Anda di halaman 1dari 5

Biografi dan Ajaran Syah Waliullah

Nama aslinya adalah Quthub ad Din Ahmad ibn Syah Abd Rahim bin Wajihuddin bin Mu’azzam
bin Ahmad bin Muhammad bin Qawwamuddin ,pemikir ini masih memiliki garis silsilah dengan Umar
Ibnu Khatab, sehingga kerap kali dibelakang namanya ditambahkan dengan sebutan Al Umari Al Faruqi.
ia lebih dikenal dengan nama Syah Waliullah, nama Waliullah yang penjang ini merupakan
suatu gelar yang menunjukan penghormatan yang besar atas kesalehan serta kedalaman ilmunya
.sementara kata Wali dalam namanya menurut beberapa sumber, merupakan gelar dirinya sejak ia masih
bayi berdasarkan petunjuk para Wali (saat itu) kepada orang tuanya melalui mimpi [1].
Ia adalah seorang sarjana besar India yang hidup pada abad 12 H / 18 M. Ia lahir di Phult, Delhi
pada hari rabu syawwal 1114 H / 21 February 1703 M. ia berasal dari keluarga yang berpendidikan serta
shaleh, hal ini terbukti karna sebagian besar pendidikannya dijalaninya dibawah bimbingan ayahnya,
Syah Abd Rahim, tepatnya di Madrasah Rahimiyyah, yang didirikan oleh ayahnya di Delhi. ia mendalami
ilmu pengetahuan khususnya dibidang agama sejak ia beumur 5 tahun, berkat ketekunan serta
kejeniusannya ia mampu menghafalkan al Quran ketika umurnya masih 7 tahun, ia terus memperdalam
pengetahuannya hingga ketika umurnya belasan tahun ia telah menguasai dengan baik ilmu hukum, tafsir,
hadits, logika, kalam, filsafat, astromomi, kedokteran dan matimatika. ia melengkapi pengetahuannya
dalam agama dengan mendalami tarekat, dalam tarekat ini baginya sudah takasing lagi lantaran kedua
orang tuanya merupakan penganut tarekat juga [2].
Ia menyelesaikan pendidikan Formalnya saat usianya baru 15 tahun, yang kemudian di baiat oleh
ayahnya menjadi seorang penganut tarekat Naqsyabandiah. pada usianya yang ke 16 atau 17 ia sudah
menjadi seorang Muhaddits di madrasah milik ayahnya, ia membuat suasana disana menjadi suatu intuisi
yang ideal dengan dedikasinya mengajar serta serta mereformasi system pendidikan yang ada disana [3].
Setelah selesai menjalani pendidikan formalnya ia mengajar di Madrasah Yi Rahimiyyah milik ayahnya,
yang kemudian menjadi pemimpin tunggal di Madrasah tersebut setelah kemangkatan ayahnya, pada
tahun 1131 H / 1719 M. dua belas tahun setelah ayahnya wafat atau pada tahun 1143 H / 1731 M ia
menunaikan ibadah hajinya yang pertama, serta tinggal disana (Makkah dan Madinah) selama kurang
lebih 14 bulan lamanya. pengalaman tinggal disana (Haramain) telah memberinya pengalaman secara
langsung dengan berbagai madzhab intelektual maupun hukum Islam, yang membuatnya menyempatkan
diri untuk menjalankan ibadah hajinya yang kedua pada tahun 1144 H / 1732 M, serta kembali ke
kampung halamannya setahun kemudian ,yaitu pada tahun 1145 H / 1733 M [4].
Sepulangnya kekampung halamannya ia menghabiskan waktunya untuk mengajar dan menulis di
Madrasahnya (Rahimiah) hingga akhir hayatnya. ia meninggal di Delhi pada tanggal 29 Muharram 1176
H atau bertepatan dengan 20 agustus 1762 M serta dimakamkan disana. Masa antara tahun 1144 H / 1732
M  hingga 1176 H / 1762 M adalah masa dimana ia aktif dalam penulisan karyanya. G.N.Jalbani
menegaskan bahwa lebih dari 50 karyanya telah diterbitkan ketika itu. sumbangan besarnya khususnya
dalam bidang filsafat dan metafisika sangat unik, dalam hal ini ia mencoba untuk merumuskan ulang serta
membangun kembali disiplin-disiplin ilmu tersebut agar sesuai dengan al Quran dan as Sunnah .salah satu
wujud usahanya adalah mencoba untuk mendamaikan dua konsep pemikiran besar yaitu Wahdatul Wujud
Ibnu Arabi serta Wahdatus Suhud Ahmad Sir Hindi yang ia jadikan sebagai fokusnya yang utama, oleh
