Kelahiran Hanacaraka
Kelahiran Hanacaraka
Home CP Saya FAQ Anggota Forum Calendar Post Baru Cari Quick Links Log Out
Hello ad14n994,
Our records indicate that you have never posted to our site before! Why not make your first post today by saying hello to our community in our
Introductions forum.
Why not start with your first post today and become an active part of [DS] Forum now!
Penampakan dan dunia lain Dinginnnn, gelap dan ada yg bisa mupeng? Hebat.....
Reply
Kelahiran Ha-na-ca-ra-ka
gendutclub is a name Dalam manuskrip Serat Aji Saka ( Anonim ) dan kutipan Serat Aji Saka ( Kats 1939 ) misalnya diceritakan
known to all bahwa Sembada dan Dora ditinggalkan di Pulau Majeti oleh Aji Saka untuk menjaga keris pusaka dan
sejumlah perhiasan. Mereka dipesan agar tidak menyerahkan barang-barang itu kepada orang lain,
gendutclub is a name kecuali Aji Saka sendiri yang mengambilnya. Aji Saka tiba di Medangkamulan, lalu bertahta di negeri itu.
known to all Kemudian negari itu termasyhur sampai dimana-mana. Kabar kemasyhuran Medangkamulan terdengar
oleh Dora sehingga tanpa sepengatahuan Sembada ia pergi ke Medangkamulan. Di hadapan Aji Saka,
gendutclub is a name Dora melaporkan bahwa Sembada tidak mau ikut, Dora lalu dititahkan untuk menjemput Sembada. Jika
known to all Sembada tidak mau, keris dan perhiasan yang ditinggalkan agar dibawa ke Medangkamulan. Namun
Sembada bersikukuh menolak ajakan Dora dan memperhatankan barang-barang yang diamanatkan Aji
gendutclub is a name Saka.
known to all
Akibatnya, terjadilah perkelahian antara keduanya, oleh karena seimbang kesaktiannya meraka mati
gendutclub is a name bersama. Ketika mendapatkan kematian Sembada dan Dora dari Duga dan Prayoga yang diutus ke
known to all Majeti, Aji Saka menyadari atas kekhilafannya. Sehubungan dengan itu, ia menciptakan sastra dua puluh
yang dalam Manikmaya, Serat Aji Saka dan Serat Momana disebut sastra sarimbangan. Sastra
gendutclub is a name Sarimbangan itu terdiri atas empat warga yang masing-masing mencakupi lima sastra, yakni :
known to all 1. Ha-na-ca-ra-ka 2. Da-ta-sa-wa-la
known to all Sastra Sarimbangan itu, antara lain terdapat dalam manuskrip Serat Aji Saka, pupuh VII- Dhandhanggula
bait 26 dan 27 sebagai berikut :
gendutclub is a name
known to all Dora goroh ture werdineki Dora bohong ucapannya yakin
gendutclub is a name Sembada temen tuhu perentah Sembada jujur patuh perintah
known to all
Sun kabranang nepsu ture Ku emosi marah ucapannya
gendutclub is a name
Cidra si Dora iku Ingkar si Dora itu
known to all
Nulya Prabu Jaka angganggit Lalu Prabu Jaka Menganggit
Thanks: 56
Anggit pinurwa warna Anggit dibuat macam
Thanked 407 Times in 142 Posts
Sastra kalih puluh Sastra dua puluh
Wit sinungan sandhangan sawiji-wiji Mulai diberi harakat satu per satu
Teks diatas mirip teks yang terdapat dalam Manikmaya jilid II (Panambangan 1981 : 385) kemudian
untuk memberikan kesan yang menarik lagi bagi anak-anak yang sedang belajar aksara ha-na-ca-ra-ka,
dalam Lajang Hanatkaraka jilid I dan II ( Dharmabrata, 1948:10-11 : 1949:65-66 ) dihiasi dengan
gambar kisah Dora dan Sembada. Hiasan yang menggambarkan kisah kedua tokoh itu menandai lahirnya
ha-na-ca-ra-ka.
