Disusun oleh :
Ulfah Yunita Putri
5.19.093
SEMARANG
2019
LAPORAN PENDAHULUAN
HIPERBILIRUBINEMIA
2. Epidemiologi
a. Biasa ditemukan pada bayi baru lahir sampai minggu I
b. Kejadian ikterus : 60 % bayi cukup bulan & 80 % pada bayi kurang bulan.
c. Perhatian utama : ikterus pada 24 jam pertama & bila kadar bilirubin >
5mg/dl dalam 24 jam.
d. Keadaan yang menunjukkan ikterus patologik :
Proses hemolisis darah
Infeksi berat
3. Klasifikasi Hiperbilirubin
a. Ikterus prehepatik
Disebabkan oleh produksi bilirubin yang berlebihan akibat hemolisis sel darah
merah. Kemampuan hati untuk melaksanakan konjugasi terbatas terutama pada
disfungsi hati sehingga menyebabkan kenaikan bilirubin yang tidak terkonjugasi.
b. Ikterus hepatik
Disebabkan karena adanya kerusakan sel parenkim hati. Akibat kerusakan hati
maka terjadi gangguan bilirubin tidak terkonjugasi masuk ke dalam hati serta
gangguan akibat konjugasi bilirubin yang tidak sempurna dikeluarkan ke dalam
doktus hepatikus karena terjadi retensi dan regurgitasi.
c. Ikterus kolestatik
Disebabkan oleh bendungan dalam saluran empedu sehingga empedu dan
bilirubin terkonjugasi tidak dapat dialirkan ke dalam usus halus. Akibatnya adalah
peningkatan bilirubin terkonjugasi dalam serum dan bilirubin dalam urin, tetapi tidak
didaptkan urobilirubin dalam tinja dan urin.
d. Ikterus neonatus fisiologi
Terjadi pada 2-4 hari setelah bayi baru lahir dan akan sembuh pada hari ke-7.
penyebabnya organ hati yang belum matang dalam memproses bilirubin.
e. Ikterus neonatus patologis
Terjadi karena factor penyakit atau infeksi. Biasanya disertai suhu badan yang
tinggi dan berat badan tidak bertambah.
f. Kern Ikterus
Adalah suatu kerusakan otak akibat perlengketan Bilirubin Indirek pada otak
terutama pada Korpus Striatum, Talamus, Nukleus Subtalamus, Hipokampus,
Nukleus merah , dan Nukleus pada dasar Ventrikulus IV.
4. Etiologi
a. Peningkatan produksi :
Hemolisis, misal pada Inkompatibilitas yang terjadi bila terdapat ketidaksesuaian
golongan darah dan anak pada penggolongan Rhesus dan ABO.
Pendarahan tertutup misalnya pada trauma kelahiran.
Ikatan Bilirubin dengan protein terganggu seperti gangguan metabolic yang
terdapat pada bayi Hipoksia atau Asidosis .
Defisiensi G6PD ( Glukosa 6 Phospat Dehidrogenase ).
Ikterus ASI yang disebabkan oleh dikeluarkannya pregnan 3 (alfa), 20 (beta) , diol
(steroid).
Kurangnya Enzim Glukoronil Transeferase , sehingga kadar Bilirubin Indirek
meningkat misalnya pada berat badan lahir rendah.
Kelainan kongenital (Rotor Sindrome) dan Dubin Hiperbilirubinemia.
b. Gangguan transportasi akibat penurunan kapasitas pengangkutan misalnya pada
Hipoalbuminemia atau karena pengaruh obat-obat tertentu misalnya Sulfadiasine.
c. Gangguan fungsi hati yang disebabkan oleh beberapa mikroorganisme atau toksin
yang dapat langsung merusak sel hati dan darah merah seperti infeksi,
Toksoplasmosis, Siphilis.
d. Gangguan ekskresi yang terjadi intra atau ekstra Hepatik.
e. Peningkatan sirkulasi Enterohepatik misalnya pada Ileus Obstruktif
6. Fatofisiologi
Peningkatan kadar bilirubin tubuh dapat terjadi pada beberapa
keadaan. Kejadian yang sering ditemukan adalah apabila terdapat
penambahan beban bilirubin pada sel hepar yang berlebihan. Hal ini dapat
ditemukan bila terdapat peningkatan penghancuran eritrosit, polisitemia.
