Anda di halaman 1dari 21

IDENTITAS NASIONAL DAN NORMA INTERNASIONAL

SEBAGAI PERTIMBANGAN POLITIK INDONESIA


DALAM MERESPONS AKSI DAN JARINGAN TERORISME GLOBAL

National Identity and International Norm as Indonesia’s Political Consideration


In Response with Actions and Network of Global Terrorism

Hidayat Chusnul Chotimah

Mahasiswa Magister Ilmu Hubungan Internasional


Universitas Gadjah Mada
Alamat e-mail: hidayat.chusnul@gmail.com

Naskah Diterima: 1 Agustus 2016


Naskah Direvisi: 6 Oktober 2016
Naskah Disetujui: 4 November 2016

Abstract
United States has initiated the formulation of international norms for combating terrorism under its “global war on
terror” policy and acted as a norm entrepreneur by using its influence in United Nations Security Council. The UN
Security Council subsequently issued a number of resolutions to handle action and networks of global terrorists.
The cycle of international norm for combating terrorism is consisted of norm emerge of 1990s, which is followed by
norm cascade to spread the norm globally, and internalization process to set the domestic policy. As UN member,
Indonesia also made the internalization process based on national identity, namely the philosophy of Pancasila
and state constitution. The internalization process as the manifestation of Indonesia’s response in combating global
terrorism has brought about an active-reactive response, e.g. professional response and a political response.
Keywords: national identity, international norm, Indonesia, global terrorism.

Abstrak
Amerika Serikat telah menginisiasi pembentukan norma internasional dalam memerangi aksi dan jaringan
terorisme melalui slogan “global war on terror” dan bertindak sebagai norm entrepreneur dalam meluaskan
slogan tersebut melalui pengaruh Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Dewan Keamanan
PBB kemudian mengeluarkan sejumlah resolusi untuk menangani aksi dan jaringan terorisme. Siklus
pembentukan norma internasional terkait penanggulangan terorisme ini diawali dengan norm emerge yang
muncul dari tahun 1990-an, yang kemudian diikuti dengan norm cascade dalam rangka menyebarluaskan
norma tersebut secara global, serta proses internalisasi. Sebagai salah satu negara anggota PBB, Indonesia
juga melakukan proses internalisasi yang didasarkan pada identitas nasionalnya yaitu filsafat Pancasila dan
konstitusi dasar negara Indonesia. Proses internalisasi sebagai wujud respons Indonesia dalam memerangi
aksi dan jaringan terorisme global melahirkan respons aktif-reaktif yaitu respons profesional dan respons
politik.
Kata kunci: identitas nasional, norma internasional, Indonesia, terorisme global.

I. Pendahuluan tren globalisasi yang telah mengakibatkan


A. Latar Belakang aliran barang, modal dan manusia menjadi
Isu tentang terorisme saat ini sudah meluas semakin cepat sehingga juga memperluas
ke seluruh dunia sehingga merebaknya terorisme jaringan terorisme. Globalisasi tidak hanya
kemudian menjadi suatu fenomena yang tentang mobilitas barang dan manusia, tetapi
mengglobal. Hal ini tidak terlepas dari adanya juga tentang ide atau gagasan. Arus globalisasi

Hidayat Chusnul Chotimah: Identitas Nasional dan Norma Internasional 189


yang juga mempengaruhi perkembangan menabrak gedung kembar World trade center
teknologi informasi dan komunikasi (TIK) telah (WTC), dan salah satu pesawat lagi menabrak
mendorong sekelompok orang atau individu Pentagon, gedung pusat pertahanan Amerika
untuk memanfaatkannya sesuai kepentingannya Serikat. Akibat dari peristiwa tersebut adalah
masing-masing. Salah satunya dengan ribuan orang meninggal dan luka-luka sehingga
menciptakan network society sehingga lebih menarik perhatian publik dunia dan membuat
memudahkan kelompok-kelompok masyarakat Amerika Serikat gusar dan marah. Beberapa
untuk membangun komunikasi, termasuk di upaya penahanan dan pengadilan dilakukan
dalamnya adalah kelompok-kelompok teroris terhadap sejumlah individu dan kelompok di
yang membangun jaringan terorisme secara negara-negara Asia Tenggara seperti Malaysia,
global.1 Globalisasi, selain memberi kemudahan Singapura, Filipina, dan Indonesia atas tuduhan
dalam memenuhi kebutuhan masyarakat, juga keterlibatan dalam aksi terorisme tersebut. Hal
menciptakan ketidakadilan distributif dan ini juga mengindikasikan bahwa kelompok-
tercerabutnya manusia dari akar eksistensinya kelompok tersebut memiliki keterkaitan secara
sehingga hal ini menjadi pendorong terjadinya regional satu sama lain, dan juga dengan
aksi fundamentalisme-terorisme.2 Faktor kelompok-kelompok radikal internasional.5
pendorong lain yang menyebabkan munculnya Aksi terorisme di Indonesia sebenarnya sudah
aksi terorisme adalah agama yang sering dimulai dengan ledakan bom yang terjadi
dijadikan sebagai legitimasi perlawanan melalui di kompleks Perguruan Cikini dalam upaya
teror.3 Sementara itu, meski tidak selalu pembunuhan Presiden Pertama RI, Ir Soekarno,
menjadi determinan utama, namun faktor lain pada tahun 1962 dan berlanjut pada tahun-
yang sangat penting yang perlu diperhitungkan tahun berikutnya sampai pada bulan Agustus
saat membahas isu terorisme adalah socio- 2001 yaitu Peledakan Plaza Atrium, Senen,
economic dan demographic factor. Faktor tersebut Jakarta. Semua aksi pemboman di Indonesia
antara lain perihal: 1) distribusi pendapatan, 2) sepanjang tahun 1962 sampai dengan Agustus
kesetaraan gender, 3) akses layanan kesehatan 2001 hanya menjadi isu dalam negeri, namun
umum, 4) akses komunikasi, hingga persoalan sejak terjadinya peristiwa World Trade Centre
5) kerentanan terhadap kekerasan mencakup (WTC) di New York, Amerika Serikat pada
yang potensial bagi bibit terorisme.4 Faktor socio- tanggal 11 September 2001, yang memakan
economic dan demographic sebenarnya berkaitan 3.000 korban, isu terorisme telah menjadi isu
erat dengan munculnya aksi terorisme yang global.6
diakibatkan oleh arus globalisasi. Sementara jika melihat aksi terorisme
Modus operandi terorisme mulai di Indonesia sepanjang tahun 2000-2009
berkembang memasuki abad ke-21 yang maka terlihat semakin intens dari skala kecil
diakibatkan oleh kemajuan teknologi sampai skala besar. Pada tahun 2000, terjadi
komunikasi, elektronik, transportasi dan pengeboman Kedubes Filipina, 1 Agustus 2000
perkembangan ilmu pengetahuan di bidang yang menewaskan dua orang dan mengakibatkan
kimiawi. Hal ini dapat dilihat dalam serangkaian 21 orang lainnya luka-luka, termasuk Duta
peristiwa seperti Tragedi 11 September 2001 di Besar Filipina Leonides T. Caday. Selanjutnya
mana dua pesawat komersial Amerika Serikat pada 27 Agustus 2000 juga telah terjadi ledakan
granat di Kedubes Malaysia. Sejumlah ledakan
1
Budi Winarno, Dinamika Isu-Isu Global Kontemporer,
Yogyakarta: CAPS, 2014, h. 177-178. bom lainnya seperti di Bursa Efek Jakarta, Bom
2
Yudi Latif, Kontra Terorisme dengan Pancasila, http://
sinergibangsa.org/kontra-terorisme-dengan-pancasila/ ,
5

Azyumardi Azra,”Islam Politik Radikal di Indonesia: Akar
diakses 30 Agustus 2016. Ideologi Terorisme”, Makalah disampaikan pada Diskusi
3
Winarno, h. 180. Kajian tentang Terorisme di Ditjenstrahan Kemhan
4
Paul R Ehrlich dan Liu Jianguo, “Some Roots of tanggal 16 Januari 2012, h. 1-8.
Terrorism”. Population and Environment 24, No. 2, 2002,
6
Ardison Muhammad, Terorisme Ideologi Penebar
h. 185-186. Ketakutan. Surabaya, 2010, h. 23.

190 Politica Vol. 7 No. 2 November 2016


malam Natal, ledakan bom di Gereja GKPI terhadap Gereja Christ Cathedral. Kota
Medan, Gedung Kejaksaan Agung Jakarta berikutnya adalah Solo. Sebuah bom bunuh diri
juga terjadi dalam rentang tahun yang sama. kembali diledakkan di GBIS Kepunten, Solo,
Aksi-aksi pengeboman pun masih berlanjut di Jawa Tengah. Satu orang pelaku tewas dalam
tahun 2001 yang telah mengakibatkan korban peristiwa ini sedangkan 28 orang lainnya terluka.
jiwa yaitu ledakan bom di Plaza Atrium Senen, Tidak ada korban jiwa dalam pemboman yang
Jakarta. Pada tahun berikutnya, aksi terorisme terjadi di Pospam Gladak, Solo, Jawa Tengah
dalam skala besar di Indonesia dan menimbulkan pada 19 Agustus 2012.8 Kemudian yang terakhir
kerugian material maupun korban jiwa yang yaitu tindakan terorisme di Sarinah, Jakarta pada
besar adalah peristiwa Bom Bali I pada 12 2016 yang dilakukan oleh ISIS dengan menyebut
Oktober 2002 di mana telah terjadi tiga ledakan diri mereka sebagai “para prajurit Khalifah”.9 
di Bali yang menewaskan 202 korban jiwa dan Suatu tindakan terorisme tidak akan dapat
300 orang luka-luka. Ledakan bom di Indonesia terjadi tanpa adanya dukungan dana dari para
masih terus berlanjut dari tahun ke tahun. Pada donatur terhadap para pelaku terorisme. Dana
tahun 2003, sebuah bom telah menghancurkan dapat diperoleh secara langsung maupun tidak
sebagian Hotel JW Marriott pada 5 Agustus langsung, dengan cara legal hingga ilegal.
2003 yang mengakibatkan 11 orang meninggal Maraknya peristiwa terorisme yang terjadi di
dunia dan 152 orang mengalami luka-luka. Indonesia, yang terjadi pada awal tahun 2000
Sementara pada tahun 2004 juga terjadi menyebabkan Indonesia disebut sebagai negara
pengeboman di Kedubes Australia pada 9 yang rawan teroris. Biaya yang dibutuhkan oleh
September 2004 dan sejumlah tempat lainnya. para teroris juga terbilang banyak, mulai dari
Tindakan terorisme di Indonesia memberikan puluhan hingga ratusan juta rupiah, seperti
kekhawatiran karena terus berlanjut. Pada Bom Bali I yang membutuhkan biaya 120 juta
tahun 2005, kembali terjadi pengeboman di Rupiah dan Bom Bali II 80 juta rupiah. Biaya
Bali atau yang sering disebut sebagai peristiwa tersebut belum termasuk dengan pelatihan bagi
Bom Bali II yang terjadi pada 1 Oktober 2005 di teroris, seperti pelatihan militer bagi teroris di
mana sekurang-kurangnya telah menewaskan Aceh yang membutuhkan biaya hingga 750
22 orang. Setelah peristiwa Bom Bali II, empat juta rupiah, sedangkan pelatihan militer di
tahun kemudian yaitu pada tahun 2009, Poso yang membutuhkan biaya sangat besar
kembali terjadi pengeboman di Jakarta, yaitu hingga mencapai 8 miliar rupiah. Sementara
Hotel JW Marriott yang sebelumnya juga telah itu, kelompok teroris yang beraksi di Indonesia
menjadi target para pelaku bom dan Hotel Ritz- juga mendapatkan dana besar dari Australia
Carlton di Mega Kuningan, di mana kedua dengan menerima sekitar USD 700 ribu dan
peristiwa ledakan bom terjadi pada 17 Juli 2009 dari Raqqa, Suriah dengan menerima sekitar
dengan jumlah korban tewas 9 orang dan 55 USD 100 ribu untuk mendukung kegiatan
orang mengalami luka-luka.7 di Indonesia. Teroris di Indonesia, juga telah
Setelah aksi terorisme tahun 2009, dua tahun memperoleh senjata dari kelompok radikal di
kemudian yaitu pada 2011, tiga bom meledak Mindanao, Filipina.10 Hal ini menunjukkan
di tiga kota di Indonesia diantaranya Cirebon 8
“Serangkaian Aksi Terorisme yang Pernah Terjadi di
dimana sebuah bom bunuh diri diledakkan di Indonesia”, www.gemintang.com/dunia-film-musik/
Masjid Alporesta pada 15 April 2011. Peristiwa serangkaian-aksi-terorisme-yang-pernah-terjadi-di-
ini menewaskan pelaku pemboman dan melukai indonesia/, diakses pada 30 Juli 2016.