karna itulah ia terkenal didua sisi, satu sisi Falsafah serta disisi lain tasawwuf [5].
Umumnya sebagian besar kalangan mutakallimun tak dapat menerima konsep yang telah
dikemukakan oleh Arabi, lahirnya konsep baru Wahdatus Suhud Sir Hindi makin menambah polemik
baru bagi kaum metafisikawan muslim, sehingga kelompok pendukung kedua aliran ini saling kritik satu
sama lain. kehadiran Syah Waliullah yang bersikap netral serta memberikan solusi penyelesaian antar
keduanya telah membawa angin sejuk yang membuat ketegangan yang terjadi antar kelompok tersebut
mereda. ia menyelesaikan pertentangan tersebut dengan jalan penyelarasan serta penjelasan rasional .ada
banyak hal yang menjadi efek positif dari rekonsiliasi Syah Waliullah dua diantaranya adalah
menghasilkan kerukunan antara kelompok yang bertentangan serta melegitimasi konsep Wahdatul Wujud
dikalangan mutakallimun [6].
Selain menyelesaikan dua aliran tersebut, Ia juga berusaha untuk mendekatkan empat madzhab
fiqh, contohnya adalah tentang komentarnya atas muwattha Imam Malik yang ia tulis dengan maksud
menemukan landasan ortodoks yang sama untuk mendamaikan madzhab-madzhab fiqh yang berbeda.
Sumbangannya yang lain untuk dunia islam selain dari pada apa yang telah disebutkan diatas ialah
usahanya dalam memberikan suatu landasan yang kuat serta kerja sama timbal balik antara kaum sunni
dan Syiah .
Syah Waliullah memiliki banyak karya, bahkan karyanya tersebut dianggap tak tertandingi oleh
pemikir muslim lainnya dalam sejarah muslim India, sesudah maupun setelahnya, karyanya tersebut dapat
dibagi menjadi beberapa Varian. pertama tentang Al Quran termasuk didalamnya terjemahanya. Kedu
,mengenai Hadits termasuk didalamnya tafsir kitab Al Muwattha karya Imam Malik. ketiga, mengenai
Fiqh termasuk kitab Insyaf Fi Bayan Asbab Al Ikhtilaf. keempat, yang berkenaan dengan tasawuf.
kelima, tentang Filsafat Islam dan Ilmu Kalam. terakhir, tentang Syiah dan Sunni yang pada waktu itu
memiliki pertentangan yang terasa tajam ketika itu. selain dari pada itu ia juga memiliki gagasan tentang
ilmu ekonomi dan sosialisme yang bersifat revolusioner, sehingga ia bisa dianggap sebagai pendahulu
Karl Marx [7]. setelah kemangkatannya ,kepemimpinan Madrasah Rahimiyyah diteruskan oleh keempat
putranya ( Syah Abd Aziz, Syah Abd Qadir, Syah Rafi ad Din dan Syah Abd Ghani ) mereka mencoba
untuk menulis karya-karya baru di berbagai bidang keilmuan serta memberi tambahan kepada apa yang
telah diwariskan oleh orang tua mereka.
Madrasah yi Rahimiyyah merupakan satu-satunya pusat pendidikan yang menjadi tempat
penyelesaian urusan-urusan orang muslim khususnya India. hingga akhirnya Madrasah tersebut
dihancurkan oleh Inggris pada tahun 1857 M. akan tetapi tidak juga menghentikan pergerakan pemikiran
para lulusan-lulusannya. 10 tahun kemudian setelah tragedi tersebut, para lulusannya mendirikan Dar el
Ulum di Deoband, maka sekali lagi tradisi intelektual yang diwarisi Syah Waliullah memulai fasenya
yang  baru dibawah naungan para lulusan-lulusannya [8].
Madrasah yang didirikan para alumni tersebut secara ketat mengikuti kurikullum yang diajarkan
oleh Madrasah Rahimiyyah baik dalam disiplin maupun metode pengajarannya ,sesuai dengan apa yang
telah ditetapkan oleh Syah Waliullah sebelumnya .akan tetapi perlu dicatat bahwasanya tidak semua
pemikiran Syah di ambil dalam pemikiran Madrasah ini akan tetapi   hanya bagian tertentu saja,
selebihnya madzhab Deobandlah yang mengambil alih tradisi tersebut seluruhnya .melalui Dar el Ulum
inilah pengetahuan tentang Syah Waliullah menyebar keseluruh anak benua Asia, oleh karna itulah
hingga saat ini kelompok keagamaan di India memperoleh inspirasi intelektualnya serta otorisasi (sanad)
mereka dari Syah Waliullah .

