SYNDROM MIRIZZI
Pembimbing :
dr. Iswadi, Sp.B(K)BD
Oleh :
Ivan Kurniawan, S.Ked.
J 500 100 086
A. LATAR BELAKANG
Sindrom mirizzi merupakan komplikasi kronis penyakit batu empedu
simtomatik. Penyakit ini sangat jarang sekali terjadi di Negara Barat dengan
kejadian kurang dari 1% per tahunnya.1
Terdapatnya batu empedu yang besar dan beberapa batu multiple diantara
leher kandung empedu dan pertemuan duktus sistikus dan duktus hepatikus
comunis (duktus choledocus) mengakibatkan terjadinya perubahan patologis
di aliran empedu yang normal dan dapat terjadi komplikasi local dan
sistematis.2
Duktus hepatikus komunis, cholecystocholedochal dapat mengalami
peradangan, iskemik, dan terjadi ekternal kompresi sehingga dapat
menyebabkan erosi pada jaringan yang dapat mengakibatkan pembentukan
fistula.2
Prevalensi penyakit ini cukup langka dengan komplikasi 0,3- 3%. Dalam
bidang Bedah sindrom mirizzi memiliki lebih banyak kesulitan dibandingkan
dengan cholelithiasis tanpa komplikasi apapun dalam penatalaksanaannya.
Perubahan anatomi sangat berbahaya dimana dapat menyebabkan intervensi
bedah yang lebih kompleks dan beresiko. Oleh karena itu diperlukan
algoritme pemeriksaan yang sistematik dan terarah dalam rangka penentuan
diagnosa. 3
B. TUJUAN PENULISAN
Mengetahui dan memehami cara menegakkan diagnosis Sindrom Mirizzi
serta penatalaksananannya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. VISICA FELLEA
1. ANATOMI
Vesica fellea merupakan bagian dari alat excretory hati dan berfungsi
sebagai tempat penampungan sementara cairan empedu dan untuk
mengonsentrasikan dengan absorbs air. Bentuknya seperti buah pir
(piriformis), dengan panjang 8cm dan lebar maksimum 3 cm, serta
mempunyai daya tampung antara 30-60 ml. Terletak di fossa vesica fellea
pada lekukan pada permukaan visceralis hepar antara lobus quadratus dan
lobus kanan hepar.
B. SINDROM MIRIZZI
1. DEFINISI
Sindrom Mirizzi merupakan komplikasi kronis dari cholelithiasis.
Cholelithiasis merupakan batu empedu yang umumnya di temukan di kandung
empedu, tetapi batu tersebut dapat bermigrasi melalui duktus sistikus ke dalam
saluran empedu menjadi batu saluran empedu.dan di sebut sebagai batu
saluran empedu sekunder. Sebagian besar batu empedu, terutama batu
kolesterol, terbentuk di dalam kandung empedu.
Kebanyakan batu ductus choledochus berasal dari batu kandung empedu,
tetapi ada juga yang terbentuk primer di dalam saluran empedu ekstrahepatik
maupun intrahepatik. Batu primer saluran empedu, harus memenuhi kriteria
sebagai berikut: ada massa asimtomatik setelah kolesistektomi, morfologik
cocok dengan batu emepdu primer, tidak ada striktur pada ductus choledochus
atau tidak ada sisa ductus sisticus yang panjang.5
2. ETIOLOGI
Etiologi batu empedu masih belum diketaui sepenuhnya akan tetapi, faktor
predisposisi terpenting adalah metabolism yang menyebabkan terjadinya
perubahan kompisis empedu, stasis empedu, dan infeksi kandung empedu.
Kasus batu empedu sering ditemukan di Amerka Serikat, yaitu mengenai 20%
penduduk dewasa. Setiap tahunnya, beberapa ratus ribu orang yang menderita
penyakit ini menjalani pembedahan saluran empedu. Wanita yang sering
mengkonsumsi obat kontrasepsi oral atau yang hamil akan lebih beresiko
menderita batu empedu, bahkan pada usia remaja dan usia 20-an.
Faktor ras dan familial tampaknya berkaitan dengan semakin tingginya
insidens terbentuknya batu empedu. Kondisi Klinis yang dikaitkan dengan
semakin meningkatnya insidensi batu empedu adalah diabetes, sirosis hepatis,
pancreatitis, dan kanker kandung empedu.
Faktor resiko lain yang berkaitan dengan timbulnya batu empedu adalah
obesitas, multiparitas, pertambahan usia, jenis kelamin perempuan, dan
pengkonsumsian makanan yang mengandung kalori rendah atau lemak rendah
(puasa).5
3. PATOFISIOLOGI
Sindrom Mirizzi dapat di sebabkan karena peradangan kandung empedu
sekunder akut maupun kronis pada kantong Hartman, atau dalam
infundibulum kandung empedu dan ductus cysticus. Ductus cysticus yang
panjang berhubungan ke saluran empedu dan penyisipan rendah dari saluran
kistik ke saluran empedu, telah dianggap sebagai factor predisposisi untuk
perkembangan sindrom mirizzi.