9
“ISIS bertanggung jawab atas serangan terorisme di Sarinah”,
25 orang. Kota kedua adalah Tangerang dimana
http://www.bbc.com/indonesia/berita_indonesia/2016/
polisi berhasil menggagalkan aksi pemboman 01/160114_live_bom_thamrin, diakses pada 30 Juli 2016.
10
“Dana Teroris di Indonesia Berasal dari Australia”, http://

7
Endi Haryono, “Kebijakan Anti-Terorisme Indonesia: international.sindonews.com/read/1079997/40/dana-
Dilema Demokrasi dan Represi”. Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu teroris-di-indonesia-berasal-dari-australia-1453710885,
Politik, Volume 14, Nomor 2, November, 2010, h. 233-235. diakses pada 30 Juli 2016.

Hidayat Chusnul Chotimah: Identitas Nasional dan Norma Internasional 191


bahwa pendanaan menjadi aspek yang sangat Melihat aksi-aksi yang dilakukan oleh
penting dalam mendukung kegiatan teroris. para pelaku teror, baik dalam aksi pemboman
Para teroris membutuhkan dana untuk di sejumlah tempat di tanah air maupun di
berbagai macam keperluan mereka, antara lain sejumlah negara tertentu maka dibutuhkan
biaya hidup, tempat persembunyian, pelatihan sebuah respons dalam menangani aksi dan
militer, perakitan senjata, serta biaya bagi jaringan terorisme tersebut. Sebuah respons
kelangsungan hidup keluarga mereka. Pada yang dikeluarkan oleh suatu negara memiliki
tahun 1970, dalam perkembangan teroris di alasan politik yang tentunya berbeda dengan
Indonesia, mulai diketahui bahwa kelompok negara lain. Oleh sebab itu, tulisan ini akan
teroris membutuhkan dana dalam setiap aksi mencoba membahas bagaimana identitas
teror yang mereka lakukan. Hal ini diketahui nasional Indonesia dan norma internasional
dengan adanya kelompok teror Warman yang menjadi sebuah pertimbangan politik Indonesia
melakukan serangan teror untuk mencari dana dalam memerangi aksi-aksi tersebut.
sebanyak-banyaknya guna membiayai aksinya.11
Perkembangan pendanaan terorisme B. Perumusan Masalah
berlanjut hingga tahun 2000-an, yang Terorisme merupakan salah satu aksi yang
dilakukan dengan aksi fai’, yakni perampokan. memiliki kompleksitas tinggi. Dalam banyak
Pengungkapan aksi pendanaan teroris terbaru kasus, faktor-faktor penyebab terorisme biasanya
ditemukan pada Maret tahun 2015, dimana tidak bersifat tunggal. Salah satu penjelasan
Detasemen Khusus Antiteror 88 (Densus 88) dominan tentang meluasnya terorisme secara
berhasil menangkap penyandang dana sekaligus global adalah penjelasan budaya. Penjelasan
perekrut ISIS dari Indonesia. Dalam melakukan ini memandang bahwa globalisasi membawa
pengumpulan dana, para teroris bekerja secara muatan budaya yang tidak sesuai dengan budaya
terorganisir, baik dalam kelompok kecil maupun kelompok tertentu dalam masyarakat. Hal ini
besar. Hal tersebut dilakukan teroris dengan kemudian mendorong kelompok-kelompok
melakukan pembagian tugas kepada masing- tersebut untuk berusaha meraih kembali atau
masing anggotanya serta mempermudah menjaga identitas budaya mereka yang unik.13
pengumpulan dana. Terdapat dua bentuk Oleh sebab itu, sebuah respons tunggal terhadap
pengumpulan dana teroris, yakni legal dan terorisme misalnya melakukan tindakan
ilegal. Kegiatan legal dilakukan dengan bentuk koersif hanyalah akan menimbulkan berbagai
kegiatan seperti sumbangan anggota jaringan permasalahan baru bahkan menimbulkan
teror dan simpatisan baik yang berada di dalam akibat yang lebih besar dan sulit diatasi.
maupun luar negeri. Kegiatan ilegal dilakukan Di sisi lain, terorisme dianggap menyerang
dengan perbuatan tindak pidana seperti penghormatan terhadap hak asasi manusia
perampokan bank dan lembaga keuangan (HAM), supremasi hukum, dan toleransi antar
milik pemerintah, toko emas, pengusaha non masyarakat. Sebuah respons kebijakan yang
muslim, kejahatan ITE/cyber serta pencucian komprehensif dan dinamis tentu saja menjadi
uang dengan menyelenggarakan usaha yang hal penting dibandingkan dengan tindakan
nampak legal. Para teroris mulai masuk dalam militer-koersif.14 Dengan demikian, Indonesia
sektor perbankan dengan menggunakan nama membutuhkan pertimbangan politik yang tepat
samaran untuk menyembunyikan identitas asli untuk merespons aksi dan jaringan terorisme
dan tujuan penggunaan dana dalam rekening.12 global yang telah menimbulkan ketakutan
dan keresahan bagi masyarakat internasional.
11
Yuliana A.R. Putri, “Peran Rekomendasi Financial Action 13
Winarno, h. 179.
Task Force (FATF) dalam Penanganan Pendanaan 14
Anak Agung B. Perwita, “Reformasi Sektor Keamanan
Terorisme di Indonesia”. Journal of International Relations, Demi Demokrasi Penanganan Terorisme di Indonesia”.
Vol 1, No 2, h. 89. Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Volume 9, Nomor 1, Juli
12
Putri, h. 90. 2005, h. 8.

192 Politica Vol. 7 No. 2 November 2016


Berdasarkan hal tersebut, maka permasalahan bangsa sendiri; meliputi suatu bangsa. Menurut
yang akan diuraikan dalam tulisan ini adalah HAR Tilaar, bangsa adalah suatu keseluruhan
menjawab pertanyaan tentang bagaimana alamiah dari seseorang karena daripadanyalah
identitas nasional dan norma internasional seorang individu memperoleh realitasnya
mempengaruhi pertimbangan politik Indonesia yang artinya, seseorang dapat dibedakan
dalam merespons aksi dan jaringan terorisme karena nasionalitasnya sebab bangsa menjadi
global? penciri yang membedakan bangsa yang satu
dengan bangsa lainnya.15 Ada sejumlah ciri
C. Tujuan Penulisan yang menjadi corak dan watak bangsa yakni
Tulisan ini bertujuan: sifat religius, sikap menghormati bangsa dan
1. Memberikan gambaran tentang aksi manusia lain, persatuan, gotong royong dan
terorisme di Indonesia yang berkaitan musyawarah, serta ide tentang keadilan sosial.16
dengan jaringan terorisme global. Dengan demikian identitas nasional dapat
2. Menjelaskan identitas nasional dan norma didefinisikan sebagai jati diri yang melekat pada
internasional sebagai pertimbangan politik suatu bangsa yang diikat oleh adanya kesamaan
Indonesia dalam merespons aksi dan fisik (budaya, agama dan bahasa) maupun non
jaringan terorisme global. fisik (visi, cita-cita dan tujuan).
3. Memaparkan bentuk respons Indonesia Identitas nasional bersifat buatan, dan
dalam menangani aksi dan jaringan sekunder. Bersifat buatan karena identitas
terorisme global. nasional itu dibuat, dibentuk, dan disepakati
oleh warga bangsa sebagai identitasnya setelah
D. Kerangka Pemikiran mereka bernegara. Bersifat sekunder karena
1. Identitas Nasional sebelum memiliki identitas nasional, warga
bangsa telah memiliki identitas primer yaitu
Setiap negara yang merdeka dan berdaulat
identitas kesukubangsaan.17 Hal ini sesuai dengan
memiliki identitas nasionalnya masing-masing
konsep “struktur identitas dan kepentingan”
agar negara tersebut dapat dikenal oleh negara-
yang dikembangkan oleh Wendt di mana
bangsa lain dan mampu menjaga eksistensi
identitas terbentuk karena adanya kepentingan
serta kelangsungan hidup negara-bangsa
yang dibawa oleh negara melalui proses learning
tersebut. Secara etimologis identitas nasional
dan proses interaksi yang ada di dalam negara
berasal dari dua kata “identitas” dan “nasional”.
tersebut.18 Dalam konteks ini, identitas nasional
Kata identitas berasal dari kata “identity”
terbentuk berdasarkan adanya kepentingan
(Inggris) yang dalam Oxford Advanced Learner’s
dari warganegara yang berasal dari berbagai
Dictionary berarti: (1) (C,U) who or what sb/
suku bangsa untuk membentuk kesepakatan
sth is; (2) (C,U) the characteristics, feelings or
dan tujuan bersama akibat kondisi atau situasi
beliefs that distinguish people from others; (3) the
tertentu sehingga menjadikan mereka merasa
state of feeling of being very similar to and able
senasib dan seperjuangan. Dalam hal ini, sebuah
to understand sb/sth. Sementara dalam Kamus
negara bangsa menjadi representasi kultural
Besar Bahasa Indonesia (KBBI), identitas
berarti ciri-ciri atau keadaan khusus seseorang 15
“Bab II Bagaimana Esensi dan Urgensi Identitas Nasional
atau jati diri. Kata nasional berasal dari kata Sebagai Salah Satu Determinan Pembangunan Bangsa
dan Karakter?”, h. 29. Available online on http://
“national” (Inggris) yang dalam Oxford Advanced kuliahdaring.dikti.go.id/lms1/pluginfile.php/15832/mod_
Learner’s Dictionary berarti: (1) connected with resource/content/2/BAB%20II%20IdentitasPDITT.pdf
a particular nation; shared by a whole nation; [diakses pada 19 Agustus 2016].
(2) owned, controlled or financially supported by
16
Ibid, h. 32.
17
Ibid, h. 36.
the federal, government. Dalam Kamus Besar 18
Alexander Wendt, “Anarchy is What States Make of It:
Bahasa Indonesia, “nasional” berarti bersifat The Social Construction of Power Politics”. International
kebangsaan; berkenaan atau berasal dari Organization 46 (2), 1992, h. 398.

