ASIDI-ALKALIMETRI
PENETAPAN KADAR ASAM SALISILAT
DISUSUN OLEH :
GOLONGAN II
KELOMPOK 3
I. TUJUAN
1.1 Mampu memahami metode titrasi asidi-alkalimetri
1.2 Mampu melakukan standarisasi NaOH
1.3 Mampu menetapkan normalitas rata-rata NaOH
1.4 Mampu menetapkan kadar asam salisilat dengan metode titrasi asidi-
alkalimetri
1
1 unit pH, diatas atau dibawah nilai pKa. Pada titik ekivalen pH larutan akan berada
diatas pH 7 sehingga indikator yang digunakan adalah fenolftalein (Gandjar dan
Rohman, 2007).
2
dan tidak lebih dari 100,5% alkali jumlah, dihitung sebagai NaOH, mengandung
Na2CO3 tidak lebih dari 3,0. (Depkes RI, 1995).
Larutan Natrium Hidroksida adalah larutan yang sering digunakan sebagai
titran (larutan baku yang diteteskan) dalam proses titrasi asam-basa. Namun, titran-
titran (larutan baku) seperti asam klorida dan natrium hidroksida memiliki
kemurnian yang bervariasi sehingga tidak dapat dianggap sebagai larutan baku
primer. Oleh sebab itu, larutan baku Natrium Hidroksida harus dibakukan terlebih
dahulu dengan larutan baku yang tersedia dalam kemurnian yang tinggi yaitu
kalium biftalat. Larutan baku natrium hidroksida yang telah dibakukan dengan
kalium biftalat ini kemudian disebut larutan baku sekunder (Gandjar dan Rohman,
2007).
2.4 Etanol dan Etanol Encer
Etanol mengandung tidak kurang dari 92,3% b/b dan tidak lebih dari 93,8%
b/b, setara dengan tidak kurang dari 94,9% v/v dan tidak lebih dari 96,0% v/v
C2H6O pada suhu 15,56o. Etanol merupakan cairan yang mudah menguap, jernih,
tidak berwarna; bau khas dan menyebabkan rasa terbakar pada lidah. Mudah
menguap pada suhu rendah dan mendidih pada suhu 78o, mudah terbakar. Etanol
bercampur dengan air dan praktis bercampur dengan semua pelarut organik . Dalam
penetapan kadar asam salisilat diperlukan etanol encer. Larutan etanol encer adalah
campuran etanol P dan air. Dibuat dengan mencampurkan 73,7 ml etanol P dan air
hingga 100 ml. Mengandung tidak kurang dari 68,0% dan tidak lebih dari 69,2%
b/b C2H6O setara dengan tidak kurang dari 69,9% dan tidak lebih dari 70,8% v/v
C2H6O ( Depkes RI, 2014).
2.5 Fenolftalein (PP)
Suatu indikator merupakan asam atau basa lemah yang berubah warna
diantara bentuk terionisasi dan bentuk tidak terionisasinya. Fenolftalein merupakan
salah satu indikator yang sering digunakan dalam titrasi asam basa. Kisaran
penggunaan indikator adalah 1 unit pH disekitar nilai pKa-nya. Fenolftalein
mempunyai pKa 9,4 maka akan mengalami perubahan warna antara pH 8,4-10,4.
Dalam suasana asam fenolftalein tidak berwarna, sementara dalam suasana basa
fenolftalein berwarna merah. Penataan ulang struktur yang bertanggung jawab pada
3
perubahan warna fenolftalein. Struktur fenolftalein akan mengalami penataan ulang
pada kisaran pH 8,4-10,4 karena proton dipindahkan dari struktur fenol dari
fenolftalein sehingga pH-nya meningkat akibatnya akan terjadi perubahan warna
(Gandjar dan Rohman, 2007). Pembuatan Indikator Fenolftalein (PP) sesuai
Farmakope Edisi V ; Larutkan 1 gram fenolftalein P 0,1 % dalam 100 etanol P
(Depkes RI, 2014).
2.6 Asidi-Alkalimetri
Asidi-Alkalimetri merupakan suatu metode reaksi netralisasi, yaitu reaksi
antara ion hidrogen (H+) yang berasal dari asam dengan ion hidroksida (OH-) yang
berasal dari basa untuk menghasilkan air yang bersifat netral. Netralisasi dapat juga
dikatakan sebagai reaksi antara pemberi proton (asam) dengan penerima proton
(basa). Asidimetri merupakan penetapan kadar kuantitatif terhadap senyawa-
senyawa basa dengan baku asam, sebaliknya alkalimteri merupakan penetapan
kadar senyawa-senyawa yang bersifat asam dengan menggunakan baku basa.