Tidak dapat dipungkiri bahwa legenda Aji Saka hingga beberapa generasi mengilhami dan bahkan
mengakar dalam alam pikiran masyarakat Jawa. Dikatakan oleh Suryadi ( 1995 : 74-75 ) bahwa mitologi
Aji Saka masih mengisi alam pikiran abstraksi generasi muda etnik Jawa yang kini berusia tiga puluh
tahun keatas. Fakta pemikiran tersebut menjadi bagian dari kerangka refleksi ketika mereka menjawab
perihal asal-usul huruf Jawa yang berjumlah dua puluh.
Selain Aji Saka sebagai tokoh fiktif, nama kerajaannya yakni Medangkulan masih merupakan misteri
karena secara historik sulit dibuktikan. Ketidakterikatan itu sering menimbulkan praduga dan persepsi
yang bermacam-macam. Misalnya praduga yang muncul dari Daldjoeni ( 1984 : 147-148 ) yang
kemudian diacu oleh Suryadi ( 1995 : 79 ) bahwa kerajaan Medangkamulan berlokasi di Blora, sezaman
dengan kerajaan Prabu Baka di ( sebelah selatan ) Prambanan, yakni sekitar abad IX. Berdasarkan
praduga itu, aksara Jawa ( ha-na-ca-ra-ka ) diciptakan pada sekitar abad tersebut.
Praduga Daldjoeni tentang lokasi Medangkamulan memang sesuai dengan keterangan dalam sebuah teks
lontar ( Brandes, 1889a : 382-383 ) bahwa Medangkamulan terletak di sebelah timur Demak, seperti
berikut :
Mangka wonten ratu saking bumi tulen, arane Prabu Kacihawas. Punika wiwitaning ratu tulen mangka
jumeneng ing lurah Medangkamulan, sawetaning Demak, sakiduling warung.
Demikianlah ada raja dari tanah tulen, namanya Prabu Kacihawas. Itulah permulaan raja tulen ketika
bertahta di lembah Medangkamulan, sebelah timur Demak sebelah selatan warung.
Akan tetapi , penanda tahun kelahiran ha-na-ca-ra-ka diatas berbeda dengan yang terdapat dalam Serat
Momana. Dalam Serat Momana disebutkan bahwa ha-na-ca-ra-ka diciptakan oleh Aji Saka yang bergelar
Prabu Girimurti pada tahun ( saka ) 1003 ( Subalidata 1994 : 3 ) atau tahun 1081 Masehi. Tahun 1003 itu
dekat dengan tahun bertahtanya Aji Saka di Medangkamulan, yakni tahun 1002 yang disebutkan dalam
The History of Java jilid II ( Raffles 1982 : 80 ) pada halaman yang sama dalam The History of Java itu
disebutkan pula bahwa Prabu Baka bertahta di Brambanan antara tahun 900 dan 902, yakni seratus
tahun sebelum Aji saka bertahta.
Sementara itu, dalam Manikmaya ( salinan Panambangan, 1981 : 295 ) disebutkan bahwa Aji Saka -
dengan sebutan Abu Saka mengembara ke tanah Arab. Di negeri itu ia bersahabat dengan Nabi
Muhammad ( yang hidup pada akhir abad VI - pertengahan abad VII ). Setelah pergi ke pulau Jawa,
dengan sebutan Aji Saka akbibat berselisih paham dengan Nabi Muhammad ( Graff 1989 : 9 ) ia
menciptakan aksara ha-na-ca-ra-ka. Penciptaan aksara itu diperkirakan pada sekitar abad VII ( sesuai
dengan masa kehidupan Nabi Muhammad ) karena di dalam teks tidak disebutkan secara eksplisit.
Warsito ( dalam Ciptoprawiro, 1991 : 46 ) dalam telaah Serat Sastra Gendhing berpendanpat bahwa syair
ha-na-ca-ra-ka diciptakan oleh Jnanbhadra atau Semar. Dengan demkian, saat kelahiran ha-na-ca-ra-ka
sulit ditentukan karena Semar merupakan tokoh fiktif dalam pewayangan.
