Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

TOKSIKOLOGI

Disusun Oleh :
Viska Meidy Anggreni

201705053

PROGRAM STUDI S1 FARMASI

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN CENDEKIA UTAMA KUDUS

2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Pengasih lagi Maha penyayang, atas
berkah, rahmat, dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini.

Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada dosen pengampu. Karena dengan ilmu yang
telah mereka berikan, kami mampu menyusun makalah ini dengan baik. Juga kepada semua
pihak yang telah membantu kami dalam penyusunan makalah ini.

Kami berupaya semaksimal mungkin menyelesaikan makalah ini menjadi singkat dan
mudah dipahami. Namun sebagai manusia, kami tidak luput dari kesalahan. Maka kritik dan
saran yang membangun selalu kami harapkan guna penyusunan makalah yang lebih baik
dikemudian hari nanti.

Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca dan khususnya bagi penyusun
sendiri yang masih dalam tahap belajar. Akhir kata, kami mohon maaf atas segala kekurangan.

Kudus, 31 Januari 2020

Penyusun

DAFTAR ISI
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Toksikologi adalah ilmu yang menetapkan batas aman dari bahan kimia (Cotton dan
Wilkinson . 2009). Selain itu toksikologi juga mempelajari jelas/kerusakan/ cedera pada
organisme (hewan, tumbuhan, manusia) yang diakibatkan oleh suatu materi substansi/energi,
mempelajari racun, tidak saja efeknya, tetapi juga mekanisme terjadinya efek tersebut pada
organisme dan mempelajari kerja kimia yang merugikan terhadap organisme.
Salah satu masalah dalam toksikologi terutama toksikologi lingkungan adalah kenyataan
bahwa orang praktis selalu menggunakan campuran zat, yang seringkali susunan kualitatif
dan kuantitatifnya beragam. Akibatnya penentuan risiko yang timbul akibat pemakaian
campuran zat hampir tidak mungkin. Zat toksik biasanya berada dalam bentuk
campuran/kombinasi, sehingga harga MAC tidak begitu berarti. Oleh karena itu harga MAC
bukan merupakan nilai pasti, tetapi hanya merupakan batas yang diizinkan.
Dalam praktek, harus digunakan konsentrasi yang secara ekonomis dan teknis paling
rendah. Tujuannya bukan batas-tanpa-efek (no-effect-level) melainkan batas-tanpa-risiko
(no-risk-level). Untuk interaksi dua zat atau lebih terdapat berbagai kemungkinan. Kedua zat
itu dapat diabsorpsi bersama-sama atau dapat pula ada perbedaan waktu antara absorpsi
senyawa yang satu dengan absorpsi senyawa yang lain. Kombinasi dapat menyebabkan
diperkuatnya efek toksik, atau dua efek toksik yang tak saling mempengaruhi atau reaksi
toksik yang diperlemah. Reaksi toksik yang diperlemah berlaku pada pemberian zat yang
bekerja melindungi atau penggunaan antidot pada keracunan.
Kebutuhan akan toksikologi lingkungan meningkat ditinjau dari :
Proses Modernisasi yang akan menaikan konsumsi sehingga produksi juga harus
meningkat, dengan demikian industrialisasi dan penggunaan energi akan meningkat yang
tentunya akan meningkatkan resiko toksikologis.
Proses industrialisasi akan memanfaatkan bahan baku kimia, fisika, biologi yang akan
menghasilkan buangan dalam bentuk gas, cair, dan padat yang meningkat. Buangan ini
tentunya akan menimbulkan perubahan kualitas lingkungan yang mengakibatkan resiko
pencemaran, sehingga resiko toksikologi juga akan meningkat.

1.2 Rumusan Masalah


a. Apa yang dimaksud dengan toksikologi dan apa saja ruang lingkupnya ?
b. Apa saja senyawa yang berpotensi sebagai toksik ?
c. Bagaimana proses terjadinya interaksi zat dalam toksikologi ?
d. Apa pengaruh zat toksik dalam interaksi zat dalam toksikologi ?

