Utama: Pusing berputarsejak 8 jam SMRS.
• Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien datang dengan keluhan pusing berputar sejak 8 jam SMRS. Pusing berputar timbul secara mendadak dan
dirasakan terus menerus. Pasien mengatakan pusing berputar seperti ruangan di sekitarnya berputar. Pusing berputar
dirasakan bertambah parah saat pasien merubah posisinya dari tidur ke duduk atau berdiri atau saat memberat dan berkurang
bila pasien menutup mata atau saat beristirahat. Keluhan pusing berputar disertai dengan nyeri ulu hati, mual dan muntah.
Pasien mengatakan tidak pernah mengalami trauma maupun riwayat penyakit sebelumnya. Pasien mengatakan keluhan

2
pusing berputar sudah dirasakan selama 1 bulan terakhir. Pasien tidak sedang mengkonsumsi obat secara rutin.

 Objektif:
Status Present
KU : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos Mentis
GCS : E4M6V5
Tekanan Darah : 90/60mmHg
HR : 85x/menit, Regular (+)
Respirasi : 20 x/menit
Suhu : 36,60C
BB : 85 kg
TB : 183 cm
Status Generalis
 Kepala : Normocephali
 Mata : Pupil isokor, konjungtiva anemis (-/-), sklera tidak ikterik.
 Leher : Pembesaran KGB (-), Trakea ditengah.
 Thoraks
o Paru
Inspeksi : Simetris pada kedua lapang paru pada saat statis dan dinamis
Palpasi : Nyeri tekan (-/-), taktil fremitus normal
Perkusi : Sonor (+/+)
Auskultasi : Suara napas vesikuler (+/+), Ronki (-/-), wheezing (-/-)

3
o Jantung
Inspeksi : Iktus cordis tidak terlihat
Palpasi : Iktus cordis teraba di linea midclavicula sinistra ICS V
Perkusi : Batas jantung normal
Auskultasi : BJ I-II regular, murmur (-), gallop (-)
 Abdomen
Inspeksi : Datar
Palpasi : Hepar dan lien tidak teraba, Nyeri tekan epigastrium (+), Tidak teraba massa
Perkusi : Timpani
Auskultasi : Bising usus (+)
 Ekstremitas : Edema -/-, sianosis -/-, Capillary Refill time< 3 detik, turgor kembali cepat.

Pemeriksaan Saraf
Saraf Kranial
I. N. Olfaktorius (I) kanan kiri
Subjektif baik baik
Dengan bahan tidak dilakukan tidak dilakukan
II. N. Optikus (N. II) kanan kiri
Tajam penglihatan 6/60 6/60
Lapangan penglihatan normal normal
Melihat warna normal normal
Fundus okuli tidak dilakukan tidak dilakukan

4
III. N. Okulomotorius (N.III) kanan kiri
Ptosis Tidak ada Tidak ada
Pergerakan bulbus baik ke semua arah baik ke semua arah
Strabismus negatif negatif
Nistagmus positif positif
Eksoftalmus negatif negatif
Pupil isokor
- Besar ± 3 mm ± 3 mm
- Bentuk bulat bulat
Membuka kelopak mata ya ya
Refleks cahaya + +
Diplopia tidak ada tidak ada
IV. N. Trochlearis (N.IV) kanan kiri
Pergerakan mata Baik Baik
(kebawah-keluar)
Diplopia tidak ada tidak ada
V. N. Trigeminus (N.V) kanan kiri
Membuka mulut Baik
Mengunyah Baik
Menggigit Baik
Sensibilitas
V1 simetris kanan dan kiri

5
V2 simetris kanan dan kiri
V3 simetris kanan dan kiri
Refleks kornea tidak dilakukan tidak dilakukan
VI. N. Abdusen (N.VI) kanan kiri
Pergerakan mata ke lateral Baik Baik
Diplopia negatif negatif
VII. N. Fascialis (N.VII) kanan kiri
Mengerutkan dahi Baik Baik
Mengangkat alis Baik Baik
Menutup mata Baik Baik
Memperlihatkan gigi Baik Baik
Bersiul Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Perasaan lidah 2/3 anterior Tidak dilakukan Tidak dilakukan
VIII. N. Vestibulo-koklearis (N.VIII) kanan kiri
Weber tidak dilakukan tidak dilakukan
Rinne tidak dilakukan tidak dilakukan
Swabach tidak dilakukan tidak dilakukan
IX. N. Glosofaringeus (N.IX)
Perasaan lidah 1/3 belakang : Tidak dilakukan
Sensibilitas : Tidak dilakukan
X. N. Vagus (N.X)
Arcus pharynx : Simetris