Asidi-Alkalimetri bisa dilakukan untuk titrasi asam kuat dengan basa kuat atau
sebaliknya dan titrasi asam lemah dengan basa kuat ataupun titrasi basa lemah
dengan asam kuat. Asidi-Alkalimetri ini sendiri pun merupakan salah satu metode
titrimetri (Gandjar dan Rohman, 2007).
Metode titrimetri merupakan metode yang masih digunakan secara luas karena
merupakan metode yang murah dan mampu memberikan ketepatan (presisi) yang
tinggi. Keterbatasan metode ini yaitu, bahwa metode titrimetri kurang spesifik
dalam analisis volumetric atau analisis kuantitatif dengan mengukur volume.
Sejumlah zat yang ingin diketahui direaksikan dengan larutan standar yang
konsentrasinya telah diketahui secara teliti dan reaksinya berlangsung secara
kuantitatif (Gandjar dan Rohman, 2007).
Dalam analisis titrimetri atau analisis volumetri atau analisis kuantitatif dengan
mengukur volume, sejumlah zat yang diselidiki direaksikan dengan larutan baku
(standar) yang kadar (konsentrasi)-nya telah diketahui secara teliti dan reaksinya
berlangsung secara kuantitatif. Suatu larutan standar dapat dibuat dengan cara
melarutkan sejumlah senyawa baku tertentu yang sebelumnya senyawa tersebut
ditimbang secara tepat dalam volume larutan yang diukur dengan tepat. Larutan
4
standar ada dua macam yaitu larutan baku primer dan larutan baku sekunder.
Larutan baku primer mempunyai kemurnian yang tinggi. Larutan baku sekunder
harus dibakukan dengan larutan baku primer. Suatu proses yang mana larutan baku
sekunder dibakukan dengan larutan baku primer disebut dengan standarisasi
(Gandjar dan Rohman, 2007).
2.7 Penetapan Kadar Asam Salisilat
Jika sampelnya padat (sampel ditara dengan menggunakan timbangan
analitik) maka rumus untuk menghitung kadar adalah sebagai berikut :
𝑉𝑡𝑖𝑡𝑟𝑎𝑛 𝑥 𝑁𝑡𝑖𝑡𝑟𝑎𝑛 𝑥 𝐵𝐸
Kadar (% b/b) = x 100%
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 (𝑚𝑔)
5
Ditanya : bobot fenolftalein untuk larutan 25 mL
Jawab :
1 gram x
1% b/v =
100 mL 25 mL
1 gram 25 mL
X= 0,25 gram
100 mL
Jadi, massa fenolftalein yang diperlukan sebanyak 0,25 gram.
4.1.2 Prosedur Pembuatan Indikator Fenolftalein (PP)
Ditimbang PP sebanyak 0,25 gram kemudian dimasukkan ke dalam
beaker glass. Ditambahkan etanol 96% secukupnya hingga larut sambil diaduk.
Dimasukkan kedalam labu ukur 25 mL, lalu ditambahkan etanol 96% hingga
batas 25 mL. Digojog hingga homogen. Dimasukkan ke dalam wadah gelas
kemudian ditutup dengan aluminium foil dan beri label.
4.2 Pembuatan Larutan Etanol Netral
4.2.1 Prosedur Pembuatan Larutan Etanol Netral
Diukur 25 mL Etanol 96% masing-masing ke dalam 3 erlenmeyer.
Diteteskan masing-masing 3 tetes indikator PP, kemudian dititrasi masing-
masing dengan Larutan NaOH 0,1 N hingga mencapai titik akhir titrasi yang
ditandai dengan terbentuknya warna merah muda yang stabil dalam 30 detik.
4.3 Pembuatan Larutan Standar NaOH 0,1 N
4.3.1 Perhitungan Pembuatan Larutan Standar NaOH 0,1 N
Diketahui : NaOH = 0,1 N
Vol. NaOH = 500 mL (dibuat 2 kali)
Ek NaOH = 1 grek/mol
BM NaOH = 40 gr/mol
Ditanya : Massa NaOH ?
