Anda di halaman 1dari 17

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Rumah Sakit sebagai salah satu fasilitas pelayanan kesehatan merupakan
bagian dari sumber daya kesehatan yang sangat diperlukan dalam mendukung
penyelenggaraan upaya kesehatan. Rumah Sakit adalah institusi pelayanan
kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara
paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat
darurat (Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009).

Sasaran keselamatan pasien merupakan syarat untuk diterapkan di semua


rumah sakit yang diakreditasi oleh Komisi Akreditasi Rumah Sakit.
Penyusunan sasaran ini mengacu kepada Nine Life-Saving Patient Safety
Solutions dari WHO Patient Safety (2007) yang digunakan juga oleh Komite
Keselamatan Pasien Rumah Sakit PERSI (KKPRS PERSI), dan dari Joint
Commission International (JCI) (Permenkes Nomor 1691/ MENKES/ PER/
VIII/ 2011).

Maksud dari sasaran keselamatan pasien adalah mendorong perbaikan


spesifik dalam keselamatan pasien. Sasaran menyoroti bagian-bagian yang
bermasalah dalam pelayanan kesehatan dan menjelaskan bukti serta solusi
dari konsensus berbasis bukti dan keahlian atas permasalahan ini. Diakui
bahwa desain sistem yang baik secara intrinsik adalah untuk memberikan
pelayanan kesehatan yang aman dan bermutu tinggi, sedapat mungkin sasaran
secara umum difokuskan pada solusi-solusi yang menyeluruh. Enam sasaran
keselamatan pasien adalah tercapainya hal-hal sebagai berikut: sasaran I
ketepatan identifikasi pasien, sasaran II peningkatan komunikasi yang efektif,
sasaran III peningkatan keamanan obat yang perlu diwaspadai (hight-alert),
sasaran IV kepastian tepat lokasi, tepat prosedur, tepat pasien operasi, sasaran
V pengurangan risiko infeksi terkait pelayanan kesehatan, sasaran VI

1
2

pengurangan risiko pasien jatuh (Permenkes Nomor 1691/ MENKES/ PER/


VIII/ 2011).

Sasaran II peningkatan komunikasi yang efektif mempunyai maksud dan


tujuan yaitu komunikasi efektif, yang tepat waktu, akurat, lengkap, jelas, dan
yang dipahami oleh pasien, akan mengurangi kesalahan, dan menghasilkan
peningkatan keselamatan pasien. Komunikasi dapat berbentuk elektronik,
lisan, atau tertulis. Komunikasi yang mudah terjadi kesalahan kebanyakan
terjadi pada saat perintah diberikan secara lisan atau melalui telepon.
Komunikasi yang mudah terjadi kesalahan yang lain adalah pelaporan
kembali hasil pemeriksaan kritis, seperti melaporkan hasil laboratorium klinik
cito melalui telepon ke unit pelayanan (Permenkes Nomor 1691/ MENKES/
PER/ VIII/ 2011).

Pentingnya komunikasi efektif tentunya tidak lepas dari perawat atau tenaga
kesehatan lain, perawat dalam hal ini sangat benyak menggunakan
komunikasi saat melakukan asuhan keperawatan salah satunya adalah ketika
operan, sejalan dengan penelitian Safitri (2012) mengungkapkan bahwa
kebutuhan dasar yang diperlukan oleh setiap pasien rawat inap ialah asuhan
keperawatan yang diberikan oleh perawat. Asuhan keperawatan yang
diberikan salah satunya adalah prosedur serah terima (handover) atau operan
yang merupakan kegiatan sehari-hari dan harus dilakukan oleh perawat.
Pelaksanaan operan yang dilakukan perawat merupakan tindakan
keperawatan yang secara langsung akan berdampak pada perawatan pasien,
selain itu juga serah terima pasien dibangun sebagai sarana untuk
menyampaikan tanggung jawab serta penyerahan legalitas yang berkaitan
dengan pelayanan keperawatan pada pasien.

Menurut Nursalam (2011) bahwa didalam langkah timbang terima/operan


perawat primer dan anggota kedua shift bersama-sama secara langsung
melihat keadaan pasien. Lebih lanjut Nursalam (2015) menegaskan bahwa
3

perawat melakukan operan/timbang terima bersama dengan perawat lainnya


dengan cara berkeliling ke setiap pasien dan menyampaikan kondisi pasien
secara akurat di dekat pasien. Cara tersebut akan lebih efektif daripada harus
menghabiskan waktu orang lain sekedar untuk membaca dokumentasi yang
telah kita buat, selain itu juga akan membantu perawat dalam menerima
operan/timbang terima secara nyata.