6
Menelan : baik
Bicara : artikulasi jelas, sengau (-)
XI. N. Aksesorius (N.XI) kanan kiri
Mengangkat bahu Baik Baik
Memalingkan kepala Baik Baik
XII. N. Hipoglosus (N.XII)
Pergerakan lidah : Tidak ada deviasi
Tremor lidah : Tidak ada
Artikulasi : Jelas

Anggota Gerak
1. Anggota gerak atas
a. Motorik kanan kiri
Pergerakan bebas bebas
Kekuatan 5-5-5-5 5-5-5-5
Tonus normotoni normotoni
Atrofi Tidak ada Tidak ada
b. Sensibilitas kanan kiri
Nyeri (+) (+)
Thermi Tidak dilakukan Tidak dilakukan

7
Lokalisasi baik baik
c. Refleks kanan kiri
Biceps ++ ++
Triceps ++ ++
Hoffman – Tromner Negatif Negatif

2. Anggota gerak bawah


a. Motorik kanan kiri
Pergerakan bebas bebas
Kekuatan 5-5-5-5 5-5-5-5
Tonus normotoni normotoni
Atrofi (-) (-)
b. Sensibilitas kanan kiri
Nyeri (+) (+)
Thermi Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Lokalisasi baik baik
c. Refleks kanan kiri
Patella ++ ++
Achilles ++ ++
Babinski Negatif Negatif
d. Tanda rangsang meningeal:
Kaku kuduk : Negatif

8
Brudzinki I : Negatif
Brudzinki II : Negatif
Laseque : Negatif
Kernig : Negatif
e. Koordinasi, gait, dan keseimbangan
Cara berjalan : Normal
Test Romberg dipertajam : (+)
Disdiadokokinensia : (-)
f. Tes tambahan
1. Dix Hallpike Maneuver: Nistagmus (+) horizontal

Laboratorium:
Tanggal 13 November 2019(Lab RSUD Kota Bekasi)
Pemeriksaan Hematologi
Nama Pemeriksaan Hasil Rujukan
Hematologi Rutin
Hemoglobin 12,5 12 – 14 gr/dl
Hematokrit 37,2 37 – 47%
Leukosit 9,9 x 106 5 – 10 x 106/ul
Trombosit 299000 150000 - 400000/ul
Kimia Klinik
Glukosa Darah Sewaktu 81 60 – 110 mg/dL
Elektrolit
- Natrium (Na) 140 135 – 145 mmol/L

9
- Kalium (K) 3,9 3,5 – 5,0 mmol/L
- Clorida (Cl) 105 94 – 111 mmol/L

 Assesment(penalaran klinis)
Vertigo merupakan subtipe dari dizziness yang secara definitif merupakan ilusi gerakan, dan yang paling sering adalah
perasaan atau sensasi tubuh yang berputar terhadap lingkungan atau sebaliknya, lingkungan sekitar kita rasakan berputar. Kondisi ini
merupakan gejala kunci yang menandakan adanya gangguan sistem vestibuler dan kadang merupakan gejala kelainan labirin.
Namun, tidak jarang vertigo merupakan gejala dari gangguan sistemik lain (misalnya obat, hipotensi, penyakit endokrin, dan
sebagainya).1
ETIOLOGI
Vertigo merupakan suatu gejala,sederet penyebabnya antara lain akibat kecelakaan, stres, gangguan pada telinga bagian
dalam, obat-obatan, terlalu sedikit atau banyak aliran darah ke otak dan lain-lain. Tubuh merasakan posisi dan mengendalikan
keseimbangan melalui organ keseimbangan yang terdapat di telinga bagian dalam. Organ inimemiliki saraf yang berhubungan
dengan area tertentu di otak. Vertigo bisa disebabkan oleh kelainan di dalam telinga, di dalam saraf yang menghubungkan telinga
dengan otak dan didalam otaknya sendiri.Keseimbangan dikendalikan oleh otak kecil yang mendapat informasi tentang posisi tubuh
dari organ keseimbangan di telinga tengah dan mata. Penyebab umum dari vertigo:2
1. Keadaan lingkungan: mabuk darat, mabuk laut
2. Obat-obatan: alkohol, gentamisin
3. Kelainan telinga: endapan kalsium pada salah satu kanalis semisirkularis di dalam telinga bagian dalam yang menyebabkan benign
paroxysmal positional
4. Vertigo, infeksi telinga bagian dalam karena bakteri, labirintis, penyakit maniere
5. Kelainan Neurologis: Tumor otak, tumor yang menekan saraf vestibularis, sclerosis multipel, dan patah tulang otak yang disertai
cedera pada labirin, persarafannya ataukeduanya

