Anda di halaman 1dari 6

Nama : Yurika Angellina Alyanza

Kelas : 3B
NIM : 1182080073
PERKEMBANGAN SOSIAL DAN EMOSI ANAK
A. Makna Perkembangan Sosial Anak
Syamsu Yusuf (2007) menyatakan bahwa Perkembangan sosial merupakan pencapaian
kematangan dalam hubungan sosial. Perkembangan sosial dapat pula diartikan sebagai proses belajar
untuk menyesuaikan diri terhadap norma-norma kelompok, moral dan tradisi; meleburkan diri menjadi
satu kesatuan dan saiing berkomunikasi dan kerja sama.
Pada awal manusia dilahirkan belum bersifat sosial, dalam artian belum memiliki kemampuan
dalam berinteraksi dengan orang lain. Kemampuan sosial anak diperoleh dari berbagai kesempatan dan
pengalaman bergaul dengan orang-orang di lingkungannya.
Kebutuhan berinteraksi dengan orang lain telah dirasakan Sejak usia enam bulan. Pada saat itu
mereka telah mampu mengenal manusia lain, terutama ibu dan anggota keluarganya. Anak mulai
mampu membedakan arti senyum dan perilaku sosial lain, seperti marah (tidak senang mendengar
suara keras) dan kasih sayang. Sunarto dan Hartono (1999) menyatakan bahwa:
”Hubungan sosial (sosialisasi) merupakan hubungan antarmanusia yang saling membutuhkan.
Hubungan sosial mulai dari tingkat sederhana dan terbatas, yang didasari oleh kebutuhan yang
sederhana. Semakin dewasa dan bertambah umur, kebutuhan manusia menjadi kompleks dan dengan
demikian tingkat hubungan sosial juga berkembang amat kompleks.”
Dari kutipan tesebut dapatlah dimengerti bahwa semakin bertambah usia anak maka semakin
kompleks perkembangan sosialnya, dalam arti mereka semakin membutuhkan orang lain. Tidak
dipungkiri lagi bahwa manusia adalah makhluk sosial yang tidak akan mampu hidup sendiri, mereka
butuh interaksi dengan manusia lainnya, interaksi sosial merupakan kebutuhan kodrati yang dimiliki
oleh manusia.

B. Bentuk-Bentuk Tingkah Laku Sosial


Dalam perkembangan menuju kematangan sosial, anak mewujudkannya dalam bentuk-bentuk
interaksi sosial. Melalui pergaulan atau hubungan sosial, baik dengan orang tua, anggota keluarga, orang
dewasa lainnya maupun teman bermainnya, anak mulai mengembangkan bentuk-bentuk tingkah laku
sosial. Menurut Yusuf (2002), pada usia anak-anak bentuk-bentuk tingkah laku sosial itu adalah sebagai
berikut.
1. Pembangkangan (Negativisme)
Pembangkangan merupakan suatu bentuk tingkah laku melawan, tingkah laku ini terjadi sebagai
reaksi terhadap penerapan disiplin atau tuntutan orang tua atau lingkungan yang tidak sesuai
dengan kehendak anak. Tingkah laku melawan merupakan salah satu bentuk dari proses
perkembangan tersebut. Sikap orang tua terhadap anak seharusnya tidak memandang pertanda
mereka anak yang nakal, keras kepala, tolol atau sebutan negatif lainnya, sebaiknya orang tua
mau memahami sebagai proses perkembangan anak dari sikap dependent menuju ke arah
independent.
2. Agresi (Aggression)
Agresi merupakan perilaku menyerang balik secara fisik (nonverbal) maupun kata-kata (verbal).
Agresi ini merupakan salah satu bentuk reaksi terhadap frustrasi (rasa kecewa karena tidak
terpenuhi kebutuhan atau keinginannya) yang dialaminya. Agresi dapat mewujud dalam
perilaku menyerang, seperti memukul, mencubit, menendang, menggigit, marah-marah, dan
mencaci maki.
3. Berselisih atau Bertengkar (Quarreling)
Terjadi apabila seorang anak merasa tersinggung atau terganggu oleh sikap dan perilaku anak
lain, seperti diganggu pada saat mengerjakan sesuatu atau direbut barang atau mainannya.
4. Menggoda (Teasing)
Menggoda bentuk lain dari tingkah laku agresif. Menggoda merupakan serangan mental
terhadap orang lain dalam bentuk verbal (kata-kata ejekan atau cemoohan), sehingga
menimbulkan reaksi marah pada orang yang diserangnya.
5. Persaingan (Rivalry)
Persaingan merupakan keinginan untuk melebihi orang lain dan selalu didorong oleh orang lain.
Sikap ini mulai terlihat pada usia empat tahun, yaitu persaingan prestise dan pada usia enam
tahun semangat bersaing ini akan semakin baik. Persaingan dalam hal ini bisa berarti keinginan
untuk melebihi orang lain dan selalu didorong (distimulasi) orang lain.
6. Kerja Sama (Cooperation)
Kerja sama adalah sikap mau bekerja sama dengan kelompok. Anak yang berusia dua atau tiga
tahun belum berkembang sikap bekerja samanya. Mereka masih kuat sikap selfcentered-nya.
7. Tingkah Laku Berkuasa (Ascendant Behavior)
Ascendant behavior sejenis tingkah laku untuk menguasai situasi sosial, mendominasi atau
bersikap bossiness. Wujud dari tingkah |aku ini seperti meminta, menyuruh, dan mengancam
atau memaksa orang lain untuk memenuhi kebutuhan dirinya.
8. Mementingkan Diri Sendiri (selfhness)
Mementingkan diri sendiri adalah sikap egosentris dalam memenuhi interest atau keinginannya.
9. Simpati (Sympathy)
Simpati adalah emosional yang mendorong individu untuk menaruh perhatian terhadap orang
lain, mau mendekati atau bekerja sama dengannya. Seiring dengan bertambahnya usia, anak
mulai dapat mengurangi sikap selfish-nya dan dia mulai mengembangkan sikap sosialnya, dalam
hal ini rasa simpati terhadap orang lain.

