Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENELITIAN

KEAKURATAN KODE DIAGNOSIS UTAMA PADA REKAM MEDIS

POLIKLINIK MTBS DI PUSKESMAS BANTAR

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Metodologi Penelitian

Oleh :

Silvia Olistiani P20637018068

PROGRAM STUDI DIII REKAM MEDIS DAN INFORMASI KESEHATAN

JURUSAN REKAM MEDIS DAN INFORMASI KESEHATAN

POLITEKNIK KESEHATAN TASIKMALAYA

2020
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Menurut PERMENKES RI NO. 75 TAHUN 2014, Puskesmas adalah

fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan upaya kesehatan

masyarakat dan upaya kesehatan perseorangan tingkat pertama, dengan lebih

mengutamakan upaya promotif dan preventif, untuk mencapai derajat

kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya di wilayah kerjanya.

Puskesmas mempunyai tugas melaksanakan kebijakan kesehatan untuk

mencapai tujuan pembangunan kesehatan di wilayah kerjanya dalam rangka

mendukung terwujudnya kecamatan sehat.

Rekam medis adalah berkas yang berisikan catatan dan dokumen tentang

identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan pelayanan lain yang

telah diberikan kepada pasien (Permenkes nomor 269/Menkes/Per/III/2008

tentang rekam medis). Rekam medis digunakan sebagai acuan pasien

selanjutnya, terutama pada saat pasien itu berobat kembali, rekam medis

pasien harus siap apabila pasien berobat kembali. Tenaga kesehatan akan sulit

dalam melakukan tindakan atau terapi sebelum mengetahui sejarah penyakit,

tindakan atau terapi yang pernah diberikan kepada pasien yang terdapat di

dalam berkas rekam medis.

Hasil penelitian Rohman (2011) menyebutkan bahwa salah satu faktor

yang berpengaruh terhadap keakuratan kode diagnosis adalah informasi


medis. Informasi medis yang dimaksud adalah pengisian kode diagnosis. Hal

ini juga selaras dengan penelitian Astuti (2008) bahwa kode yang akurat

didapatkan salah satunya dengan memperhatikan informasi yang mendukung

atau penyebab lain yang mempengaruhi kode diagnosis utama. Informasi

medis akan digunakan dalam pengodean ICD-10. Koding berdasarkan ICD-

10 yaitu proses pemberian kode dengan menggunakan huruf dan angka yang

mewakili komponen data yang bertujuan untuk memastikan ketepatan kode

terpilih mewakili sebutan diagnosis yang ditegakkan dokter. (Depkes,2006).

Sedangkan keakuratan kode adalah pemberian kode yang sesuai dengan

ketentuan atau aturan ICD-10.

Keakuratan dalam pemberian kode diagnosis merupakan hal yang harus

diperhatikan oleh tenaga perekam medis, ketepatan data diagnosis sangat

penting dibidang manajemen data klinis, penagihan kembali biaya, beserta

hal-hal lain yang berkaitan dalam asuhan dan pelayanan kesehatan (Kasim,

2011).

Puskesmas Bantar merupakan salah satu dari Puskesmas di Kota Tasik dengan

tingkat ketidakakuratan diagnosisnya banyak. Berdasarkan observasi awal di

Puskesmas Bantar , dari 20 dokumen terdapat 45% tidak akurat dalam

pengkodeannya. Hal ini berdampak pada keefektifan pengelolaan data dan

informasi pelayanan kesehatan tersebut. Selain itu sistem BPJS yang mulai

diterapkan tahun 2014, pengkodean yang benar merupakan kunci sukses sistem

tersebut. Apabila kode yang dicantumkan pada berkas rekam medis tidak tepat,

maka dapat berdampak terhadap biaya pelayanan kesehatan. Oleh karena itu
berdasarkan uraian diatas maka peneliti tertarik untuk melaksanakan penelitian

dengan judul “Keakuratan Kode Diagnosis Utama Pada Rekam Medis Poliklinik

Mtbs Di Puskesmas Bantar”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut dapat dirumuskan

permasalahannya yaitu : “Bagaimana keakuratan kode penyakit pada rekam

medis Unit Rawat Jalan di Puskesmas Bantar?”