Menurut Nursalam (2014, 2015) dalam pelaksanaan timbang terima/operan


ada tiga tahapan yaitu tahap pertama persiapan dilaksanakan di nurse station,
tahap kedua yaitu pelaksanaan dilaksanakan di nurse station dan juga lanjut
ke ruang atau bed pasien dan tahap ketiga yaitu post timbang terima yang
dilaksanakan di nurse station. Berdasarkan pernyataan diatas dapat
disimpulkan bahwa timbang terima yang perawat lakukan adalah dimulai dari
nurse station kemudian ke ruang atau bed pasien dan dilanjutkan ke nurse
station dengan melakukan operan secara langsung berkeliling ke semua
pasien dan melihat kondisi pasien secara nyata dan akurat sehingga operan
yang dilakukan secara langsung ke pasien akan lebih efektif dan perawat yang
berganti shift menerima timbang terima/operanpun secara nyata dan jelas.

Operan/Handover yang dilakukan sekarang sudah menggunakan model


bedside handover yaitu operan/handover yang dilakukan di samping tempat
tidur pasien dengan melibatkan pasien atau keluarga pasien secara langsung
untuk mendapatkan feedback (Kassean dan Jago, 2005 dalam Winarti, 2012).

Bedside handover memiliki beberapa kelebihan diantaranya: meningkatkan


keterlibatan pasien dalam mengambil keputusan terkait kondisi penyakitnya
secara up to date, meningkatkan hubungan caring dan komunikasi antara
pasien dengan perawat dan mengurangi waktu untuk melakukan klarifikasi
ulang pada kondisi pasien secara khusus. (Putra. 2014). Berdasarkan hasil
penelitian Nur (2016) diketahui bahwa kepuasan pasien mengenai
operan/serah terima pasien dengan tradisional mampu memenuhi harapan
4

pasien sebesar 70,17% lebih rendah dibandingkan kepuasan pasien mengenai


operan/serah terima pasien dengan bedside handover yang mampu memenuhi
harapan pasien sebesar 88,24%. Hasil analisis bivariat dengan menggunakan
uji T independent diketahui terdapat perbedaan yang bermakna antara
kepuasan pasien terhadap operan/serah terima pasien dengan tradisional dan
bedside handover. Hal ini menunjukan bahwa operan/serah terima pasien
yang dilakukan secara bedside handover lebih baik daripada serah terima
pasien secara tradisional, berdside handover yang mampu memberikan
kepuasan pasien lebih dibandingkan dengan cara tradisional.

Profesionalisme dalam pelayanan keperawatan dapat dicapai dengan


mengoptimalkan peran dan fungsi perawat, terutama peran dan fungsi
mandiri perawat. Hal ini dapat diwujudkan dengan baik melalui komunikasi
yang efektif antarperawat, maupun dengan tim kesehatan yang lain. Salah
satu bentuk komunikasi yang harus ditingkatkan keefektivitasannya adalah
saat pergantian shift (timbang terima pasien) (Nursalam, 2015).

Berdasarkan penelitian Nurali (2016) didapatkan hasil bahwa adanya


hubungan yang signifikan antara komunikasi efektif terhadap pelaksanaan
handover di IGD RS Royal Taruma. Berdasarkan penelitian tersebut dapat
disimpulkan bahwa komunikasi yang baik dan benar serta pengawasan yang
baik dan berkelanjutan akan mengurangi kesalahan dalam melakukan
prosedur handover sebaliknya komunikasi yang kurang baik dari perawat
akan berdampak buruk diantaranya yaitu bisa menimbulkan kesalahpahaman
antara perawat dengan pasien maupun keluarganya dan pasien tidak puas.

Alvarado et al, (2006) dalam penelitian Triwibowo dkk (2016)


mengungkapkan bahwa ketidakakuratan informasi dapat menimbulkan
dampak yang serius pada pasien, hampir 70% kejadian sentinel yaitu kejadian
yang mengakibatkan kematian atau cedera yang serius di rumah sakit
disebabkan karena buruknya komunikasi. Pernyataan peneliti diatas sejalan
5

dengan dengan pernyataan Angood (2007) dalam penelitian Dewi (2016)


mengungkapkan bahwa adanya adverse event, near miss dan sentinel event di
rumah sakit, masalah yang menjadi penyebab utama adalah komunikasi.