10
6. Kelainan sirkularis: Gangguan fungsi otak sementara karena berkurangnya alirandarah ke salah satu bagian otak (Transient
Ischemic Attack) pada arteri vertebral dan arteri basiler.

Penyebab vertigo dapat berasal dari perifer yaitu dari organ vestibuler sampai ke intinervus VIII sedangkan kelainan sentral
dari inti nervus VIII sampai ke korteks.Berbagai penyakit atau kelainan dapat menyebabkan vertigo. Penyebab vertigo serta lokasi
lesi:3

Labirin, telinga dalam:


 vertigo posisional paroksisimal benigna
 pasca trauma
 penyakit menierre
 labirinitis (viral, bakteri)
 toksik (misalnya oleh aminoglikosid, streptomisin, gentamisin)
Saraf otak ke VIII:
 neuritis iskemik (misalnya pada DM)
 infeksi, inflamasi (misalnya pada sifilis, herpes zoster)
 neuritis vestibular
 neuroma akustikus
Telinga luar dan tengah:
 Otitis media
 Tumor

11
OBAT
Beberapa obat ototoksik dapat menyebabkan vertigo yang disertai tinitus dan hilangnya pendengaran.Obat-obat itu antara lain
aminoglikosida, diuretik loop, anti inflamasi nonsteroid,derivat kina atau antineoplasitik yang mengandung platina. Streptomisin
lebih bersifat vestibulotoksik, demikian juga gentamisin; sedangkan kanamisin, amikasin dan netilmisin lebih bersifat ototoksik.
Antimikroba lain yang dikaitkan dengan gejala vestibuler antara lain sulfonamid, asam nalidiksat, metronidaziol dan minosiklin.
Obat penyekat alfa adrenergik, vasodilator dan antiparkinson dapat menimbulkan keluhan rasa melayang yang dapat dikacaukan
dengan vertigo.3

PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik yang menyeluruh sebaiknya difokuskan pada evaluasi neurologis terhadap saraf-saraf kranial dan fungsi
serebelum, misalnya dengan melihat modalitas motorik dan sensorik. Penilaian terhadap fungsi serebelum dilakukan dengan menilah
fiksasi gerakan bola mata; adanya nistagmus (horizontal) menunjukkan adanya gangguan vestibuler perifer. Pemeriksaan kanalis
auditorius dan membran timpani juga harus dilakukan untuk menilai ada tidaknya infeksi telinga tengah, malformasi, kolesteatoma,
atau fistula perilimfatik. Dapat juga dilakukan pemeriksaan tajam pendengaran.1

Tes Keseimbangan
Pemeriksaan klinis, baik yang dilakukan unit gawat darurat maupun di ruang pemeriksaan lainnya, mungkin akan memberikan
banyak infomasi tentang keluhan vertigo. Beberapa pemeriksaan klinis yang mudah dilakukan untuk melihat dan menilai gangguan
keseimbangan diantaranya adalah: Tes Romberg. Pada tes ini, penderita berdiri dengan kaki yang satu di depan kaki yang lain, tumit
yang satu berada di depan jari-jari kaki yang lain. Orang yang norma, mampu berdiri dalam sikap Romberg ini selama 30 detik atau

12
lebih. Berdiri dengan satu kaki dengan mata terbuka dan kemudian dengan mata tertutup merupakan skrining yang sensitive untuk
kelainan keseimbangan. Bila pasien mampua berdiri dengan satu kaki dalam keadaan mata tertutup dianggap normal.
 