Menurut Hurlock (1980:81) perilaku sosial anak-anak prasekolah dapat dikategorikan menjadi
dua pola yaitu pola perilaku sosial dan tidak sosial.
a. Pola Sosial
 Meniru. Agar sama dengan kelompok, anak meniru sikap dan perilaku orang yang sangat
ia kagumi.
 Persaingan. Keinginan untuk mengungguli dan mengalahkan orang-orang lain.
 Kerja sama. Pada akhir tahun ketiga bermain kooperatif dan kegiatan keIompok mulai
berkembang dan meningkat dengan baik dalam frekuensi maupun lamanya
berlangsung, bersamaan dengan meningkatnya kesempatan untuk bermain dengan
anak lain.
 Simpati. Karena simpati menumbuhkan pengertian tentang perasaan-perasaan dan
emosi orang lain.
 Empati. Seperti halnya simpati, empati menumbuhkan pengertian tentang perasaan dan
emosi orang lain tetapi di samping itu juga membutuhkan kemampuan untuk
membayangkan diri sendiri di tempat orang lain.
 Dukungan Sosial. Menjelang berakhirnya awal masa kanakkanak, dukungan sosial dari
teman menjadi lebih penting daripada persetujuan dari orang-orang dewasa, anak
beranggapan bahwa perilaku nakal dan perilaku mengganggu merupakan cara untuk
memperoleh dukungan dari temanteman sebaya.
 Membagi. Dari pengalaman bersama orang-orang lain, anak mengetahui bahwa salah
satu cara untuk memperoleh persetujuan sosial adalah dengan membagi miliknya
terutama mainan untuk anak-anak lain, lambat laun sifat diri sendiri berubah menjadi
sifat murah hati.
 Perilaku Akrab. Anak yang pada waktu bayi memperoleh kepuasan dari hubungan yang
hangat, erat, dan personal dengan orang lain berangsur-angsur memberikan kasih
sayang kepada orang luar rumah.