World Health Organization (WHO) (2007) melaporkan bahwa pada tahun


1995-2006 terdapat 11% dari 25.000 sampai 30.000 kasus terdapat kesalahan
akibat komunikasi pada saat serah terima pasien yang menyebabkan cacat
permanen yang sebenarnya efek sampingnya bisa dicegah.

Operan yang dilakukan perawat merupakan teknik atau cara untuk


menyampaikan dan menerima sesuatu laporan yang berkaitan dengan
keadaaan pasien. operan pasien harus dilakukan seefektif mungkin dengan
menjelaskan secara singkat, jelas, dan lengkap tentang tindakan mandiri
perawat, tindakan kolaboratif yang sudah dilakukan/belum, dan
perkembangan pasien saat itu. Informasi yang disampaikan harus akurat
sehingga kesinambungan asuhan keperawatan dapat berjalan dengan
sempurna.

Berdasarkan studi pendahuluan melalui wawancara terhadap tiga perawat di


ruang rawat inap perawat pertama mengatakan bahwa operan pasien sudah
dilakukan tetapi masih ada ketika operan hanya dilakukan di nurse station,
perawat melakukan operan secara langsung hanya untuk pasien kebutuhan
khusus, sedangkan pada pasien lain tidak dilakukan operan secara langsung,
bahkan dilakukan tidak ke semua pasien, operan secara langsung ke pasien
biasanya dilakukan maksimal pada pergantian dinas malam ke pagi,
sedangkan untuk pergantian shift antara pagi ke siang dan siang kemalam
operan tidak berjalan dengan maksimal, tidak dilakukan kesemua pasien
tergantung dari individu perawat terutama ketua tim ruangan. Perawat kedua
mengatakan bahwa operan pasien sudah dilakukan di meja perawat kemudian
ke pasien dengan masing-masing tim dan kembali lagi ke meja perawat
setelah kepasien selesai, namun pada saat timbang terima di kamar pasien
6

hanya pada pasien-pasien observasi atau pasien total care saja yang
laporannya disampaikan lebih mendetail dan diutamakan, sedangkan pada
pasien yang aman hanya sekedar lanjutkan terapi, kadang-kadang pada saat
operan telah selesai dilakukan dari tempat pasien ke meja perawat, perawat
yang berdinas sebelumnya langsung pulang dan tidak duduk bersama lagi
dimeja perawat bersama perawat yang berdinas selanjutnya. Sedangkan
perawat ketiga mengatakan operan memang dilakukan dimeja perawat,
kepasien tidak dilakukan, setelah operan selesai di meja perawat, dinas
malam langsung pulang, tidak ada kepasien bersama dengan yang dinas pagi,
perawat tersebut mengatakan yang dinas pagipun hanya dia saja yang
kepasien setelah yang dinas malam pulang.

Berdasarkan hasil wawancara dengan pasien bahwa pasien mengatakan tidak


tahu apakah perawat melakukan operan di meja perawat, namun klien
mengatakan seingatnya tidak ada perawat yang datang sama-sama dan
memperkenalkan diri pada saat berganti jaga, pasien mengatakan perawat
datang keruangan hanya pada saat memberikan suntikan, bersama saat dokter
datang dan apabila dipanggil. Berdasarkan gambaran tersebut bahwa masih
terdapat operan yang tidak dilakukan secara langsung kepasien.

Hasil wawancara dengan pasien lain di ruangan yang berbeda mengatakan


bahwa perawat datang keruangan pada saat berganti shift dan sebagian
memperkenalkan diri, tetapi tidak terlalu lama. Hal ini menunjukan bahwa
perilaku perawat dalam menerapkan operan belum dilakukan secara
maksimal sehingga komunikasi pada saat pertukaran shift antara perawat
dengan perawat dan antara pasien dengan perawat belum berjalan dengan
baik. operan semestinya bukan hanya sekedar di nurse station tetapi
melainkan dilakukan ke kamar pasien secara langsung. Fenomena tersebut
sejalan dengan penelitian Triwibowo dkk (2016) tentang studi kualitatif:
peran handover dalam meningkatkan keselamatan pasien di rumah sakit
dengan hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas perawat belum
7

menerapkan serah terima dengan baik walaupun keselamatan pasien menjadi


prioritas dalam asuhan keperawatan.

Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan peneliti pada jam akhir dinas
pagi ditemukan bahwa perawat yang berdinas di shift selanjutnya tidak datang
lebih awal sehingga juga dapat mempengaruhi operan yang dilakukan dan
operan tidak tepat waktu atau bahkan karena waktunya mepet sehingga
operan hanya dilakukan di nurse station begitu juga peneliti amati pada saat
perawat ruangan melakukan operan antara shift pagi ke siang didapatkan
bahwa operan yang dilakukan perawat hanya dilakukan di meja perawat, hasil
observasi juga di dukung wawancara dengan perawat yang berdinas siang,
saat ditanya apakah operan dilakukan juga kepasien, perawat menjawab tidak.
Hasil observasi yang dilakukan diatas berbanding terbalik dengan apa yang
dikemukan Nursalam (2014, 2015) bahwa operan/timbang terima dilakukan
melalui tiga tahapan yaitu tahap pertama persiapan dilaksanakan di nurse
station, tahap kedua yaitu pelaksanaan yang dilaksanakan di nurse station dan
juga lanjut ke ruang atau bed pasien dan tahap ketiga yaitu post timbang
terima yang dilaksanakan di nurse station, dari uraian tersebut dapat
disimpulkan bahwa operan yang dilakukan perawat pada operan tersebut
tidak dilakukan secara penuh sesuai tahapannya sehingga terputus ditahap
kedua pada tahap pelaksanaan ke ruang atau bed pasien secara langsung yang
meliputi kepala ruang menyampaikan salam dan perawat primer (PP)
menanyakan kebutuhan dasar pasien, perawat jaga selanjutnya mengkaji
secara penuh terhadap masalah keperawatan, kebutuhan, dan tindakan yang
telah atau belum dilaksanakan, serta hal-hal penting lainnya selama masa
perawatan.

Banyak faktor yang mempengaruhi perilaku perawat dalam melakukan


operan diruangan meliputi persepsi, pengetahuan, keyakinan, keinginan,
motivasi, niat, sikap, pengalaman, fasilitas, sosiobudaya, tradisi, kepercayaan,
keyakinan, sistem nilai, sosial ekonomi, peraturan atau kebijakan,
8

komunikasi, kelelahan, budaya organisasi yang berbeda, beban kerja, Role


model, individu, batasan waktu yang ketat dan keterbatasan tenaga. Seperti
yang diungkapkan Notoatmodjo (2010) faktor yang mempengaruhi perilaku
seseorang terbagi dua yaitu faktor internal dan faktor eksternal, faktor internal
tersebut mencakup persepsi, pengetahuan, keyakinan, keinginan, motivasi,
niat dan sikap. Sedangkan faktor eksternal mencakup pengalaman, fasilitas
dan sosiobudaya.

Faktor lain yang menentukan perilaku sesorang menurut Lawrence Green


(1980) dalam Purwoastuti & Walyani (2015) mengemukakan bahwa faktor
perilaku ditentukan atau dibentuk oleh 3 faktor antara lain: Faktor
predisposisi (predisposing factors), yang terwujud dalam: pengetahuan, sikap,
tradisi, kepercayaan, keyakinan, sistem nilai, tingkat pendidikan, sosial
ekonomi, dan sebagainya. Faktor pendukung (enabling factors), yang
terwujud dalam lingkungan fisik, tersedia atau tidak tersedianya fasilitas-
fasilitas atau sarana-sarana kesehatan, misalnya puskesmas, posyandu, rumah
sakit, tempat pembuangan air, tempat pembuangan sampah, obat-obatan, alat-
alat steril dan sebagainya, Faktor pendorong (reinforcing factors), yang
terwujud dalam sikap dan perilaku petugas kesehatan atau petugas lain (sikap
dan perilaku petugas lain tersebut merupakan panutan bagi petugas kesehatan
lain atau sebagai role model), termasuk juga undang-undang, peraturan-
peraturan dan kelompok referensi dari perilaku masyarakat.

Hasil kajian literatur berbasis bukti proses operan/serah terima pasien


dipengaruhi oleh faktor individu, kelompok dan organisasi, Faktor eksternal
dan internal individu atau kelompok mencakup komunikasi, gangguan,
interupsi, kebisingan, kelelahan, memori, pengetahuan atau pengalaman,
komunikasi tertulis dan variasi dalam proses. Sedangkan faktor organisasi
meliputi budaya organisasi, hirarki, sistem dukungan, infrastruktur,
pengiriman pasien, keterbatasan untuk serah terima pasien, keterbatasan
teknologi dan penggunaan catatan dan laporan, budaya organisasi yang
9

berbeda, intra atau ekstra sistem pengiriman pasien, keterbatasan tenaga,


kegagalan peralatan, garis tanggungjawab, batasan waktu yang ketat, situasi
darurat atau kegiatan kritis, kode status, pasien kritis atau labil dan variabel
sumber daya setelah selesai shift (Huges, 2008 dalam Kamil, 2011).