1.3 Tujuan
a. Untuk mengetahui apa itu toksikologi dan ruang lingkupnya.
b. Untuk mengetahui zat-zat apa saja yang bersifat dan berpotensi sebagai toksik.
c. Untuk mengetahui dan memahami proses terjadinya interaksi zat dalam toksikologi.
d. Untuk mengetahui ,memahami, dan apa saja pengaruh interaksi zat dalam toksikologi.

1.4 Manfaat

Agar pembaca dapat menambah pengetahuan mengenai interaksi zat dalam toksikologi.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Toksikologi

Toksikologi adalah studi mengenai efek-efek yang tidak diinginkan dari zat-zat
kimia terhadap organisme hidup. Toksikologi juga membahas tentang penilaian secara
kuantitatif tentang organ-organ tubuh yang sering terpajang serta efek yang di
timbulkannya.
Efek toksik atau efek yang tidak diinginkan dalam sistem biologis tidak akan
dihasilkan oleh bahan kimia kecuali bahan kimia tersebut atau produk biotransformasinya
mencapai tempat yang sesuai di dalam tubuh pada konsentrasi dan lama waktu yang
cukup untuk menghasilkan manifestasi toksik. Faktor utama yang mempengaruhi
toksisitas yang berhubungan dengan situasi pemaparan (pemajanan) terhadap bahan
kimia tertentu adalah jalur masuk ke dalam tubuh, jangka waktu dan frekuensi
pemaparan.
Pemaparan bahan-bahan kimia terhadap binatang percobaan biasanya dibagi
dalam empat kategori: akut, subakut, subkronik, dan kronik. Untuk manusia pemaparan
akut biasanya terjadi karena suatu kecelakaan atau disengaja, dan pemaparan kronik
dialami oleh para pekerja terutama di lingkungan industri-industri kimia.
Interaksi bahan kimia dapat terjadi melalui sejumlah mekanisme dan efek dari dua
atau lebih bahan kimia yang diberikan secara bersamaan akan menghasilkan suatu
respons yang mungkin bersifat aditif, sinergis, potensiasi, dan antagonistik. Karakteristik
pemaparan membentuk spektrum efek secara bersamaan membentuk hubungan korelasi
yang dikenal dengan hubungan dosis-respons.

B. Zat-zat yang berpotensi sebagai toksik

Zat toksik dapat berasal dari berbagai macam sumber, salah satunya yaitu zat
toksik yang berasal dari bahan kimia. Toksisitas senyawa kimia sendiri didefinisikan
sebagai kemampuan senyawa kimia mengakibatkan bahaya terhadap metabolism jaringan
makhluk hidup. Racun yang berasal dari zat atau senyawa kimia dapat berada di dalam
lingkungan  secara alamiah atau yang sengaja dibuat oleh manusia. Harus diakui bahwa
zat kimia beracun kebanyakan berasal dari aktivitas manusia dan meliputi berbagai aspek
kehidupan. Senyawa kimia beracun juga dapat hadir di dalam lingkungan secara alamiah.
Kehadiran zat kimia beracun alamiah di dalam lingkungan diasumsikan akan selalu
konstan,kecuali ditambah oleh aktivitas manusia seperti penambahan logam beracun
kedalam lingkungan oleh kegiatan-kegiatan industry dan kemajuan teknologi. Pengaruh
kehadiran berbagai jenis zat kimia beracun tersebut di dalam lingkungan mungkin dapat
diketahui dengan cepat,akan tetapi pengaru negative pada umumnya baru diketahui
setelah masuknya zat kimia tersebut dalam jangka waktu cukup lama.
Kehadiran zat kimia beracun alamiah mungkin dapat semakin meningkat atau
bahkan semakin menurun, tergantung kondisi lingkungan. Sebagai contoh, jumlah bakteri
dan jamur yang mengkotaminasi makanan saat ini mungkin semakin berkurang sesuai
dengan tersedianya peralatan yang dapat menjaga makanan terbebas dari bakteri dan
jamur. Akan tetapi perkembangan dan kemajuan teknologi saat ini juga memungkinkan
akan munculnya species baru yang atahan terhadap berbagai kondisi  anti bakteri dan anti
jamur baru yang sangat immun terhadap berbagai jenis kondisi dapat meningkatkan
jumlah racun alamiah di dalam lingkungan.
Beberapa senyawa kimia beracun alamiah dan pengaruh toksiknya terhadap
makhluk hidup yang suda diidentifikasi seperti pada tabeldi bawah ini :
N Pengaruh Toksik
Pasti Diduga
O Jenis zat toksik Kehadiran di dalam