Syah Waliullah dan Pemikirannya

Dari segi intelektualitas ia termasuk ulama yang serba bisa ,ia tidak hanya dikenal sebagai ahli
fiqh saja, akan tetapi juga dikenal sebagai mufassir, muhaddits serta seorang sufi pembaharu. predikat
yang layak disandang olehnya tak terlepas dari pada buah karyanya yang telah ia produksi sepanjang
hidupnya, yang ditulisnya dalam bahasa Arab serta sebagian lain ditulisnya dalam bahasa Persia .
Dari sejumlah karyanya yang banyak tidak semuanya tersebar keberbagai belahan dunia Islam.
katakan saja sebuah karyanya yang memuat ilmu hakekat hanya menjadi rujukan bagi orang-orang Indo-
Pakistan saja. perlu diketahui bahwasanya ia adalah seorang yang dengan tegas menolak filsafat dari
Yunani, ia adalah seorang penganut tarekat Qadiriyyah, Chistiyyah serta Naqsyabandiah. dalam dunia
Tasawuf ia menyebut dirinya sebagai seorang Quthb [9] bahkan lebih dari itu ia mengaku mendapat
perintah Tuhan untuk menjalankan misi khusus yang menempatkannya jauh diatas para anggota tarekat
yaitu sebagai penyambung baru hukum islam bukan sekedar pembaharu biasa [10]. ia berpandangan
bahwasanya Allah memberikan ilham lewat bagian yang khusus dari alam semesta, salah satunya apa
yang sering dibicarakan oleh para Sufi dan Filosof yaitu Alam Imajinal (Alam Mitsal), baginya dunia
Imajinal adalah suatu penghubung antara dunia nyata kita dengan dunia ruh diatas serta berperan sebagai
imajenasi jiwa universal (universal soul). dengan demikian kehendak Tuhan disampaikan lewat para
malaikat, warna dan substansi halus dalam dunia imajinal sebelum menemukan jalan mereka menuju
pandangan mistis. bagi Syah Waliullah tempat yang paling utama dalam dunia Imajinal adalah benteng
kesucian atau Hadarat al Quds yaitu tempat Tuhan mewujudkan dirinya kedalam jiwa manusia sempurna
yang melebur kedalam insan suci (insane Ilahi). selain itu benteng kesucian tersebut juga berperan
sebagai media operasi dan satu kelas elit dalam hiraki malaikat yang rumit dimana para Nabi dan
Mujaddid atau Pembaharu menemukan tuntunannya . [11]
Benteng kesucian tersebut merupakan manifestasi Tuhan yang agung .suatu tindakan perwujudan
Tuhan yang paling besar. hal ini tidaklah begitu penting jika dibandingkan dengan entitas bayangan
Tuhan yang dikatakan Ibnu Arabi sebagai Realitas Muhammad atau Hakekat Muhammadiyah. Syah
Waliullah memberikan penekanan pada gagasan Ibnu Arabi yang mengatakan bahwa manifestasi diri
Tuhan berhubungan dengan bagian khusus hati manusia yang disebut dengan Mutiara Kegilaan (Gems of
Bewilderment) karna cahaya ke Tuhanan dipantulkan kedalam batin dan pada akhirnya membuatnya gila
[12]. Syah Waliullah juga mengatakan bahwasanya konsep Wahdatul Wujud Ibnu Arabi dan Wahdatus
Suhud Ahmad Sir Hindi adalah dua tahapan yang berbeda dalam pengalaman mistis serta pandangan
alternatif alam semesta. dalam pandangan mistik Wahdatus Suhud seluruh maujud terserap kedalam
Tuhan sebagai suatu realitas mutlak yang kemudian menjadi suatu kesatuan dalam pandangan hingga
yang dipandang atau disaksikan hanyalah Tuhan semata atau kesatuan tersebut tidak sampai mutlak
menyatu antara hamba dan Tuhan akan tetapi mengambil bentuknya sendiri-sendiri dengan
mempertahankan sifat masing-masing [13], sedangkan dalam Wahdatul Wujud ,seorang manusia merasa
bahwa Tuhan adalah eksistensi mutlak sedangkan yang lainnya hanyalah bayangan atau singkatnya yang
eksis hanyalah Tuhan maka tak ada satu wujudpun didunia ini kecuali Tuhan. Waliullah juga memandang
bahwasanya konsep Ibnu Arabi ingin menunjukan betapa berbedanya Tuhan dengan Makhluknya, hanya
saja pendapat Ini disalah artikan oleh para penerusnya. bagi Waliullah kritik Sir Hindi Terhadap Arabi
juga berasal dari kesalah pahaman .