Gangguan pemecahan bilirubin plasma juga dapat menimbulkan
peningkatan kadar bilirubin tubuh. Hal ini dapat terjadi apabila kadar protein
Y dan Z berkurang, atau pada bayi hipoksia, asidosis. Keadaan lain yang
memperlihatkan peningkatan kadar bilirubin adalah apabila ditemukan
gangguan konjugasi hepar atau neonatus yang mengalami gangguan ekskresi
misalnya sumbatan saluran empedu.
Pada derajat tertentu bilirubin ini akan bersifat toksik dan merusak
jaringan tubuh. Toksisitas terutama ditemukan pada bilirubin indirek yang
bersifat sukar larut dalam air tapi mudah larut dalam lemak. Sifat ini
memungkinkan terjadinya efek patologis pada sel otak apabila bilirubin tadi
dapat menembus sawar darah otak.
Kelainan yang terjadi pada otak disebut kern ikterus. Pada umumnya dianggap
bahwa kelainan pada saraf pusa tersebut mungkin akan timbul apabila kadar bilirubin
indirek lebih dari 20 mg/dl. Mudah tidaknya kadar bilirubin melewati sawar darah otak
ternyata tidak hanya tergantung pada keadaan neonatus.
Bilirubin Indirek akan mudah melalui sawar otak apabila bayi terdapat keadaan berat
badan lahir rendah (BBLR), hipoksia dan hipoglikemia. (Markum, 2010)
Secara skematis, patofisiologi hiperbilirubin dapat digambarkan pada pathway
sebagai berikut :
Hemoglobin
Globin Hema
Bilivirdin Feco
Indikasi Fototerapi
8. Penatalaksanaan
Tindakan umum meliputi :
1) Memeriksa golongan darah ibu (Rh, ABO) pada waktu hamil, mencegah truma
lahir, pemberian obat pada ibu hamil atau bayi baru lahir yang dapat menimbulkan
ikhterus, infeksi dan dehidrasi.
2) Pemberian makanan dini dengan jumlah cairan dan kalori yang sesuai dengan
kebutuhan bayi baru lahir.
3) Imunisasi yang cukup baik di tempat bayi dirawat.
Berdasarkan pada penyebabnya, maka manejemen bayi dengan hiperbilirubinemia
diarahkan untuk mencegah anemia dan membatasi efek dari hiperbilirubinemia.
Pengobatan mempunyai tujuan :
1) Menghilangkan Anemia
2) Menghilangkan Antibodi Maternal dan Eritrosit Tersensitisasi
3) Meningkatkan Badan Serum Albumin
4) Menurunkan Serum Bilirubin
Metode therapi pada Hiperbilirubinemia meliputi : Fototerapi, Transfusi
Pengganti, Infus Albumin dan Therapi Obat.
a. Fototherapi
Fototherapi dapat digunakan sendiri atau dikombinasi dengan Transfusi
Pengganti untuk menurunkan Bilirubin. Memaparkan neonatus pada cahaya dengan
intensitas yang tinggi akan menurunkan Bilirubin dalam kulit. Fototherapi
menurunkan kadar Bilirubin dengan cara memfasilitasi eksresi Biliar Bilirubin tak
terkonjugasi. Hal ini terjadi jika cahaya yang diabsorsi jaringan mengubah Bilirubin
tak terkonjugasi menjadi dua isomer yang disebut Fotobilirubin. Fotobilirubin
bergerak dari jaringan ke pembuluh darah melalui mekanisme difusi. Di dalam darah
Fotobilirubin berikatan dengan Albumin dan dikirim ke Hati. Fotobilirubin kemudian
bergerak ke Empedu dan diekskresi ke dalam Deodenum untuk dibuang bersama
feses tanpa proses konjugasi oleh Hati (Avery dan Taeusch, 1984).
Fototherapi mempunyai peranan dalam pencegahan peningkatan kadar Bilirubin,
tetapi tidak dapat mengubah penyebab kekuningan dan hemolisis dapat
menyebabkan Anemia.
Secara umum Fototherapi harus diberikan pada kadar Bilirubin Indirek 4 -5 mg /
dl. Neonatus yang sakit dengan berat badan kurang dari 1000 gram harus di
Fototherapi dengan konsentrasi Bilirubun 5 mg / dl. Beberapa ilmuan mengarahkan
untuk memberikan Fototherapi Propilaksis pada 24 jam pertama pada bayi resiko
tinggi dan Berat Badan Lahir Rendah.
b. Tranfusi Pengganti / Tukar
Transfusi Pengganti atau Imediat diindikasikan adanya faktor-faktor :
1) Titer anti Rh lebih dari 1 : 16 pada ibu.