1 Logam Pb, Hg, Air, makanan dan debu Inhibitor enzim, sel Karsigonenik,
As, Sb, Cu, Cr, atmisfer racun. Efekneurology.
Mn, Se, Ni.
2 Gas CO, NO2, Sedikit do atmosfer Iritasi pada paru-paru -
SO2, SO3. dan mata
3 Alkaloid, Pada sayuran,jumlah Efek toksik -
peptide, protein besar pada tumbuhan
sterol. beracun
4 Bakteri toksin Di dalam makanan Racun -
terkontaminasi
5 Jamur toksin Di dalammakanan Keracunan hati Karsinogenik
fermentasi
6 Radioaktif Di dalam udara, air dan Mutasi Karsinogenik,
(bukan senyawa) makanan dalam jumlah leukaemia.
kecil.

C. Proses Interaksi Zat Dalam Toksikologi

Suatu  kerja toksik pada umumnya merupakan hasil dari sederetan proses mulai
dari proses biokimia, fisika dan bilogi yang begitu kompleks. Proses ini umumnya
dikelompokkan dalam tiga fase yaitu :
1. Fase Eksposisi meliputi paparan bahan kimia di ambien pada gas/uap, debu, kabut dan
fume
2. Fase Toksokinetik meliputi absorpsi, distribusi penyimpanan, metabolisme, dan eksresi

3. Fase Toksodinamika meliputi interaksi antara tokson dengan reseptor dalam organ

Interaksi Selama Fase Eksposisi

Kombinasi Zat yang membahayakan

Kombinasi zat yang membahayakan adalah kombinasi dari zat-zat yang hanya
berbahaya jika diberikan bersama-sama. Zat semacam ini harus disimpan secara terpisah,
harus dibungkus dan diangkut secara terpisah pula. Contohnya, jika asam berkontak
dengan sianida akan terbentuk gas asam sianida yang sangat toksik (HCN). Berbagai
peroksida dapat menimbulkan ledakan kalau berkontak dengan logam atau senyawa
logam tertentu. Logam alkali, aluminium dan magnesium bubuk tidak boleh berkontak
dengan halogen dan karbontetraklorida, karena akan bereaksi dengan hebat (Ingat
peristiwa bom di Bali). Untuk meminimalkan bahaya, maka diperlukan penanganan
dalam hal pengangkutan dan penyimpanan zat yang berisiko menimbulkan bahaya.
Risiko ledakan atau kebakaran harus dinyatakan secara jelas dengan tanda khusus pada
kemasan atau ruang penyimpanan.

Bahaya kebakaran dan penanggulangannya


Penggunaan air pada penanggulangan kebakaran mempunyai masalah tersendiri.
Berbagai zat kimia, bila bereaksi dengan air membebaskan gas yang mudah
terbakar(misalnya logam alkali natrium dan kalium, kalsiumkarbida). Bila terkena air
akan terurai dan membentuk gas beracun serta kalor dalam jumlah besar (misalnya
aluminium klorida, fosfortriklorida, dan fosfida). Uap dan gas beracun dapat pula
terbentuk pada kebakaran atau pada penanggulangan kebakaran. Jika pada pembuatan
kerangka kapal digunakan pembakar asetilen, serta kapal dicat dengan zat warna yang
mengandung timbal atau senyawa timbal, akan sangat berbahaya kalau pekerjaan tersebut
dilakukan dalam ruang tertutup.