Tingkat pendidikan dalam hal hubungan pelaksanaan operan di ruang


perawatan dapat berpengaruh, semakin spesialis tingkat pendidikan seseorang
maka semakin bertambah pengetahuan seseorang, dengan betambahnya
pengetahuan tersebut akan menimbulkan kesadaran seseorang sehingga akan
menyebabkan orang berperilaku, sedangkan untuk semakin tinggi tingkat
pengetahuan perawat maka semakin positif dan semakin tinggi motivasinya
dalam melaksanakan operan. Karena dengan pendidikan yang tinggi
seseorang mengetahui secara teoritis tentang operan, mengetahui tentang
profesional pekerjaannya, sejalan dengan penelitian yang dilakukan Vrischa
(2015) didapatkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara faktor
yang mempengaruhi operan/timbang terima salah satunya adalah pendidikan
dan juga variabel lain yaitu masa kerja, SOP, perilaku, kepemimpinan dan
komunikasi.

Niat merupakan kesungguhan keinginan yang tersirat didalam hati seseorang


untuk melakukan suatu pekerjaan. Seseorang yang melakukan tindakan
dengan baik tentunya didasari oleh niat dari individu itu sendiri, karena
semua kegiatan atau tindakan yang dilakukan berdasarkan niatnya, semakin
mantap niat seseorang maka akan semakin mendukung perilaku seseorang
untuk melakukan sesuatu, sebagaimana yang disebutkan dalam hadits riwayat
Bukhari, Muslim dan empat imam ahli hadits yang artinya dari Umar
Radiyallahu’anhu bahwa Rasululullah SAW bersabda amal itu tergantung
niatnya, dan seseorang hanya mendapatkan sesuai niatnya. Berdasarkan hal
tersebut bahwa pelaksanaan operan yang baik tentunya diawali dengan niat,
sehingga setiap perawat yang mempumyai niat yang baik untuk
melaksanakan operan maka perawat akan melaksanakan operan dengan baik.
10

Terkait hadits diatas menurut Imam Baihaqi karena tindakan seorang hamba
itu terjadi dengan hati, lisan dan anggota badannya, dan niat yang tempatnya
di hati adalah salah satu dari tiga hal tersebut dan yang paling penting
(Hadidi, 2014). Sejalan dengan teori reason action yang dikembangkan oleh
Fesben dan Azjen (1980) menekankan bahwa pentingnya peranan dari
intention atau niat sebagai alasan atau faktor penentu perilaku, Begitu juga
pendapat Snehandu B. Kar, Kar bahwa perilaku itu merupakan fungsi dari:
niat seseorang untuk bertindak (behaviour intention), dukungan sosial dari
masyarakat sekitarnya (social support), ada atau tidaknya informasi
(accessebility of information), otonomi pribadi, yang bersangkutan dalam hal
ini mengambil tindakan atau keputusan (personal autonomy) dan situasi yang
memungkinkan untuk bertindak atau tidak bertindak (action situation).
Disimpulkan bahwa perilaku seseorang atau masyarakat ditentukan oleh niat
orang terhadap objek, ada atau tidaknya dukungan dari masyarakat, ada atau
tidaknya informasi, kebebasan dari individu untuk mengambil
keputusan/bertindak, dan situasi yang memungkinkan ia
berperilaku/bertindak atau berperilaku tidak bertindak (Notoatmodjo, 2012).

Banyak aspek yang mempengaruhi produktifitas seseorang dalam bekerja


salah satunya ditentukan oleh motivasi seseorang. Tanpa didukung oleh
kemauan dan motivasi, maka tugas tidak akan terselesaikan (Nursalam,
2009). Semakin tinggi tingkat pengetahuan perawat maka semakin positif dan
semakin tinggi motivasi perawat dalam melakukan tindakan, semakin besar
kebutuhan hidup seseorang maka semakin tinggi motivasi seseorang untuk
bertindak dan orang yang memiliki motivasi yang tinggi cenderung akan
melaksanakan pekerjaannya dengan baik pula terutama dalam operan seperti
yang diungkapkan Notoatmodjo (2012) motivasi adalah suatu alasan
(reasoning) seesorang untuk bertindak dalam rangka memenuhi kebutuhan
hidupnya, dan berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Rezkiki dan Utami
(2016) bahwa sikap dan motivasi perawat berhubungan dengan pelaksanaan
komunikasi SBAR pada saat operan. Penelitian tersebut sejalan dengan
11

penelitian Aeni dkk (2016) bahwa ada hubungan antara motivasi intrinsik
perawat dengan pelaksanaan timbang terima keperawatan di ruang X RSU
Kendal.