Jawab :
- Molaritas NaOH
N 0,1 N
M = Ek 1grek/mol
0,1 M
6
- Massa NaOH
massa 1000
M=
BM volume
massa 1000 mL
0,1 M/L =
40 gr/mol 500 mL
7
N H2C2O4.2H2O = M H2C2O4.2H2O x Ek H2C2O4.2H2O
= 0,05 M x 2
= 0,1 N
Jadi, Normalitas Asam Oksalat yang digunakan adalah 0,1 N
4.4.2 Prosedur Pembuatan Larutan Baku Primer Asam Oksalat
Ditimbang Asam Oksalat 3,15 gram, dilarutkan dengan sedikit air bebas
CO2 hingga larut di gelas beker. Dituang ke dalam labu ukur 500 mL dan
ditambahkan air bebas CO2 hingga tanda batas 500 mL lalu digojog hingga larut.
Dimasukkan ke dalam wadah gelas kemudian ditutup dengan aluminium foil dan
beri label.
4.4.3 Prosedur Standarisasi Larutan Standar NaOH 0,1 N
Untuk standarisasi, dipipet 10 ml larutan asam oksalat, kemudian
dititrasi dengan larutan standar NaOH 0,1 N menggunakan indikator
fenolftalein. Titik akhir titrasi ditandai dengan terbentuknya warna merah yang
stabil pada larutan.
4.5 Penetapan Kadar Asam Salisat
Ditimbang dengan seksama 500 mg asam salisilat, kemudian dilarutkan
dalam 25 mL etanol netral. Setelah itu dititrasi dengan NaOH 0,1 N
menggunakan indikator fenolftalein. Titik akhir titrasi ditetapkan pada saat
larutan berwarna merah muda yang stabil.
V. SKEMA KERJA
5.1 Pembuatan Indikator Fenolftalein (PP)
8
Larutan fenolftalein dipindahkan dalam labu ukur 25 mL kemudian
ditambahkan etanol 96% hingga mencapai tanda batas. Digojog hingga
homogeny dan diberi label.
Ditambahkan fenolftalein LP
Ditambahkan air bebas CO2 hingga tanda batas 500 mL dalam labu ukur,
digojog dan diberi label. Cara ini diulang sebanyak 1 kali
Dimasukkan ke dalam labu takar 500 mL, dan dilarutkan dengan air
bebas CO2 hingga tanda batas 500 mL, digojog dan diberi label
9
5.4.2 Standarisasi Larutan Standar NaOH 0,1 N
Titik akhir titrasi ditandai dengan terbentuknya warna merah yang stabil
pada larutan
10
VI. HASIL DAN PERHTUNGAN
6.1 Standarisasi NaOH 0,1 N
6.1.1 Hasil Percobaaan
Titrasi Larutan Asam Oksalat 0,1 N dengan Larutan NaOH 0,1 N
Indikator : Fenolftalein (PP) 1%
Volume Pengamatan Kesimpulan
NaOH (mL)
8,6 mL Warna Merah Muda Telah Mencapai Titik Akhir Titrasi
Titik akhir titrasi dicapai pada volume NaOH ; 8,6 mL; 8,6 mL; 8,7 mL
Normalitas NaOH 0,116 N; 0,116 N; 0,114 N
Ulangi titrasi 3 kali
Normalitas larutan standar NaOH rata-rata 0,115 N
Titik akhir titrasi dicapai pada volume NaOH ; 12,95 mL; 12,65 mL; 13,3
mL
Kadar Asam Salisilat : 102,05% b/b + 99,8% b/b + 104,8% b/b
Ulangi titrasi 3 kali
11
Kadar Asam Salisilat rata-rata 102,21%
6.3 Tabel Penimbangan dan Pengukuran
No. Nama Bahan Jumlah Paraf
1. Pembuatan Larutan Asam
Oksalat
- Asam Oksalat 3,15 gram
- Aquadest add 500 mL
2. Pembuatan Larutan NaOH
0,1 N
- NaOH 2 gram
- Aquadest add 500 mL
3. Pembuatan Indikator PP 1%
- Fenolftalein 250 mg
- Aquadest 25 mL
4. Pembuatan Etanol Netral
- Etanol 96% 75 mL
- Fenolftalein 9 tetes
5. Standarisasi NaOH
- Volume NaOH I 8,6 mL
- Volume NaOH II 8,6 mL
- Volume NaOH III 8,7 mL
6. Penetapan Kadar Asam
Salisilat
- Asam Salisilat I 0,5007 gram
- Asam Salisilat II 0,5030 gram
- Asam Salisilat III 0,5005 gram
- Etanol Netral 75 mL
- Volume NaOH I 12,95 mL
- Volume NaOH II 12,65 mL
- Volume NaOH III 13,3 mL
12
6.4 Menentukan Normalitas Rata-rata Larutan Standar NaOH
Diketahui : Normalitas Asam Oksalat = 0,1 N
Volume Asam Oksalat = 10 mL
Volume NaOH I = 8,6 mL
Volume NaOH II = 8,6 mL
Volume NaOH III = 8,7 mL
Ditanya : Normalitas NaOH rata-rata ?