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuam Umum

Mengetahui kodefikasi kasus pada pasien rawat jalan berdasarkan

ICD-10 di Puskesmas Bantar Tahun 2020

2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui klasifikasi kode diagnosis utama pasien rawat jalan

berdasarkan ICD-10

b. Mengetahui keakuratan kode penyakit kasus rawat jalan di

Puskesmas Bantar.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Rekam Medis

1. Pengertian Rekam Medis

Menurut Permenkes No.269 Tahun 2008 pasal 1 (satu) yang

dimaksud dengan rekam medis adalah berkas yang berisikan catatan dan

dokumen tentang identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan

pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien.

Rekam medis mempunyai makna yang lebih kompleks tidak hanya

catatan biasa, karena dalam rekam medis sudah tercermin segala informasi

menyangkut seorang pasien yang akan dijadikan dasar dalam menentukan


tindakan lebih lanjut dalam upaya pelayanan lainnya yang diberikan

kepada pasien (Depkes RI, 2006).

2. Tujuan dan Kegunaan Rekam Medis

a. Tujuan Rekam Medis

Tujuan rekam medis adalah untuk menunjang tercapainya tertib

administrasi dalam rangka upaya peningkatan pelayanan kesehatan di

rumah sakit. Tanpa didukung suatu sistem pengelolaan rekam medis

yang baik dan benar, tidak akan tercipta tertib administrasi rumah sakit

sebagaimana yang diharapkan. Sedangkan tertib administrasi

merupakan salah satu faktor yang menentukan dalam upaya pelayanan

kesehatan dirumah sakit.

Pembuatan rekam medis dirumah sakit bertujuan untuk

mendapatkan catatan atau dokumen yang akurat dan adekuat dari

pasien, mengenai kehidupan dan riwayat kesehatan, riwayat penyakit

di masa lalu dan sekarang. Pengobatan yang telah diberikan sebagai

upaya meningkatkan pelayanan kesehatan. Rekam medis dibuat untuk

tertib administrasi di rumah sakit yang merupakan salah satu faktor

penentu dalam rangka upaya peningkatan pelayanan kesehatan

(Rustiyanto, 2009).

b. Kegunaan Rekam Medis

Menurut Depkes RI (2006) menyatakan bahwa kegunaan

rekam medis dapat dilihat dari beberapa aspek yang disingkat menjadi

ALFRED, yaitu:
1) Aspek Administration (Aspek Administrasi)

Berkas rekam medis mempunyai nilai administrasi, karena

isinya menyangkut tindakan berdasarkan wewenang dan tanggung

jawab sebagai tenaga medis dan paramedis dalam mencapai tujuan

pelayanan kesehatan.

2) Aspek Legal (Aspek Hukum)

Suatu berkas rekam medis mempunyai nilai hukum, karena

isinya menyangkut masalah adanya jaminan kepastian hukum atas

dasar keadilan, dalam rangka usaha menegakkan hukum serta

penyediaan bahan sebagai tanda bukti untuk menegakkan keadilan.

3) Aspek Financial (Aspek Keuangan)

Suatu berkas rekam medis mempunyai nilai uang, karena

isinya mengandung data/informasi yang dapat dipergunakan

sebagai aspek keuangan.

4) Aspek Research (Aspek Penelitian)

Suatu berkas rekam medis mempunyai nilai penelitian,

karena isinya menyangkut data dan informasi yang dapat

dipergunakan sebagai aspek pendukung penelitian dan

pengembangan ilmu pengetahuan dibidang kesehatan.