Hidayat Chusnul Chotimah: Identitas Nasional dan Norma Internasional 193


di mana identitas nasional diproduksi secara pengaruh domestik yang paling kuat pada
terus-menerus sehingga negara akan bertindak tahap awal siklus hidup norma memberikan
berdasarkan identitas nasional yang melekat di efek pada dilembagakannya norma secara
dalam jati diri tersebut. internasional sehingga secara perlahan-lahan
2. Norma Internasional pengaruh domestik pun berkurang karena
disesuaikan dengan norma internasional yang
Menurut Hans Kelsen, norma adalah
telah disepakati dan dilembagakan tersebut.20
peraturan yang ditetapkan untuk mengatur
Sementara itu, norma akan memiliki
bagaimana seseorang berperilaku. Melalui
pengaruh terhadap berbagai aktor (individu,
norma maka sesuatu seharusnya terjadi,
negara, organisasi masyarakat, dsb.) melalui
terutama yang berkaitan dengan bagaimana
tiga tahapan dalam siklus hidup norma (lihat
manusia harus berperilaku dengan cara tertentu
Gambar 1) yaitu yang pertama adalah “norm
dan melalui otorisasi yang dimilikinya. Otorisasi
emergence”; selanjutnya tahap kedua melibatkan
berarti memberikan seseorang kekuatan
penerimaan norma secara luas atau yang disebut
tertentu, khususnya untuk memberlakukan
sebagai “norm cascade”; dan tahap ketiga yaitu
norma bagi dirinya.19 Norma sebagai penilaian
internalisasi. Karakteristik norm emergence
bersama menimbulkan pertanyaan berapa
adalah persuasi oleh norm entrepreneurs dengan
banyak aktor (dalam sebuah komunitas
mencoba untuk meyakinkan masyarakat
masyarakat atau negara) harus berbagi penilaian
internasional yang bertindak sebagai pemimpin
terhadap sebuah aturan tertentu sebelum
norma untuk merangkul norma-norma baru.
menyebutnya sebagai norma. Oleh sebab itu,
Norm entrepreneurs dalam hal ini membutuhkan
untuk memahami dinamika dari sebuah norma
sebuah platform organisasi sebagai promotor
yang kemudian berlaku secara umum bahkan
norma di tingkat internasional khususnya yang
secara internasional, Finnemore dan Sikkink
memiliki dukungan dari sebagian besar aktor-
menjelaskan tentang siklus dari norma (Gambar
aktor negara seperti Perserikatan Bangsa-
1). Banyak norma-norma internasional dimulai
Bangsa (PBB). Selanjutnya norm cascade
dari norma domestik yang kemudian menjadi
ditandai dengan penyebarluasan norma oleh
norma internasional melalui berbagai jenis
masyarakat internasional sebagai pemimpin
upaya “norm entrepreneurs”. Norm entrepreneurs
norma, yang mencoba untuk mensosialisasikan
merupakan pihak yang berperan dalam
norma tersebut secara internasional sehingga
memunculkan sebuah isu-isu tertentu melalui
negara-negara lain turut melaksanakan norma.
bahasa atau slogan tertentu, interpretasi isu
Motivasi dalam melaksanakan norm cascade
dan mendramatisasi isu tersebut agar menjadi
adalah dengan mengkombinasikan tekanan-
perhatian luas dalam suatu komunitas. Dalam
tekanan yang dilakukan oleh masyarakat
hal ini, norma-norma internasional yang sedang
internasional dan keinginan dari negara-
diisukan harus selalu berada di bawah pengaruh
negara tertentu untuk meningkatkan legitimasi
domestik suatu negara yang sedang bertindak
mereka di tingkat internasional dan untuk
sebagai norm entrepreneurs dengan melalui
meningkatkan harga diri mereka dengan
filter struktur domestik negara tersebut dan
memfasilitasi perluasan dari norma tersebut.
norma-norma dalam negeri lainnya, sehingga
Berdasarkan Gambar 1 ada tipping point antara
menghasilkan kepatuhan dan interpretasi yang
norm emergence dan norm cascade. Tipping point
sejalan terhadap norma-norma internasional
di sini merupakan massa kritis dari aktor-aktor
tersebut. Dengan kata lain, ada permainan
negara yang relevan untuk mengadopsi sebuah
norma pada dua tingkat (level) yaitu di dalam
norma sebelum memperluaskan norma tersebut
negeri dan internasional. Bagaimanapun,
20
Martha Finnemore dan Kathryn Sikkink, “International
19
Hans Kelsen, The Pure of Law, translation from German norm dynamic and Political change”. International
Edition by Max Knight, New Jersey: The Lawbook Organization 52, 4, Autumn 1998, h. 893.
Exchange, Ltd., 2008, h. 4-5.

194 Politica Vol. 7 No. 2 November 2016


ke negara lainnya sebagai bentuk legitimasi dikaitkan dengan tujuan politik suatu organisasi
mereka. Selanjutnya, tahapan terakhir setelah atau aktor untuk memperluas pengaruh
norma menyebar luas secara internasional maupun menanggulangi pengaruh lawannya.
adalah internalisasi yang dilakukan oleh suatu Lenin berpendapat bahwa terorisme adalah
negara dengan menetapkan sebuah undang- kerja menghasilkan terror yang berdampak
undang dasar atau kebijakan domestik.21Berikut pada orang-orang disekitar korban. Sementara
ini merupakan Gambar siklus hidup norma yang ketakutan menurut Schmid adalah alat yang
diuraikan oleh Finnemore and Sikkink.22 efektif dalam politik yang telah dikenal luas
Gambar 1. Siklus Hidup Norma sebelum munculnya negara. Di masa feudal,
Norm “Norm ketakutan direproduksi oleh kerajaan untuk
Internalization memastikan kepatuhan rakyatnya dengan
emergence cascade”
melakukan eksekusi-eksekusi berdarah di
Stage 1 Tipping Stage 2 Stage 3 tempat-tempat umum seperti hukuman gantung
point ataupun yang cukup sadis adalah pemenggalan
kepala dengan guillotine di Perancis. Hukum
Menurut Khagram, Rikker, dan Sikkink,
modern tentu saja melarang penggunaan
norma internasional (global norms) merupakan
ketakutan sebagai alat dominasi politik karena
harapan bersama atau standar perilaku
tuntutan kemanusian. Namun tidak berarti
yang tepat diterima oleh negara-negara dan
ketakutan tidak lagi menjadi alat politik. Hal
organisasi-organisasi antar pemerintah yang
ini sejalan dengan pendapat Schmid yang
dapat diterapkan bagi negara, organisasi antar
menyebutkan:26
pemerintah, dan/atau berbagai macam pelaku
“Fear is a powerful tool in politics. Demagogues
non-state“. Secara umum, norma-norma
have at times conjured up the fear of an impending
internasional diciptakan sebagai respons
threat from across the borders to rally the populace
langsung terhadap krisis, atau langkah-langkah
behind them. The second use of fear in politics is
baru yang dibangun di atas norma-norma
more direct: despots and demagogues decide to
yang ada. Norma-norma internasional pada
apply the fear directly on the populace or sections
umumnya diumumkan oleh negara dan anggota
thereof in order to terrorize them into obedience and
masyarakat internasional saat menandatangani
submission”.
kesepakatan seperti perjanjian, konvensi,
Hingga saat ini, konsep terorisme belum
deklarasi, atau komunike.23
memiliki definisi yang jelas dan pasti. Jika
3. Konsep Terorisme mengacu pada tulisan Brian Jenkins, maka
Jika mengacu pada Oxford English Dictionary, istilah terorisme akan sangat bergantung pada
salah satu definisi dari kata “terrorism” diartikan sudut pandang dari orang yang menilainya.
sebagai “a system of terror”.24 Kata “terror”sendiri Sebagain besar istilah terorisme selalu
mengandung arti penggunaan kekerasan, untuk dikonotasikan secara negatif dan dikaitkan
menciptakan atau mengondisikan sebuah iklim dengan nilai-nilai moral masyarakat karena
ketakutan di dalam kelompok masyarakat yang mampu memberikan pengaruh secara luas.
lebih luas, ketimbang sekadar pada jatuhnya Dengan demikian, seberapa besar pengaruh
korban kekerasan.25 Terror dan terroris selalu dari pihak yang memberikan label “teroris” akan
sangat menentukan persepsi dan sudut pandang
21
Finnemore dan Sikkink, h. 895.
22
Finnemore dan Sikkink, h. 896. pihak lain untuk mengikutinya.27 Sementara
23
Johanna Martinsson, Global Norms: Creation, Diffusion, menurut Hoffman, terorisme merupakan
and Limits, Washington D.C.: The International Bank sebuah tindakan menyebarkan ketakutan
for Reconstruction and Development / The World Bank,
2011, h. 2-3. 26
A. Schmid, “Terrorism as Psychological Warfare”.
24
Bruce Hoffman, Inside Terrorism, New York: Columbia Democracy and Security, I, 2005, h. 137-146.
University Press, 2006, h. 2. 27
Hoffman, h. 23.
25
Winarno, h. 172.

Hidayat Chusnul Chotimah: Identitas Nasional dan Norma Internasional 195


secara sengaja melalui kekerasan atau ancaman memburu para pelaku, membongkar motif
kekerasan dalam mengejar suatu perubahan dan jaringannya, menghukum para pelaku,
politik. Dalam hal ini, terorisme secara khusus dan membuat langkah-langkah pencegahan di
dirancang untuk menanamkan efek psikologis kemudian hari. Respons politik ditunjukkan
maupun fisik secara langsung terhadap obyek dengan pertama-tama mengeluarkan kebijakan
serangan mereka. Hal ini dimaksudkan untuk pemerintah yang baru di sektor penanganan
menanamkan rasa takut dan mengintimidasi terorisme. Pada akhirnya, kedua respons
target korban termasuk kelompok etnis atau tersebut (profesional dan politik) memang tidak
agama saingannya dalam lingkup pemerintah terpisahkan satu sama lain.
nasional, partai politik, atau opini publik secara Kontra-teror merupakan reaksi terhadap
umum.28 tindakan terorisme yang ditujukan langsung
4. Respons terhadap Terorisme terhadapnya atau terjadi di wilayahnya.
Dalam konteks respons terhadap terorisme,
Dalam literatur ilmu politik dan studi
di sini pemerintah melancarkan teror balik
keamanan, respons atau bentuk kebijakan
terhadap kekuatan-kekuatan terorganisasi
pemerintah dalam merespons tindakan
yang diidentifikasi atau diduga berada di
terorisme secara umum bisa dikelompokkan
belakang tindakan teror tersebut. Kata kunci
kedalam empat jenis yaitu membiarkan, respons
dari respons ini adalah “menghukum” atau
aktif-reaktif, kontra terror dan melunak.29
“menghabisi” dan sekaligus “balas dendam”
Membiarkan merujuk kepada sikap pemerintah
terhadap apa yang telah diperbuat atau diduga
menyamakan tindak kejahatan terorisme
telah diperbuat oleh individu, organisasi, atau
sebagai tindak kejahatan biasa dan bukan
negara teroris. Respons model ini, selain untuk
kejahatan yang sama sekali baru. Membiarkan
menunjukkan kesungguhan politis pemerintah
tidak berarti tidak melakukan tindakan sama
menghadapi terorisme, juga biasanya dimotori
sekali. Sebagaimana terhadap tindak kejahatan
oleh agenda yang lebih besar dan telah disiapkan
yang lain, pemerintah tidak melakukan reaksi,
sebelumnya. Respons semacam ini hanya bisa
perubahan perilaku, dan perubahan kebijakan
dilakukan oleh sebuah negara dengan kekuatan
menghadapi kejahatan tersebut, selain
militer besar. Dampak dari respons semacam ini
memerintahkan penyelidikan dan memburu
adalah munculnya aksi-aksi teror balasan yang
pelakunya. Setelah berhasil ditangkap, pelaku
bersifat berantai.
tindak kejahatan terorisme dijatuhi hukuman
Melunak sebagai bentuk respons terhadap
dengan ketentuan-ketentuan yang sudah ada.
teroris ditunjukkan dengan kesediaan pemerintah
Dalam konteks respons aktif-reaktif, batas
untuk menuruti sebagian atau seluruh tuntutan
antara respons aktif dan reaksi berlebihan
pihak teroris, terutama terjadi pada kasus-kasus
sangat tipis. Respons aktif-reaktif ini bisa
seperti pembajakkan pesawat dan penyanderaan.
dikelompokkan ke dalam dua jenis, yakni:
Respons semacam ini biasanya dilakukan karena
respons profesional dan respons politis.
keterpaksaan, karena pada dasarnya tidak ada
Respons-respons semacam ini menjadi sangat
pemerintah yang tunduk kepada terorisme.
penting, terutama bagi sebuah pemerintah
Keterpaksaan bisa terjadi karena kondisi dan situasi
demokratis, karena pers dan publik akan
atau karena pemerintah memang lemah dan tidak
menuntut sebuah sikap pemerintah yang bisa
memiliki kemampuan untuk memberikan respons
dibaca sebagai kesungguhan untuk menangani
yang lebih tegas.
tindak terorisme. Respons profesional
ditunjukkan dengan dikeluarkannya instruksi
II. Pembahasan
pemerintah yang diikuti langkah-langkah yang
sungguh-sungguh untuk menangani terorisme: A. Arti Penting Identitas Nasional Indonesia
Identitas nasional bagi bangsa Indonesia
28
Hoffman, h. 40-41.
ditentukan oleh ideologi yang dianut dan