Sikap yang positif terhadap sesuatu tindakan maka akan berdampak terhadap
tindakan seseorang, semakin baik seseorang bersikap terhadap operan maka
semakin siap seseorang dalam melakukan tindakan operan tersebut, seperti
yang diungkapkan Notoatmodjo (2012) bahwa sikap itu masih merupakan
reaksi tertutup, bukan merupakan reaksi terbuka atau tingkah laku yang
terbuka. Sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap objek di
lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap objek. Berdasarkan
penelitian Dewi (2016) didapatkan hasil bahwa ada hubungan yang signifikan
antara sikap disiplin perawat dengan efektivitas pelaksanaan timbang terima
di RSUD dr. Abdoer Rahem Situbondo. Penelitian tersebut sejalan dengan
penelitian Ahmad M dkk (2016) yang meneliti tentang sikap perawat dalam
proses timbang terima di RSUD dr. R. Sosodoro Djatikusumo Bojonegoro
dengan hasil penelitian yang didapat bahwa sebagian besar responden
memiliki sikap positif/baik terhadap serah terima.

Kekurangan tenaga dapat berkontribusi untuk kesenjangan dalam


penyampaian informasi pada saat operan. Semakin sedikit jumlah tenaga
perawat atau tidak seimbang jumlah perawat dengan jumlah pasien yang
dirawat maka semakin berat beban kerja perawat di ruangan dalam
melakukan operan dan tentunya tingkat stres perawatpun akan meningkat
karena dengan beban kerja yang tinggi akan berpengaruh terhadap pekerjaan
seseorang. sebagaimana hasil penelitian yang dilakukan oleh Kasmarani
(2012) bahwa ada pengaruh beban kerja mental terhadap stres kerja perawat
di IGD RSUD Cianjur. Begitu juga Berdasarkan hasil penelitian Muslimah
(2015) bahwa terdapat hubungan antara beban kerja dengan kinerja perawat.
12

Sikap dan perilaku petugas lain tersebut merupakan panutan bagi petugas
kesehatan lain atau sebagai role model. Sejalan dengan penelitian Lankford et
all (2003) bahwa kepatuhan petugas kebersihan pekerja kesehatan
dipengaruhi secara signifikan oleh perilaku petugas layanan kesehatan
lainnya. kepatuhan petugas kesehatan dipengaruhi secara langsung oleh
perilaku petugas layanan kesehatan lainnya, sehingga perilaku petugas
kesehatan lain dalam hal ini bisa dikatakan perawat senior menjadi panutan
atau role model bagi perawat lain. Semakin sering perawat junior melihat
perilaku positif dari perawat senior maka semakin positif pula perilaku
perawat junior terhadap apa yang dikerjakan oleh perawat senior dalam hal
operan namun sebaliknya jika perilaku yang ditunjukan oleh perawat senior
negatif maka perawat junior pun akan berperilaku seperti perawat senior.

Batasan waktu yang ketat merupakan waktu yang dimiliki perawat yang
sangat terbatas dalam pelaksanaan operan, Perawat memiliki keterbatasan
waktu dan kesibukan yang berbeda satu dengan yang lain, dalam hal operan
manajemen waktu setiap perawat sangat penting untuk diperhatikan, apabila
operan terlaksana dan berjalan dengan baik sesuai dengan waktu yang
ditetapkan disetiap pergantian shift maka tidak akan terputus waktu operan
dan tidak menganggu jam pulang perawat yang berdinas di shift sebelumnya
dan operan bisa berjalan tepat waktu shingga perawat yang berdinas
sebelumnyapun bisa pulang tepat waktu, namun apabila manajemen waktu
perawat tidak baik dan tidak melaksanakan operan sesuai waktu yang
ditetapkan setengah jam sebelum pergantian shift maka akan mengganggu
jam pulang perawat yang berdinas di shift sebelumnya dan tentunya akan
berdampak pada operan tersebut, seperti operan tidak dilakukan sesuai
tahapannya dan hanya dilakukan di nurse station tidak dilakukan juga
disamping pasien dan kembali ke nurse station bahkan dapat menyebabkan
pembuatan dan penyampaian laporan operan tidak lengkap dan terkesan
terburu-buru. sebagaimana yang diungkapkan oleh Hughes (2008) dalam
13

Kamil (2011) bahwa banyak faktor yang dapat menghambat operan salah
satunya adalah terkait waktu selama serah terima.