Pembentukan produk toksik dalam lingkungan

Pada reaksi kimia antara zat-zat yang mencemari lingkungan, terdapat bahaya
timbulnya produk toksik, bahkan tanpa perlakuan apapun oleh manusia. Contohnya
adalah kabut fotokimia. Kabut terdiri dari zat yang terbentuk karena interaksi nitrogen
oksida dan hidrokarbon tertentu dengan oksigen, dibawah pengaruh sinar matahari. Ozon
dan peroksida organik merangsang selaput lendir dengan sangat kuat. Hasil pembakaran
industri dan mobil dapat berubah menjadi kabut fotokimia pada kondisi cuaca tertentu,
misalnya pada penyinaran oleh sinar matahari dan tak ada angin. Contoh lain adalah
berubahnya senyawa raksa anorganik menjadi senyawa raksa organik oleh
mikroorganisme, terutama metil dan dimetil raksa (II). Karena senyawa raksa organik
bersifat lipofil, maka akan tertimbun dalam ikan dan anjing laut. Hal yang sama terjadi
pada DDT, yang menyebabkan terjadinya pemekatan sepanjang rantai makanan, dan
hewan/organisme yang ada pada ujung rantai ini akan terkena bahayanya.

Adsorbensia dalam Filter

Penggunaan adsorbensia dalam filter (termasuk filter pada topeng gas) juga dapat
dilihat sebagai interaksi zat selama fase eksposisi. Karena terdapat begitu banyaknya
racun yang berbeda-beda, maka tidak dapat digunakan filter universal. Tergantung pada
jenis uap atau gas racun yang mungkin terjadi, maka digunakan filter tertentu yang
ditandai dengan nomor atau warna.
Pembentukan produk toksik oleh kerja sistem biologik

Pembentukan senyawa metil dan dimetil raksa (II) yang relatif toksik daripada
raksa anorganik oleh mikroorganisme, serta pembentukan HCN dari sianogen (misalnya,
dari amigdalin dengan bantuan ludah) merupakan contoh pembentukan produk toksik
karena kerja sistem biologi. Contoh lain adalah pembentukan asam sulfida yang toksik
selama proses pembusukan. Pembentukan nitrosamin karsinogenik pada reaksi antara
nitrit dengan sejumlah amin pada pH rendah, misalnya dalam lambung. Nitrit terdapat
dalam produk-produk daging dan dapat juga terjadi dari nitrat yang terdapat dalam air
tanah dan sayur yang pada penanamannya menggunakan pupuk yang mengandung N
dalam jumlah besar.

Peningkatan absorpsi racun oleh ikan

Untuk perlindungan lingkungan perlu diketahui bahwa ikan yang berkontak


dengan deterjen, akan menyebabkan absorpsi berbagai racun melalui insang ikan tersebut
diperbesar. Hal ini berarti bahwa pemeriksaan dengan zat tunggal untuk menentukan
batas toleransi akan dapat memberikan hasil yang salah, karena toksisitas akan dapat
sangat dipertinggi dengan adanya deterjen yang secara praktis terdapat dalam semua air
limbah.

Interaksi Selama Fase Toksikokinetik

Interaksi semacam ini akan meyebabkan naik atau turunnya konsentrasi zat dalam
plasma atau menyebabkan bertambah lama atau bertambah singkatnya obat/zat ada dalam
organisme. Berbagai zat, mulai dari zat kimia biasa sampai obat-obatan bahkan
komponen makanan dapat ikut ambil bagian disini.

Interaksi antara senyawa yang menginhibisi biotransformasi zat asing dengan zat toksik
Inhibisi enzim yang berperan pada biotransformasi dapat menaikkan kerja
biologik suatu zat dan dengan demikian akan memperkuat efek toksiknya. Karena
sejumlah besar senyawa kimia yang masuk ke dalam organisme, pada metabolismenya
diuraikan oleh beberapa enzim yang sama, maka seringkali terjadi interaksi pada proses
enzimatiknya. Induksi enzim, disamping dapat timbul karena insektisida (DDT) atau
obat-obatan tertentu, juga dapat disebabkan oleh zat kimia yang digunakan di industri.

Interaksi akibat reaksi pendesakan

Pendesakan zat toksik dari berbagai tempat ikatan, dapat mengubah distribusi zat
tersebut dalam jaringan, dan kerja toksik akan meningkat atau pada keadaan tertentu juga
dapat turun. Yang paling berarti adalah interaksi pada ikatan protein plasma. Karena
pendesakan suatu tokson dari tempat ikatannya pada protein plasma, maka
konsentrasinya dalam jaringan akan naik.

