Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Mana yang lebih mudah/lebih bagus/lebih betul antara SPP Panjar dengan SPP Defenitif ?
Menurut kami pertanyaan yang tepat adalah Kapan digunakan SPP Panjar dan kapan saatnya digunakan SPP Defenitif.
Kami sampaikan demikian karena kedua SPP ini sama-sama betul, sama-sama bagus tergantung kondisi saat SPP itu
dibuat, tapi kalau urusan mudah atau tidaknya tergantung kasusnya (situasional).
Tinjauan Regulasi
Pasal 26
1) Pengeluaran desa yang mengakibatkan beban APBDesa tidak dapat dilakukan sebelum rancangan peraturan
desa tentang APBDesa ditetapkan menjadi peraturan desa.
2) Pengeluaran desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak termasuk untuk belanja pegawai yang bersifat
mengikat dan operasional perkantoran yang ditetapkan dalam peraturan kepala desa.
3) Penggunaan biaya tak terduga terlebih dulu harus dibuat Rincian Anggaran Biaya yang telah disahkan oleh
Kepala Desa.
Tinjauan
Pasal 26 ayat 1
Belanja baru boleh dilaksanakan setelah Rancangan APBDesa disahkan, dalam hal ini harus berupa Peraturan Desa
tetang APBDesa.
Pasal 26 ayat 2
Sebagai pengecualian dari ayat 1 diatas, maka untuk belanja pegawai yang bersifat mengikat dan operasional
perkantoran yang ditetapkan dalam peraturan kepala desa dapat dibayarkan walaupun Rancangan APBdes belum
disahkan.
Kondisi-kondisi :
1) Hal ini dilakukan jika APBDes tahun bersangkutan belum juga di sahkan, namun belanja pegawai dan belanja
operasional tersebut sudah harus dibayarkan.
2) Belanja pegawai dan belanja operasional tersebut dibayarkan berdasarkan rancangan APBDes.
3) Dalam siskeudes proses pencairan dana sebelum APBDes disahkan ini diakomodir melalui SPP yang diajukan
berdasarkan Posting Usulan APBDes. Artinya setelah rancangan APBDes dibuat dalam Siskeudes, walaupun
belum disahkan oleh BPD, SPP tetap dapat dibuat dengan cara terlebih dahulu melakukan posting di tahap
Usulan APBDes (Kode 1)
Pasal 28
1) Berdasarkan rencana anggaran biaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1) pelaksana kegiatan
mengajukan Surat Permintaan Pembayaran (SPP) kepada Kepala Desa.
2) Surat Permintaan Pembayaran (SPP) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak boleh dilakukan sebelum
barang dan atau jasa diterima.
Tinjauan
Pasal 28 ayat 1
SPP harus dibuat berdasarkan Bidang, Kegiatan, Rekening, dan Besaran anggaran yang telah disahkan dalam
APBDes. Artinya desa dilarang melakukan belanja yang tidak dianggarkan atau kurang tersedia anggarannya dalam
APBDes.
Pasal 28 ayat 2
Dalam pasal ini dinyatakan bahwa hanya ada satu jenis SPP yaitu SPP baru boleh dibuat jika desa sudah menerima
barang atau jasa terkait dengan SPP tersebut, jika belum diterima barang dan jasanya maka belum boleh dibuatkan
SPP nya, dengan demikian pasal 28 ayat 2 ini hanya mengenal SPP Defenitif.
Kondisi :
1) Kalau SPP baru dibuat setelah barang dan jasa diterima oleh desa berarti telah terjadi pembelian dengan cara
berhutang.
2) Kalau berhutang, desa seharusnya melakukan kesepakatan kerjasama dengan penyedia, seharusnya ada
berita acara kerjasama tersebut, bahwa penyedia barang atau jasa bersedia menalangi/memberikan barang
dan jasa tersebut dan akan menerima pembayaran setelah dilakukan proses pencairan SPP.
3) Tidak semua desa bisa menemukan penyedia barang/jasa jang bisa diambil barang/jasanya dengan cara
berhutang
4) Jika tidak ada penyedia yang bersedia memberikan barang atau jasa nya terlebih dahulu atau memberi hutang,
maka SPP defenitif seperti yang ada di pasal 28 ayat 2 ini tidak akan pernah bisa di realisasikan, sebab desa
dilarang membuat SPP sebelum barang atau jasa diterima. Jika tidak ada SPP berarti tidak ada uang yang bisa
dibayarkan.
5) Jika desa melakukan penarikan uang dari rekening Bank untuk membeli barang dan kemudian baru di buatkan
SPP nya, bertentangan dengan pasal 28 ayat 2 karena, jangankan untuk membayar, untuk membuat Surat
Permintaan Pembayaran (SPP) pun disyaratkan bahwa barang atau jasanya diterima terlebih dahulu.
6) Terdapat suatu kondisi yang menyebabkan pengunggan SPP Defenitif tersebut tidak dapat diterapkan di semua
desa.
