Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN KASUS

ACUTE MYELOID LEUKEMIA (AML- M4) PADA NEONATUS DENGAN


DOWN SYNDROME

Sherly Karolina Simanjuntak1, Ni Kadek Mulyantari2, 2


1
Program Studi Spesialis Patologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas
Udayana/RSUP Sanglah, Denpasar, Indonesia.
2
Departemen/KSM Patologi Klinik, Fakultas Kedokteran Universitas
Udayana/RSUP Sanglah, Denpasar, Indonesia.

PENDAHULUAN:
Acute myeloid Leukemia (AML) adalah suatu penyakit yang ditandai
dengan transformasi dan gangguan diferensiasi sel- sel progenitor dari sel mieloid.
Klasifikasi morfologi umum dipakai adalah klasifikasi dari French- American-
British (FAB) :
M0 : Acute myeloid leukemia without differentiation
M1 : Acute myeloid leukemia without maturation
M2 : Acute myeloid leukemia with maturation
M3 : Acute promyelocitic leukemia
M4 : Acute myelomonocytic leukemia
M5 : Acute monocytic leukemia
1. Subtipe M5a : tanpa maturasi
2. Subtipe M5b : dengan maturasi
M6 : Erythroleukemia
M7 : Megakaryocytic leukemia

KASUS:
Identitas pasien:
Nama : By.NPS
Umur :
Jenis kelamin : Laki- laki

1
Alamat : Curah Gubug Tabanan
Masuk rumah sakit : 14 Juni 2019
Keluhan utama: Penurunan kesadaran
Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien merupakan pasien rujukan dari rumah sakit swasta dengan diagnosis
hipoglikemia berulang akibat kecurigaan insulinoma. Pasien oleh keluarga
dikatakan mengalami penurunan kesadaran hampir setiap bangun pagi sejak 2
minggu sebelum masuk rumah sakit (SMRS). Penurunan kesadaran dikatakan
seperti terdiam dan tidak nyambung ketika diajak bicara. Keluhan lemah separuh
tubuh, kejang, dan panas badan disangkal oleh pasien. Pasien juga mengeluh berat
badan turun sebanyak kurang lebih 10 kg dalam 2 bulan terakhir.
Riwayat penyakit sebelumnya:
Riwayat MRS 2 minggu yang lalu di salah satu rumah sakit swasta di Tabanan
karena pingsan dan dikatakan gula darah pasien turun hingga dibawah 40 mg/dL
dan gula darah pasien dikatakan kembali sadar setelah diberikan infus. Selama 2
minggu SMRS, pasien sudah pernah 2 kali rawat inap dengan keluhan yang sama
dan 10 kali mendapatkan infus gula. Riwayat mengkonsumsi obat-obatan tertentu,
seperti obat kencing manis, herbal, maupun tradisional disangkal. Riwayat
penyakit sistemik lainnya, seperti sakit jantung, kencing manis, hipertensi, gagal
ginjal disangkal oleh pasien.
Riwayat penyakit pada keluarga:
Tidak ada anggota keluarga pasien yang mengalami keluhan yang sama dengan
pasien. Nenek pasien menderita penyakit kencing manis.
Riwayat sosial:
Pasien bekerja sebagai pedagang makanan di rumah. Pasien memiliki dua orang
anak laki-laki. Suami pasien sudah meninggal 1 tahun yang lalu akibat penyakit
kanker hati.

2
Pemeriksaan fisik:
Keadaan Umum : Lemah, GCS E4V5M6
Kesan : Sakit sedang
Suhu : 36,5°C
Denyut Jantung : 98 kali/menit
Laju Respirasi : 18 kali/menit
Tekanan Darah : 110/70 mmHg
Skala nyeri : 0/10
Kepala : Konjungtiva anemis -/-, ikterus -/-, edema palpebra -/-
Leher : Pembesaran kelenjar getah bening (-)
Thorax : Jantung dan paru-paru dalam batas normal
Abdomen : Distensi (+), bising usus (+), nyeri tekan (-), hepar teraba
±10 cm, limfa tidak teraba, pada daerah epigastrium teraba
massa padat ukuran ±12 x 4 cm dengan permukaan tidak
rata.
Ekstremitas : Akral hangat, capillary refill time < 2detik, edema (-),
petechiae (-)