29
Haryono, h. 236-237.

196 Politica Vol. 7 No. 2 November 2016


norma dasar yang dijadikan pedoman untuk Dasar pertimbangan tentang bendera, bahasa,
berperilaku. Semua identitas ini menjadi ciri yang dan lambang negara, serta lagu kebangsaan
membedakan bangsa Indonesia dari bangsa lain. Indonesia diatur dalam undang-undang karena
Identitas nasional Indonesia dapat diidentifikasi (1) bendera, bahasa, dan lambang negara, serta
baik dari sifat lahiriah yang dapat dilihat maupun lagu kebangsaan Indonesia merupakan sarana
dari sifat batiniah yang hanya dapat dirasakan pemersatu, identitas, dan wujud eksistensi
oleh hati nurani. Bagi bangsa Indonesia, jati bangsa yang menjadi simbol kedaulatan dan
diri tersebut dapat tersimpul dalam ideologi dan kehormatan negara sebagaimana diamanatkan
konstitusi negara, yaitu Pancasila dan Undang- dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun Indonesia Tahun 1945; dan (2) bahwa bendera,
1945. Jati diri bangsa Indonesia merupakan bahasa, dan lambang negara, serta lagu
suatu hasil kesepakatan bersama bangsa tentang kebangsaan Indonesia merupakan manifestasi
masa depan berdasarkan pengalaman masa kebudayaan yang berakar pada sejarah
lalu. Jati diri bangsa harus selalu mengalami perjuangan bangsa, kesatuan dalam keragaman
proses pembinaan melalui pendidikan demi budaya, dan kesamaan dalam mewujudkan
terbentuknya solidaritas dan perbaikan nasib di cita-cita bangsa dan Negara Kesatuan Republik
masa depan. Konsep identitas nasional dalam arti Indonesia.31 Sementara keberadaan Pancasila
jati diri bangsa dapat ditelusuri dalam buku karya dan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Kaelan yang berjudul Filsafat Pancasila. Menurut Indonesia Tahun 1945 sebagai identitas
Kaelan jati diri bangsa Indonesia adalah nilai-nilai nasional Indonesia bukan hanya bersifat
yang merupakan hasil buah pikiran dan gagasan simbolis, namun terinternalisasi sebagai falsafah
dasar bangsa Indonesia tentang kehidupan yang hidup bagi masyarakat Indonesia. Dengan
dianggap baik yang memberikan watak, corak, kata lain, Pancasila sebagai identitas nasional
dan ciri masyarakat Indonesia. Ada sejumlah ciri memiliki makna bahwa seluruh rakyat Indonesia
yang menjadi corak dan watak bangsa yakni sifat seyogianya menjadikan Pancasila sebagai
religius, sikap menghormati bangsa dan manusia landasan berpikir, bersikap, dan berperilaku
lain, persatuan, gotong royong dan musyawarah, dalam kehidupan sehari-hari. Cara berpikir,
serta ide tentang keadilan sosial. Nilai-nilai dasar bersikap, dan berperilaku bangsa Indonesia
tersebut dirumuskan sebagai nilai-nilai Pancasila tersebut menjadi pembeda dari cara berpikir,
sehingga Pancasila dikatakan sebagai jati diri bersikap, dan berperilaku bangsa lain.32
bangsa sekaligus identitas nasional. Menurut Menurut Kaelan, Pancasila memiliki
Hardono Hadi, jati diri mencakup tiga unsur yaitu kedudukan sebagai dasar negara yang memuat
kepribadian, identitas, dan keunikan. Pancasila beberapa hal berikut:33
sebagai jati diri bangsa lebih dimaknai sebagai 1) Pancasila sebagai dasar negara adalah
kepribadian (sikap dan perilaku yang ditampilkan merupakan sumber dari segala sumber
manusia Indonesia) yang mencerminkan lima hukum Indonesia.
nilai Pancasila. Pancasila dipahami bukan rumus 2) Meliputi suasana kebatinan
atau statusnya tetapi pada isinya, yakni nilai-nilai (Geistlicbenbintergrund) dari Undang-
luhur yang diakui merupakan pandangan hidup Undang Dasar 1945.
bangsa yang disepakati.30 3) Mewujudkan cita-cita hukum bagi hukum
Secara simbolis, identitas nasional dasar negara (baik hukum dasar tertulis
Indonesia dapat terlihat dalam Undang-Undang maupun tidak tertulis )
No. 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, 4) Mengandung norma yang mengharuskan
dan Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan. Undang-Undang Dasar mengandung isi
31
Ibid, h. 39.
30
“Bab II Bagaimana Esensi dan Urgensi Identitas Nasional 32
Ibid, h. 43.
Sebagai Salah Satu Determinan Pembangunan Bangsa 33
Kaelan, Negara Kebangsaan Pancasila, Yogyakarta:
dan Karakter?”, h. 31-32.
Paradigma, 2013.

Hidayat Chusnul Chotimah: Identitas Nasional dan Norma Internasional 197


yang mewajibkan pemerintah dan lain bangsa Indonesia dari ancaman terorisme.
lain penyelenggara negara (termasuk Hal ini dapat dilakukan dengan menerapkan
para penyelenggara partai dan golongan kewajiban bela negara sebagai salah satu wujud
fungsional) memegang teguh cita-cita cinta tanah air bagi masyarakat Indonesia.
moral rakyat yang luhur. Melalui tindakan bela negara, maka aksi dan
5) Merupakan sumber semangat bagi Undang- jaringan terorisme akan mampu ditangani
Undang Dasar 1945, bagi penyelenggara secara bersama-sama melalui prinsip gotong-
negara, para pelaksana pemerintahan (juga royong dalam memberantas ketidakadilan yang
para penyelenggara partai dan golongan telah dilakukan oleh pelaku tindakan terorisme.
fungsional) di mana masyarakat dan Menurut Yudi Latif, aksi dan jaringan
negara Indonesia senantiasa tumbuh dan terorisme merupakan gejala permukaan dari
berkembang seiring dengan perkembangan kelalaian bangsa dalam mengaktualisasikan
zaman dan dinamika masyarakat. nilai-nilai Pancasila. Hal ini dapat dilihat
Dalam kehidupan bernegara, Pancasila pada teori-teori sosial tentang terorisme yang
sebagai filsafat hidup bangsa Indonesia diringkas premis-premisnya ke dalam lima
merupakan core values, dasar filosofis, maupun prinsip Pancasila yaitu sebagai berikut. 36
sumber nilai bagi peraturan perundang- 1. Terorisme mencerminkan kemiskinan
undangan negara Indonesia. Melalui falsafah kehidupan keagamaan di mana semangat
Pancasila maka hukum di Indonesia bukan ketuhanan dikembangkan tanpa keadaban
hanya bersifat positif, empiris, formal dan nilai-nilai kasih sayang (rahman-rahim)
logis belaka melainkan juga mendasarkan yang menjadi kaidah emas semua agama.
pada nilai-nilai dan pandangan hidup yang 2. Terorisme mencerminkan relasi
berkembang pada masyarakat Indonesia. kemanusiaan pada tingkat global yang
Sebagai konsekuensinya, sesuai dengan sila mengabaikan hak-hak asasi manusia,
kedua Pancasila yaitu “kemanusian yang adil dan rasa keadilan, dan keadaban. Menurut
beradab”, maka keberadaan hukum ditujukan pandangan Juergen Habermas, keberadaan
untuk manusia, dan bukan sebaliknya sehingga fundamentalisme-terorisme merupakan
antara hukum dan realitas masyarakat tidak reaksi terhadap kegagalan sekularisasi dan
dapat dipisahkan.34 ekstensifikasi rasionalitas instrumental
Dalam kaitannya dengan aksi dan jaringan atas dunia kehidupan (Lebenswelt), yang
terorisme, maka nilai-nilai Pancasila harus membuat banyak komunitas tercerabut
ditumbuhkan kembali di kalangan masyarakat dari akar kehidupan tradisionalnya. Dalam
Indonesia dalam rangka menghadapi gencarnya artian bahwa fundamentalisme tersebut
propaganda radikalisme dan terorisme merupakan respons panik dan gagap
khususnya bagi kelompok masyarakat yang menghadapi modernitas dan globalisasi
berpotensi mudah dipengaruhi untuk menjadi yang ditandai dengan adanya resistensi diri
teroris.35 Sesuai dengan nilai-nilai filsafat terhadap prinsip kehidupan global.
Pancasila dalam sila ketiga yaitu “Persatuan 3. Terorisme mencerminkan pelumpuhan
Indonesia”, maka masyarakat Indonesia harus kapasitas kewarganegaraan untuk
bersatu padu dalam menjaga integritas nasional menjalin persatuan dalam keragaman.
Studi-studi sosiologi agama menunjukkan
34
Ongky Setio Kuncono, “Posisi Pancasila sebagai bahwa fundamentalisme sebagai akar
Landasan Hukum di Indonesia”, Published on Monday, terorisme mudah melanda pribadi-pribadi
04 November 2013, http://www.spocjournal.com/
hukum/422-posisi-pancasila-sebagai-landasan-hukum-di-
dengan ruang pergaulan yang tertutup
indonesia.html, diakses pada 30 Agustus 2016. dan homogen. Isolasi sosial cenderung
35
“Pancasila Senjata untuk Lawan Terorisme”, http://argo. memandang kebaruan dan perbedaan
co.id/pdffile/koran_pelita_2016_08_10.pdf, diakses pada
30 Agustus 2016. 36
Yudi Latif, ibid.