Kejadian berulang dari batu empedu ini dapat menyebabkan episode
berulang dari kolilitiasis akut dan akan membuat kandung empedu menjadi
membesar, tebal dan meradang. Akhirnya kandung empedu akan mengkerut
dan atrofi. Ketika kandung empedu menjadi atrofi, maka akan terjadi proses
degenerative dari dinding kandung empedu, dan dalam beberapa kasus
dinding kandung empedu akan terjadi perlekatan dengan batu yang ada di
dalam kandung empedu. Kandung empedu yang terjadi peradangan akut
maupun kronik ini akhirnya bisa mengarah pada terjadinya fusi dari dinding
kandung empedu yang di akibatkan oleh jaringan infalmasi yang semakin
membengkak yang lama kelamaan akan menjadi fibrosis karena kompresi
terhadap saluran empedu ekternal dan akan mengarah pada keadaan ikterus
oleh karena obstruksi.
Fistula cholecystobiliary dapat dijelaskan oleh dua mekanisme:
a. Mekanisme pertama: karena pengaruh inflamasi sekunder pada
terjadinya batu empedu akan menyebabkan obliterasi duktus kistik,
batu empedu ini berusaha agar dapat masuk kedalam kandung empedu
dengan memberikan tekanan yang besar yang akhirnya meneyababkan
pengikisan pada dinding kandung empedu dan saluran empedu yang
akan membentuk komunikasi antar ke dua lumen.
b. Mekanisme kedua: adanya batu pada infundibulum kandung empedu
akan semakin melebarkan saluran kistik, menyebabkan pemendekan,
kontraksi dan fibrosis pada duktus dan membentuk hubungan antara
kandung empedu dengan saluran empedu. Jika proses inflamsi
berlanjut batu empedu akan menyebabkan tekanan sehingga
menimbulkan terbentuknya ulkus dan terjadi nekrosis sehingga akan
mengikis ke dalam saluran empedu dan memproduksi fistula
cholecystobiliary.
Dalam beberapa kasus, batu empedu juga akan menyebabkan ulkus dan
bersama dengan fistula cholecystobiliary akan membentuk fistula
cholecystoenteric. Beberapa karakteristik diatas dapat di temukan dalam
sindrom mirizzi.1
4. CLASIFIKASI
Sindrom Mirizzi diklasifikasikan menjadi lima tipe:
a. Tipe I: ekternal kompresi pada saluran empedu oleh batu empedu
berdampak pada infundibulum kandung empedu atau ductus cysticus.
b. Tipe II: terdiri dari fistula cholecystobiliary akibat erosi dinding
saluran empedu oleh batu empedu, fistula harus melibatkan kurang
dari sepertiga dari keliling saluran empedu.
c. Tipe III: terdiri dari fistula cholecystobiliary melibatkan hingga dua-
pertiga dari lingkar saluran empedu.
d. Tipe IV: fistula cholecystobiliary dengan penghancuran lengkap
dinding saluran empedu diamana kandung empedu benar-benar
menyatu dengan saluran empedu.6
e. Tipe V: fistula cholecystoenteric bersama dengan sindrom mirizzi
jenis lain.
Tipe Va: termasuk fistula cholecystoenteric tanpa batu empedu
ileus.
Tipe Vb: mengacu pada sebuah cholecytoenteric fistula yang
rumit oleh batu empedu ileus.1
5. MANIFESTASI KLINIS .
Pasien dengan Sindrom Mirizzi rata-rata berusia 53-70 tahun, dan
biasanya berjenis kelamin perempuan kurang lebih sekitar 70% dari semua
kasus. Namun dapat terjadi pada semua umur dan pada setiap pasien dengan
batu empedu.
Manifestasi klinis dari sindrom mirizzi adalah ikterus obstruktif, disertai
nyeri perut kanan atas, dan demam. Sering juga pasien dengan sindrom
mirizzi diikuti dengan kolesistitis akut, kolangitis akut, dan pancreatitis akut.1
6. DIAGNOSIS
Diagnosis sindrom mirizzi preoperatif harus diikuti dengan perencanaan
bedah yang bijaksana ini merupakan hal yang penting. Insiden cedera saluran
empedu pada pasien operasi sindrom mirizzi tanpa diagnosis praoperatif bisa
mencapai 17%. Diagnosis preoperative sangat sulit dan hanya dapat dilakukan
8%-62,5% pasien.