7) Agar ketidaksempurnaan aturan ini tidak menjadi hambatan seharusnya diambil sebuah kebijakan (diskresi),
BPKP menginisiasi melalui Aplikasi Siskeudes dengan menambahkan satu metode lagi dalam proses
pencairan anggaran belanja desa, yaitu dengan metode panjar. Solusi BPKP ini disetujui oleh Kemendagri
selaku pembuat Permendagri No. 113/2014 ini. Hal ini bisa dibuktikan dengan adanya MOU antara Kemendagri
dan BPKP untuk mengimplementasikan Siskeudes, dimana dalam siskeudes ditambahkan sebuah metode
pencairan dana yaitu SPP panjar yang tidak ada diatur dalam Permendargi No. 113/2014 tsb.
8) Dengan demikian apakah SPP panjar boleh digunakan ? Silahkan simpulkan sendiri, namun sebagai pelaksana
dari pihak kabupaten, sesuai dengan instruksi Kemendagri, Provinsi, dan bahkan ada rekomendasi dari KPK
untuk menggunakan Siskeudes, maka kami meyakini prosedur yang ada di siskeudes adalah prosedur yang
legal dan bisa dipertanggungjawabakan.
Pasal 29
Pengajuan SPP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1) terdiri atas:
1) Surat Permintaan Pembayaran (SPP);
2) Pernyataan tanggungjawab belanja; dan
3) Lampiran bukti transaksi
Tinjauan pasal 29 point c.
Dalam mengajukan SPP defenitif harus dilampirkan bukti transaksi. Artinya pada saat spp dibuat berarti sudah ada SPJ
nya berupa kwitansi dan bukti-bukti lainnya, dengan kata lain belanjanya sudah dilaksanakan atau sudah defenitif.
Kondisi :
1) Saat membuat SPP langsung diinputkan kwitansi atau rincian belanjanya berdasarkan kwitansi yang telah
diperoleh atas belanja.
2) Jika belum ada kwitansi maka rincian belanja nya dimintakan dulu untuk proses pembuatan SPP defenitif dan
kwitansi dihasilkan hasil printout siskeudes, namun dalam siskeudes permasalahan justru sering timbul karena
praktek seperti ini. Setelah SPP defenitif dibuat berdasarkan rincian belanja yang sekiranya akan dilaksanakan,
ternyata setelah benar-benar dilakukan belanja terjadi perubahan atas spj nya.
SPP DEFENITIF.
Pada saat SPP defenitif dibuat, dalam menu siskeudes sudah harus langsung diisikan rincian belanjanya atau bukti
belanja (kwitansi). Inilah artinya defenitif, yaitu SPP atas belanja yang benar-benar telah terjadi (defenitif) dan dibuktikan
dengan Kwitansi belanja dan bukti pendukung lainnya.
SPP PANJAR.
Pada saat SPP panjar dibuat dalam menu siskeudes hanya diisikan sampai rekening belanja, pada spp panjar ini rincian
belanja tidak langsung di isikan. Berbeda dengan SPP defenitif, SPP panjar dilaksanakan dalam 2 tahapan. Yaitu tahap
SPP dan Tahap SPJ
1) Setelah diterima dan dibelanjakan, uang panjar yang diterima oleh TPK atau PTPKD harus
dipertanggungjawabkan paling lambat 7 hari sejak pencairan.
2) TPK atau PTPKD menyerahkan SPJ berupa Kwitansi belanja dan bukti transaksi lainnya yang telah diverifikasi
oleh Sekdes kepada Bendahara.
3) Berdasarkan SPJ tersebut Bendahara menginput ke siskeudes pada menu Penatausahaan – SPJ kegiatan.
4) Jika ada belanja yang harus dikenakan pajak, maka langsung diinput pemotongan panjaknya
5) Jika SPJ yang disampaikan lebih kecil dari nilai panjar yang diberikan, maka TPK atau PTPKD harus
mengembalikan panjar tersebut kepada bendahara.
6) Bendahara melakukan pembukuan pengembalian panjar, suapaya sisa panjar tersebut kembali masuk menjadi
kas tunai dan dapat dimintakan melalui SPP berikutnya.
7) Setelah SPJ dibukukan dan sisa panjar kalau ada telah dibukukan maka selesai proses administrasi atas
belanja kegiatan tersebut melalui metode panjar.
FAQ :
1. Q : Bagaimana cara membuat SPP atas belanja yang telah dilkukan sementara pada saat itu APBDes belum di
sahkan ?
A : Belanja belum boleh dilakukan sebelum anggaran tersedia, Jika yang dimaksud adalah belanja siltap dan op kantor
maka sebaiknya dilakukan posting tahap usulan APBDes sehingga SPP nya bisa dibuatkan. Jika tidak melalui posting
Usulan maka SPP harus dibuat dengan tanggal minimal sama atau diatas tanggal posting APBDes awal tahun.
5. Q : Kenapa waktu mengisi rincian pada SPP tidak menampilkan pilihan kegiatan atau rekening belanja terkait SPP
tersebut ?