b.Pola Tidak Sosial


 Negativisme. Negativisme atau melawan otoritas orang dewasa.
 Agresif. Perilaku agresif meningkat antara usia dua atau empat tahun.
 Perilaku Berkuasa. Perilaku Berkuasa atau merajai mulai usia sekitar tiga tahun.
 Memikirkan Diri Sendiri. Karena cakrawala sosial anak terutama terbatas di rumah,
anak-anak sering kali memikirkan diri sendiri, dengan meluasnya cakrawala lambat laun
perilaku memikirkan diri sendiri berkurang tetapi perilaku murah hati masih sangat
sedikit.
 Mementingkan Diri Sendiri. Seperti halnya perilaku memikirkan diri sendiri lambat Iaun
diganti oleh minat dan perhatian kepada orang-orang lain. Cepatnya perubahan ini
bergantung pada banyaknya kontak orang-orang di luar rumah dan berapa besar
keinginan mereka untuk diterima teman-temannya.
 Merusak. Ledakan amarah sering disertai tindakan-tindakan merusak benda-benda di
sekitarnya.
 Pertentangan Seks. Sampai empat tahun anak laki-laki dan perempuan bermain
bersama-sama dengan baik, setelah itu anak laki-laki mengalami tekanan sosial yang
tidak menghendaki aktivitas bermain yang dianggap sebagai banci. Banyak anak laki-Iaki
yang berperilaku agresif yang melawan anak-anak perempuan.
 Prasangka. Sebagian besar anak prasekolah lebih suka bermain dengan teman-teman
yang berasal dari ras yang sama, tetapi mereka jarang menolak bermain dengan anak-
anak dari ras lain.

Pada usia prasekolah (terutama mulai sampai empat tahun), perkembangan sosial anak mulai
nampak jelas karena mereka sudah mulai aktif berhubungan dengan teman sebayanya. Menurut Yusuf
(2002), tanda-tanda perkembangan sosial pada tahap ini adalah sebagai berikut.
 Anak mulai mengetahui aturan-aturan, baik di lingkungan keluarga maupun dalam
lingkungan bermain.
 Sedikit demi sedikit anak sudah mulai tunduk pada aturan.
 Anak mulai menyadari hak atau kepentingan orang lain.
 Anak mulai dapat bermain bersama anak-anak lain atau teman sebaya (peer group).

C. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Sosial Anak


Perkembangan sosial anak dipengaruhi beberapa faktor, yaitu sebagai berikut.
1. Keluarga
Keluarga merupakan lingkungan pertama yang memberikan pengaruh terhadap berbagai aspek
perkembangan anak, termasuk perkembangan sosialnya. Kondisi dan tata cara kehidupan
keluarga merupakan lingkungan yang kondusif bagi sosialisasi anak. Proses pendidikan yang
bertujuan mengembangkan kepribadian anak lebih banyak ditentukan oleh keluarga, pola
pergaulan, etika berinteraksi dengan orang lain banyak ditentukan oleh keluarga.
2. Kematangan
Untuk dapat bersosialisasi dengan baik diperlukan kematangan fisik dan psikis sehingga mampu
mempertimbangkan proses sosial, memberi dan menerima nasihat orang lain, memerlukan
kematangan intelektual dan emosional, di samping itu kematangan dalam berbahasa juga
sangat menentukan.
3. Siklus Sosial Ekonomi
Kehidupan sosial banyak dipengaruhi oleh kondisi sosial ekonomi keluarga dalam masyarakat.
Perilaku anak akan banyak memperhatikan kondisi normatif yang telah ditanamkan oleh
keluarganya.
4. Pendidikan
Pendidikan merupakan proses sosialisasi anak yang terarah. Hakikat pendidikan sebagai proses
pengoperasian ilmu yang normatif, anak memberikan warna kehidupan sosial anak di dalam
masyarakat dan kehidupan mereka di masa yang akan datang.
5. Kapasitas Mental: Emosi dan Inteligensi
Kemampuan berpikir dapat memengaruhi banyak hal, seperti kemampuan belajar, memecahkan
masalah, dan berbahasa. Perkembangan emosi berpengaruh sekali terhadap perkembangan
sosial anak. Anak yang berkemampuan intelek tinggi akan berkemampuan berbahasa dengan
baik. Oleh karena itu, jika perkembangan ketiganya seimbang maka akan sangat menentukan
keberhasilan perkembangan sosial anak.