5) Aspek Education (Aspek Pendidikan)

Suatu berkas rekam medis mempunyai nilai pendidikan,

karena isinya menyangkut data/informasi tentang perkembangan

kronologis dan kegiatan pelayanan medis yang diberikan kepada


pasien. Informasi tersebut dapat dipergunakan sebagai

bahan/referensi pengajaran dibidang profesi pendidikan kesehatan.

6) Aspek Documentation (Aspek Dokumentasi)

Suatu berkas rekam medis mempunyai nilai dokumentasi,

karena isinya menyangkut sumber ingatan yang harus

didokumentasikan dan dipakai sebagai bahan pertanggungjawaban

dan laporan rumah sakit.

3. Manfaat Rekam Medis

Permenkes no.269 tahun 2008 pasal 13 menyebutkan bahwa

pemanfaatan rekam medis dapat dipakai sebagai :

a. Pemeliharaan kesehatan dan pengobatan pasien

b. Alat bukti dalam proses penegakan hukum, disiplin kedokteran dan

kedokteran gigi dan penegakan etika kedokteran dan etika kedokteran

gigi

c. Keperluan pendidikan dan penelitian

d. Dasar pembayar biaya pelayanan kesehatan dan

e. Data statistik kesehatan.

4. Nilai Guna Rekam Medis

Rustiyanto (2009) menyatakan bahwa rekam medis memiliki 3

(tiga) nilai guna yaitu :

a. Bagi Pasien

1) Sebagai kepentingan riwayat perkembangan penyakit pasien

dimasa sekarang maupun dimasa yang akan datang.


2) Menyediakan bukti asuhan keperawatan/tindakan medis yang

diterima oleh pasien.

3) Menyediakan data bagi pasien jika pasien datang untuk yang kedua

kali dan seterusnya.

4) Menyediakan data yang melindungi kepentingan hukum pasien

dalam kasus-kasus kompensasi pekerjaan kecelakaan pribadi atau

malpraktik.

b. Bagi fasilitias pelayanan kesehatan

1) Memiliki data yang dipakai untuk pekerja professional kesehatan

2) Sebagai bukti atas biaya pembayaran pelayanan medis pasien

3) Mengevaluasi penggunaan sumber daya.

c. Bagi pemberi pelayanan

1) Menyediakan informasi untuk membantu seluruh tenaga

professional dalam merawat pasien

2) Membantu dokter dalam menyediakan data perawatan yang

bersifat berkesinambungan pada berbagai tingkat pelayanan

kesehatan

3) Menyediakan data-data untuk penelitian dan pendidikan

B. Diagnosis

Diagnosis adalah penentuan bentuk gangguan atau masalah yang

merupakan hasil kesimpulan dan kumpulan tanda-tanda, gejala-gejala,

riwayat sakit, bila perlu disertai pemeriksaan laboratorium dan rontgen sesuai

standar medis yang berlaku. (WHO, 2005)


Diagnosis utama adalah diagnosis dari penyakit utama yang diderita

pasien setelah dilakukan pemeriksaan yang lebih mendalam. (Shofari B,

2002)

Menurut Gemala (2008), diagnosis dibagi menjadi 4 yaitu:

1. Diagnosis Utama

Diagnosis utama adalah kondisi atau diagnosis kesehatan yang

menyebabkan pasien memperoleh perawatan atau pemeriksaan, yang

ditegakkan pada akhir episode pelayanan dan bertanggung jawab atas

kebutuhan sumber daya pengobatannya.

2. Diagnosis Sekunder

Diagnosis sekunder adalah diagnosis yang menyertai diagnosis utama pada

saat pasien masuk atau yang terjadi selama episode pelayanan.

3. Diagnosis Komorbiditas

Diagnosis komorbiditas adalah penyakit yang menyertai diagnosis utama

atau kondisi pasien saat masuk dan membutuhkan pelayanan atau asuhan

khusus setelah masuk dan selama dirawat.