Past ponting Test
Penderita diperintahkan untuk merentangkan lengannya dan telunjuk penderita diperintahkan menyentuh telunjuk pemeriksa.
Selanjutnya, penderita diminta untuk menutup mata, mengangkat lengannya ke atas, dan kemudian kembali pada posisi semula. Hal
ini dilakukan berulang-ulang dengan mata terbuka dan tertutup. Pada gangguan vestibuler, akan didapatkan salah tunjuk.

Dix-Hallpike Manuver
Untuk menimbulkan vertigo pada penderita dengan gangguan sistem vestibuler, dapat dilakukan maneuver Dix-Hallpike.
Dari posisi duduk di atas tempat tidur, penderita dibaringkan ke belakang dengan cepat, sehingga kepalanya menggantung 45º di
bawah garis horisontal, kemudian kepalanya dimiringkan 45º ke kanan lalu ke kiri. Perhatikan saat timbul dan hilangnya vertigo dan
nistagmus.Dengan uji ini dapat dibedakan apakah lesinya perifer atau sentral. Pada vertigo perifer, vertigo dan nistagmus timbul
setelah periode laten 2-20 detik, hilang dalam waktu kurang dari 1 menit, akan berkurang atau menghilang bila tes diulang-ulang
beberapa kali (fatigue). Pada vertigo sentral: tidak ada periode laten, nistagmus dan vertigo berlangsung lebih dari 1 menit, bila
diulang-ulang reaksi tetap seperti semula (non-fatigue).

13
Gambar 2: Dix-Hallpike

Patofisiologi
Vertigo timbul jika terdapat gangguan alat keseimbangan tubuh yang mengakibatkan ketidakcocokan antara posisi tubuh
(informasi aferen) yang sebenarnya dengan apa yang dipersepsi oleh susunan saraf pusat (pusat kesadaran). Susunan aferen yang
terpenting dalam sistem ini adalah susunan vestibuler atau keseimbangan, yang secara terus menerus menyampaikan impulsnya ke
pusat keseimbangan. Susunan lain yang berperan ialah sistem optik dan proprioseptik, jaras-jaras yang menghubungkan nuklei
vestibularis dengan nuklei N. III, IV dan VI, susunan vestibuloretikularis, dan vestibulospinalis. Informasi yang berguna untuk
keseimbangan tubuh akan ditangkap oleh reseptor vestibuler, visual, dan proprioseptik; reseptor vestibuler memberikan kontribusi
paling besar, yaitu lebih dari 50 % disusul kemudian reseptor visual dan yang paling kecil kontribusinya adalah proprioseptik.
Dalam kondisi fisiologis/normal, informasi yang tiba di pusat integrasi alat keseimbangan tubuh berasal dari reseptor
vestibuler, visual dan proprioseptik kanan dan kiri akan diperbandingkan, jika semuanya dalam keadaan sinkron dan wajar, akan
diproses lebih lanjut. Respons yang muncul berupa penyesuaian otot-otot mata dan penggerak tubuh dalam keadaan bergerak. Di
samping itu orang menyadari posisi kepala dan tubuhnya terhadap lingkungan sekitar. Jika fungsi alat keseimbangan tubuh di perifer
atau sentral dalam kondisi tidak normal/ tidak fisiologis, atau ada rangsang gerakan yang aneh atau berlebihan, maka proses
pengolahan informasi akan terganggu, akibatnya muncul gejala vertigo dan gejala otonom. Di samping itu, respons penyesuaian otot
menjadi tidak adekuat sehingga muncul gerakan abnormal yang dapat berupa nistagmus, unsteadiness, ataksia saat berdiri/ berjalan
dan gejala lainnya.

Ada beberapa teori yang berusaha menerangkan kejadian ketidakseimbangan tubuh :


1. Teori rangsang berlebihan (overstimulation)
Teori ini berdasarkan asumsi bahwa rangsang yang berlebihan menyebabkan hiperemi kanalis semisirkularis sehingga

14
fungsinya terganggu; akibatnya akan timbul vertigo, nistagmus, mual dan muntah.