Interaksi kimiawi langsung

Berbagai antidot bekerja dengan melakukan interaksi dengan zat toksik yang ada
dalam tubuh. Jika pada keracunan secara oral digunakan emetika atau laksansia (misalnya
magnesium atau natrium sulfat), maka interaksi terjadi pada peralihan dari fase eksposisi
ke fase farmakokinetik. Contoh lain dari interaksi kimiawi langsung ialah perubahan
asam sianida menjadi asam rodanida dengan pemberian tiosulfat, atau menciptakan
terjadinya methemoglobinemia secara sengaja dengan nitrit pada keracunan HCN. Tidak
seperti hemoglobin, methemoglobin mengikat HCN dan dengan demikian mencegah
inhibisi sistem redoks pada rantai pernapasan di dalam sel.

Cara mempengaruhi laju ekskresi

Pada ekskresi juga dapat terjadi interaksi, dan interaksi ini akan menyebabkan
perubahan laju ekskresi. Zat pengasam atau pembasa yang mengubah pH urin akan dapat
mempengaruhi laju ekskresi asam atau basa lemah. Pengaruh pada ekskresi ini terjadi
pada transpor pasif, artinya pada absorpsi ulang zat bersangkutan dari urin melalui epitel
tubulus masuk ke dalam plasma. Interaksi pada proses angkutan aktif, antara lain dalam
ginjal, terjadi jika suatu zat mengusir zat lain dari sistem pengemban (carrier) yang
berperan pada transpor aktif. Produk konjugasi, yang terbentuk sebagai produk akhir
metabolisme zat asing dalam tubuh, pada umumnya diekskresi melalui transpor aktif.
Karena sistem transpor untuk ekskresi sangat terbatas untuk sejumlah zat, maka interaksi
pada transpor aktif sering terjadi.

Interaksi Selama Fase Toksikodinamik

Masuknya beberapa racun bersama-sama, yang cara kerjanya sangat berbeda satu
dari yang lainnya, seringkali mempertinggi risiko karena dengan kerja zat yang satu tidak
jarang kemampuan pertahanan tubuh berkurang hingga daya tahan tubuh terhadap racun
lainnya juga berkurang. Dalam hal ini terutama pada kerja karsinogenik dan mutagenik,
karena biasanya jika dua karsinogen atau dua mutagen bekerja, akan terjadi sumasi
(penjumlahan) dari kerja kedua zat tersebut. Juga kontak sebelumnya dengan zat
karsinogen atau mutagen patut diperhitungkan. Sumasi kerja dapat pula terjadi pada
kerusakan kronis yang terjadi sebelumnya. Contohnya, perokok berat terutama rokok
putih seringkali menderita bronkhitis kronis, dan patut dipertanyakan apakah orang ini
harus ditempatkan pada kedudukan dimana terjadi rangsangan tambahan lagi bagi saluran
napasnya. Pada umumnya setiap orang yang bekerja pada suatu tempat yang
mengharuskannya berkontak dengan zat yang dengan cara apapun dapat menimbulkan
kerusakan kronis, sebaiknya waktu kerja dibatasi. Misalnya, setelah waktu eksposisi
tertentu, diadakan pertukaran atau mutasi kerja. Risiko keracunan di tempat pekerjaan
akan lebih tinggi pada orang yang selalu minum obat atau yang selalu merokok.
Penggolongan interaksi toksikodinamik dari zat aktif biologi dapat digunakan untuk
mengenal dan mengatasi persoalan yang timbul akibat pemakaian kombinasi beberapa
zat. Pada kombinasi dua zat dapat terjadi kemungkinan berikut: (1) kombinasi suatu zat
aktif A dengan zat B yang tak aktif akan tetapi dapat mengubah kerja zat A, dan (2)
kombinasi dua zat, yang keduanya aktif.

Antagonisme
Antagonisme Persaingan (Kompetitif). Pada jenis antagonisme ini, agonis dan
antagonis bekerja pada pusat aktif yang sama, reseptor yang sama. Antagonis mendesak
agonis dari tempat kerjanya. Jenis antagonisme semacam ini terjadi antara metabolit dan
antimetabolit, vitamin dan antivitamin, histamin dan antihistamin, kolinergika dan
antikolinergika, dll. Antagonis persaingan (kompetitif) dapat mengambil tempat agonis
tetapi tak dapat mengambil alih fungsi agonis tersebut. Antagonisme persaingan penting
dalam bidang toksikologi, karena banyak antidot mendasarkan kerjanya pada
antagonisme ini.