D. Pengaruh Perkembangan Sosial terhadap Tingkah Laku


Dalam perkembangan sosial anak, mereka dapat memikirkan dirinya dan orang lain. Pemikiran
itu terwujud dalam refleksi diri, yang sering mengarah ke penilaian diri dan kritik dari hasil pergaulannya
dengan orang lain. Hasil pemikiran dirinya tidak akan diketahui oleh orang lain, bahkan sering ada yang
menyembunyikannya atau merahasiakannya.
Pikiran anak sering dipengaruhi oleh ide-ide dari teori-teori yang menyebabkan sikap kritis
terhadap situasi dan orang lain, termasuk kepada orang tuanya. Kemampuan abstraksi anak sering
menimbulkan kemampuan mempersalahkan kenyataan dan peristiwa-peristiwa dengan keadaan
bagaimana yang semestinya menurut alam pikirannya.
Di samping itu pengaruh egosentris sering terlihat, di antaranya berupa:
1. Cita-cita dan idealisme yang baik, terlalu menitikberatkan pikiran sendiri tanpa memikirkan
akibat lebih jauh dan tanpa memperhitungkan kesulitan praktis yang mungkin menyebabkan
tidak berhasilnya menyelesaikan persoaIan.
2. Kemampuan berpikir dengan pendapat sendiri, belum disertai pendapat orang lain dalam
penilaiannya.
Melalui banyak pengalaman dan penghayatan kenyataan serta dalam menghadapi pendapat
orang lain, maka sikap ego semakin berkurang dan di akhir masa remaja sudah sangat kecil rasa egonya
hingga mereka dapat bergaul dengan baik.

E. Kelainan Psikososial
Perkembangan psikososial adalah perkembangan yang berhubungan dengan pemahaman
seorang individu atas situasi sosial di lingkungannya. Secara riil, psikososial ini meliputi bagaimana
seseorang mengetahui apa yang dirasakan orang lain, bagaimana mengekspresikan perasaannya dengan
cara yang dapat diterima oleh lingkungannya. Selain itu, psikososial juga berkaitan dengan kemampuan
seorang anak melepaskan diri dari ibu atau orang penting di dekatnya dan melakukan tugas-tugas yang
diberikan secara mandiri. Pada saat yang bersamaan, perkembangan psikososial ini juga meliputi
pemahaman seorang anak atas peraturan-peraturan yang ada di sekitarnya.
Dengan demikian, yang dimaksud dengan kelainan psikososial adalah kelainan-kelainan yang
berhubungan dengan fungsi emosi, dan perhatian terhadap sekitarnya.
Beberapa penyimpangan atau kelainan perilaku yang muncul berkaitan dengan fungsi-fungsi ini
antara lain sebagai berikut.
° Gangguan emosi: gangguan emosi tampak melalui perilaku ekstrem seperti terla|u agresif,
terlalu menarik diri, berteriak, diam seribu bahasa, terlalu gembira atau terlalu sedih. Perilaku
ekstrem ini muncul dalam tempo yang tidak sebentar dan dalam situasi yang tidak tepat.
Masyarakat kadang-kadang memberi label pada mereka yang memiliki hambatan ini dengan
sebutan ”anak nakal” misalnya.
° Gangguan perhatian: gangguan perhatian tampak sebagai kesulitan seorang anak dalam
memberikan perhatian terhadap objek di sekitarnya sekalipun dalam waktu tidak lama.
Termasuk dalam kelainan ini adalah hiperaktif, sulit memusatkan perhatian (ADHD) dan autisme.
Secara sekilas, penyandang gangguan ini dapat terlihat seperti anak dengan keterbelakangan
mental, kelainan perilaku, gangguan pendengaran atau bahkan berperilaku aneh dan nyentrik.
Hal yang lebih menyulitkan lagi adalah semua gejala tersebut di atas dapat timbul secara
bersamaan sehingga dapat dikatakan bahwa anak-anak yang memiliki gangguan perhatian ini
termasuk memiliki gangguan yang kompleks. Untuk memastikan apakah seorang anak memiliki
gangguan perhatian ini, utamanya autisme, perlu dilakukan oleh dokter, psikolog, terapis, guru
dan utamanya keterangan orang tua, mengenai sejarah perkembangannya.