198 Politica Vol. 7 No. 2 November 2016


sebagai ancaman, yang melahirkan Pancasila yaitu “Kemanusiaan yang adil dan
mekanisme defensif melalui konsolidasi beradab”. Berdasarkan sila kedua Pancasila,
dan politisasi identitas. manusia seyogyanya memiliki hak untuk hidup
4. Keempat, terorisme mencerminkan sehingga hak tersebut harus dilindungi dan
penyimpangan dalam pelaksanaan tidak boleh dirampas. Oleh sebab itu, untuk
kedaulatan rakyat. Dalam visi demokrasi memerangi aksi dan jaringan terorisme harus
permusyawaratan, demokrasi memperoleh dimulai dari diri sendiri dan mengembangkan
kesejatiannya dalam penguatan daulat rakyat pola pikir pluralisme maupun demokrasi
ketika kebebasan politik berkelindan dengan Pancasila serta saling-menghormati antar agama.
kesetaraan ekonomi, yang menghidupkan Sementara menurut Hendri, ada sejumlah cara
persaudaraan dalam kerangka “musyawarah- untuk menanggulangi aksi dan jaringan terorisme
mufakat”. Dalam praktiknya, sifat demokrasi diantaranya yaitu membangkitkan kembali spirit
permusyawaratan yang bersifat egaliter, dan nilai nilai Pancasila, perbaikan metode
imparsial, dan inklusif tersisihkan oleh dakwah oleh pemuka agama, meningkatkan
pengadopsian nilai-nilai demokrasi liberal, kepedulian masyarakat akan pentingnya bela
sehingga membuat banyak komunitas tidak negara, dan adanya upaya perbaikan dari
memiliki akses ke dalam proses pengambilan pemerintah sesuai ideologi Pancasila.38
keputusan formal. Kelompok-kelompok
terpinggirkan dari gelanggang politik resmi B. Norma Internasional
inilah yang kemudian menjadi penonton Dasar untuk memerangi terorisme terdapat
agresif, yang merasa perlu “berteriak” melalui dalam kerangka PBB yaitu dalam kerangka
aksi brutal untuk menarik perhatian publik. kerjasama antar pemerintah dengan tujuan
5. Kelima, terorisme mencerminkan adanya menuntut para pelaku teroris. Pada hakikatnya,
persoalan dalam pemenuhan kesejahteraan kemunculan terorisme sebagai sebuah aksi
dan keadilan sosial. Melebarnya global yang perlu ditangani bersama melalui
ketidakadilan dan ketimpangan sosial norma internasional sebenarnya dapat
memberikan lahan yang subur bagi ditelusuri melalui siklus hidup dari norma itu
pengembangbiakan radikalisme. sendiri. Norma internasional dalam memerangi
Berpijak pada premis-premis tersebut maka terorisme diciptakan untuk mengatasi krisis
dapat tersimpulkan bahwa aksi terorisme berawal global yang menyangkut keamanan manusia
dari penggerusan ideologi bangsa, sehingga sebagai taruhan atas aksi tersebut. Seperti
dengan memperkuat ideologi Pancasila, aksi dalam teori yang dijelaskan oleh Finnemore
dan jaringan terorisme mampu dicegah dan dan Sikkink, maka siklus terbentuknya norma
ditangkal. Hal ini dapat dilihat bahwa Pancasila internasional dalam memerangi terorisme
dan nasionalisme Indonesia berpijak pada prinsip ini dapat dibagi ke dalam tiga proses yaitu
toleransi, satu nusa, satu bangsa, kebhinekaan, norm emerge, norm cascade dan internalization.
dan berkepribadian timur yang efektif dalam Norm emerge tentang terorisme sendiri dapat
membentengi bangsa Indonesia dari propaganda dianalisis ketika sejumlah kejahatan teroris
radikalisme dan terorisme.37 Sejumlah aksi telah didefinisikan dalam dua belas konvensi
terorisme yang telah disebutkan sebelumnya sejak tahun 1963.39 Selanjutnya, hingga tahun
telah menyebabkan ketakutan maupun korban
38
“Pahami Nilai Pancasila Untuk Tangkal Terorisme”, http://
jiwa sehingga hal tersebut melanggar sila kedua beritapagi.co.id/2016/07/31/pahami-nilai-pancasila-untuk-
tangkal-terorisme.html, diakses pada 30 Agustus 2016].

37
Bernadus Wijayaka, “Pancasila dan Kearifan Lokal Indonesia 39
Wolfgang S. Heinz dan Jan-Michael Arend, The
Efektif Cegah Terorisme”, http://www.republika.co.id/ International Fight against Terrorism and the Protection
berita/nasional/umum/16/08/24/ocewr0291-pancasila-dan- of Human Rights with Recommendations to the German
kearifan-lokal-indonesia-efektif-cegah-terorisme, diakses Government and Parliament, Berlin: German Institute for
pada 30 Agustus 2016. Human Rights, 2005, h. 10.

Hidayat Chusnul Chotimah: Identitas Nasional dan Norma Internasional 199


1990-an, terorisme ditangani dengan hampir untuk membela diri dan mewajibkan negara-
seluruhnya oleh Majelis Umum PBB, yang negara anggota PBB untuk mengadopsi langkah-
mendekati masalah ini sebagai masalah umum langkah komprehensif dalam melawan terorisme.
internasional daripada yang berkaitan dengan Hal ini tercantum dalam Resolusi 1368 yaitu “the
peristiwa tertentu atau konflik tertentu. inherent right of individual or collective self-defense”
Perjuangan dalam mendefinisikan terorisme diakui sebagai respons yang sah (legitimate
dengan cara yang memungkinkan melalui response). Beberapa minggu kemudian, Dewan
tindakan yang “sah” dalam menekan sejumlah Keamanan PBB mengeluarkan resolusi yang
gerakan internasional berdasarkan pada komprehensif, yang menguraikan serangkaian
serangkaian konvensi hukum internasional langkah-langkah komprehensif yang harus
maupun resolusi hukum. Dewan Keamanan dilakukan oleh negara untuk “mencegah dan
PBB mulai mengambil pertanyaan terkait menekan tindakan teroris”. Berbagai langkah
terorisme pada 1990-an dalam menanggapi yang diuraikan dalam resolusi Dewan Keamanan
peristiwa tertentu seperti, tiga kasus (jatuhnya PBB nomor 1373 (2001), memiliki persyaratan
penerbangan Pan Am dan UTA, percobaan rinci yang memerlukan tindakan signifikan
pembunuhan Mubarak, dan pemboman oleh negara-negara anggota PBB, termasuk
kedutaan Amerika) sehingga kemudian perubahan undang-undang nasional, yang juga
menyebabkan sanksi. Bentuk sanksi tersebut mengikat berdasarkan pada Bab VII Piagam
yaitu ditujukan terhadap Libya dan Sudan PBB. Resolusi ini untuk pertama kalinya
karena menolak untuk mengekstradisi menciptakan kewajiban yang seragam bagi 191
tersangka; dan melawan rezim Taliban di negara anggota PBB.41 Dikeluarkannya resolusi
Afghanistan yang mendukung kelompok- Dewan Keamanan PBB tersebut menandakan
kelompok teroris maupun yang menolak untuk adanya proses “internalization” bagi negara-
mengekstradisi bin Laden.40 negara anggota PBB dengan membuat peraturan
Norm emerge masih berlanjut ketika terjadi nasional dalam memerangi terorisme.
pemboman gedung World trade center pada 11 Proses internalisasi terhadap norma
September 2001. Akibat dari peristiwa tersebut, internasional dalam upaya memerangi terorisme
Amerika Serikat kemudian bertindak sebagai secara global tidak cukup hanya melalui dua
norm entrepreneur dengan menggaungkan resolusi tersebut, bahkan pada tanggal 20 Januari
“perang melawan terorisme (war on terror)”. Hal 2003, melalui pertemuan tingkat menteri luar
ini kemudian mempengaruhi norm cascade dalam negeri, Dewan Keamanan PBB menyetujui
meluaskan norma-norma internasional untuk resolusi 1456, yang menyebutkan bahwa
melawan terorisme melalui peraturan yang terorisme bisa dilawan hanya dengan melalui
dikeluarkan Dewan Keamanan PBB. Sebagai penegakan prinsip-prinsip yang terdapat dalam
sarana dalam menyebarkan norma internasional piagam PBB dan standar hukum internasional
baik melalui Majelis Umum PBB maupun Dewan yang diamati. Lebih konkretnya, resolusi
Keamanan PBB, terorisme dengan cepat menjadi juga menyatakan bahwa tindakan terhadap
agenda utama di mana-mana. Dalam kaitan ini, terorisme harus konsisten, khususnya dengan
pasca serangan bom 11 September 2001, Dewan hak asasi manusia, perlindungan pengungsi di
Keamanan PBB kemudian segera mengambil bawah hukum internasional, maupun hukum
langkah-langkah secara cepat dan resmi humaniter internasional. Sementara itu,
termasuk mengijinkan penggunaan kekuatan pada tahun 2004, the U.N. Counter-Terrorism
militer yang dilakukan oleh Amerika Serikat Committee (CTC), yang terdiri dari lima belas
anggota komite anti terror, juga menjadi salah
40
Jane Boulden dan Thomas G. Weiss, “Whither Terrorism
satu upaya dalam memerangi terorisme.42
and the United Nations?”, dalam Jane Boulden dan
Thomas G. Weiss (Ed.), Terrorism and the UN: before 41
Boulden dan Weiss, ibid.
and after September 11. Bloomington, Indiana: Indiana 42
Heinz dan Arend, h. 11.
University Press, 2004, h. 11.

200 Politica Vol. 7 No. 2 November 2016


Sebagai pelaku “norm entrepreneur” dalam C. Respons Indonesia
meluaskan perang melawan teror, Amerika Dalam proses internalisasi terhadap norma
Serikat memiliki tanggung jawab dan minat internasional untuk memerangi terorisme,
khusus ketika menjadikan Dewan Keamanan Indonesia meresponsnya dengan membentuk
PBB sebagai instrumen yang efektif dalam beberapa kebijakan maupun strategi-strategi
memerangi terorisme. Hal ini disebabkan karena tertentu. Respons Indonesia tersebut tidak
PBB memiliki nilai politik dan operasional yang hanya dilandaskan pada pertimbangan politik
besar dalam perang melawan teror. atas norma internasional yang disepakati secara
PBB bisa melakukan lebih banyak global melalui PBB. Di sisi lain, Indonesia
tindakan dalam koridor yang masih tergantung juga mempertimbangkan respons tersebut
dengan kepemimpinan dan dukungan dari berdasarkan pada identitas nasional yang dibawa
Amerika Serikat. Hal ini dapat dilihat sejak kemerdekaan Indonesia yaitu berdasarkan
dari empat kontribusi penting PBB dalam pada falsafah hidup yang terkandung pada sila-
kampanye melawan terorisme. Pertama, dapat sila Pancasila dan konstitusi negara Indonesia
meningkatkan legitimasi tindakan negara, yaitu Undang-Undang Dasar Negara Republik
termasuk tindakan militer terhadap negara Indonesia 1945. Seperti diuraikan sebelumnya,
sponsor terorisme. Tindakan multilateral bahwa tindakan terorisme menyalahi filsafat
melalui PBB juga dapat membantu untuk Pancasila terutama sila kedua Pancasila yaitu
mengisolasi negara sponsor secara politik ”Kemanusiaan yang adil dan beradab”, dan sila
dan ekonomi dan mengurangi pengaruh ketiga Pancasila yaitu ”Persatuan Indonesia”.
mereka di tingkat internasional. Kedua, PBB Terorisme tidak saja hanya menyangkut korban
dapat membantu untuk menciptakan dan jiwa yang melanggar hak hidup masyarakat
mengembangkan norma-norma internasional Indonesia dan internasional, namun, terorisme
dan standar akuntabilitas internasional. juga dapat memecah persatuan bangsa dan
Melalui sanksi yang dikeluarkan oleh PBB pada mengancam stabilitas bangsa Indonesia.
1990-an menandakan bahwa PBB memainkan Sementara itu, pembukaan Undang-Undang
peran penting dalam menghubungkan kegiatan Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
teroris dengan tindak pidana. Dalam dekade dalam Alinea 4 juga berbunyi
berikutnya, Amerika Serikat dan negara-negara “....untuk membentuk suatu pemerintah
lain ingin memastikan bahwa tindakan teroris negara Indonesia yang melindungi segenap
dituntut dan dihukum di seluruh dunia. Ketiga, bangsa Indonesia dan seluruh tumpah
PBB dapat membantu berbagi beban ekonomi darah Indonesia dan untuk memajukan
dalam perang melawan terorisme. Membangun kesejahteraan umum, mencerdaskan
kapasitas negara untuk memerangi terorisme kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan
akan membutuhkan sumber daya material. ketertiban dunia yang berdasarkan
Amerika Serikat memiliki kepentingan dalam kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan
sosial...”
berbagi biaya-biaya tersebut dengan pihak lain.
Keempat, PBB juga dapat membantu berbagi Maka Indonesia di sini berkewajiban untuk
beban politik. Perang melawan terorisme adalah ikut melaksanakan ketertiban dunia karena aksi
pertarungan jangka panjang yang akan menuai dan jaringan terorisme global telah mengancam
baik keberhasilan maupun kegagalan. PBB perdamaian secara internasional. Oleh sebab
telah dan akan terus menjadi benteng politik itu, Indonesia berdasarkan identitas nasionalnya
yang berguna dalam perjuangan yang sedang juga memberikan pertimbangan politik dalam
berlangsung tersebut.43 menginternasilsasi norma internasional dalam
memerangi aksi dan jaringan terorisme global.
Respons Indonesia dalam memerangi aksi
43
Chantal de Jonge Oudraat, “Combating Terrorism”. The
dan jaringan terorisme global, yang juga terjadi
Washington Quarterly, 26:4, 2003, h. 173-174.