Antagonisme Kimia. Antagonisme kimia atau antagonisme dengan penetralan


(netralisasi) adalah suatu bentuk antagonisme, yang dalam peristiwa ini antagonis
bereaksi secara kimia dengan agonis dan kemudia menginaktifkannya. Jenis antagonisme
ini juga sering berguna pada penanganan keracunan. Antagonisme kimia terjadi pada fase
toksokinetik.

Antagonisme non-kompetitif. Pada antagonisme non kompetitif, antagonis


mengganggu timbulnya efek oleh agonis. Tanpa bereaksi sendiri dengan agonis ataupun
reseptor spesifiknya. Hal ini berarti bahwa suatu antagonis non kompetitif bekerja pada
salah satu tingkat reaksi biokimia atau biofisika, yang ada setelah interaksi agonis-
reseptor menuju efek sesungguhnya. Beberapa antagonis non kompetitif dengan cara
kerja yang berbeda dapat saja mengantagonisasi agonis yang sama, sedangkan satu
antagonis non kompetitif dapat pula mengantagonis (melawan) berbagai agonis dengan
tempat kerja yang berbeda. Sejumlah antidot terutama yang digunakan untuk penanganan
simptomatik keracunan, bekerja sebagai antagonis non kompetitif.

Antagonisme fungsi. Yang dimaksud dengan antagonisme fungsi adalah jika efek suatu
agonis diperlemah oleh efek berlawanan dari agonis lain yang bekerja pada sistem sel
yang sama tetapi pada reseptor yang berlainan.

Antagonisme fisiologi mirip dengan antagonisme fungsi. Disini juga terjadi


antagonisme antara dua agonis, tetapi agonis bekerja pada sistem sel yang berbeda dan
menimbulkan efek berlawanan pada sistem sel ini sehingga efek yang diukur merupakan
resultante kedua efek tersebut.

Sinergisme

Berbagai jenis sinergisme terjadi pada interaksi selama fase eksposis dan
toksokinetik. Misalnya, sinergisme antara suatu tokson dengan zat, yang meninggikan
absorpsinya atau yang menghambat inaktivasi biokimia atau ekskresinya. Sinergisme lain
yang juga terjadi pada fase toksikokinetik, ialah naiknya pembentukan metabolit toksik
oleh senyawa yang menaikkan kapasitas sistem enzim di hati dengan induksi. Sedangkan
sinergisme pada fase toksikodinamik terutama sinergisme zat karsinogenik dan
mutagenik.