2. Teori konflik sensorik


Menurut teori ini terjadi ketidakcocokan masukan sensorik yang berasal dari berbagai reseptor sensorik perifer yaitu antara
mata/visus, vestibulum dan proprioseptik, atau ketidakseimbangan/asimetri masukan sensorik dari sisi kiri dan kanan.
Ketidakcocokan tersebut menimbulkan kebingungan sensorik di sentral sehingga timbul respons yang dapat berupa nistagmus
(usaha koreksi bola mata), ataksia atau sulit berjalan (gangguan vestibuler, serebelum) atau rasa melayang, berputar (yang
berasal dari sensasi kortikal). Berbeda dengan teori rangsang berlebihan, teori ini lebih menekankan gangguan proses
pengolahan sentral sebagai penyebab.

3. Teori sinap
Merupakan pengembangan teori sebelumnya yang meninjau peranan neurotransmisi dan perubahan-perubahan biomolekuler
yang terjadi pada proses adaptasi, belajar dan daya ingat. Rangsang gerakan menimbulkan stres yang akan memicu sekresi
CRF (corticotropin releasing factor), peningkatan kadar CRF selanjutnya akan mengaktifkan susunan saraf simpatik yang
selanjutnya mencetuskan mekanisme adaptasi berupa meningkatnya aktivitas sistim saraf parasimpatik. Teori ini dapat
menerangkan gejala penyerta yang sering timbul berupa pucat, berkeringat di awal serangan vertigo akibat aktivitas simpatis,
yang berkembang menjadi gejala mual, muntah dan hipersalivasi setelah beberapa saat akibat dominasi aktivitas susunan
saraf parasimpatis.4

KLASIFIKASI
Vertigo vestibular dapat dibedakan menjadi vertigo vestibular perifer dan sentral. Vertigo vestibular perifer adalah vertigo
yang terjadi akibat gangguan alat keseimbangan tubuh di labirin (telinga dalam) atau di saraf kranial VIII (Saraf Vestibulokoklear)
divisi vestibular. Vertigo vestibular sentral adalah vertigo yang terjadi akibat gangguan alat keseimbangan tubuh di sistem saraf
pusat, baik di pusat integrasi (serebelum dan batang otak) ataupun di area persepsi (korteks).

15
Penyebab vertigo sentral antara lain adalah perdarahan atau iskemik di serebelum, nukleus vestibular, dan koneksinya di
batang otak, tumor di sistem saraf pusat, infeksi, trauma, dan sklerosis multiple. Vertigo yang disebabkan neuroma akustik juga
termasuk dalam vertigo sentral. Vertigo akibat gangguan di korteks sangat jarang terjadi, biasanya menimbulkan gejala kejang
parsial kompleks.5

Tabel 2. Perbedaan Vertigo Vestibuler Sentral dan Perifer


Karakteristik V. Vestibular Perifer V. Vestibular Sentral
Onset Tiba-tiba, onset mendadak Perlahan, onset gradual
Durasi Menit hingga jam Minggu hingga bulan
Frekuensi Biasanya hilang timbul Biasanya konstan
Intensitas Berat Sedang
Mual muntah Tipikal Sering kali tidak ada
Diperparah perubahan Ya Kadang tidak berkaitan
posisi kepala
Usia pasien Berapapun, biasanya Usia lanjut
muda
Gangguan status Tidak ada atau kadang- Biasanya ada
mental kadang
Defisit nervi cranial Tidak ada Kadang disertai ataxia
atau cerebellum
Pendengaran Seringkali berkurang atau Biasanya normal
dengan tinnitus
Nistagmus Nistagmus horizontal dan Nistagmus horizontal atau
rotatoar; ada nistagmus vertical; tidak ada
fatique 5-30 detik nistagmus fatique
Penyebab Meniere’s disease Massa Cerebellar / stroke

16
Labyrinthitis Encephalitis/ abscess otak
Positional vertigo Insufisiensi A. Vertebral
Neuroma Akustik
Sklerosis Multiple