Pemeriksaan Penunjang:
Tabel 1. Hasil Pemeriksaan Glukosa Darah Sewaktu
Sebelum Setelah
Tanggal
Pemberian D40 Pemberian D40
14/06/19 37 mg/dL 370 mg/dL
15/06/19 44 mg/dL 234 mg/dL
17/06/19 30 mg/dL 108 mg/dL
18/06/19 27 mg/dL 87 mg/dL
19/06/19 55 mg/dL 143 mg/dL
21/06/19 22 mg/dL 218 mg/dL
22/06/19 21 mg/dL 146 mg/dL

3
Tabel 2. Hasil Pemeriksaan Hematologi
Parameter 14/06/2019 25/06/2019 Nilai Rujukan
WBC (10³/µL) 10,04 10,14 4,1-11,0
% Neu 90,34 72,22 47-80
%Lym 8,06 19,33 13-40
%Mono 1,38 5,20 2,0-11,0
%Eos 0,06 2,09 0,0-5,0
%Baso 0,16 1,17 0,0-2,0
RBC(106/µL) 4,68 4,20 4,0-5,2
HGB (g/dL) 12,39 11,12 12,0-16,0
HCT (%) 40,72 36,40 36,0-46,0
MCV (fL) 87,07 86,58 80,0-100,0
MCH (pg) 26,49 26,46 26,0-34,0
MCHC (g/dL) 30,42 30,56 31-36
RDW (%) 13,60 13,76 11,6-14,8
PLT (10µ/µL) 358,70 349,60 140-440
MPV (fL) 4,98 4,58 6,80-10,0

Tabel 3. Hasil Pemeriksaan Faal Koagulasi


Parameter 25/06/2019 Nilai Rujukan
PPT (detik) 14,7 9-12
APTT (detik) 26,4 23-33

Tabel 4. Hasil Pemeriksaan Kimia Klinik


Parameter 14/06/2019 16/06/2019 25/06/2019 Nilai Rujukan
K (mmol/l) 3,71 3,5-5,1
Na (mmol/l) 140 136-145
SGPT (U/L) 59,1 46,5 11-27
SGOT (U/L) 67,20 46,7 11-34
BUN (mg/dL) 8,00 4,2 10-20
Kreatinin serum (mg/dL) 0,82 0,69 0,5-1,2
Bilirubin total (mg/dL) 0,45 0,2-1
Bilirubin direk (mg/dL) 0,17 <0,2
Alkali Phosphatase (U/L) 117 42-98
Gamma GT (U/L) 150 7,00-32,00
Albumin (g/dL) 3,40 3,40-4,80
Hb-A1C (%) 4,9 4,8-5,9
LDH (U/L) 321 240-480
Insulin Puasa (µIU/mL) 154 3,2-28,5
C-Peptide (ng/mL) 7.1 0,9-4,4
Free T4 (ng/dL) 1,65 0,93-1,70
TSHs (IU/mL) 1,84 0,27-4,2

4
Gambar 1. Ultrasonografi (USG) Abdomen

Kesan USG Abdomen: (18/06/2019)


- Hepatomegali dengan nodul multipel pada lobus kanan kiri hepar, curiga
nodul metastase.
- Observasi massa solid pada daerah epigastrium dengan kalsifikasi dan
vaskularisasi intralesi positif, adanya massa pada caput pankreas belum
dapat disingkirkan.
- Nefritis bilateral
- Observasi massa solid heterogen batas tidak tegas pada pole bawah ginjal
kiri

Gambar 2. CT Scan Abdomen dengan Kontras

5
Kesan CT Scan Abdomen dengan Kontras: (19/06/2019)
- Massa solid heterogen berukuran 7,6 x 8,6 x 13,6 cm pada cauda pankreas
yang menginfiltrasi pole atas ginjal kiri
- Trombus IVC sepanjang +/- 6,7 cm, serta pada vena gonadal kiri yang
menyebabkan dilatasi vena gonadal sampai vena ovarian kiri
- Limfadenopati multiple perirenalis kiri dan para aorta
- Hepatomegali dengan multipel nodul metastase, tak tampak trombus pada
vena porta
- Hidronefrosis grade I kanan, kecurigaan akibat stenosis pasrsial ureter
proksimal kanan setinggi L2-3
- Spondilosis lumbalis