Deteksi kelainan perkembangan dapat dilakukan oleh orang tua sejak dini. Semakin cepat orang
tua menemukan kelainan-kelainan pada anaknya akan semakin baik dan mudah penanganannya.
Sebagaimana dikatakan para pakar bahwa ada tidaknya perubahan kualitas perkembangan anak sedikit
banyak adalah hasil dari pembiasaan yang diterapkan oleh orang tuanya. Seorang anak yang terbiasa
mendapati lingkungan yang menyenangkan (hawa udara, cahaya, suara) dan tidak mengalami hal-hal
yang menakutkan atau serba tidak menentu akan cenderung menumbuhkan perasaan mempercayai
sesuatu. Sebaliknya, jika seorang anak dibesarkan oleh kebiasaan yang tidak menyenangkan, ia akan
tumbuh menjadi anak yang mudah curiga atau tidak mempercayai sesuatu, dingin dan acuh tak acuh.
Bahkan diduga, mereka yang tidak mendapatkan hal-hal yang menyenangkan akan tumbuh menjadi
pribadi yang tidak memiliki belas kasih.
H. Erikson (dalam Gunarsa, 1980) mengatakan bahwa kuncinya adalah pada fungsi pengindraan
sebagai alat pertama untuk melakukan hubungan dan pengalaman sosial yang pada muaranya
memengaruhi reaksi dan sikap seseorang di kemudian hari. Karena anak atau bayi paling sering
memperoleh makanan melalui mulut, maka ia berhadapan pertama kali dengan lingkungan sosialnya
melalui mulut. Anak akan merasakan hubungan-hubungan sosial yang pertama ini melalui hal-hal yang
kualitatif daripada hal-hal yang kuantitatif, seperti seringnya memperoleh makanan. Dengan kata lain,
anak akan merasakan kehangatan cinta kasih dari ibu atau pengasuhnya melalui caranya memberikan
makanan, caranya menyusui , caranya mengajak tertawa dan berbicara dengan anak maupun cara-cara
lain yang ditunjukkan untuk menyatakan keberadaan si anak. Pengalaman ini untuk selanjutnya akan
menjadi bekal bagi anak atau seseorang ketika melalui hari-hari panjangnya yang lebih kompleks di
kemudian hari manakala ia melewati fase-fase berikutnya.

F. Perkembangan Emosi
Emosi adalah suatu reaksi tubuh menghadapi situasi tertentu. Sifat dan intensitas emosi
biasanya terkait erat dengan aktivitas kognitif (berpikir) manusia sebagai hasil persepsi terhadap situasi.
Emosi adalah hasil reaksi kognitif terhadap situasi spesifik. Emosilah yang seringkali menghambat orang
tidak melakukan perubahan. Ada perasaan takut dengan yang akan terjadi, ada rasa cemas, ada rasa
khwatir, ada pula rasa marah karena adanya perubahan.
Anak kecil bereaksi dengan intensitas yang sama tetapi dia sering marah dan cenderung
cemburu ketika dia merasakan kasih sayangnya berkurang, baik terhadap situasi yang remeh maupun
yang serius.
1. Gejala-Gejala yang akan dihadapi:
o Ditandai dengan rasa bosan
o Takut
o Menangis
o Marah
o Kebiasaan berbohong
o Berbuat kasar kepada teman
o Bereaksi secara berlebihan terhadap hal-hal yang kecil, dan perubahan yang drastis terhadap
penampilan akademik.
2. Penyebabnya :
Penyebab emosi pada anak ada 2 yaitu ;
      1. Pola emosi  yang umum pada anak-anak adalah :
 Rasa Takut
Rangsangan takut bayi biasanya berupa suara keras, binatang,tempat gelap, rasa sakit
dan sebagainya. Anak kecil lebih takut pada benda-benda dibandingkan dengan bayi.
Alasannya anak kecil lebih mampu mengenal bahaya dibandingkan dengan bayi  .
 Rasa Marah
Rasa marah sering diekspresikan oleh anak-anak daripada rasa takut. Alasannya karena
anak-anak mengetahui bahwa kemarahan adalah cara untuk mendapatkan sesuatu yang
mereka inginkan .
 Rasa Cemburu
Rasa cemburu adalah reaksi yang normal terhadap kehilangan rasa kasih sayang dari
orang-orang disekeliling anak tersebut. Pola rasa cemburu dikombinasikan dengan rasa
takut dan amarah .
 Rasa Gembira
Kegembiraan adalah emosi yang menyenangkan. Anak merasa gembira
mengekspresikannya dengan tertawa riang, bertepuk tangan atau berlompat-lompat .
        2. Kondisi sekitar anak yang mempengaruhi emosi dominan
 Kondisi kesehatan
Kondisi kesehatan yang baik mendorong emosi yang menyenangkan menjadi dominan,
sebaliknya kondisi kesehatan yang buruk mendorong emosi yang tidak menyenangkan
menjadi dominan.
 Suasana rumah
Jika anak tumbuh didalam keluarga yang penuh dengan kebahagiaan maka hal tersebut
mendorong emosi yang menyenangkan untuk anak, sebaliknya juga apabila  anak
tumbuh dilingkungan keluarga yang penuh dengan pertengkaran, dendam,
kecemburuan maka hal itu akan mendorong emosi yang tidak menyenangkan untuk
anak.

Anda mungkin juga menyukai