maju seperti Amerika Serikat dan Inggris persalinan prematur adalah penyebab tertinggi
angka morbiditas dan mortalitas perinatal, dimana komplikasi yang diakibatkan oleh
persalinan pretem lebih dari 10% dari seluruh kehamilan oleh karena itu persalinan prematur
merupakan hal yang patut mendapat perhatian khusus mengenai penatalaksanaannya
disamping upaya pencegahannya.1-11
Tujuan penanganan persalinan dan kelahiran prematur adalah untuk mencegah dan
menghentikan terjadinya kontraksi uterus dengan obat-obatan tokolitik sampai kehamilan
seaterm mungkin atau sampai janin mempunyai maturitas paru yang dinggap cukup mampu
untuk hidup di luar kandungan. Walaupun kemungkinan obat tokolitik hanya berhasil
sementara, tetapi penundaan ini penting untuk memberikan kesempatan untuk pemberian
kortikosteroid untuk merangsang pematangan paru- paru.1-3,5
• Penyakit jantung
• Hipertiroid
Fetal :
• Gawat janin
• Korioamnionitis
• Janin mati
• IUGR
Pemberian dosis obat haruslah mulai dari dosis terkecil dengan peningkatan setiap15-30
menit sesuai dengan keperluan untuk menghambat kontraksi uterus. Denyut nadi ibu tidak
boleh lebih dari 130 x/m dan kita harus menyesuaikan dosis tokolitik jika efek samping
timbul.15
Ritodrin biasanya diberikan intravena dengan dosis awal 50-100μg/m dan ditingkatkan
50μg/m setiap 15-20 menit sampai kontraksi uterus berhenti, dengan dosis maksimum
350μg/m. Beberapa peneliti telah menggunakan Ritodrin intra muskuler dengan dosis 5-10
mg setiap 2-4 jam. Terapi oral yang dianjurkan adalah 10 mg setiap 2 jam atau 20 mg setiap 4
jam selama 24-48 jam dengan dosis tidak boleh melebihi 120 mg/hari.8,15 Dosis Terbutalin
dianjurkan 2,5μg/m setiap 20 menit sampai kontraksi uterus berhenti atau dosis maximum
sebanyak 20 μg/m tercapai. Terbutalin dapat diberikan subkutan dengan dosis 250 μg setiap 3
jam. Terapi oral sudah harus diberikan sebanyak 2,5-5mg setiap 2-4 jam paling lambat dalam
24-48 jam.8,15
Setelah ancaman persalinan prematur dapat dihentikan sekurang-kurangnya 1
jam, tokolitik dapat diturunkan pada interval 20 menit sampai dosis efektif terendah yang
dicapai dan dipelihara selama 12 jam. 30 menit sebelum pemberian terapi intra vena terapi
oral sudah harus diberikan dan diulang setiap 2-4 jam salama 24-48 jam.8,15
C. Efek-efek Terhadap Ibu
Efek-efek terhadap ibu dan komplikasi-komplikasi penggunaan terapi ß – adrenergik agonis
banyak ditemukan dan lebih sering terjadi daripada efek-efek terhadap fetus maupun
neonatus. Terdapat informasi yang bertentangan apakah efek- efek ini lebih sering terjadi
pada penggunaan ritodrin atau terbutalin. Secara umum, tidak ada perbedaan efek samping
antara Ritodrin dengan terbutalin, kecuali bahwa terbutalin oral menyebabkan perubahan
signifikan pada toleransi glukosa ibu, sedangkan ritodrin oral tidak menimbulkan efek
demikian.15
Berikut adalah efek-efek maternal akibat terapi tokolitik dengan golongan ß-Adrenergik
agonis :1,8-11,15,16,19
Fisiologi :
• Agitasi
• Sakit kepala
• Mual
• Muntah
• Demam
• Halusinasi
Metabolik :
• Hiperglisemia
• Diabetik ketoasidosis
• Hiperinsulinemia
• Hiperlaktasidemia
• Hipokalemia
• Hipokalsemia
Jantung :
• Edema pulmonum
• Takikardi
• Palpitasi
• Hipotensi
• Gagal jantung
• Aritmia, dll
• Takikardi
• Aritmia
• Gagal jantung
• Hiperglisemia
• Hiperinsulinemia
Neonatal :
• Takikardi
• Hipokalsemia
• Hiperbilirubinemia