(a) (b)
Gambar 3. (a) Biopsi Hepar (b) Biopsi Pankreas
Kesan biopsi: (26/06/19)
Suatu poorly differentiated carcinoma yang bermetastasis ke hepar dd tipe :
- Neuroendocrine carcinoma NEC (G3)
- Poorly differentiated adenocarcinoma

Diagnosis kerja:
1. Observasi Hipoglikemia Berulang akibat Giant Insulinoma Maligna
dengan Metastase Hepar
2. Observasi Transaminitis akibat Suspek Reaktif dd/ Viral Infection

6
Terapi :
Intravenous Fluid Drip D10% 20 tetes per menit
Diet Bebas ekstra snack dan air gula
Bila Glukosa sewaktu <60 mg/dL berikan Bolus D40% 2 flash lalu periksa
tiap 1 jam
Octreotide 50 mcg tiap 12 jam subkutan
Edukasi makan setiap 1-2 jam
Kemoterapi sesuai bagian bedah digestif

PEMBAHASAN
Insulinoma merupakan kelompok tumor neuroendokrin yang paling sering timbul,
sekitar 40% dari semua kasus dan sebagian besar pasien yang terdiagnosis
insulinoma berusia antara 30 dan 60 tahun. Prevalensi terbanyak pada jenis
kelamin perempuan sebanyak 59%.4 Gejala klinis yang sering muncul adalah
“trias Whipple”, terdiri dari gejala hipoglikemia yang dicetuskan berpuasa,
hipoglikemia saat gejala muncul (<50 mg/dL), dan gejala segera hilang setelah
pemberian glukosa. Pasien dapat menunjukkan gejala gangguan autonomik seperti
palpitasi, tremor dan diaforesis, selain itu gejala neuroglikopenia juga bisa timbul,
seperti kebingungan, perubahan perilaku, kejang, sampai koma.5,6

Pada pasien ini ditemukan adanya riwayat penurunan kesadaran hampir


setiap bangun pagi sejak 2 minggu sebelum masuk rumah sakit (SMRS).
Penurunan kesadaran dikatakan keluarga seperti terdiam dan tidak nyambung
ketika diajak bicara. Pasien juga memiliki riwayat dirawat 2 minggu yang lalu di
salah satu rumah sakit swasta di Tabanan karena pingsan dan dikatakan gula darah
pasien turun hingga di bawah 40 mg/dL dan sadar kembali setelah diberikan infus
gula pasien. Selama 2 minggu SMRS, pasien sudah pernah 2 kali rawat inap
dengan keluhan yang sama dan 10 kali mendapatkan infus gula. Hal tersebut
sudah memenuhi seluruh kriteria dari “trias Whipple” yang menunjukkan bahwa
pasien ini mengalami hipoglikemia berulang, terutama saat bangun tidur di pagi
hari.

7
Pemeriksaan baku emas untuk mendiagnosis pasien insulinoma dewasa
dengan gejala neuroglikopenia atau riwayat glukosa plasma rendah secara
biokimia adalah pemeriksaan insulin plasma, c-peptide, dan proinsulin.7,8 Pasien
ini memiliki riwayat glukosa darah rendah sejak 2 minggu SMRS. Saat masih
dirawat di rumah sakit swasta pasien sempat memiliki nilai glukosa 40 mg/dL dan
saat dirujuk sudah terpasang infus D10%. Selama dirawat di Rumah Sakit Umum
Pusat Sanglah, pasien juga pernah tercatat nilai glukosa darahya beberapa kali
kurang dari 40 mg/dL karena tertidur pulas saat malam hari dan lupa untuk makan
tiap 1-2 jam untuk menjaga kestabilan glukosa. Pemeriksaan c-peptide pada
pasien ini menunjukkan peningkatan yaitu 7,1 ng/mL dan insulin juga mengalami
peningkatan yaitu 154 µIU/mL. Hasil ini mendukung diagnosis insulinoma,
karena pada kasus insulinoma terjadi peningkatan c-peptide (>0,6 ng/mL) dan
insulin (>6 µIU/mL) akibat hiperinsulinisme endogenik yang dihasilkan oleh
tumor tersebut. Glukosa darah yang rendah timbul akibat peningkatan hormon
insulin di dalam darah yang menyebakan peningkatan intake glukosa ke jaringan.
Peningkatan tes fungsi hati pada pasien ini sesuai dengan metastase insulinoma
maligna ke hepar.