Diagnosis sindrom mirizzi berbasis di klinik dengan karakterristik yang
telah dijelaskan sebelumnya dan indeks kecurigaan yang tinggi atau intruksi
bedah, yang mungkin dilengkapi dengan gambar radiologi, dan prosedur
endoskopi.
a. Ultrasogografi
Hubungan dinding kandung empedu yang tipis atau sangat tipis
denganbatu empedu kemungkinan dapat dilihat. Duktus hepatikus akan
melebar pada bagian ektra dan bagian intrahepatik dikarenakan adanya
obstruktif, dan saluran empedu masih dalam batas normal. Laporan
kasus menyatakan bahwa akurasi diagnostic untuk ultrasonografi pada
sindrom mirizzi adalah 29%, dengan sensitivitas yang dilaporkan
bervariasi dari 8,3%-27%.
b. Computed Tomografi
Abdominal computed tomografi(CT) dapat mengidentifikasi kandung
empedu dan mengukur ketebalan dilatasi dari duktus. Namun
kehadiran peradangan periductal dapat disalahartikan sebagai kanker
kandung empedu. Tanda tanda ragiologis yang ditimbulkan oleh CT
tidak spesifik, CT akan menjadi pengecualian keganasan di daerah
porta hepatis atau didalam hati.
c. Magnetic Resonance
Magnetic resonance cholangiopancreatography (MRCP) adalah alat
yang berguna untuk menentukan kompresi ekstrinsik dari saluran
empedu dan untuk menentukan apakah ada fistula haduntuk
menentukan apakah ada fistula hadir atau tidak. Selain itu, alat ini
berguna untuk menyingkirkan choledocholithiasis dan penyebab lain
dari obstuktif saluran empedu. Beberapa karakter yang khas dari
sindrom mirizzi dapat ditunjukkan oleh MRCP seperti penyempitan
ekstrinsik duktus hepaticus comunis, batu empedu pada ductus
cysticus, dilatasi intrahepatik, dan ductus hepaticus comunis. MRCP
juga dapat menunjukan tingkat inflamasi pada daerah di sekitar
kandung empedu, dan memiliki keuntungan menghindari komplikasi
yang terkait dengan cholangiography endoskopik. Diagnosis akurat
untuk MRCP hanyalah 50%.
d. Endoschopic Retrograde Cholangiopancreatography(ERCP)
Merupakan prosedur invasive tidak hanya berguna untuk
mengkonfirmasi adanya sindrom mirizzi dengan atau tanpa
cholecystobiliary atau fistula cholecystoenteric, tetapi juga bisa untuk
terapi pengambilan batu. Akurasi diagnostic dengan menggunakan
ERCP sekitar 55%-90%, dengan tingkat kegagalan 5%-10%.
e. Diagnosis Intraoperative
Lebih dari 50% pasien dengan sindrom mirizzi terdiagnosis saat
operasi. Menurut karakteristik dari bedah gambaran sindrom mirizzi
dapat dilihat adanya kandung empedu yang menyusut atau membesar
dengan dinding yanf tebal dan batu yang besar atau beberapa batu
empedu, hal ini berdampak pada infundibulum. Intraoperatif
cholangeografi dapat berguna dan membantu untuk mengkonfirmasi
diagnosis, menentukan lokasi dan ukuran fistula, mendeteksi batu
saluran empedu, dan mendeteksi apakah ada hilangnya integritas
dinding saluran empedu. Namun intraoperatif cholengiografi mungkin
susah untuk dilakukan dan diseksi yang dilakukan dapat
mengakibatkan cidera pada sluran emepdu. USG intraoperatif telah
dilaporkan menjadi alat yang berguna untuk mengidentifikasi anatomi
pohon empedu dan membentu diseksi yang baik dan akurat pada
bagian empedu yang meradang.1
7. PENATALAKSANAAN
a. Pengobatan Mirizzi Syndrom Tipe I
Sindrom Mirizzi tipe 1 yang bersifat akut maupun kronis cukup di
selesaikan dengan kolesistektomi. Kolesistektomi biasanya di lakukan
pada tempat yang mudah terutama bagian fundus, pada kantong
Hartman, agar mudah membuka kandung empedu.
b. Pengobatan Mirizzi Syndrom Tipe II
Pendekatan awal untuk Sindrom Mirizzi tipe II dengan
cholecystobiliary fistula adalah dengan menggunakan kolesistektomi
subtotal melalui diseksi dari fundus kandung empedu menuju kantong
Hartman. Pengambilan kandung empedu diharapkan masih bersisa
5mm di sekitar fistula cholecystobiliary dalam rangka untuk membantu
dalam penutupan saluran empedu yang hancur. Eksplorasi saluran
empedu selalu dilakukan dengan sayatan pada bagian distal fistul dan
dilindungi oleh tabung Kehr.
c. Pengobatan Mirizzi Syndrom Tipe III
Sebagian besar kasus Mirizzi tipe III dapat diobati dengan
kolesistektomi subtotal meninggalkan dinding kandung empedu
berukuran 1cm untuk memperbaiki saluran empedu. Namun apabila
terjadi inflamasi pada dinding kandung empeduakan memerlukan
prosedur lain seperti anastomosis bilioenteric ke duodenum atau
hepaticojejunostomy en-Y-de-Roux.
d. Pengobatan Mirizzi Tipe IV
Pengobatan untuk Mirizzi Tipe IV dengan kehancuran dari dinding
saluran empedu adalah dengan anastomosis bilioenteric dan
hepaticojejunostomy en-Y-de-Roux.