Hidayat Chusnul Chotimah: Identitas Nasional dan Norma Internasional 201


di Indonesia, dikategorikan ke dalam jenis dibekukan yakni atas nama Encep Nurjaman
respons aktif-reaktif baik respons profesional alias Hambali, Zulkarnaen, dan Umar Patek.45
maupun respons politik. Respons profesional Di samping itu Indonesia juga membuat sistem
dapat dilihat pada serangkaian instruksi yang pelaporan transaksi mencurigakan terkait aksi
dikeluarkan pemerintah Indonesia yang diikuti dan jaringan terorisme yang telah dilakukan
langkah-langkah untuk menangani terorisme dengan koordinasi antara seluruh satuan tugas
seperti keberhasilan Indonesia dalam menjaring yang ada.46
kelompok terorisme menjadi salah satu strategi Indonesia juga menerapkan sistem kontra
nasional dalam mengomunikasikannya di teror sebagai respons professional dalam
forum internasional. Respons profesional ini menangani aksi dan jaringan terorisme. Dalam
dapat ditelusuri dalam artikel yang ditulis hal ini, Indonesia telah menerapkan strategi de-
Munir tentang perburuan terorisme secara radikalisasi sebagai instrumen melawan tindakan
intensif yang dilaksanakan oleh Densus-88 teroris atau kontra-terorisme dan berdasarkan
yang berhasil menangkap dan menembak mati dinamika perkembangan terorisme, Indonesia
beberapa kader teroris. Upaya tersebut dimulai juga telah membentuk Badan Nasional
dari keberhasilan melakukan penggerebekan Penanggulangan Terorisme (BNPT) tanggal
sarang teroris di Wonosobo, Jawa Tengah, yang 16 Juli 2010. Jika mengkomparasikan dengan
berhasil menembak mati 2 (dua) orang anggota sistem kontra teror yang dianut oleh negara lain
Noordin M. Top pada tahun 2004. Kemudian maka ada kemiripan sistem kontra Indonesia
disusul penggerebekan di Batu, Malang, tanggal dengan India. India sama dengan Indonesia,
9 November 2005 dan menewaskan gembong sama-sama mengandalkan Kepolisian sebagai
teroris yang paling dicari di Indonesia (Dr. tulang punggung dalam operasi kontra terror
Azhari) serta berhasil menangkap delapan mereka. India juga memilik masalah yang
orang pengikutnya di Semarang, Jawa Tengah. hampir identik dengan yang terjadi di Indonesia
Keberhasilan berikutnya juga terlihat dalam karena di negara ini banyak terjadi konflik yang
penyergapan di sebuah rumah Dusun Beji berakar pada radikalisme, suku yang beragam,
Ds/Kec. Kedu Kab. Temanggung, Jawa masih rendahnya tingkat pendidikan, tingkat
Tengah, yang menewaskan Ibrohim tanggal 9 ekonomi yang belum mapan dan sebagainya.
November 2009.44 Respons professional lain Keterbatasan lain dari polisi yang bisa dipetik
yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia dari kasus serangan Mumbai ialah, polisi
yaitu melakukan pemblokiran terhadap memiliki keterbatasan dalam mendeteksi dan
seluruh asset milik individu maupun kelompok menangkal aksi teror sebelum aksi teror itu
teroris yang tercantum dalam Al Qaeda List terjadi. Hal senada juga diungkapkan oleh
Sanction (AQLS) dan Taliban List Sanction Fidho Ricardo dalam tesisnya “Indonesian
(TSL) di mana Indonesia mengeluarkan Counter Terorism Management: Convergence
Surat Keputusan Bersama (SKB) tentang and Divergence of Organizational System” yang
Pencantuman Identitas Korporasi dalam Daftar menyebutkan bahwa perbedaan mendasar
Terduga Teroris dan Organisasi Teroris dan dari TNI dan Polisi ialah, Polisi piawai dalam
Pemblokiran Serta Merta Atas Dana Milik mengoleh TKP, mengidentifikasi pelaku dan
Orang Atau Korporasi Yang Tercantum Dalam menangkapnya sementara TNI memiliki
Daftar Terduga Teroris dan Organisasi Teroris kemampuan menangkal serangan teror sebelum
pada 11 Februari 2015. Saat ini terdapat 17 serangan itu terjadi.47
WNI yang tercatat dalam UNSC 1267, dengan
tiga nama di antaranya yang telah berhasil
45
Putri, h. 90.
44
Muhamad Munir, “Komando Kewilayahan TNI AD
46
Putri, h. 92.
dalam Upaya Pencegahan Terorisme”. Jurnal Yudhagama,
47
Fidho Ricardo, Indonesian Counter Terrorism Management:
Volume 31 Desember 2011. Convergence and Divergence of Organizational Sistem.
Tesis. Jakarta: Universitas Indonesia, 2006.

202 Politica Vol. 7 No. 2 November 2016


Selanjutnya respons politik Indonesia proses penyelidikan dan penyidikan di tingkat
dapat dilihat dari kebijakan yang dikeluarkan Kepolisian, penuntutan di tingkat Kejaksaan,
Indonesia dalam penanganan terorisme. pemeriksaan di Pengadilan dan akhirnya institusi
Kebijakan tersebut dapat dilihat baik dari penghukuman yang lazim disebut sebagai Lembaga
kebijakan secara nasional maupun dengan Pemasyarakatan (correctional institutions).50
melalui strategi kerjasama internasional. Dalam kaitan ini, di lingkungan domestik,
Berikut merupakan uraian terkait respons sesuai dengan komitmen Indonesia untuk
politik Indonesia dalam memerangi terorisme memerangi terorisme, pemerintah Indonesia
global yang terdiri dari kebijakan nasional telah menetapkan Peraturan Perundang-
Indonesia dalam menangani aksi dan jaringan undangan (Perpu) Republik Indonesia No. 1
terorisme global dan strategi Indonesia dalam Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak
kerjasama internasional untuk menanggulangi Pidana Terorisme yang telah disetujui Dewan
jaringan terorisme global. Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR
1. Kebijakan Nasional Indonesia RI) dalam bentuk Undang-Undang No. 15
Tahun 2003 dan diberlakukan surut dengan
Menurut Atmasasmita dalam pencegahan
Undang-Undang No. 16 Tahun 2003. Namun
dan pemberantasan terorisme di Indonesia,
Undang-Undang No. 16 Tahun 2003 telah
kebijakan legislasi sangat menentukan
dibatalkan Mahkamah Konstitusi Republik
keberhasilannya, karena kebijakan legislasi
Indonesia (MK RI). Meskipun demikian,
merupakan arah politik hukum dalam
Indonesia juga telah mengambil langkah dengan
menghadapi terorisme.48 Pengalaman
membentuk Undang-Undang No. 6 Tahun 2006
pemberantasan terorisme di Indonesia sejak
sebagai respons Indonesia juga telah membentuk
peristiwa Bom Bali sampai saat ini dapat dilihat
Undang-Undang No. 9 Tahun 2013 tentang
dalam kebijakan legislasi (Undang-Undang
Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana
No. 15 Tahun 2003) yang menggunakan pola
Pendanaan Terorisme sebagai langkah dalam
“prospective legislation response”. Kebijakan
menetapkan kriminalisasi terhadap pendanaan
tersebut mengutamakan persetujuan parlemen
terorisme. Indonesia juga mengeluarkan
terlebih dahulu sehingga kebijakan legislasi
kebijakan nasional melalui Peraturan Bank
untuk menghadapi terorisme, yang diperlukan
Indonesia (BI) No. 14/27/PBI/2012 tentang
hanya sebatas dalam keadaan normal atau
Penerapan Program Anti Pencucian Uang dan
tertib sipil; tidak dipandang sebagai kebijakan
Pencegahan Pendanaan Terorisme bagi Bank
legislasi dalam keadaan darurat sipil, darurat
Umum.
militer atau darurat perang.49
Tindakan Indonesia dalam menerbitkan
Tindakan terorisme yang telah terjadi juga
Undang-Undang tersebut juga dipengaruhi
memaksa pemerintah Indonesia untuk membuat
oleh norma internasional yang tertuang dalam
suatu kebijakan-kebijakan (policies) dalam rangka
Resolusi di Dewan Keamanan PBB No. 1373
melakukan pengamanan yang lebih ekstra agar
dan kecenderungan untuk mengenyampingkan
kemudian tindakan terorisme yang merugikan
prinsip-prinsip “due process of law” dan
tersebut tidak terulang di kemudian hari.
lebih berpihak pada perlindungan dan hak
Pelaku tindak pidana terorisme harus mengikuti
korban daripada pelaku terror. Pendekatan
proses peradilan pidana secara utuh, mulai dari
strategi perundang-undangan anti terorisme
48
Romli Atmasasmita, “Terorisme Dalam Peta Politik yang dikedepankan pasca serangan bom di
Hukum Internasional dan Politik Hukum Nasional”. gedung WTC New York dan Bali, retributif
Makalah disampaikan pada Diskusi Kajian tantang dan disengagement (pemutusan kontak) jika
Terorisme di Ditjenstarahan Kemhan tanggal 16 Januari
perlu pelaku teror diasingkan dari kawan-
2012.
49
Mompang L. Panggabean, “Mengkaji Kembali Perpu
50
Farid Septian, “Pelaksanaan Deradikalisasi Narapidana
Antiterorisme” dalam Mengenang Perpu Anti Terorisme. Terorisme di Lembaga Pemasyarakatan Kelas 1 Cipinang”.
Jakarta: Suara Muhamadiyah, 2003. Jurnal Kriminologi Indonesia, Vol. 7, No. 1, Mei 2010, h. 109.