Insulinoma umumnya timbul secara spontan, namun ada sekitar 10% kasus
insulinoma berhubungan dengan adanya gen MEN-1 (multiple endocrine
neoplasia type 1). MEN-1 adalah sindrom autosomal dominan yang dapat
mempengaruhi kelenjar paratiroid, pituitary anterior, endokrin pancreas dan
duodenum akibat inaktifasi dari gen MEN-1 pada kromosom 11q13.7 Pemeriksaan
fungsi tiroid dilakukan pada pasien ini untuk mengeksklusi hal tersebut. Hasil
pemeriksaan fungsi tiroid menunjukan hasil yang normal pada TSH (184 IU/mL)
dan FT4 (165 ng/dL).

Pemeriksaan radiologi seperti ultrasonografi (USG) abdomen, computed


tomography (CT), dan magnetic resonance imaging (MRI) juga dapat dilakukan
untuk membantu menegakkan diagnosis dengan sensitifitas masing-masing 9-
64%, 33-64%, dan 40-90%.1 Pemeriksaan USG yang dilakukan pada pasien ini
menunjukkan adanya hepatomegali dengan nodul multipel pada lobus kanan kiri

8
hepar curiga nodul metastase dan massa solid pada regio epigastrium dengan
kalsifikasi dan vaskularisasi intralesi. Pada pemeriksaan CT scan dengan kontras
ditemukan adanya massa solid heterogen berukuran 7,6 x 8,6 x 13,6 cm pada
cauda pankreas, limfadenopati multipel perirenalis kiri dan para aorta, serta
hepatomegali dengan multiple nodul metastase. Hasil pemeriksaan radiologi ini
mendukung diagnosis adanya tumor pada cauda pankreas. Insulinoma dengan
ukuran dimensi terbesar >9 cm dapat dikategorikan sebagai giant insulinoma.
Sejak tahun 1927, baru dilaporkan kurang dari 40 kasus giant insulinoma.3,4 Pada
kasus insulinoma maligna umumnya tumor ini dapat bermetastase ke hepar dan
kelenjar getah bening, sesuai hepatomegali dengan multipel nodul metastase pada
pasien ini. Menurut World Health Organization (WHO), insulinoma dapat
dikatakan maligna yaitu jika sudah dibuktikan adanya metastase ke jaringan lain.2

Pada pasien ini sudah dilakukan tindakan laparotomi untuk biopsi tumor
pankreas dan nodul pada hepar. Hasil biopsi pankreas menunjukkan adanya
proliferasi sel-sel neoplastik membentuk struktur pulau-pulau solid infiltratif
dengan mitosis 49/10 lapang pandang besar (LPB). Hasil biopsi hepar
menunjukaan dari proliferasi sel-sel neoplastik membentuk struktur pulau-pulau
solid, trabekular, sebagian tampak membentuk struktur pulau-pulau solid,
glandular, infiltratif diantara stroma jaringan ikat yang desmoplastik dan pada
beberapa fokus tampak sel-sel bizzare dengan mitosis 39/10 LPB. Kesan biopsi
ini adalah suatu poorly differentiated carcinoma yang bermetastasis ke hepar.
Menurut kriteria WHO 2017 mengenai pankreatik neuroendokrin neoplasia,
pasien dengan status diferensiasi poorly differentiated dan mitotis >20/10 LPB
termasuk ke dalam high grade (G3) neuroendocrine carcinoma (NEC).9

Manajemen insulinoma maligna sangat menantang bagi klinisi. Menurut


studi epidemiologis di Sao Paulo, Brazil, angka kesintasan selama lima tahun
(five years survival rate) pada insulinoma yang sudah metastasis ke hepar adalah
sebesar 16%. Penelitian lain di Mayo Clinic menemukan bahwa ten years survival
rate insulinoma maligna sekitar 29%.2,5 Manajemen perawatan paliatif lebih
disarankan untuk pasien insulinoma maligna dengan metastasis. 10 Tujuan