Sekalipun waliullah mengkritik Sir Hindi, namun pengaruh pemikiran yang dibuahkan olehnya amatlah
berpengaruh dalam pandangan Syah Waliullah. pengaruh tersebut tampak jelas dalam teorinya tentang
organ lembut didalam tubuh manusia (sirr). Lima rangkaian organ yang lebih rendah adalah Hati
,Intelektual serta Jiwa dan Sirr (rahasia), dan lima yang lebih tinggi yaitu Khafi (tersembunyi), Cahaya
Kesucian,Mutiara Kegilaan,Yang Paling Tersembunyi,Diri Yang Paling Agung. Waliullah juga
mengatakan bahwa ayahnya mengajarkan tehnik meditasi yang berhubungan dengan Sir Hindi serta
menggambarkan lingkaran yang menunjukan beberapa organ lembut yang berhubungan dengan tehnik
tersebut. hingga pada akhirnya Syah Waliullah menjelaskan bahwa pada tingkatan diri tertinggiu, batin
bisa melihat seluruh alam semesta dalam dirinya sendiri [14].

Ijtihad dan Taklid dalam pandangan Syah Waliullah

Ia adalah seorang yang gigih mempertahankan keunggulan akal dan memandang betapa pentingnya suatu
Ijtihad .dalam karyanya Hujjah Allah al Baligah, dia membahas secara rinci keunggulan akal atas seluruh
indera manusia lainnya .dengan tajam ia mengkritik orang-orang yang mengatakan bahwasanya syariat
tidak memiliki dasar rasional, ia tidak sepakat dengan pernyataan bahwasanya syariat ditaati semata-mata
hanya merupakan perintah Tuhan, baginya akal manusia mampu untuk memahaminya serta dapat
mengetahui keuntungan dari mentaatinya, konsepnya tentang ijtihad inilah yang kelak mengilhami
rumusan modernisme Neo-Mu’tazilah Sayyid Ahmad Khan pada masa belakangan . [15]