• Hipoglikemi
• Hipotensi
• Aritmia
Belum ada laporan mengenai efek terhadap APGAR skor. Hal yang paling penting, follow up
jangka panjang pada anak-anak yang terpapar ritodrin tidak menunjukkan efek buruk
terhadap pertumbuhan.15
Penggunaan klinis beta-adrenergik secara luas selama 45 tahun belum memastikan adanya
efek-efek signifikan terhadap fetus dan neonatus.15
VI. PERANAN OBAT ANTI INFLAMASI NON STEROID SEBAGAI TOKOLITIK
Prostaglandin sebagai salah satu pencetus proses persalinan (kontraksi uterus) yang penting
maka para peneliti menganggap bahwa prostaglandin synthetase inhibitor dalam hal ini Obat
Anti Inflamasi Non Steroid (OAINS) dapat digunakan sebagai tokolitik. Salah satu obat-obat
golongan ini yang dapat dipakai tokolitik adalah Indomethacin.1,8,10,11,19,20
A. Farmakokinetik
OAINS bekerja primer sebagai penghambat cyclooxygenase. Indomethacin adalah obat dari
golongan ini yang memiliki potensi untuk digunakan sebagai tokolitik. Obat ini
dimetabolisme di hati dan diekskresi melalui urin.19
Indomethacin secara cepat dapat menembus plasenta, dalam 2 jam kadar dalam darah bayi
50% dari kadar dalam darah ibu dan akan menjadi sama dalam 6 jam. Waktu paruh
indomethacin pada fetus adalah 14,7 jam yang lebih lama disbanding pada ibu yang hanya
2,2 jam, hal inilah yang dapat mengakibatkan gangguan hati ada fetus.19
B. Kontraindikasi dan Penggunaan Klinik
Indomethacin dapat dapat diberikan peroral atau peranal, dosis yang digunakan sebagai terapi
pada persalinan prematur adalah 150-300 mg/hari, dengan dosis awal adalah 100-200 mg
peranal atau 50-100 mg peroral dan kemudian 25-50 mg setiap 4- 6 jam. Setelah pemberian
dosis awal kadar optimal dicapai dalam 1-2 jam yang dapat dicapai oleh pemberian dengan
cara peranal.19
Indomethacin dikontraindikasikan untuk ibu-ibu yang menderita kerusakan ginjal, hati, asma,
oligohidramnion, ulkus peptikum dan alergi.9-11,18,19,21
C. Efek-efek Terhadap Ibu
Bila dibandingkan dengan magnesium sulfat atau ritodrin, efek samping maternal
indomethacin lebih minimal dan jarang terjadi. Kemungkinan efek yang paling sering terjadi
adalah iritasi gastrointestinal termasuk mual, sakit lambung, heartburn, dan muntah yang
berkaitan dengan terapi oral obat ini. Antasida dapat membantu bila gejala-gejala ini terjadi.
Akan tetapi, kebanyakan pasien dapat mentoleransi indomethacin oral dan hanya mengalami
sedikit efek samping.16,19
Karena aspirin dapat berefek pada perdarahan, Lent dkk meneliti efek pemakaian
indomethacin sebagai tokolitik terhadap sistim koagulasi ibu, dan menyimpulkan bahwa
tidak ada efek terhadap proses koagulasi. Akan tetapi, terjadi perubahan yang menonjol dan
bersifat akut pada masa perdarahan ibu, sehingga meningkatkan resiko terjadinya perdarahan
yang banyak saat persalinan. Bila seorang wanita melahirkan ketika masih dalam terapi obat
tersebut atau jika mempunyai indikasi fetal maupun maternal untuk tindakan operasi, maka
dokter harus memeriksa waktu perdarahan dan mengenali adanya resiko perdarahan.
Walaupun perdarahan postpartum termasuk resiko maternal, efek samping ini jarang terjadi
karena kadar obat dalam darah menurun dengan cepat ketika obat dihentikan.6,11,18,19
Terapi indomethacin yang lama dapat menyebabkan gangguan fungsi ginajal pada ibu.
Interaksi serius dapat terjadi bila obat diberikan bersama dengan golongan aminoglikosid.