4. Diagnosis Komplikasi

Diagnosis komplikasi adalah penyakit yang timbul dalam masa

pengobatan dan memerlukan pelayanan tambahan sewaktu episode

pelayanan, baik yang disebabkan oleh kondisi yang ada atau muncul

sebagai akibat yang diberikan kepada pasien.

C. Coding
Coding adalah pemberian penetapan kode dengan menggunakan huruf

atau angka atau kombinasi huruf dalam angka yang mewakili komponen data

(Depkes RI, 2006).

1. Faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan dan ketepatan coding dari

suatu diagnosis dalam Depkes RI (2006) dipengaruhi oleh :

a) Tenaga Medis

Tenaga medis sebagai pemberi pelayanan utama pada seorang pasien

bertanggung jawab atas kelengkapan dan kebenaran data, khususnya

data klinik, yang tercantum dalam dokumen rekam medis. Data klinik

berupa riwayat penyakit, hasil pemeriksaan, diagnosis, perintah

pengobatan, laporan operasi atau prosedur lain merupakan input yang

akan di-koding oleh petugas koding di bagian rekam medis. Tenaga

medis meliputi seorang dokter baik dokter umum maupun dokter

spesialis. Penulisan diagnosa oleh dokter sangat mempengaruhi

kodefikasi karena jika tulisan diagnosa dari dokter tidak jelas atau

bahkan tidak terbaca maka diagnose akan sulit diberi kode, untuk itu

kecepatan dan ketepatan penulisan dokter harus diperhatikan demi 4

terlaksananya keakuratan proses kodefikasi dokumen rekam medis

rawat jalan di puskesmas Gribig.

b)Petugas Kodefikasi

Kunci utama dalam pelaksanaan koding adalah petugas koding.

Akurasi koding (penentuan kode) merupakan tanggung jawab tenaga

rekam medis, khususnya tenaga koding. Beberapa hal yang dapat


menyulitkan petugas koding antara lain adalah penulisan diagnosis

tidak lengkap, tulisan yang tidak terbaca, penggunaan singkatan atau

istilah yang tidak baku atau tidak dipahami, dan keterangan atau

rincian penyakit yang tidak sesuai dengan sistem klasifikasi yang

digunakan.

c) Tenaga kesehatan Lainnya

Kelancaran dan kelengkapan pengisian rekam medis di instalasi rawat

jalan dan rawat inap atas kerja sama tenaga medis dan tenaga

kesehatan lain yang ada dimasing-masing instalasi kerja tersebut, yang

meliputi kelengkapan pengisian asuhan keperawatan, hasil

pemeriksaan laboratorium dan lain sebagainya. (Depkes, 2006)

2. Langkah-langkah dasar dalam menentukan kode

menurut Gemala Hatta, (2008):

a) Tentukan tipe pernyataan yang akan dikode dan lihat pada indeks

alfabet yang sesuai. Bika pernyataan adalah penyakit atau cedera atau

kondisi lain yang terdapat pada Bab I-XIX atau XXI (Vol.1),

gunakanlah sebagai “leadterm” untuk dimanfaatkan sebagai paduan

menelusuri istilah yang dicari pada seksi I indeks (Vol.3). Bila

pernyataan adalah sebab luar dari cedera yang ada pada Bab XX

(Vol.1), lihat dan cari kodenya pada seksi II di Index (Vol.3).

b) Cari lead terms (kata panduan) untuk penyakit dan cedera biasanya

merupakan kata benda yang memaparkan kondisi patologisnya.