Pendapat lain dikemukan oleh Hadi Soetrisno ( 1941 ). Dalam bukunya yang berjudul Serat Sastra
Hendra Prawata dikemukan bahwa aksara Jawa diciptakan oleh Sang Hyang Nur Cahya yang bertahta di
negeri Dewani, wilayah jajahan Arab yang juga menguasai tanah Jawa. Sang Hyang Nur Cahya adalah
putra Sang Hyang Sita atau Kanjeng Nabi Sis ( Hadi Soetrisno, 1941 : 6 ). Disamping aksara Jawa, Sang
Hyang Nur Cahya juga menciptakan aksara Latin, Arab, Cina dan aksara-aksara yang lain. Seluruh aksara
itu disebut Sastra Hendra Prawata ( Hadi Soetrisno, 1941 : 3 - 6 )
Di kemukakan pula bahwa berdasarkan bentuknya, aksara Jawa merupakan tiruan dari aksara Arab, mula-
mula aksara itu berupa goresan-goresan yang mendekati bentuk persegi atau lonjong, lalu makin lama
makin berkembang hingga terbentuklah aksara yang ada sekarang ( Hadi Soetrisno 1941 : 10 ). Lebih
lanjut dijelaskan bahwa Aji Saka yang dianggap sebagai pencipta aksara Jawa itu sebenarnya bukan
penciptanya, melainkan sebagai pembangun dan penyempurna aksara tersebut sehingga terciptalah
bentuk aksara dan susunan atau carakan ( ha-na-ca-ra-ka dan seterusnya ) seperti sekarang ini ( Hadi
Soetrisno, 1941 : 7 ). Terciptanya bentuk aksara dan carakan itu melibatkan kedua abdinya, Dora dan
Sembada yang menemui ajalnya secara tragis.
Selian yang telah diuraikan di atas, ada dugaan bahwa kisah tragis Dora dan Sembada dalam legenda Aji
Saka merupakan simbol perang saudara untuk memperebutkan tahta Majapahit. Perebutan ia
mengakibatkan hancurnya kedua belah pihak, menjadi bangkai dengan ungkapan ma-ga-ba-tha-nga.
Tentu saja kisah simbolik yang melahirkan aksara ha-na-ca-ra-ka itu muncul setelah hancurnya kerajaan
Majapahit, antara abad XVI dan XVII ( Atmodjo, 1994 : 26 )
Dugaan lain adalah bahwa peristiwa tragis yang menimpa Dora dan Sembada merupakan simbol gerakan
milenarianisme, yakni gerakan yang mengharapkan datangnya pembebasan atau ratu adil, dengan
ungkapan ha-na-ca-ra-ka ( Atmojo, 1994 : 26 ). Namun kapan datangnya pembebasan dan siapa yang
dimaksud dengan ratu adil, apakah Raden Patah yang berhasil naik tahta setelah Majapahit runtuh atau
Sutawijaya yang mampu menyelamatkan negeri ( Pajang ) dari rongrongan Arya Penangsang ataukah
tokoh lain, masih merupakan tanda tanya yang sulit untuk memperoleh jawaban secara ilmiah atau nalar.
Praduga-praduga di atas mencerminkan keragaman pendapat, keragaman itu sulit dapat timbul dari
persepsi yang berbeda-beda sehingga sulit untuk menentukan persamaan waktu atas kelahiran ha-na-ca-
ra-ka. Kesulitan itu dapat disebabkan oleh sifat legenda yang fiktif sehingga memungkinkan terjadinya
perbedaan antara sumber yang satu dan sumber yang lain, sesuai dengan kehendak pengarang atau
penulis masing-masing. Perbedaan praduga pertama ( Daldjoeni ) dengan praduga kedua ( dalam Serat
Momana ) dan praduga ketiga ( dalam The History of Java ) misalnya terletakpada selisih waktu dua
abad, sedangkan praduga kedua dengan praduga ketiga hanya mempunyai selisih satu tahun.