Pemantauan fungsi ginjal dianjurkan bila obat yang potensial nefrotoksik digunakan
bersamaan atau segera setelah penggunaan indomethacin. Waktu rata-rata pemulihan fungsi
ginjal adalah 5 hari. Timbulnya insufisiensi ginjal akut pada ibu mungkin berhubungan
dengan kombinasi antara perubahan aliran darah ginjal dengan adanya restriksi cairan.19
Indomethacin yang digunakan bersama-sama ß bloker menyebabkan hipertensi yang berat
pada ibu.Bagaimana mekanisme OAINS ini menyebabkan hipertensi tidak diketahui, tetapi
perlu hati-hati dan dihindari pemakaiannya pada wanita-wanita dengan preeklampsi.
Indomethacin juga bersifat antipiretik. Penggunaannya dapat menutupi demam yang timbul
akibat korioamnionitis subklinis. Perdarahan rectal dapat terjadi akibat pemberian berulang
indomethacin suppositoria, terapi oral setelah dosis awal dapat mencegah efek samping
tersebut pada ibu, sedangkan pemberian sacara perrektal dapat mencegah efek samping pada
system gastrointestinal pada ibu.
Pemberian indomethacin secara vaginal pada penderita dengan selaput ketuban yang masih
intak sudah dilakukan dan tidak menunjukkan timbulnya komplikasi. Cara pemberian ini
tidak dianjurkan terutama pada pasien dengan pecahnya ketuban sebelum waktu. Bukti
eksperimental pada binatang percobaan menunjukkan bahwa indomethacin tidak berefek
terhadap oksigenasi fetal atau aliran darah fetal-maternal.
Perfusi uteroplasenta juga tidak terganggu, demikian pula tekanan darah dan denyut jantung
ibu. Penggunaan indomethacin selama lebih dari 7 hari, berkaitan dengan timbulnya depresi,
pusing, dan psikosis dan sering sakit kepala.9,17,19
D. Efek Terhadap Janin dan Neonatus
Indomethacin telah ditemukan berkaitan dengan adanya morbiditas pada bayi baru lahir,
terutama jika terapi tokolitik tidak berhasil dan bayi dilahirkan premature atau obat
digunakan lebih dari 2 hari. Laporan-laporan ini dan lainnya menunjukkan bahwa bila terapi
indomethacin ini melebihi 48 jam, maka terjadi peningkatan resiko bagi neonatus untuk
mengalami enterokolitis nekrotikans, perdarahan intraventrikuler, peningkatan resiko
displasia bronkhopulmoner, gagal napas, disfungsi ginjal, dan insiden yang lebih tinggi untuk
terjadinya penutupan duktus arteriosus yang dini akibat indomethacin setelah lahir.
Konstriksi duktus arteriosus, oligohidramnion, merupakan efek samping yang paling serius
berkaitan dengan penggunaan obat ini.1,9,11,18-20
Indomethacin telah dicurigai menyebabkan konstriksi duktus arteriosus fetal, konstriksi
parsial duktus akibat indomethacin belum didokumentasikan oleh beberapa peneliti,
walaupun penelitian yang lain telah menemukan kejadiannya yang ternyata cukup sering
mendekati 50%. Konstriksi duktus pada neonatus bersifat reversibel dan akan hilang bila
terapi indomethacin dihentikan. Semakin banyak bukti yang menunjukkan bahwa konstriksi
duktus jarang terjadi sebelum 34 minggu, tetapi frekuensinya meningkat seiring
bertambahnya usia kehamilan. Walaupun dosis efektif terkecil yang digunakan, konstriksi
duktus tidak bergantung pada kadar obat dalam serum fetal. Penutupan prematur duktus
arteriosus dapat menyebabkan hipertensi pulmonal primer pada neonatus yang dapat
berakibat fatal.1,19
Bila persalinan terjadi dalam 48 jam sejak pemberian indomethacin atau terapi melebihi 48
jam, akan menyebabkan peningkatan resiko morbiditas neonatal.