2) Penyakit Hemolisis berat pada bayi baru lahir.
3) Penyakit Hemolisis pada bayi saat lahir perdarahan atau 24 jam pertama.
4) Tes Coombs Positif.
5) Kadar Bilirubin Direk lebih besar 3,5 mg / dl pada minggu pertama.
6) Serum Bilirubin Indirek lebih dari 20 mg / dl pada 48 jam pertama.
7) Hemoglobin kurang dari 12 gr / dl.
8) Bayi dengan Hidrops saat lahir.
9) Bayi pada resiko terjadi Kern Ikterus.
9. Komplikasi
a. Retardasi mental : kerusakan neurologist
b. Gangguan pendengaran dan penglihatan
c. Kematian.
d. Kernikterus.
B. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Identitas
Biasa ditemukan pada bayi baru lahir sampai minggu I, Kejadian ikterus : 60 %
bayi cukup bulan & 80 % pada bayi kurang bulan. Perhatian utama : ikterus pada 24
jam pertama & bila kadar bilirubin > 5mg/dl dalam 24 jam.
b. Riwayat Kesehatan
1) Riwayat Kehamilan
Kurangnya antenatal care yang baik. Penggunaan obat – obat yang meningkatkan
ikterus ex: salisilat sulkaturosic oxitosin yang dapat mempercepat proses
konjungasi sebelum ibu partus.
2) Riwayat Persalinan
Persalinan dilakukan oleh dukun, bidan, dokter. Atau data obyektif : lahir
prematur/kurang bulan, riwayat trauma persalinan, hipoksia dan asfiksia.
3) Riwayat Post natal
Adanya kelainan darah, kadar bilirubin meningkat kulit bayi tampak kuning.
4) Riwayat Kesehatan Keluarga
Seperti ketidak cocokan darah ibu dan anak polisitemia, gangguan saluran cerna
dan hati ( hepatitis )
5) Riwayat Pikososial
Kurangnya kasih sayang karena perpisahan, perubahan peran orang tua
6) Pengetahuan Keluarga
Penyebab perawatan pengobatan dan pemahan ortu terhadap bayi yang ikterus.
c. Pemeriksaan fisik dan pengkajian fungsional
1) Aktivitas / Istirahat
Letargi, malas.
2) Sirkulasi
Mungkin pucat menandakan anemia.
3) Eliminasi
Bising usus hipoaktif.
Pasase mekonium mungkin lambat.
Feses mungkin lunak/coklat kehijauan selama pengeluaran bilirubin.
Urin gelap pekat; hitam kecoklatan (sindrom bayi bronze)
4) Makanan / Cairan
Riwayat perlambatan / makan oral buruk, mungkin lebih disusui daripada
menyusu botol. Pada umumnya bayi malas minum ( reflek menghisap dan
menelan lemah, sehingga BB bayi mengalami penurunan). Palpasi abdomen
dapat menunjukkan pembesaran limfa, hepar.
5) Neuro sensori
Sefalohematoma besar mungkin terlihat pada satu atau kedua tulang parietal
yang berhubungan dengan trauma kelahiran / kelahiran ekstraksi vakum.
Edema umum, hepatosplenomegali, atau hidrops fetalis mungkin ada dengan
inkompatibilitas Rh berat.
Kehilangan refleks Moro mungkin terlihat opistotonus dengan kekakuan
lengkung punggung, fontanel menonjol, menangis lirih, aktivitas kejang
(tahap krisis).
6) Pernafasan
Riwayat asfiksia
7) Keamanan
Riwayat positif infeksi / sepsis neonatus
Dapat mengalami ekimosis berlebihan, ptekie, perdarahan intracranial.
Dapat tampak ikterik pada awalnya pada daerah wajah dan berlanjut pada
bagian distal tubuh; kulit hitam kecoklatan (sindrom bayi Bronze) sebagai
efek samping fototerapi.
8) Seksualitas
Mungkin praterm, bayi kecil untuk usia gestasi (SGA), bayi dengan retardasi
pertumbuhan intrauterus (LGA), seperti bayi dengan ibu diabetes.
Trauma kelahiran dapat terjadi berkenaan dengan stress dingin, asfiksia,
hipoksia, asidosis, hipoglikemia.
Terjadi lebih sering pada bayi pria dibandingkan perempuan.
9) Penyuluhan / Pembelajaran
Dapat mengalami hipotiroidisme congenital, atresia bilier, fibrosis kistik.