Penyebab perifer Vertigo


 Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV)
Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV) merupakan penyebab utama vertigo. Onsetnya lebih sering terjadi pada
usia rata-rata 51 tahun.
Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV) disebabkan oleh pergerakan otolit dalan kanalis semisirkularis pada
telinga dalam. Hal ini terutama akan mempengaruhi kanalis posterior dan menyebabkan gejala klasik tapi ini juga dapat
mengenai kanalis anterior dan horizontal.Otoli mengandung Kristal-kristal kecil kalsium karbonat yang berasal dari
utrikulus telinga dalam . Pergerakan dari otolit distimulasi oleh perubahan posisi dan menimbulkan manifestasi klinik
vertigo dan nistagmus.
Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV) biasanya idiopatik tapi dapat juga diikuti trauma kepala, infeksi kronik
telinga, operasi dan neuritis vestibular sebelumny, meskipun gejala benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV) tidak
terjadi bertahun-tahun setelah episode.4
 Ménière’s disease
Ménière’s disease ditandai dengan vertigo yang intermiten diikuti dengan keluhan pendengaran . Gangguan pendengaran
berupa tinnitus (nada rendah), dan tuli sensoris pada fluktuasi frekuensi yang rendah, dan sensasi penuh pada
telinga.Ménière’s disease terjadi pada sekitar 15% pada kasus vertigo otologik.
Ménière’s disease merupakan akibat dari hipertensi endolimfatik. Hal ini terjadi karena dilatasi dari membrane labirin

17
bersamaan dengan kanalis semisirularis telinga dalam dengan peningkatan volume endolimfe. Hal ini dapat terjadi
idiopatik atau sekunder akibat infeksi virus atau bakteri telinga atau gangguan metabolic.4
 Vestibular Neuritis
Vestibular neuritis ditandai dengan vertigo, mual, ataxia, dan nistagmus. Hal ini berhubungan dengan infeksi virus pada
nervus vestibularis. Labirintis terjadi dengan komplek gejala yang sama disertai dengan tinnitus atau penurunan
pendengaran. Keduanya terjadi pada sekitar 15% kasus vertigo otologik.4,

TATALAKSANA
Prinsip umum terapi Vertigo
 Medikasi
Karena penyebab vertigo beragam, sementara penderita seringkali merasa sangat terganggu dengan keluhan vertigo tersebut,
seringkali menggunakan pengobatan simptomatik. Lamanya pengobatan bervariasi. Sebagian besar kasus terapi dapat dihentikan
setelah beberapa minggu. Beberapa golongan yang sering digunakan:
1. H-1 reseptor antagonis
Obat – obat ini akan menekan respon vestibuler melalui satu efek pada CNS, mekanisme secara pasti tidak diketahui,
dianggap melalui aktivitas antivitas antikolinergik sentral.

- Dimehidrinat (Dramamin)
Khususnya berguna untuk terapi vertigo perifer, menurunkan stimulasi vestibuler dan menekan fungsi melalui
aktivitas antikolinergik sentral. Dosis: 50 – 100 mg tiap 4-6 jam. Jangan lebih dari 400 mg/hari; 50 mg IV dalam 10
ml NaCl disuntikan selama kurang lebih 2 menit; 50 mg IM.
- Prometazine hidroklorid

18
Untuk terapi simtomatik nausea karena disfungsi vestibuler. Suatu anti dopaminergik, yang efektif untuk terapi
vertigo yang memblok reseptor dopaminergik mesolimbik di postsinap di otak dan menurunkan stimulus sistem
retikuler di batang otak.
2. Benzodiazepin
Bekerja di sentral, menghambat respon vestibuler, terutama dengan meningkatkan potensiasi inhibitorik reseptor GABA.
- Diazepam/ Valium
Dengan sifat lipophilik yang tinggi dan mengalami redistribusi yang cepat setelah pemberian, sehingga kurang
disukai. Dosis 5 – 10 mg/ PO/IM/IV setiap 3 – 4 jam, bisa diulang tiap 2-4 jam, jangan lebih dari 30 mg/8 jam.4
- Lorazepam/ Ativan
Sedative hipnotik dengan onset singkat dan half life yang relatif panjang. Menekan di seluruh tingkat CNS, termasuk
sistem limbik dan formasio retikularis, diduga melalui peningkatan aksi GABA sebagai neurotransmitter inhibitorik
mayor. Dosis 1 – 10 mg/ hari PO/IM/IV dibagi 2-3 kali.
3. Antagonis Kalsium:
Dapat juga berkhasiat dalam mengobati vertigo. Obat antagonis kalsium Cinnarizine (Stugeron) dan Flunarizine (Sibelium)
sering digunakan. Merupakan obat supresan vestibular karena sel rambut vestibular mengandung banyak terowongan
kalsium. Namun, antagonis kalsium sering mempunyai khasiat lain seperti anti kholinergik dan antihistamin. Sampai dimana
sifat yang lain ini berperan dalam mengatasi vertigo belum diketahui.
- Cinnarizine (Stugerone)
Mempunyai khasiat menekan fungsi vestibular. Dapat mengurangi respons terhadap akselerasi angular dan linier. Dosis
biasanya ialah 15 – 30 mg, 3 kali sehari atau 1 x 75 mg sehari. Efek samping ialah rasa mengantuk (sedasi), rasa cape, diare
atau konstipasi, mulut rasa kering dan “rash” di kulit.