Sebaiknya jangan menggunakan istilah kata benda anatomi, kata sifat


atau kata keterangan sebagai kata panduan. Walaupun beberapa 5

kondisi menunjukan suatu kata sifat atau eponim yang tercantum di

dalam indeks sebagai “lead term”.

c) Baca dan ikuti catatan yang muncul dibawah istilah yang akan dipilih

pada Volume 3.

d) Baca kata yang terdapat dalam parentheses tanda kurung “( )” setelah

lead terms (ini tidak dapat berpengaruh pada code number) seperti

juga untuk terminologi di bawah lead terms (ini dapat berpengaruh

pada code number), hingga kata yang menunjukkan diagnosis yang

dimaksud ditemukan.

e) Ikuti secara hati-hati setiap rujukan silang (cross-reference) dan

perintah see dan see also yang terdapat pada indeks.

f) Lihat daftar tabulasi (Vol.1) untuk mencari nomer kode yang paling

tepat. Lihat kode 3 karakter di indeks dengan tanda dash “-“ pada

posis ke-4 berarti bahwa isian untuk karakter ke-4 itu ada di dalam vol

1 dan merupakan posisi tambahan yang tidak ada dalam indeks

(Vol.3). Perhatikan juga perintah untuk membubuhi kode tambahan

(additional code) serta aturan cara penulisan.

g) Ikuti pedoman inclusion dan exclusion pada kode yang dipilih atau

bagian bawah buatu bab (chapter), blog, kategori, atau subkatagori.

h) Tentukan kode.

3. Keakuratan Kode
Keakuratan kode diagnosis merupakan penulisan kode diagnosis penyakit

yang sesuai dengan klasifikasi yang ada di dalam ICD-10. Kode dianggap

tepat dan akurat bila sesuai dengan kondisi pasien dengan segala tindakan

yang terjadi, lengkap sesuai aturan klasifikasi yang digunakan. Terkaitnya

kode klasifikasi penyakit dan masalah terkait kesehatan dapat

menyebabkan terjadinya kesalahan dalam menetapkan suatu kode. Faktor-

faktor yang dapat menyebabkan kesalahan dalam menetapkan kode

berdasarkan hasil penelitian Institute Of Medicine (Abdelhak, dkk, 2001)

yaitu:

a) Kesalahan dalam membaca diagnosa yang terdapat dalam berkas

rekam medis, dikarenakan rekam medis tidak lengkap.

b) Kedua kesalahan dalam menentukan diagnosa utama yang dilakukan

oleh dokter.

c) Ketiga kesalahan dalam menentukan kode diagnosa ataupun kode

tindakan.

d) Keempat kode diagnosa atau tindakan tidak valid atau tidak sesuai

dengan isi dalam berkas rekam medis. kelima kesalahan dalam

menulis kembali atau memasukan kode dalam komputer.

D. ICD-10 (International Statistical Classification Of Diseases And Related

Health Problem Tenth Revision)

ICD-10 adalah standar klasifikasi diagnosis internasional yang berguna

untuk epidemiologi umum dan manajemen kesehatantermasuk didalamnya

analisis situasi keseluruhan secara umum pada sekelompok populasi,


monitoring angka kejadian, prevalensi penyakit dan masalah kesehatan dalam

hubungannya dengan variabel-variabel lain seperti karakteristik dan keadaan

individu yang terkena penyakit. (Manangka,1998)

1. Ruang lingkup ICD-10 menurut Hatta (2008) terdiri dari:

a) ICD-10 Volume 1 ICD-10 Volume 1 adalah daftar tabulasi yang

berupa daftar alfanumerik dari penyakit dan kelompok penyakit,

beserta catatan ”inclusion” dan beberapa cara pemberian kode.

Volume 1 berisi daftar tabulasi terdiri atas 22 bab.

b) ICD-10 Volume 2 ICD-10 Volume 2 berisi pengenalan dan petunjuk

bagaimana menggunakan volume 1 dan 3, petunjuk membuat

sertifikat dan aturan–aturan kode mortalitas serta petunjuk mencatat

dan mengkode kode morbiditas.

c) ICD-10 Volume 3 ICD-10 Volume 3 adalah indeks abjad dari

penyakit dan kondisi yang terdapat pada daftar tabulasi.