pemberiannya. Komplikasi yang terlihat berupa edema pulmonal, nyeri dada, nausea berat
atau kemerahan, mengantuk, dan pandangan kabur. Namun, secara keseluruhan, efek
samping terhadap ibu jarang terjadi. Pada studi ini, magnesium sulfat juga dianggap sebagai
obat yang berhasil, murah dan relatif non toksik dengan efek samping yang sedikit. Banyak
penyelidik telah mengkonfirmasi penemuan ini, membuat magnesium sulfat menjadi
obat tokolitik yang umum digunakan.5,9,18,23,25
Efek samping yang paling signifikan dari terapi magnesium sulfat adalah berkembangnya
edema pulmonal. Elliot menemukan insiden sebesar 1,1% pada pasien yang
menerima tokolitik magnesium sulfat. Resiko ini lebih kecil pada magnesium sulfat jika
dibandingkan dengan ß-adrenergik agonis. Edema pulmonal merupakan komplikasi yang
serius dan berpotensi mematikan akibat komplikasi terapi tokolitik. Armson mengevaluasi
dinamika ibu-janin selama terapi tokolitik dengan kedua obat ini, menyimpulkan bahwa
retensi natrium tampaknya menjadi penyebab utama ekspansi volume plasma pada pasien.
Ekspansi volume selama terapi magnesium sulfat mungkin berkaitan dengan overhidrasi
intravena. Ekspansi atau overload cairan merupakan mekanisme utama untuk terjadinya
edema pulmonal selama terapi tokolitik. Ginjal merupakan jalur eksresi utama dari
magnesium. Jika timbul fungsi ginjal yang buruk, atau rata-rata infus magnesium terlalu
tinggi, maka hipermagnesia dengan sekuele yang signifikan dan serius tidak hanya untuk
pasien namun juga untuk janinnya dapat timbul. Efek samping termasuk penurunan reflex
patella, depresi pernafasan, perubahan konduksi miokardium, henti nafas, dan henti jantung.
Pada pasien yang menerima magnesium sulfat intravena, kadar magnesium serum dan
keseimbangan cairan harus diawasi ketat.5,9,10,23
Henti nafas dapat muncul pada pasien dengan miastenia gravis dan diterapi dengan
magnesium sulfat. Karena resiko ini, pasien dengan miastenia gravis harusnya tidak
menerima baik magnesium sulfat atau ß-adrenergik agonis sebagai obat tokolitik.9,10,18,23,25
D. Efek Terhadap Janin dan Neonatus
Sebagian besar, penggunaan terapi infus magnesium sulfat intravena hanya memiliki resiko
yang sedikit terhadap janin dan neonatus.23
Terapi tokolitik magnesium sulfat terbukti aman dan bermanfaat terhadap janin dan ibu.
Namun, perubahan tulang yang terlihat melalui rontgen terlihat pada neonatus dari pasien
yang menerima infus magnesium sulfat jangka panjang (lebih dari 1 minggu). Perubahan-
perubahan ini termasuk abnormalitas tulang secara radiografi seperti perubahan dari tulang
panjang, penipisan tulang parietal, dan mineralisasi tulang yang abnormal.23
Laporan kasus telah menyatakan bahwa beberapa obat, ketika digunakan dengan magnesium
sulfat, dapat mengakibatkan komplikasi. Penggunaan magnesium sulfat dengan gentamisin
dan aminoglikosida lain telah menyebabkan potensiasi kelemahan neuromuskuler, selain itu
magnesium yang ditambah nifedipin dapat menyebabkan efek hipotensif yang bermakna
karena potensiasi nifedipin terhadap aksi
Absorpsi secara oral tergantung dari keasaman lambung. Nifedipine dimetabolisme di hepar,
70-80% hasil metabolismenya dieksresikan ke ginjal dan sisanya melalui feses.5,26
B. Kontraindikasi dan Penggunaan Klinik
Dosis nifedipine untuk terapi pada persalinan prematur pada percobaan klinik bervariasi.
Dosis inisial 30mg per oral atau 30mg ditambah 20mg peroral dalam 90 menit atau 10mg
sublingual setiap 20 menit, dengan diikuti oleh 4 dosis tambahan sebanyak 20mg peroral
setiap 4-8 jam untuk terapi tokolitik. Sebagai dosis perawatan 10-20mg setiap 4-12 jam.26
Pemberian nifedipine dikontraindikasikan untuk penderita penyakit hati dan hipotensi. 5,9,-
11,21,26