19
 Terapi Fisik
Susunan saraf pusat mempunyai kemampuan untuk mengkompensasi gangguan keseimbangan. Namun kadang-kadang
dijumpai beberapa penderita yang kemampuan adaptasinya kurang atau tidak baik. Hal ini mungkin disebabkan oleh adanya
gangguan lain di susunan saraf pusat atau didapatkan deficit di sistem visual atau proprioseptifnya. Kadang-kadang obat tidak
banyak membantu, sehingga perlu latihan fisik vestibular. Latihan bertujuan untuk mengatasi gangguan vestibular, membiasakan
atau mengadaptasi diri terhadap gangguan keseimbangan. Tujuan latihan ialah:

1. Melatih gerakan kepala yang mencetuskan vertigo atau disekuilibrium untuk meningkatkan kemampuan mengatasinya
secara lambat laun.
2. Melatih gerakan bola mata, latihan fiksasi pandangan mata.
3. Melatih meningkatkan kemampuan keseimbangan

1. Terapi Fisik Brand-Darrof


Ada berbagai macam latihan fisik, salah satunya adalah latihan Brand-Darrof.

20
Keterangan Gambar:
 Ambil posisi duduk.
 Arahkan kepala ke kiri, jatuhkan badan ke posisi kanan, kemudian balik posisi duduk.
 Arahkan kepala ke kanan lalu jatuhkan badan ke sisi kiri. Masing-masing gerakan lamanya sekitar satu menit, dapat
dilakukan berulang kali.
 Untuk awal, cukup 1-2 kali kiri dan kanan, semakin lama, semakin bertambah.
2. Terapi Spesifik
1. BPPV
Pada kondisi ini tidak direkomendasikan terapi bat-obatan. Vertigo dapat
membaik dengan maneuver rotasi kepala hal ini akan mmemindahkan deposit kalsium yang
bebas ke belakang vestibule,. Manuver ini meliputi reposisi kanalit berupa maneuver
epley, modifikasi maneuver epley. Pasien perlu tetap tegak selama 24 jam setelah reposisi
kanalit utnuk mencegah deposit kalsium kembali ke kanalis semisirkularis.
Plan:
DIAGNOSIS KERJA
Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV)
Dispepsia

TERAPI

21
Farmakologis
 RL 20 tpm
 Inj Ranitidin 1 x 1amp
 Inj Ondancentron 1x 1amp
 Betahistine tab 3 x 6 mg
 Flunarizine tab 2 x 10 mg
Nonfarmakologis
 Obeservasi keadaan umum dantanda-tanda vital
 Istirahat tirah baring
 Latihan Brandt – Daroff

5.Follow up
Tanggal 14 November 2019
S : Pusing berputar berkurang
O : KU : TSS N : 97 x/mnt
Kes : CM R : 20 x/mnt
TD : 120/80 mmHg S : 36,5C
Kepala : CA -/- , SI -/-
Thorax : BJ I – II murni regular, murmur (-), gallop (-)
Suara napas vesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing -/-.
Abdomen : BU (+)
Extremitas : akral hangat, CRT < 3”

22
A : BPPV, Dispepsia
P : terapi lanjut

Tanggal 15 November 2019


S : Pusing (-) , mual (-), muntah (-)
O : KU : TSS N : 70x/mnt
Kes : CM R : 20 x/mnt
TD : 110/70 mmHg S : 36,8 C
Kepala : CA -/- , SI -/-
Thorax : BJ I – II murni regular, murmur (-), gallop (-)
Suara napas vesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing -/-.
Abdomen : BU (+)
Extremitas : akral hangat, CRT < 3”
A : BPPV, Dispepsia
P : Boleh pulang

23

Anda mungkin juga menyukai