Operan bertujuan untuk mengomunikasikan keadaan pasien dan


menyampaikan informasi yang penting, menyampaikan kondisi dan keadaan
pasien, menyampaikan hal yang sudah atau belum dilakukan dalam asuhan
keperawatan kepada pasien, menyampaikan hal yang penting yang harus
ditindaklanjuti oleh perawat dinas berikutnya dan menyusun rencana kerja
untuk dinas berikutnya, Jika handover tidak dilakukan secara maksimal maka
akan berdampak buruk diantaranya yaitu bisa menimbulkan kesalahpahaman
antara perawat dengan pasien maupun keluarganya dan pasien tidak puas.
Menerima pelayanan yang layak dan semestinya berdasarkan kode etik dan
norma-norma yang berlaku merupakan salah satu hak pasien sebagai
konsumen dari pengguna pelayanan jasa dari rumah sakit. Pasien berhak
mendapatkan pelayanan yang disertai dengan keramahtamahan petugas
kesehatan salah satunya perawat. Perawat mempunyai peranan yang sangat
besar baik dilihat dari interaksinya dengan pasien dan keluarganya maupun
dengan dilihat keterlibatan pelayanan secara langsung kepada pasien.

Pemahaman perawat dalam penerapan operan/timbang terima pasien yang


sangat berguna bagi perawat agar perawat dapat berperan pada keselamatan
pasien, karena perawat mempunyai peran besar dalam tindakan kolaboratif
dengan klien, keluarga dan tenaga kesehatan lain sesuai dengan
tanggungjawabnya berdasarkan proses timbang terima yang dilakukan,
timbang terima dengan komunikasi efektif, yang tepat waktu, akurat, lengkap,
jelas, dan yang dipahami oleh pasien, akan mengurangi kesalahan, dan
menghasilkan peningkatan keselamatan pasien. bagi perawat sendiri timbang
terima juga sebagai dukungan terhadap teman sejawat dalam melakukan
tindakan asuhan keperawatan, mengurangi kecemasan yang terjadi pada
perawat, memberikan motivasi, meningkatkan kemampuan komunikasi antar
perawat, menjalin suatu hubungan kerjasama dan bertanggungjawab antar
14

perawat, perawat dapat mengikuti perkembangan pasien secara komprehensif,


pasien mendapatkan pelayanan kesehatan yang optimal dan dapat
menyampaikan masalah secara langsung bila ada yang belum terungkap dan
bagi rumah sakit dapat meningkatkan pelayanan keperawatan kepada pasien
secara komprehensif (Australian Healthcare dan Hospitals As-sociation atau
AHHA, 2009). Berdasarkan uraian diatas maka peneliti tertarik untuk
meneliti lebih mendalam tentang faktor yang berhubungan dengan
pelaksanaan operan perawat.

1.2 Rumusan Masalah


Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “apa saja faktor yang
berhubungan dengan pelaksanaan operan perawat?”

1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan umum
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi dan menganalisis
faktor yang berhubungan dengan pelaksanaan operan perawat di ruang
rawat inap RSUD Ulin Banjarmasin.

1.3.2 Tujuan khusus


1.3.2.1 Mengidentifikasi tingkat pendidikan perawat dalam
pelaksanaan operan perawat di ruang rawat inap RSUD Ulin
Banjarmasin.
1.3.2.2 Mengidentifikasi motivasi perawat dalam pelaksanaan operan
perawat di ruang rawat inap RSUD Ulin Banjarmasin.
1.3.2.3 Mengidentifikasi sikap perawat dalam pelaksanaan operan
perawat di ruang rawat inap RSUD Ulin Banjarmasin.
1.3.2.4 Mengidentifikasi niat perawat dalam pelaksanaan operan
perawat di ruang rawat inap RSUD Ulin Banjarmasin.
1.3.2.5 Mengidentifikasi role model dalam pelaksanaan operan
perawat di ruang rawat inap RSUD Ulin Banjarmasin.
15