Ia juga orang yang sangat tidak menyukai taqlid yaitu mengikuti serta patuh begitu saja terhadap
penafsiran maupun pendapat ulama terdahulu, ia menganggap taklid merupakan suatu faktor penyebab
kemunduran umat Islam serta terjadinya penyelewengan terhadap ajaran Islam yang murni, ia
memandang masyarakat pada umumnya bersifat dinamis. penafsiran untuk suatu Zaman belum tentu
sesuai dengan Zaman sesudahnya, oleh karna itulah ia menganjurkan untuk diselenggarakannya aktifitas
ijtihad .akan tetapi perlu dicatat bahwa dalam hal ini Syah Waliullah bukan berarti menolak total segala
bentuk taklid, karna ia juga menyadari bahwa hasil ijtihad ulama terdahulu tidak seluruhnya haus akan
pembaharuan atau out of date, jika sebagiannya masih relevan baginya taidaklah menjadi permasalahan
jika dipungut kembali. sebab jika seseorang tidak dapat melakukan ijtihad misalnya karna keterbatassan
waktu, sarana dan perangkat ilmu pengetahuan, maka tidak ada pilihan baginya kecuali bertaklid. akan
tetapi berijtihad disini bukanlah untuk semua orang akan tetapi hanya bagi mereka yang telah mumpuni
pengetahuannya dalam agama serta memiliki kesempatan, sedangkan bagi mereka yang awam cukup
dengan bertaklid saja . [16]

Tentang al Quran dan al Hadits

Di masa Syah Waliullah penerjemahan al Quran kedalam bahasa asing dipandang sebagai sesuatu yang
dilarang, sementara itu pada kenyataanya masih banyak orang di India membaca al Quran akan tetapi
tidak memahami isinya, baginya pembacaan tanpa pengertian tidak terlalu banyak faedahnya. pada saat
itu penerjemahan al Quran kedalam bahasa Persia sudah layak untuk dipakai oleh kalangan muslim
terpelajar akan tetapi hal tersebut merupakan suatu kebutuhan yang terelakan. oleh karna itulah dengan
keberanian Syah Waliullah mencoba untuk menerjemahkan al Quran kedalam bahasa Persia. awalnya
penerjemahan itu mendapat tantangan akan tetapi pelan-pelan dapat diterima juga oleh masyarakat.
setelah masyarakat mau menerimanya barulah kemudian putranya membuat terjemahan al Quran dalam
bahasa Urdhu, bahasa yang dipakai sehari-hari oleh masyarakat di India. yang menjadi sorotan dalam hal
ini adalah sikap Syah Waliullah terhadap masalah asbabun nuzul, baginya tidak ada pemutlakan
penggunaan ajaran asbabun nuzul dalam memahami al Quran. karna bisa jadi keadaan dahulu dan
sekarang belum tentu sesuai [17]. ia juga menekankan akan pentingnya mengetahui latar belakang sosial
budaya masyarakat Arab pada masa turunnya al Quran. Sedangkan dalam bidang Hadits ia menegaskan,
bahwasanya hadits merupakan dasar bagi semua cabang ilmu agama, sebab tidak mungkin mengetahui
syariat tanpa adanya riwayat dari Nabi SAW, serta tak dapat mengetahui riwayat dari Rasulullah jika
tidak mengetahui bagaimana proses riwayat tersebut sejak dari Nabi [18].

