Begitu pula Imam Abu Hanifah (wafat 150 H), Imam Ahmad (wafat 241 H),
dan para Imam Ahlussunnah lainnya, semoga Allah merahmati mereka
semua.
=====
Inilah fakta sejarah yang tidak mungkin dipungkiri oleh siapapun yang jujur
dan objektif.
“Allah yang Maha Pengasih itu berada di atas Arsy” (QS. Thaha: 5).
Maka, Allah itu di atas Arsy sebagaimana yang Dia kabarkan sendiri, tanpa
perlu mempersoalkan bagaimananya.
“Tidak ada sesuatu pun yang sama dengan-Nya, Dia Maha Mendengar lagi
Maha Melihat” (QS. Asy-Syuro: 11) [lihat: Manaqibusy Syafi’i lil Baihaqi
1/397-398].
Contoh mudahnya: kita tahu ada kurma di surga dan kita juga tahu bahwa
nikmat di surga tidak sama dengan nikmat di dunia. Bolehkah kita
mempersoalkan ‘bagaimana’ hakikat kurma itu? Lalu setelah itu, kita
mentakwilnya atau menafikannya? Tentu tidak boleh.
Kita akan tetap mengatakan, bahwa ada kurma di surga, walaupun kita tidak
tahu bagaimana detilnya, tapi yang jelas kurma itu jauh lebih baik dan lebih
enak dari kurma yang ada di dunia.
Seperti inilah para ulama salaf memahami semua kabar gaib, baik tentang
Allah jalla wa’ala, malaikat, alam kubur, timbangan amal, shirat, surga,
neraka, dan hal-hal gaib lainnya, karena mereka-reka hal itu tanpa sumber
yang maksum akan menjatuhkan seseorang pada kesalahan.
ِ ْن َعلَى ْال َعر9ُ العرش قد كفر ألن هللا تعالى يقول {الرَّ حْ َم9 هللا على9 لم يقر أن9من
ش اسْ َت َو ى} وعرشه فوق سبع
سموات
“Orang yang tidak mengikrarkan bahwa Allah di atas Arsy, maka dia telah
kufur, karena Allah ta’ala berfirman (yang artinya): ‘Allah yang maha
pengasih itu berada di atas Arsy’ (Qs. Thaha: 5), dan Arsy-Nya itu berada di
atas langit yang tujuh” [Lihat: Kitabul ‘Arsy lidz Dzahabi 2/178].
9استوى العرش9 على9 الرحمن9 العرش وقد قال تعالى9 هللا على9أنكرتم أن يكون
“Mengapa kalian mengingkari bahwa Allah berada di atas Arsy? Padahal Dia
sendiri telah mengatakan: ‘Allah yang maha pengasih itu berada di atas
Arsy’ (Qs. Thaha: 5)” [lihat: Arradd alaz Zanadiqah, hal 287].
9 العرش وال يخلو من علم هللا مكان9 على العرش وقد أحاط علمه بما دون9وهو
الحقيقة9 القرآن والسنة واإليمان بها وحملها على9 اإلقرار بالصفات الواردة كلها في9 على9أهل السنة مجموعون
فيه صفة محصورة وأما أهل البدع والجهمية9 ذلك وال يحدون9 شيئا من9ال على المجاز إال أنهم ال يكيفون
أقر بها مشبه وهم9 أن من9 الحقيقة ويزعمون9والمعتزلة كلها والخوارج فكلهم ينكرها وال يحمل شيئا منها على
للمعبود والحق فيما قاله القائلون بما نطق به كتاب هللا وسنة رسوله وهم أئمة الجماعة9عند من أثبتها نافون
والحمد هلل
Mereka memaknai sifat-sifat itu dengan makna hakiki, bukan dengan makna
majazi, dan mereka tidak mem-bagaimana-kan satupun dari sifat-sifat itu.
Mereka juga tidak membatasi Allah dengan sifat yang terbatas.
Adapun para ahli bid’ah, Jahmiyah, Mu’tazilah, dan Khawarij: mereka semua
mengingkari sifat-sifat itu, mereka tidak memaknainya dengan makna hakiki,
bahkan beranggapan bahwa orang yang mengikrarkan sifat-sifat itu sebagai
‘musyabbih’ (orang yang menyerupakan Allah dengan makhluk). Sebaliknya,
mereka di mata orang-orang yang menetapkan sifat-sifat itu adalah orang-
orang yang meniadakan sesembahannya.
Dan kebenaran ada di pihak mereka yang mengatakan dengan apa yang
dikatakan oleh Kitabullah dan Sunnah Rasul-Nya, merekalah para imam
(ahlussunnah wal) jama’ah, walhamdulillah”. [Lihat: Attamhid libni Abdil Barr
7/145].
Jadi, jika Anda merasa asing di zaman akhir ini, karena berpegang teguh
dengan akidah ini, maka tidak perlu bersedih, karena sebenarnya Anda telah
bersama seluruh ulama ahlussunnah wal jama’ah di zaman awal Islam.
==================================