Hidayat Chusnul Chotimah: Identitas Nasional dan Norma Internasional 203


kawannya atau masyarakat sekitar. Indonesia terorisme (triangle paradigm). Keberhasilan
juga telah menyiapkan rancangan undang- pemberantasan terorisme di Indonesia sampai
undang keamanan nasional sebagai strategi saat ini justru karena perbedaan pendekatan
pertahanan nasional dari berbagai ancaman dan pemahaman tentang terorisme dengan
yang dapat mengganggu kestabilan negara, negara-negara barat tersebut di atas.52
termasuk dari ancaman terorisme. Di sisi lain, Pemberantasan terorisme ini juga tidak
dunia internasional juga menindaklanjuti hanya melibatkan satu lembaga saja. Meskipun
isu terorisme dengan berbagai strategi dan pelibatan TNI ke ranah kontra teror tentu tidak
pendekatan, terutama yang bersifat by force semudah membalik telapak tangan, namun
atau koersif. Masalahnya adalah ternyata Undang-Undang No. 2 Tahun 2002 mengenai
pendekatan tersebut masih belum cukup efektif Kepolisian Negara Republik Indonesia telah
untuk memberantas jaringan terorisme hingga mengamanatkan bahwa Polisi sebagai pemain
ke akar permasalahan. Dengan demikian, utama dalam operasi kontra teror sementara
perdebatan mengenai akar permasalahan TNI hanya akan dilibatkan jika ada permintaan
isu terorisme memunculkan urgensi untuk bantuan dari pihak kepolisian. Hal ini
merumuskan pendekatan lain yang lebih lunak disebabkan karena Indonesia masih menganggap
sehingga menyasar hingga ke embrio problema.51 bahwa tindakan teror masuk kedalam kategori
Indonesia juga sedang membahas tertib sipil dimana penyelenggaraan fungsi
Rancangan Undang-Undang tentang keamanan publik dilaksanakan oleh setiap
Keamanan Nasional (RUU Kamnas). RUU unsur pemerintahan secara fungsional di bawah
Kamnas tidak hanya melihat terorisme sebagai tanggung jawab menteri yang membidangi
ancaman keamanan, namun juga aspek lain. urusan dalam negeri. TNI dapat dilibatkan
Penyusunan RUU Kamnas didasarkan pada kedalam ranah penanggulangan teror jika
pengalaman pengaturan keamanan nasional pemerintah Indonesia melakukan sekuritisasi
dari berbagai negara misalnya pengaturan isu terorisme.53
keamanan nasional Negara Inggris yang 2. Strategi Indonesia dalam Kerja Sama
termuat dalam The Anti-Terrorism, Crime and Internasional
Security Act 2001. Berbeda halnya dengan
Pemerintah Indonesia mengembangkan
pemberlakuan Undang-Undang Anti Terorisme
kerja sama yang bernilai positif bagi kepentingan
di negara barat kecuali di AS yang memasukkan
nasional dan lingkungan internasional, dengan
terorisme dengan berlatar belakang idiologi
memperhatikan prinsip saling menghormati,
dan agama; sedangkan Undang-Undang yang
mempercayai, dan menguntungkan. Kerjasama
sama di Indonesia dan AS tidak menggunakan
internasional bidang pertahanan berkaitan
kategori tersebut. Kebijakan legislasi di negara
dengan kebijakan politik luar negeri, sehingga
barat (Inggris, Kanada dan Australia) yang
senantiasa dilaksanakan dengan prinsip one gate
memasukkan unsur latar belakang idiologi dan
policy. Segala bentuk kerjasama internasional
agama justru dapat menimbulkan perpecahan
di bidang pertahanan menghindari
kesatuan dan persatuan di kalangan
pembentukan suatu pakta pertahanan yang
umat beragama di Indonesia. Atas dasar
dapat mengurangi makna politik luar negeri
pertimbangan tersebut, Undang-Undang Anti
Indonesia yang bebas dan aktif. Indonesia
Terorisme Indonesia tidak menganut strategi
ikut dalam kerjasama internasional yang
disengagement tetapi strategi cooperativeness
terkait dengan penanggulangan ancaman
dengan mempertimbangkan tiga paradigma
nasional dan internasional seperti teorisme,
yaitu perlindungan kedaulatan negara,
perlindungan korban dan perlindungan pelaku 52
Atmasasmita, op. cit.
53
Reza Ahmad Syaiful, “Pembentukan Badan Gabungan
51
http://strahan.kemhan.go.id/web/jdih/myupload/kajian_ Khusus untuk Penanggulangan Terorisme di Indonesia”,
terorisme.pdf, diakses pada 1 September 2016. Tesis. Jakarta: FISIP Universitas Indonesia, 2010, h. 103.

204 Politica Vol. 7 No. 2 November 2016


penyelundupan, kejahatan terorganisir dan integritas sistem keuangan dengan mengatur
sebagainya seperti kerjasama internasional dan mengawasi sektor keuangan sesuai standar
Asia Pacific Parliamentary Forum (APPF). internasional. Selain itu, Indonesia juga
Dalam Sidang Pleno APPF, delegasi Indonesia mendukung Strategi Kontra Terorisme Global
telah menyampaikan sumbangan pemikiran PBB (the Global Counterterrorism Strategy of
terhadap beberapa masalah yang menjadi the UN) dan bersama-sama dengan Amerika
agenda sidang antara lain berkaitan dengan Serikat, Indonesia mengetuai kelompok kerja
penguatan perdamaian dan keamanan kawasan, ahli kontraterorisme dalam mekanisme ASEAN
memerangi terorisme, perdagangan obat Defense Minister Meeting-Plus (ADMM-Plus).55
terlarang dan kejahatan terorganisir, situasi Selain itu, Indonesia juga menandatangani
di Timur Tengah dan Afrika Utara, APEC, deklarasi bersama untuk memberantas terorisme
perspektif keparlemenan dan WTO, ketahanan (ASEAN Declaration on Joint Action to Counter
energi dan pangan, manajemen bencana, dialog Terrorism), menjalankan beberapa pelatihan
lintas-agama, kebudayaan dan peradaban, perang urat syaraf bagi para petugas kepolisian
hingga inovasi dalam pertumbuhan ekonomi.54 dan intelijen, mendeteksi bahan-bahan
Dalam Drafting Committee dan Working peledak, investigasi pasca ledakan, keamanan
Group, delegasi ikut aktif merumuskan draft di bandara dan keamanan dokumen perjalanan,
resolusi dan telah berupaya memperjuangkan masalah-masalah imigrasi dan pengawasan
agar semua usulan Indonesia bisa dibahas dan perbatasan. Selanjutnya melalui Konferensi
diadopsi sebagai resolusi APPF. Indonesia ASEAN Chief of Police (ASEANAPOL) yang
percaya bahwa program melawan terorisme diselenggarakan di Phnom Penh, kemudian
perlu mendapat perhatian serius oleh negara- pertemuan dalam Forum Regional ASEAN
negara anggota APPF melalui kerjasama dengan (ARF), Indonesia ikut menyepakati langkah-
organisasi-organisasi internasional dan regional langkah kongkrit yang mencakup pembekuan
yang relevan, dan partisipasi aktif negara anggota asset teroris, penerapan standar internasional,
APPF dalam isu-isu kontra-terorisme. Negara- kerjasama pertukaran informasi dan kegiatan
negara anggota APPF harus berkolaborasi untuk lainnya, serta kesepakatan untuk membentuk
menghalangi masuknya gerakan teroris ke dalam pertemuan mengenai counter terrorism dan
sistem keuangan dunia, dan menggunakan kejahatan transnasional yang dipimpin bersama
jejak pendanaan mereka untuk mencari dan oleh Malaysia dan AS tahun 2002-2003.56
menangkap teroris, sesuai dengan Piagam Upaya yang dilakukan Indonesia tersebut
PBB dan Peraturan Internasional. Sementara berdasarkan identitas Indonesia sebagai negara
Indonesia menilai bahwa pendekatan dan yang memiliki kebijakan politik luar negeri yang
langkah-langkah komprehensif harus dilakukan bebas aktif. Indonesia lebih mengedepankan
dengan meratifikasi Konvensi Internasional dialog kerjasama dengan negara lain tanpa
Pemberantasan Pendanaan Terorisme (the melepaskan kepentingan nasional yang terkait
International Convention for the Suppression of the dengan strategi keamanan nasional Indonesia.
Financing of Terrorism), melaksanakan Resolusi Kepentingan nasional tersebut didasarkan
Dewan Keamanan PBB 1373 dan 1390 yang pada norma yang tercantum dalam konstitusi
mencakup pemblokiran efektif aset teroris, negara Indonesia. Bahkan Indonesia berusaha
kriminalisasi pendanaan terorisme, peningkatan mengomunikasikan strategi nasional untuk
upaya penyelidikan dan penuntutan pencucian penanggulangan terorisme melalui forum
uang dan pembiayaan teroris, dan langkah- dialog dalam kerjasama internaisonal yang
langkah pencegahan untuk melindungi diikuti. Pemerintah Indonesia juga telah
mengkonsolidasikan kemajuan politik dan
54
Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR
RI), Laporan Delegasi DPR-RI Sidang Tahunan Ke-21
Asia Pacific Parliamentary Forum (APPF) Tanggal 27–31
55
DPR RI, ibid.
Januari 2013, di Vladivostok, Rusia.
56
Winarno, h. 192-194.