Jawab :
N 0,1
M C2H2O4 . 2 H2O = = = 0,05 M
ek 2
mol C2H2O4 . 2 H2O = M x V C2H2O4 . 2 H2O
= 0,05 M x 10 mL
= 0,5 mmol
C2H2O4 . 2 H2O + 2 NaOH Na2C2O4 + 4 H2O
Awal : 0,5 1
Reaksi : 0,5 1 0,5 2
Sisa : - - 0,5 2
- Mol NaOH yang bereaksi : 1 mmol
Penentuan Normalitas NaOH Rata-rata :
a. Titrasi I
Volume NaOH = 8,6 mL
mmol NaOH 1 mmol
M NaOH = = =0,116 M
V (mL)NaOH 8,6 mL
N NaOH = M x Ek
= 0,116 M x 1 grek/mol = 0,116 N
Jadi, normalitas NaOH pada titrasi I adalah 0,116 N
b. Titrasi II
Volume NaOH = 8,6 mL
mmol NaOH 1 mmol
M NaOH = = =0,116 M
V (mL)NaOH 8,6 mL
N NaOH = M x Ek
13
= 0,116 M x 1 grek/mol = 0,116 N
Jadi, normalitas NaOH pada titrasi I adalah 0,116 N
c. Titrasi III
Volume NaOH = 8,7 mL
mmol NaOH 1 mmol
M NaOH = = =0,114 M
V (mL)NaOH 8,7 mL
N NaOH = M x Ek
= 0,114 M x 1 grek/mol = 0,114 N
Jadi, normalitas NaOH pada titrasi I adalah 0,114 N
0,116 N + 0,116 N + 0,114 N
d. Normalitas rata-rata NaOH = =
3
0,115 N
Jadi, Normalitas rata-rata NaOH adalah 0,115 N
14
Mol NaOH = M NaOH x V NaOH x Faktor Pengenceran
= 0,115 M x 12,95 mL x 2,5
= 3,7 mmol
C7H6O3 + NaOH NaC7H5O3 + H2O
Awal : 3,7 3,7
Reaksi : 3,7 3,7 3,7 3,7
Sisa : - - 3,7 3,7
Massa Asam Salisilat = Mol Asam Salisilat x BM Asam Salisilat
= 3,7 mmol x 138,12 g/mol
= 511,044 mg
Massa yang didapat
% b/b = x 100 %
Massa yang ditimbang
511,044 mg
= = 102,06 % b/b
500,7 mg
15
502,34 mg
= = 99,86 % b/b
503 mg
VII. PEMBAHASAN
Pada praktikum kali ini dilakukan penentuan kadar asam asetil salisilat
dengan menggunakan metode asidi alkalimetri. Metode ini digunakan karena dapat
memberikan ketepatan (presisi) yang tinggi. Selain itu metode asidi alkalimetri ini
16
digunakan karena untuk menghasilkan air yang bersifat netral yaitu dengan cara
mereaksikan ion hidrogen yang berasal dari asam dengan ion hidroksida yang
berasal dari basa (Gandjar dan Rohman, 2007). Dimana ion hidrogen yang
dimaksud dalam praktikum ini adalah asam salisilat dan ion hidroksida yang
dimaksud adalah NaOH. Penetapan kadar asan asetil salisilat pada praktikum ini
menggunakan NaOH sebagai larutan standar, dimana sebelum digunakan sebagai
titran NaOH distandarisasi terlebih dahulu menggunakan larutan baku primer asam
oksalat dengan metode asidimetri. Metode asidimetri digunakan karena pada
metode ini dilakukan penetapan kadar secara kuantitatif terhadap senyawa-senyawa
yang bersifat basa dengan menggunakan baku asam (Gandjar dan Rohman, 2007).