Perbedaaan ketiga praduga tersebut akan lebih beragam jika menyertakan perkiraan hidup Aji Saka
dalam Manikmaya, pendapat Warsito dan Hadi Soetrisno serta kisah-kisah simbolik di atas. Selain itu
masih terbuka kemungkinan yang dapat menimbulkan perbedaan yang berasal dari teks-teks lain yang
belum sempat diungkapkan di sini, termasuk misteri pencipta aksara tersebut.
Filsafat Ha-Na-Ca-Ra-Ka Paku Buwana IX
Filsafat ha-na-ca-ka-ra yang diungkapan Paku Buwana IX dikutip oleh Yasadipura sebagai bahan
sarasehan yang diselenggarakan Balai Kajian Sejarah dan Nilai Tradisional Yogyakarta pada tanggal, 13
Juli 1992. Judul makalah yang dibawakan Yasadipura adalah " Basa Jawi Hing Tembe Wingking Sarta
Haksara Jawi kang Mawa Tuntunan Panggalih Dalem Hingkang Sinuhun Paku Buwana IX Hing Karaton
Surakarta Hadiningrat ". Dalam makalah itu dikemukakan oleh Yasadipura ( 1992 : 9 - 10 ) bahwa Paku
Buwana IX memberikan ajaran ( filsafat hidup ) berdasarkan aksara ha-na-ca-ra-ka dan seterusnya, yang
dimulai dengan tembang kinanthi, sebagai berikut.
Ha-Na-Ca-Ra-Ka berarti ada " utusan " yakni utusan hidup, berupa nafas yang berkewajiban menyatukan
jiwa dengan jasat manusia. Maksudnya ada yang mempercayakan, ada yang dipercaya dan ada yang
dipercaya untuk bekerja. Ketiga unsur itu adalah Tuhan, manusia dan kewajiban manusia ( sebagai
ciptaan )
Da-Ta-Sa-Wa-La berarti manusia setelah diciptakan sampai dengan data " saatnya ( dipanggil ) " tidak
boleh sawala " mengelak " manusia ( dengan segala atributnya ) harus bersedia melaksanakan,
menerima dan menjalankan kehendak Tuhan
Pa-Dha-Ja-Ya-Nya berarti menyatunya zat pemberi hidup ( Khalik ) dengan yang diberi hidup ( makhluk ).
Maksdunya padha " sama " atau sesuai, jumbuh, cocok " tunggal batin yang tercermin dalam perbuatan
berdasarkan keluhuran dan keutamaan. Jaya itu " menang, unggul " sungguh-sungguh dan bukan
menang-menangan " sekedar menang " atau menang tidak sportif.
Ma-Ga-Ba-Tha-Nga berarti menerima segala yang diperintahkan dan yang dilarang oleh Tuhan Yang Maha
Kuasa. Maksudnya manusia harus pasrah, sumarah pada garis kodrat, meskipun manusia diberi hak
untuk mewiradat, berusaha untuk menanggulanginya.
Reply
« Previous Thread | Next Thread »
Posting Rules
vB code is On
Smilies are On
[IMG] code is On Forum Jump
HTML code is Off Penampakan dan dunia lain Go
Similar Threads
Dokter Hukum [homo-hunter] Tanya Jawab/Usulan [DS] okay! 133 Hari ini 10:48 AM
# perhitungan jawa untuk perkawinan # w0ng_ciLik Penampakan dan dunia lain 5 02-01-2008 01:10 PM
Istri Hamil Tua, Suami Curi HP Buat Kelahiran blues-sky Debate 5 04-09-2007 04:54 PM
..... tanggal kelahiran kamu .... cewmatre Humor Jorok (Hujok) 30 31-03-2007 06:44 AM
<ask> kelahiran saat gerhana matahari KIYODAI Penampakan dan dunia lain 1 17-03-2007 02:35 AM
Semua jam GMT +7. Jam menunjukkan 05:50 PM. Tandain Forum Telah Dibaca | Lihat Pimpinan [DS] Forum | Log Out ad14n994
The contents of this webpage are copyright © [DuniaSex]. All Rights Reserved.