Faktor keluarga : missal riwayat hiperbilirubinemia pada kehamilan
sebelumnya, penyakit hepar, fibrosis kristik, kesalahan metabolisme saat lahir
(galaktosemia), diskrasias darah (sferositosis, defisiensi gukosa-6-fosfat
dehidrogenase.
Faktor ibu, seperti diabetes ; mencerna obat-obatan (missal, salisilat,
sulfonamide oral pada kehamilan akhir atau nitrofurantoin (Furadantin),
inkompatibilitas Rh/ABO, penyakit infeksi (misal, rubella, sitomegalovirus,
sifilis, toksoplamosis).
Faktor penunjang intrapartum, seperti persalinan praterm, kelahiran dengan
ekstrasi vakum, induksi oksitosin, perlambatan pengkleman tali pusat, atau
trauma kelahiran.
a. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan intake tidak adekuat dan
kemapuan menghisap turun
Kriteria hasil :
1) Menerima nutrisi yang adekuat untuk pertumbuhan sesuai dengan umur dan kebutuhan
2) Mendemonstrasikan peningkatan ketrampilan dalam cara makan yang sesuai dengan
kemampuan perkembangannya
INTERVENSI RASIONAL
5. Beri makan sesering mungkin sesuai 5. Bayi kurang dari 1250 gr (2 bl 12 OZ)
indikasi berdasarkan BB bayi dan perkiraan diberi makan setiap jam, bayi antara 1500
kapasitas lambung dan 1800 (3 bulan OZ sampai 4 bl) diberi
makan setiap 3 jam
Kriteria hasil:
1) Pasien bebas dari tanda-tanda infeksi (kalor, dolor, rubor, tumor, fungsiolesa)
2) Orang tua akan mengidentifikasi faktor yang tepat
INTERVENSI RASIONAL
Kriteria Hasil :
1) kadar bilirubin dengan batas normal
INTERVENSI RASIONAL
1. Monitor warna dan keadaan kulit setiap 1. Warna kulit kekuningan sampai jingga
4-8 jam yang semakin pekat menandakan
konsentrasi bilirubin indirek dalam darah
tinggi.
2. Monitor keadaan bilirubin direk dan 2. Kadar bilirubin indirek
indirek ( kolaborasi dengan dokter dan merupakan indikator berat ringan
analis ) joundice yang diderita.
3. Ubah posisi miring atau tengkurap.
Perubahan posisi setiap 2 jam 3. Menghindari adanya penekanan pada
berbarengan dengan perubahan posisi kulit yang terlalu lama sehingga
lakukan massage dan monitor keadaan mencegah terjadinya dekubitus atau
kulit irtasi pada kuit bayi.
4. Jaga kebersihan kulit dan kelembaban
kulit/ Memandikan dan pemijatan bayi
Kulit yang bersih dan lembab membantu
memberi rasa nyaman dan menghindari
kulit bayi meengelupas atau bersisik.
d. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan tidak adekuatnya intake cairan
Kriteria hasil :
1) Turgor kulit baik.
2) Mukosa lembab.
3) Mata tidak cekung
4) Tidak ada penurunan urine out put ( 1-3 cc/kg/BB/jam).
5) Penurunan BB dalam batas normal.
6) Tidak ada perubahan kadar elektrolit tubuh.
INTERVENSI RASIONAL
e. Risiko tinggi hipotermia dan hipertermia berhubungan dengan sistem pengaturan
suhu tubuh yang belum matang
Kriteria hasil :
1) Mempertahankan suhu tubuh normal 36 – 37 5 o C
2) Akral hangat
3) Tidak sianosis
4) Badan berwarna merah
INTERVENSI RASIONAL
DAFTAR PUSTAKA
Khosim, M. Sholeh, dkk. 2008. Buku Ajar Neonatologi Edisi I. Jakarta : Perpustakaan Nasional.
Lia Dewi, Vivian Nanny, 2010. Asuhan Neonatus Bayi dan Anak balita. Jakarta : Salemba
Medika.
Mansyoer, Arid dkk. 2010. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2. Jakarta : Media Aesculapius.
Muslihatum, Wafi Nur. 2010. Asuhan Neonatus, Bayi dan Balita. Yogyakarta : Fitramaya.
Prawirohadjo, Sarwono. 2011. Ilmu Kebidanan Edisi 3. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka.
Syaifuddin, Bari Abdul. 2010. Buku Ajar Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal.
Jakarta : JNPKKR/POGI dan Yayasan Bina Pustaka.