1.3.2.6 Mengidentifikasi batasan waktu yang ketat dalam


pelaksanaan operan perawat di ruang rawat inap RSUD Ulin
Banjarmasin.
1.3.2.7 Mengidentifikasi beban kerja perawat dalam pelaksanaan
operan perawat di ruang rawat inap RSUD Ulin Banjarmasin.
1.3.2.8 Mengidentifikasi pelaksanaan operan perawat di ruang rawat
inap RSUD Ulin Banjarmasin.
1.3.2.9 Menganalisis hubungan tingkat pendidikan dengan
pelaksanaan operan perawat di ruang rawat inap RSUD Ulin
Banjarmasin.
1.3.2.10 Menganalisis hubungan motivasi dengan pelaksanaan operan
perawat di ruang rawat inap RSUD Ulin Banjarmasin.
1.3.2.11 Menganalisis hubungan sikap dengan pelaksanaan operan
perawat di ruang rawat inap RSUD Ulin Banjarmasin.
1.3.2.12 Menganalisis hubungan niat dengan pelaksanaan operan
perawat di ruang rawat inap RSUD Ulin Banjarmasin.
1.3.2.13 Menganalisis hubungan role model dengan pelaksanaan
operan perawat di ruang rawat inap RSUD Ulin Banjarmasin
1.3.2.14 Menganalisis hubungan batasan waktu yang ketat dengan
pelaksanaan operan perawat di ruang rawat inap RSUD Ulin
Banjarmasin
1.3.2.15 Menganalisis hubungan beban kerja dengan pelaksanaan
operan perawat di ruang rawat inap RSUD Ulin
Banjarmasin.
1.3.2.16 Menganalisis faktor yang paling dominan berhubungan
dengan pelaksanaan operan perawat di ruang rawat inap
RSUD Ulin Banjarmasin.
16

1.4 Manfaat Penelitian


1.4.1 Pelayanan keperawatan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan masukan bagi
manajer keperawatan dan diharapkan memberikan pemahaman
tentang operan bagi perawat di rumah sakit dalam meningkatkan
pelaksanaan operan perawat.
1.4.2 Ilmu keperawatan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan
pengembangan ilmu manajemen keperawatan mengenai konsep
operan perawat.
1.4.3 Peneliti Selanjutnya
Hasil penelitian ini dapat dijadikan referensi untuk penelitian
keperawatan selanjutnya, peneliti selanjutnya dapat meneliti tentang
operan perawat namun dengan faktor maupun metodologi penelitian
yang berbeda seperti penelitian kualitatif tentang pengalaman perawat
dalam pelaksanaan operan perawat.
1.4.4 Perawat
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan
pemahaman kepada perawat tentang pelaksanaan operan sehingga
perawat dapat meningkatkan pelaksanaan operan.
17

1.5 Penelitian Terkait


Tabel 1.1 Penelitian terkait
Judul Penelitian,
Metode Hasil Perbedaan Penelitian
Peneliti, Tahun
Analisis Faktor- Deskriptik analitik Terdapat hubungan Perbedaan dengan
faktor yang dengan yang signifikan penelitian yang akan
mempengaruhi pendekatan antara faktor-faktor dilakukan adalah
timbang terima di crossectional yang mempengaruhi terletak pada beberapa
ruang rawat inap timbang terima faktor yang diteliti dan
Rumah sakit Grha (pendidikan, masa tempat penelitian,
Kedoya Jakarta kerja, SOP, perilaku, metode penelitian
Barat, Morinain kepemimpinan,dan
Vrischa T, 2015 komunikasi) di ruang
rawat inap Rumah
Sakit Grha Kedoya
Jakarta Barat 2015.
Faktor Yang Deskriptif analitik Sikap dan motivasi Perbedaan dengan
Berhubungan dengan perawat berhubungan penelitian yang akan
Dengan Penerapan pendekatan cross dengan pelaksanaan dilakukan adalah
Komunikasi Sbar Di sectional study. komunikasi SBAR terletak pada judul
Ruang Rawat Inap, saat operan. penelitian, tempat
Fitrianola Rezkiki, maka diharapkan peneltian, metode
Ghita Sri Utami, kepada perawat dan penelitian.
2016 ketua tim
keperawatan untuk
dapat selalu
memotivasi diri dan
anggota tim
keperawatan agar
melaksanakan
komunikasi SBAR
sesuai SOP.
Studi Kualitatif: Penelitian ini Mayoritas perawat Perbedaan dengan
Peran Handover merupakan belum menerapkan penelitian yang akan
Dalam penelitian studi serah terima dengan dilakukan adalah
Meningkatkan kualitatif. Design baik meskipun terletak pada studi
Keselamatan Pasien penelitian pada keselamatan pasien penelitian dan desain
Di Rumah Sakit, studi kualitatif menjadi prioritas penelitian
Cecep Triwibowo, menggunakan dalam asuhan
Zainuddin Harahap, pendekatan keperawatan.
Soep, 2017 fenomenologi. Kesimpulan dari
penelitian ini adalah
serah terima dapat
meningkatkan
keamanan pasien di
rumah sakit.

Anda mungkin juga menyukai