Hidayat Chusnul Chotimah: Identitas Nasional dan Norma Internasional 205


ekonomi baru-baru ini dan peduli lebih, dalam tersebut melanggar falsafah hidup bangsa
perhitungan strategis regional. Selain itu, Indonesia dan norma internasional yang
sebelumnya Indonesia dan Amerika Serikat, berlaku. Perang melawan terorisme sendiri
sebagai negara demokrasi kedua dan ketiga menjadi norma internasional yang telah diakui
terbesar di dunia, juga memfokuskan pada oleh seluruh negara dan bangsa melalui resolusi
penguatan hubungan keamanan dengan yang dikeluarkan oleh Dewan Keamanan PBB,
mengadakan dialaog yaitu Amerika Serikat- khususnya pasca serangan teror 11 September
Indonesia Security Dialog.57 2001. Siklus terbentuknya norma internasional
Indonesia juga menunjukkan keseriusan dalam memerangi aksi dan jaringan terorisme
dalam upaya penanganan pendanaan terorisme ini melalui beberapa proses yaitu norm emerge,
di mata dunia internasional, yang ditunjukkan norm cascade dan internalisasi. Indonesia
dengan mematuhi norma internasional melakukan proses internalisasi terhadap norma
yang ada, yakni Indonesia telah meratifikasi internasional ini berdasarkan pada pertimbangan
International Convention for The Suppression politik atas identitas nasional yang dibawa sejak
of The Financing of Terrorism 1999 dan telah kemerdekaan Indonesia. Identitas nasional bagi
mengundangkan ke dalam Undang-Undang No. bangsa Indonesia ditentukan oleh ideologi yang
6 Tahun 2006. Dengan demikian, kepatuhan dianut dan norma dasar yang menjadi ciri yang
terhadap segala aturan penanganan pendanaan membedakan bangsa Indonesia dari bangsa lain
terorisme internasional berada di bawah FATF dan dijadikannya pedoman untuk berperilaku.
(Financial Action Task Force). FATF sebagai Jati diri tersebut dapat tersimpul dalam ideologi
organisasi penggerak utama dalam pencegahan dan konstitusi negara, yaitu Pancasila dan
pendanaan terorisme, telah membuat serangkaian Undang-Undang Dasar Negara Republik
rekomendasi (40 Rekomendasi terkait anti Indonesia Tahun 1945. Hal ini dapat ditelusuri
pencucian uang dan 9 Rekomendasi Khusus berdasarkan nilai-nilai yang terkandung
tentang penanganan pendanaan terorisme). dalam filsafat Pancasila dan konstitusi dasar
Peraturan FATF tersebut kemudian diadopsi oleh Indonesia dalam Undang-Undang Dasar
Indonesia melalui Pusat Pelaporan dan Analisis Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Transaksi Keuangan (PPATK) sebagai lembaga Pancasila dan konstitusi Indonesia berpijak
utama dalam pencegahan pendanaan terorisme pada prinsip toleransi, satu nusa, satu bangsa,
dan merupakan rezim nasional.58 PPATK kebhinekaan, dan berkepribadian timur yang
berkoordinasi dengan satuan tugas serta lembaga efektif dalam membentengi bangsa Indonesia
pemerintahan di Indonesia untuk menangani dari propaganda radikalisme dan terorisme. Hal
pencucian uang dan pencegahan pendanaan ini kemudian mengonstruksi Indonesia untuk
terorisme. Dalam hal ini, PPATK bekerjasama merespons secara aktif-reaktif baik melalui
dengan BI untuk meningkatkan less cash society respons professional maupun respons politik.
(transaksi tanpa uang tunai) di Indonesia.59 Respons profesional Indonesia dalam
menghadapi aksi dan jaringan terorisme global
III. Kesimpulan dapat dilihat pada serangkaian instruksi yang
Aksi terorisme berawal dari penggerusan dikeluarkan pemerintah Indonesia dengan diikuti
ideologi bangsa dan telah menyebabkan langkah-langkah untuk menangani terorisme
ketakutan maupun korban jiwa sehingga hal seperti perburuan terhadap pelaku terorisme.
Respons professional ini kemudian membuahkan
57
Malcolm Cook, dkk., Power and Choice: Asian Security keberhasilan bagi Indonesia dalam menjaring
Future, New South Wales: Lowy Institute for International
Policy, 2010.
kelompok terorisme yang kemudian menjadikan
58
Frassminggi Kamasa, Terorisme: Kebijakan Kontra strategi tersebut dengan mengomunikasikannnya
Terorisme Indonesia, Yogyakarta: Penerbit Graha Ilmu, di forum internasional. Sementara respons politik
2015, h. 263. Indonesia dalam memerangi aksi dan jaringan

59
Putri, h. 92.

206 Politica Vol. 7 No. 2 November 2016


terorisme dapat dilihat dari kebijakan nasional Kaelan, Negara Kebangsaan Pancasila.
yang dikeluarkan dalam rangka penanggulangan Yogyakarta: Paradigma, 2013.
aksi terorisme global dan melakukan kerjasama Kamasa, Frassminggi, Terorisme: Kebijakan
internasional untuk mengusut jaringan teorisme Kontra Terorisme Indonesia. Yogyakarta:
termasuk melalui aliran sumber pendanaan yang Penerbit Graha Ilmu, 2015.
dimiliki oleh pelaku terorisme di Indonesia yang
terhubung secara global di beberapa negara Kelsen, Hans., The Pure of Law, Translation
sponsor. Strategi nasional dalam penanggulangan from German Edition by Max Knight, New
terorisme di Indonesia membutuhkan kerjasama Jersey: The Lawbook Exchange, Ltd., 2008.
dengan pihak internasional melalui berbagai Muhammad, Ardison, Terorisme Ideologi
forum kerjasama internasional yang ada. Penebar Ketakutan, Surabaya, 2010.
Pengusutan sumber aliran dana dari kegiatan
Winarno, Budi., Dinamika Isu-Isu Global
jaringan terorisme juga berperan penting dalam
Kontemporer. Yogyakarta: CAPS, 2014.
menelusuri jaringan terorisme global yang ada
di Indonesia sehingga keberadaan organisasi
internasional seperti FATF yang bergerak dalam Jurnal
menjaga stabilitas sistem keuangan internasional Ehrlich, Paul R. dan Jianguo Liu, “Some Roots
diperlukan dengan memberikan serangkaian of Terrorism”, Population and Environment
rekomendasi yang ditetapkan dan disesuaikan 24, No 2, 2002.
dengan hukum di Indonesia.
Finnemore, Martha dan Sikkink, Kathryn,
“International norm dynamic and Political
change”, International Organization 52, 4,
Autumn, 1998.
DAFTAR PUSTAKA
Haryono, Endi, “Kebijakan Anti-Terorisme
Indonesia: Dilema Demokrasi dan Represi”,
Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Vol 14,
Buku No 2, November 2010.
Boulden, Jane dan Weiss, Thomas G, “Whither Martinsson, Johanna, Global Norms: Creation,
Terrorism and the United Nations?”. Diffusion, and Limits. Washington D.C: The
Dalam Jane Boulden dan Thomas G. Weiss International Bank for Reconstruction and
(Ed.), Terrorism and the UN: before and Development /The World Bank, 2011.
after September 11. Bloomington, Indiana:
Munir, Muhamad, “Komando Kewilayahan TNI
Indiana University Press, 2004.
AD dalam Upaya Pencegahan Terorisme”.
Cook, Malcolm, Heinrichs, Raoul, Medcalf, Rory Jurnal Yudhagama, Volume 31, Desember, 2011.
dan Shearer, Andrew, Power and Choice:
Oudraat, Chantal de Jonge, “Combating
Asian Security Future. New South Wales:
Terrorism”. The Washington Quarterly,
Lowy Institute for International Policy, 2010.
26:4, 2003.
Heinz, Wolfgang S. dan Arend, Jan-Michael,
Panggabean, Mompang L, “Mengkaji Kembali
The International Fight against Terrorism
Perpu Antiterorisme” dalam Mengenang
and the Protection of Human Rights with
Perpu Anti Terorisme. Jakarta: Suara
Recommendations to the German Government
Muhamadiyah, 2003.
and Parliament. Berlin: German Institute for
Human Rights, 2005. Perwita, Anak Agung B, “Reformasi Sektor
Keamanan Demi Demokrasi Penanganan
Hoffman, Bruce, Inside Terrorism. New York:
Terorisme di Indonesia”. Jurnal Ilmu Sosial dan
Columbia University Press, 2006.
Ilmu Politik, Volume 9, Nomor 1, Juli, 2005.

Hidayat Chusnul Chotimah: Identitas Nasional dan Norma Internasional 207


Putri, Yuliana A.R. (2015). “Peran Rekomendasi “Cara Teroris Himpun Dana Untuk Bom”, http://
Financial Action Task Force (FATF) dalam nasional.tempo.co/read/news/2014/01/
Penanganan Pendanaan Terorisme di 03/063541867/Cara-Teroris-Himpun-
Indonesia”. Journal of International Relations, Dana-untuk-Bom/1/1.
Vol 1, No 2. “Dana Teroris di Indonesia Berasal dari
Schmid, A., “Terrorism as Psychological Australia”, http://international.sindonews.
Warfare”. Democracy and Security, I, 20015. com/read/1079997/40/dana-teroris-
Septian, Farid., “Pelaksanaan Deradikalisasi di-indonesia-berasal-dari-australia-
Narapidana Terorisme di Lembaga 1453710885,diakses pada 30 Juli 2016.
Pemasyarakatan Kelas 1 Cipinang”. Jurnal h t t p : / / s t r a h a n . k e m h a n . g o . i d / w e b / j d i h /
Kriminologi Indonesia, Vol. 7, No. 1, Mei 2010. myupload/kajian_terorisme.pdf, diakses
Wendt, Alexander. (1992). “Anarchy is What pada 1 September 2016.
States Make of It: The Social Construction “ISIS bertanggung jawab atas serangan terorisme
of Power Politics”. International Organization di Sarinah”, http://www.bbc.com/indo-
46 (2), 1992. nesia/berita_indonesia/2016/01/160114_
live_bom_thamrin, akses pada 30 Juli 2016.
Artikel dalam seminar/pertemuan: “Isu Terorisme”, available at ditpolkom.
Atmasasmita, Romli, Terorisme Dalam Peta bappenas.go.id/basedir/politikLuar
Politik Hukum Internasional dan Politik Hukum Negeri/1 (Indonesia dan Isu global/3)
Nasional. Makalah disampaikan pada Diskusi Terorisme/isuTerorisme.pdf.
Kajian tantang Terorisme di Ditjenstarahan Kuncono, Ongky S., “Posisi Pancasila sebagai
Kemhan tanggal 16 Januari 2012. Landasan Hukum di Indonesia”, Published
Azra, Azyumardi, Islam Politik Radikal di on Monday, 04 November 2013, http://
Indonesia: Akar Ideologi Terorisme, Makalah www.spocjournal.com/hukum/422-posisi-
disampaikan pada Diskusi Kajian tentang pancasila-sebagai-landasan-hukum-di-
Terorisme di Ditjenstrahan Kemhan indonesia.html, diakses pada 30 Agustus
tanggal 16 Januari 2012. 2016.
Latif, Yudi. “Kontra Terorisme dengan
Laporan Delegasi DPR-RI: Pancasila”, http://sinergibangsa.org/kontra-
Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia terorisme-dengan-pancasila/, diakses pada
(DPR RI). Laporan Delegasi DPR-RI Sidang 30 Agustus 2016.
Tahunan Ke-21 Asia Pacific Parliamentary “Pancasila Senjata untuk Lawan Terorisme”,
Forum (APPF) Tanggal 27 – 31 Januari http://argo.co.id/pdffile/koran_
2013 di Vladivostok, Rusia. pelita_2016_ 08_10.pdf diakses pada 30
Agustus 2016.
Portal “Pahami Nilai Pancasila Untuk Tangkal Terorisme”,
“Bab II Bagaimana Esensi dan Urgensi http://beritapagi.co.id/2016/07/31/pahami-
Identitas Nasional Sebagai Salah Satu nilai-pancasila-untuk-tangkal-terorisme.html,
Determinan Pembangunan Bangsa dan diakses pada 30 Agustus 2016.
Karakter?, http://kuliahdaring.dikti.go.id/ “Serangkaian Aksi Terorisme yang Pernah Terjadi
lms1/pluginfile. php/15832/mod_resource/ di Indonesia”, available online on gemin-
content/2/BAB%20II%20IdentitasPDITT. tang.com/dunia-film-musik/serangkaian-aksi-
pdf, diakses pada 19 Agustus 2016. terorisme-yang-pernah-terjadi-di indonesia/,
diakses pada 30 Juli 2016.

208 Politica Vol. 7 No. 2 November 2016


Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2013 tentang Tesis
Pencegaham dan Pemberantasan Tindak Ricardo, Fidho., “Indonesian Counter
Pidana Pendanaan Terorisme, www. Terrorism Management: Convergence
hukumonline.com. and Divergence of Organizational Sistem”,
Wijayaka, Bernadus. “Pancasila dan Kearifan Tesis. Jakarta: Universitas Indonesia, 2006.
Lokal Indonesia Efektif Cegah Terorisme”, Syaiful, Reza Ahmad, “Pembentukan Badan
http://www.republika.co.id/berita/nasional/ Gabungan Khusus untuk Penanggula-ngan
umum/16/08/24/ocewr0291-pancasila-dan- Terorisme di Indonesia”, Tesis. Jakarta:
kearifan-lokal-indonesia-efektif-cegah- FISIP Universitas Indonesia, 2010.
terorisme diakses pada 30 Agustus 2016.

Hidayat Chusnul Chotimah: Identitas Nasional dan Norma Internasional 209

Anda mungkin juga menyukai