A : Ada beberapa kemungkinan :
Kemungkinan Pertama Anggarannya belum diposting,
Kemungkinan Kedua Anggarannya sudah diposting tapi tanggal psotingnya salah,
Kemungkinan ketiga Anggaran sudah diposting tapi tidak sesuai tahapan, contoh SPP untuk kegiatan
pembangunan, ternyata posting APBDes masih di tahap 1 atau tahap usulan, bukan di tahap APBDes awal atau
tahap 2.
Kemungkinan keempat Tanggal SPP dibuat dibawah tanggal posting. Seharusnya tanggal SPP adalah setelah
tanggal Posting.
7. Q : Apakah jika sudah ada kwitansi manual dari toko masih perlu dicetak kwitansi output dari siskeudes ?
A : Menurut saya kwitansi tersebut cukup satu saja. Jika sudah ada yang dari toko mengapa harus cetak lagi yang dari
siskeudes. Yang perlu diperhatikan adalah bahwa dalam kwitansi tersebut telah memuat unsur-unsur sebuah kwitansi
seperti antara lain Nilai kwitansi, Siapa yang membayar, Siapa Penerima, Untuk Apa, dan kapan kejadiannya. Jadi
terserah mau menggunakan yang manual atau yang ada di siskeudes.
9. Q : Kenapa ketika dibuat SPP keluar pesan error kalau dana RAB tidak mencukupi padahal kalau ditotal SPP yang
telah dibuat harusnya masih ada sisa yang cukup. Anehnya pada laporan realisasi kegiatan dimaksud koq ada kwitansi
kwitansi yang muncul, sementara kwitansi tersebut tidak ada dalam SPP ?
A : Itu karena sebelumnya pernah dibuat SPP panjar dan telah di SPJ kan dengan memasukan kwitansi-kwitansi yang
seperti terlihat dalam laporan yang disebutkan tadi, kemudian SPP nya dihapus tanpa terlebih dahulu menghapus SPJ
atau kwitansi-kwitansi tersebut. Ini salah satu kelemahan siskeudes, kemungkinan di databasenya ( Relationship antara
tabel SPP dan SPJ ) sehingga SPP bisa dihapus tanpa terlebih dahulu mengahapus SPJ nya. Masalah ini bukan saja
ngefek sama kwitansinya tapi juga pada sisa panjar kalau saat spp tsb pernah dibuatkan sisa panjarnya.
2. Kalau Datanya belum terlalu banyak, lakukan saja pengsongan data penatausahaan, silahkan hubungi admin
kabupaten untuk melakukannya.
3. Kalau datanya sudah banyak dan sangak repot sekali jika mengulang lagi input data penatausahaan, maka coba
hubungi BPKP setempat mana tau ada solusinya, karena kesalahan tersebut sudah tidak bisa lagi diperbaiki dari
Aplikasi Siskeudes.
4. Atau opsi terakhir (sebaiknya jangan banyak yg melakukan ini) kirimkan database nya ke saya untuk dicoba
memperbaiki dalam bentuk terkompres (RAR), kalau tidak bisa dikirim setelah di compress pakai rar, Karena email
client nya rewel, maka dapat dikirim dengan cara :
Klik kanan di Database yang akan dikirim
Pilih Add to Archive
Ganti nama file pada kolom archive name dari .rar menjadi .ras contoh DataAPBDes2017.ras
Klik OK
File DataAPBDes2017.ras ini yang di emailkan ke saya pada alamat : oedean78@gmail.com
Kesimpulan :
Jika dilihat mayoritas pengelolaan keuangan desa berdasarkan kondisinya khusunya ditempat kami maka SPP
yang paling sering digunakan, kecuali untuk Siltap.
SPP defenitif memang lebih mudah dari pada SPP panjar jika pada saat SPP dibuat memang sudah ada
kwitansi belanja yang defenitif dan tidak akan dirubah lagi, tapi jika rincian belanja yang dibuat adalah masih
rencana, atau rekaan, atau blm merupakan kejadian transaksi belanja yang sebenarnya, maka SPP defenitif
bisa jauh lebih menyulitkan daripada SPP panjar. Karena kwitansi belanja yang sebenarnya berbeda dengan
yang dinput dalam SPP maka tentunya SPP tersebut harus diubah. Kemungkinan masalah :
Harus menghapus Pencairan SPP terlebih dahulu
Pajak yang terlanjur dipotong dan disetor kemudian terjadi perbuhan akan menyebabkan tidak seimbangnya
pembukuan
Tidak sama atau sinkronnya antara SPP dan Rinciannya, dan atau Tidak sama antara Nilai SPP dengan Nilai
Pencairan (salah satu kelemahan siskeudes) sehingga laporan pembukuan akan kacau.
Posted by Syafrudin KenOn at 12:23
Email ThisBlogThis!Share to TwitterShare to FacebookShare to Pinterest
Labels: Tutorial Siskeudes