9
penanganan pada insulinoma adalah mengontrol sekresi hormon dan pertumbuhan
tumor. Sekresi hormon insulin dapat dikontrol menggunakan somatostatin analog
seperti octreotide. Hipoglikemia juga dapat dicegah dengan cara mengkonsumsi
makanan secara teratur terutama saat malam hari/timbul gejala malaise dan ada
keluarga yang mengawasi. Pada kasus insulinoma yang tidak dapat dilakukan
reseksi, maka penangan antitumor dapat dilakukan dengan radioterapi dan
kemoterapi.6,7 Pasien ini mendapatkan infus D10% 20 tetes per menit, diet bebas
ekstra kudapan/air gula, edukasi untuk makan setiap 1-2 jam, octreotide 50 mcg
tiap 12 jam subkutan dan rencana kemoterapi sesuai bagian bedah digestif. Pada
pasien ini, operasi reseksi tumor tidak dilakukan karena ukuran tumor yang besar
dan adanya metastase ke hepar. Penanganan yang saat ini dilakukan bertujuan
untuk mengontrol sekresi insulin dan mencegah terjadinya hipoglikemia.

KESIMPULAN:
Telah dilaporkan satu kasus perempuan berusia 56 tahun dengan
hipoglikemia berulang akibat giant insulinoma maligna. Pemeriksaan
laboratorium menunjukkan peningkatan c-peptide dan insulin puasa yang
mendukung diagnosis insulinoma. Pemeriksaan radiologi menunjukkan ukuran >9
cm yang dapat dikategorikan giant insulinoma dengan metastase ke hepar. Hasil
biopsi menunjukkan suatu poorly differentiated carcinoma yang bermetastasis ke
hepar. Pasien ini memenuhi kriteria WHO 2017 mengenai pankreatik
neuroendokrin neoplasia sebagai high grade (G3) neuroendocrine carcinoma
(NEC).

10
Daftar Pustaka
1. Miranda G. Malignant insulinoma chemotherapy resistant, pancreatic
neuroendocrine tumour of uncertain prognosis. Journal of Clinical and
Translational Endocrinology: Case Reports. 2018 Jan;Volume 8:16–8.
2. Baudin E, Caron P, Lombard-Bohas C, Tabarin A, Mitry E, Reznick Y,
Taieb D, Pattou F, Goudet P, Vessozi D, Scoazec JY, Cadiot G, Chazot FB,
Cao CD. Malignant insulinoma: Recommendation for characterisation and
treatment. Ann Endocrinol. 2013;1-11.
3. Vasikasin V, Watthanatham J, Napatharatip P, Thermmaturapoj S. Giant
insulinoma in 15 year-old-man: A case report. International Journal of
Surgery Case Reports. 2016 May;Volume 24:135-8.
4. Ueda K, Taira T, Hakoda H, Nakata S, Okata S, Nagai T, Aoki S, Mishima
H, Sako A, Maruyama T, Okumura M. Giant insulinoma: report of a case
and review of published reports. Surgical Case Reports. 2016 Nov;Volume
2:136-43.
5. Okabayashi T, Shima Y, Sumiyoshi T, Kozuki A, Ito S, Ogawa Y,
Kobayashi M, Hanazaki K. Diagnosis and management of insulinoma.
World Journal of Gastroenterology. 2013 Feb:Volume 19(6);829-37.
6. Iglesias P, Diez JJ. A clinical update on tumor-induced hypoglicemia.
European Journal of Endocrinology. 2014;Volume 170(4);147-57.
7. Taye A. Libutti SK. Diagnosis and management of insulinoma: current best
practice and ongoing developments. Research and Reports in Endocrine
Disorders. 2015;Volume 5:125-33.
8. Cavalcanti MS, Gonen M, Klimstra DS. The ENETS/WHO grading system
for neuroendicrine neoplasms of the gastroenteropancreatic system: a
review of the current state, limitaions and proposals for modification. Int J
Endocr Oncol. 2018 Oct;Volume 3(3):203-19.
9. Inzani F, Petrone G, Rindi G. The New World Health Organization
Classification for Pancreatic Neuroendocrine Neoplasia. Endocrinol Metab
Clin N Am. 2018;Volume 47;463-70.
10. Bozkirli E, Bakiner O, Abali H, Andic CFuat A, Kayasellcuk F, Ertoter E.
A Case of Inoperable Malignant Insulinoma with Resistant Hypoglycemia
Who Experienced the Most Significant Clinical Improvement with
Everolimus. Hindawi. 2016;Volume 10;1-6.

11

Anda mungkin juga menyukai