Senyawa basa yang digunakan yaitu NaOH dan baku asamnya adalah asam
oksalat. Larutan standar NaOH digunakan sebagai larutan baku sekunder karena
NaOH bersifat higroskopis dan tidak stabil, sedangkan syarat senyawa standar
primer adalah memiliki kemurnian 100%, bersifat stabil baik pada suhu kamar
maupun suhu pemanasan, tidak teroksidasi oleh O2 dari udara dan tidak berubah
oleh CO2 dari udara dan mudah didapatkan (Gandjar dan Rohman, 2007). Oleh
karena itu larutan NaOH perlu distandarisasi terlebih dahulu oleh asam oksalat.
Sebelum memasukkan NaOH kedalam buret untuk distandarisasi, buret harus di
jenuhkan terlebih dahulu agar menghindari kontaminasi dengan zat pengganggu
sehingga zat yang berada di dalam buret merupakan larutan sejenis, tidak ada air
ataupun zat lain. Karena jika adanya air juga dapat mengurangi kadar
(mengencerkan) larutan yang akan diletakkan dalam buret sehingga pengukuran
menjadi tidak akurat.
Titrasi pada NaOH dilakukan dengan diulang sebanyak tiga kali, hal ini
dilakukan karena bertujuan sebagai kontrol, pembanding dan pengoreksi sehingga
mendapatkan data yang akurat dan pertimbangan nilai presisi karena akan
menunjukkan ketepatan metode analisis yang digunakan. Asam oksalat dikatakan
sebagai larutan baku karena asam oksalat merupakan suatu asam lemah, memiliki
sifat yang tidak mudah menguap, cendrung stabil, dan mudah didapatkan dalam
keadaan murni (Depkes RI, 1979).
17
Indikator yang digunakan untuk titrasi asidi alkalimetri ini adalah indikator
fenolftalein (PP). Hal itu dikarenakan range pH indikator ini 8,5-10, mendekati
range pH garam basa yang dihasilkan, maka dengan indikator ini dapat menunjukan
titik akhir titrasi yang terbentuk dan ditunjukan dengan perubahan warna menjadi
merah muda ketika larutan yang ditritrasi bersifat basa dan jika bersifat asam maka
tidak akan berubah warna. Hal ini dapat terjadi kerena fenolftalein (PP) merupakan
suatu indikator asam yang mengalami perubahan warna diantara bentuk
terionisasinya dan bentuk tidak terionisasinya. Fenolftalein memiliki pKa 9,4 ,
dimana pada pKa tersebut terjadi perubahan warna pada pH 8,4-10,4. Struktur
fenolftalein akan mengalami penataan ulang pada kisaran pH tersebut yaitu proton
dipindahkan dari struktur fenol fenolftalein yang mengalami penataan ulang akibat
adanya peningkatan pH, akibatnya akan terjadi perubahan warna. Berikut ini adalah
penataan ulang struktur yang bertanggung jawab pada perubahan warna fenoftalein
:
Asam asetil salisilat yang digunakan dalam praktikum ini adalah sediaan
serbuknya. Sebelum ditetapkan kadarnya, serbuk dilarutkan dengan etanol netral
yang telah dibuat. Etanol perlu dinetralkan karena Menurut Farmakope Indonesia
IV, etanol dititrasi dengan NaOH 0,1 N untuk menetralkan pH etanol. Etanol
bersifat asam sehingga perlu dititrasi dengan NaOH (basa) agar dapat dicapat titik
ekivalen yang merupakan tanda bahwa etanol yang dititrasi telah bersifat netral.
Etanol netral dibuat agar keasaman dari etanol tidak mempengaruhi pH dari asam
salisilat yang akan ditetapkan kadarnya. Larutan etanol netral yang digunakan untuk
18
melarutkan asam salisilat, karena asam salisilat sendiri memiliki sifat mudah larut
dalam etanol (Depkes RI, 1995). Etanol yang bersifat netral asam dinetralkan
dengan NaOH yang bersifat basa dengan proses titrasi hingga mencapai titik
ekivalen. Pembuatan larutan asam salisilat dilakukan dengan melarutkannya dalam
etanol netral. Etanol netral digunakan untuk melarutkan asam salisilat karena dapat
menjaga pH asam salisilat selama proses pelarutan sehingga pH asam salisilat tetap
dan tidak mempengaruhi hasil penetapan kadar asam salisilat dengan metode titrasi.