Integrasi Tasawuf dan Fiqh


Yang menjadi point terpenting dalam pandangan Syah Waliullah adalah pandangannya dalam
dunia Tasawuf, hal ini bukan sekedar dikarnakan sang tokoh adalah seorang sufi akan tetapi lebih dari itu
beliau adalah sosok yang memberi warna dan corak yang baru dalam dunia tasawuf pada khususnya .ia
adalah seorang sosok yang telah berhasil mengkompromikan ajaran-ajaran Wahdatul Wujud yang di
Nahkodai oleh Ibnu Arabi dengan ajaran Wahdatus Suhud yang dikepalai oleh Ahmad Sir Hindi. Yang
unik disini dan perlu menjadi catatan bahwasanya Syah Waliullah menyatakan bahwa dalam satu
mimpinya ditunjuk oleh nabi sebagai penengah dalam pertikaian pengikut Wihdat al Wujud dan Wihdat
As Suhud hingga akhirnya keputusannya dapat diterima oleh kedua belah pihak. menurutnya filsafat Sir
Hindi secara esensial sebetulnya sama dengan filsafat Ibnu Arabi hanya saja keduanya harus diberi
presfektif baru, perbedaan keduanya hanya bersifat peripheral saja, hanya sekedar perbedaan sematik
belaka, konsep Al Zhiil (bayangan) yang menjadi ajaran polemik antar keduanya di tafsirkan oleh Syah
hanya sekedar kiasan saja [19].
Waliullah juga mengungkapakan perbedaan antara jalannya para sufi dengan jalannya para rasul.
ia berpandangan bahwasanya ada dua jalan untuk mencapai suatu kebahagiaan, pertama adalah jalan
philosof berketuhanan serta jalannya para sufi yang mendamba Tuhan yang ia sebut dengan Thariqat al
Walayah, sedang yang kedua adalah jalannya para rasul yang disebut dengan Tharikat an Nubuwah,
dalam jalan yang kedua manusia terpaut erat dengan tuntutan Syariat, ihsan mereka adalah shalat, shaum,
zakat. tafakur dalam tarekat yang kedua ini nyaris terpinggirkan, bagi Syah Waliullah, rasul tidak
mempunyai pendapat atau keterangan yang baik dalam hal ini. lain halnya dengan tarekat an Nubuwah
dan Wilayah yang banyak berisi tentang ajaran serta konsep-konsep. baginya tarikat an Nubuwah hanya
merupakan simbolisasi saja dari thariqatal Walayah untuk mencapai Tuhan . [20]

Selain dalam hal keagamaan yang telah disebutkan diatas tokoh ini juga seorang yang mengamati
perkembangan politik di India ia adalah seorang yang mengobarkan semangat Jihad dikalangan Muslim
India, Dr. Allama Iqal pernah berkata tentangnya “India telah menghasilkan seorang alim besar yang
bernama Ismail dia tidak menghabiskan waktunya membaca buku serta memberikan fatwa, ia
mengorbankan hidupnya untuk Islam serta untuk perbaikan hilangnya akar islam dan menyerukan jihad
melawan orang kafir. tidak diragukan lagi bahwa buku-buku serta tulisan Syah Waliullah memberikan
inspirasi kaum muslim India untuk semangat berjihad yang kemudian dikomandani oleh Shah Ismail
Syahid [21] dua buku pentingnya Fuyuz al Haramain dan Tafhima Al Ilahiyah merupakan contoh
perhatiannya yang besar terhadap keselamatan umat muslim .

Ide-idenya yang berapi-apiyang kemudian memberikan pengaruh, ketika kelas pembaharu Muslim
muncul di India untuk mengingatkan serta dan menginspirasi kaum muslim untuk menumpas kejahatan,
serta ia pulalah yang telah menyiapkan kaum Muslim India untuk Jihad yang sebenarnya yakni
mendirikan pemerintahan Islam di India. Syah Waliullah yang pertama  menaburkan bibit-bibit Negara
Islam diantara kaum Muslim India serta ia jualah yang menginspirasikan jihad kepada mereka untuk
memperjuangkan hak – haknya [22], perjuangan ini kelak mencapai bentuknya yang sesungguhnya pada
masa Muhammad Ali JInah dan Sir Muhammad Iqbal .

Anda mungkin juga menyukai