E. Kerangka Teori

Kode
Diagnosis Akurat
Dokumentasi formulir Utama
Rekam Medis
Kode
Tidak
Akurat
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Kerangka Konsep

Pengkodean Diagnosis Akurat


Dokumen Rekam
Medis Poli MTBS penyakit berdasarkan
ICD-10
Tidak Akurat

B. Jenis dan rancangan Penelitian


Jenis penelitian yang digunakan adalah deskriptif yaitu penelitian yang

dilakukan dengan menjelaskan atau menggambarkan dari variable penelitian.

(Arif M, 2003)

Dengan pendekatan retrospektif yaitu penelitian yang berusaha melihat ke

belakang (backward looking) artinya pengumpulan data dimulai dari efek atau

akibat yang telah terjadi. (Notoadmodjo, 2012).

C. Identifikasi Variabel Penelitian

Pada pene litian ini variabel tersebut adalah “Akurasi kode diagnosis”

D. Definisi Operasional

Tabel
Definisi Operasional

Variabel
Definisi Cara Alat Hasil Skala
Penelitia
Operasional Ukur Ukur Ukur Ukur
n
Akurasi Proses Pengisian Lembar - Akurat Nominal
kode pengklasifikasia Observasi Obsevasi Apabila
diagnosis n dan pemberian kode yang
kode penyakit dituliskan
menggunakan sesuai
ICD-10 dengan
ICD-10
- Tidak Akurat
E. Instrumen dan Cara Pengumpulan Data

1. Instrumen

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah pedoman observasi

berupa daftar pengamatan yang dibutuhkan dalam analisis kodefikasi

diagnosis utama poliklinik MTBS.

2. Cara yang digunakan untuk pengumpulan data

Pengumpulan data dapat dilakukan dengan cara pengamatan atau

observasi. Syarat pokok yang harus dipenuhi pada teknik pengamatan ini

adalah jelasnya kriteria yang akan diamati serta konsistensi pengamatan

dalam menilai kreteria yang telah ditetapkan. ( Azwar A; Prihantono J,

1987)

F. Teknik Pengolahan Data dan Analisis Data

1. Teknik Pengolahan Data

a. Pengumpulan (Collecting)

Mengumpulkan data yang berupa kode diagnosis utama dalam


dokumen rekam medis pasien rawat jalan di Puskesmas Bantar
berdasarkan ICD-10.

b. Edit (Editing)

Setelah data dikumpulkan kemudian data tersebut dikoreksi

berdasarkan ICD-10 sesuai dengan tujuan penelitian yaitu untuk

mengidentifikasi akurasi kode yang diperoleh. Identifikasi akurasi

kode diperoleh dari diagnosis utama pasien rawat jalan berdasarkan

ICD-10.

c. Klasifikasi (Classification)
Setelah melalui proses editing maka mengelompokkan kode dari

data diagnosis utama yang berkaitan dengan ICD-10 yang akurat dan

tidak akurat.

d. Tabulasi (Tabulating)

Melakukan pengelompokan data dengan memasukkan data yang

berupa diagnosis utama di ICD-10 ke dalam tabel untuk

mempermudah dalam perhitungan jumlah kasus sesuai kriteria yang

ditetapkan.

e. Memaparkan (Narasi) atau penyajian data

Memaparkan atau menyajikan hasil penelitian dalam bentuk kalimat.

2. Analisis Data

Analisis data yang digunakan adalah analisis diskriptif yaitu usaha

mencari, mengumpulkan data, menyusun, serta menafsirkan data yang

sudah ada untuk menguraikan secara lengkap, teratur dan teliti terhadap

suatu objek penelitian dan selanjutnya hasil penelitian dibandingkan

dengan teori-teori yang berkaitan dengan pengkodean, serta diambil

kesimpulan untuk pengambilan keputusan.

Anda mungkin juga menyukai