Setelah dilakukan pembuatan NaOH, asam oksalat, dan fenolftalein,
selanjutnya dilakukan titrasi untuk standarisasi NaOH dengan menggunakan asam
oksalat 0,1 N dan diperoleh hasil volume NaOH yang digunakan untuk titrasi I, II,
dan III secara berturut-turut yaitu 8,6 mL; 8,6 mL; 8,7 mL. Kemudian dilakukan
perhitungan untuk mencari normalitas rata-rata NaOH, dan diperoleh hasil yaitu
0,115 N. Dari standarisasi volume NaOH yang diperoleh, konsentrasi NaOH
hampir stabil dan dapat digunakan sebagai titran untuk senyawa asam asetil
salisilat. Berikut ini persamaan reaksi asam oksalat dengan NaOH adalah sebagai
berikut :
C2H2O4 . 2 H2O + 2 NaOH → Na2C2 H2O4 + 4 H2O
19
Asam salisilat mengandung tidak kurang dari 99,5% dan tidak lebih dari
101% C7H6O3 dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan (Depkes RI, 2014).
Pada titrasi II dinyatakan telah akurat karena telah berada pada rentang kadar asam
salisilat yaitu 99,5%-101%. Sedangkan pada titrasi I dan III kadar asam salisilat
yang diperoleh berlebih dari yang seharusnya, hal ini terjadi mungkin karena
kesalahan dari praktikan saat melakukan titrasi karena terjadi titrasi yang berlebih
dari titik akhir titrasi sehingga menyebabkan kadar NaOH (titran) yang terukur
menjadi berlebih. Selain itu disebabkan juga karena timbangan yang digunakan
praktikan saat menimbang asam salisilat rusak, dimana angka yang terdapat pada
alat timbangan tidak terlihat sehingga praktikan mengira-ngira angka tersebut.
VIII. PENUTUP
8.1 Kesimpulan
1. Metode titrasi asidi-alkalimetri termasuk reaksi netralisasi yakni reaksi
antara ion hidrogen yang berasal dari asam dengan ion hidroksida yang
berasal dari basa untuk menghasilkan air yang bersifat netral. Asidi-
Alkalimetri bisa dilakukan untuk titrasi asam kuat dengan basa kuat atau
sebaliknya dan titrasi asam lemah dengan basa kuat ataupun titrasi basa
lemah dengan asam kuat.
2. Standarisasi NaOH dilakukan bertujuan untuk menentukkan konsentrasi
dari latutan NaOH standar tersebut. Standarisasi NaOH dilakukan dengan
titrasi NaOh hingga terbentuk perubahan warna yang konstan.
3. Normalitas rata-rata NaOH dilakukan dengan melakukan pengulangan titik
akhir titrasi sebanyak 3 kali, sehingga didapatkan normalitas rata-rata
NaOH sebesar 0,115 N
4. Menetapkan kadar asam salisilat dengan metode titrasi asidi-alkalimetri
dilakukan dengan menggunakan metode titrasi asam-basa alkalimetri
dimana penentuan kadar asam salisilat dengan menggunakan larutan standar
basa. Titik akhir titrasi ditandai dengan perubahan warna menjadi merah
muda yang konstan.
20
8.2 Saran
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, saran yang dapat disampaikan
adalah bagi praktikan lain untuk lebih teliti dalam melakukan titrasi saat pengaturan
laju aliran larutan baku dengan keran agar dapat menentukan titik equivalen yang
benar dan tepat sehingga volume titrasi tidak berlebih yang dapat mempengaruhi
proses penetapan kadar.
21
DAFTAR PUSTAKA
Depkes RI. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Jakarta: Departemen Kesehatan
Republik Indonesia.
Depkes RI. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta: Departemen Kesehatan
Republik Indonesia.
Depkes RI. 2014. Farmakope Indonesia Edisi V. Jakarta: Departemen Kesehatan
Republik Indonesia.
Fadeyi, O. O., C. A. Obafemi, C.O.Adewunmi, and E. O. Iwalewa. 2004. Effects
of Four Derivatives of Salicylic Acid and Anthranilic Acid in Mice and
Rats. African Journal of Biotechnology, Vol. 3(8): 426-431.
Gandjar, I. G. dan A. Rohman. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Rahayu, I. 2009. Praktis Belajar Kimia untuk Kelas XII Sekolah Menengah Atas /
Madrasah Aliyah Program Ilmu Pengetahuan Alam. Jakarta: Pusat
Perbukuan, Departemen Pendidikan Nasional.
Vogel, A.I..1978. A Text book of Quantitative Inorganic Analysis, 4th
Ed..Longmans, Green and Co. London, New York, Toronto.
22