D. Pengaruh Zat Toksik

Masuknya racun ke dalam tubuh makhluk hidup dapat melalui berbagai cara
seperti melalui absorbsi, tertelan melalui mulut, terhirup dan lain-lain. Jalur utama bahan
toksik untuk dapat masuk ke dalam tubuh manusia adalah melalui absorpsi, distribusi dan
ekskresi pada paru-paru (pernapasan/inhalasi), kulit (topikal), pencernaan (ingesti) dan
injeksi.
1.      Absorpsi
Bahan toksik akan diserap oleh tubuh melalui paru-paru, kulit dan saluran
pencernaan kemudian masuk ke dalam aliran darah dan sistem kelenjar getah bening.
Bahan toksik tersebut kemudian diangkut ke seluruh tubuh. Selain berbahaya tanpa
diabsorbsi, bahan toksik tersebut tajam dan menyebabkan karat (korosif) yang bereaksi
pada titik singgungnya.
a. Via paru-paru
Faktor yang berpengaruh pada absorpsi bahan toksik dalam sistem pernapasan
adalah bentuk bahan misalnya gas dan uap; aeroso; dan ukuran partikel; zat yang terlarut
dalam lemak dan air. Paru-paru dapat mengabsorbsi bahan toksik dalam jumlah besar
karena area permukaan yang luas dan aliran darah yang cepat.
b. Via kulit
Kulit terdiri dari tiga lapisan yaitu epidermis (lapisan terluar), dermis (lapisan
tengah) dan hypodermis (lapisan paling dalam). Epidermis dan dermis berisi keringat,
kantung minyak dan akar rambut. Bahan toksik paling banyak terabsorbsi melalui lapisan
epidermis. Absorbsi bahan toksik melalui epidermis tergantung pada kondisi kulit,
ketipisan kulit, kelarutannya dalam air dan aliran darah pada titik singgung. Akibat bahan
toksik antara lain pengikisan atau pertukaran lemak pada kulit yang terekspos dengan
bahan alkali atau asam dan pengurangan pertahanan epidermis.
c. Via saluran pencernaan
Absorbsi bahan toksik dapat terjadi di sepanjang saluran pencernaan (gastro-
intestinal tract). Faktor yang mempengaruhi terjadinya absorbsi adalah sifak kimia dan
fisik bahan tersebut serta karakteristiknya seperti tingkat keasaman atau kebasaan.
2.      Distribusi
Setelah absorbsi bahan toksik terjadi, maka bahan tersebut didistribusikan ke
seluruh tubuh melalui darah, kelanjar getah bening atau cairan tubuh yang lain oleh
darah. Distribusi bahan beracun tersebut :
- Disimpan dalam tubuh pada hati, tulang dan lemak
- Dikeluarkan melalui feses, urine atau pernapasan Mengalami biotransformasi
- Metabolisme dimana bentuk akhirnya lebih siap dikeluarkan
3.      Ekskresi
Ekskresi bahan toksik dapat terjadi melalui hembusan udara atau pernapasan, dan
dari sekresi melalui keringat, air susu, feses dan urine. Toksikan dikeluarkan dalam
bentuk asal, sebagai metabolit dan atau konjugat.
a.          Ekskresi urin
Ginjal membuang toksikan dari tubuh dengan mekanisme yang serupa dengan
mekanisme yang digunakan untuk membuang hasil akhir metabolisme faali, yaitu dengan
filtrasi glomerulus, difusi tubuler dan sekresi tubuler.
b.         Ekskresi empedu
Hati juga merupakan alat tubuh yang penting untuk ekskresi toksikan, terutama
untuk senyawa yang polaritasnya tinggi (anion dan kation), konjugat yang terikat pada
protein plasma, dan senyawa yang BM-nya lebih besar dari 300. Pada umumnya begitu
senyawa ini berada dalam emped, senyawa ini tidak akan diserap kembali ke dalam darah
dan dikeluarkan lewat feses. Tetapi ada pengecualian, misalnya konugat glukuronoid
yang dapat dihidrolisis oleh flora usus menjadi toksikan bebas yang diserap kembali.
c. Paru-paru
Zat yang berbentuk gas pada suhu badan terutama diekskresikan lewat paru-paru.
Cairan yang mudah menguap juga dengan mudah keluar lewat udara ekspirasi. Cairan
yang mudah larut misalnya kloroform dan halotan mungkin diekskresikan sangat lambat
karena ditimbun dalam jaringan lemak dan karena terbatasnya volume ventilasi. Ekskresi
toksikan melalui paru-paru terjadi karena difusi sederhana lewat membran sel.
d. Jalur lain
Saluran cerna bukan jalur utama ekskresi toksikan. Oleh karena lambung dan usus
manusia masing-masing mesekresi kurang lebih tiga liter cairan setiap hari, maka
beberapa toksikan dikeluarkan bersama cairan tersebut. Hal ini terjadi terutama lewat
difusi sehingga lajunya bergantung pada pKa toksikan dan pH lambung dan usus.
Ekskresi toksikan lewat air susu ibu (ASI), ditinjau dari sudut toksikologi amat penting
karena lewat air susu ibu ini racun terbawa dari ibu kepada bayi yang disusuinya.
Ekskresi ini terjadi melalui difusi sederhana. Oleh karena itu seorang ibu yang sedang
menyusui harus berhati-hati dalam hal makanan terutama kalau sedang mengkonsumsi
obat.
Racun yang berasal dari zat kimia umumnya mempunyai pengaruh local dan
sistematik. Pengaruh local adalah pengaruh zat kimia secara local (daerah tertentu) yang
diakibatkan oleh adanya kontak langsung zat kimia dengan objek (bagian tubuh makhluk
hidup),misalnya kebakaran kulit oleh kehadiran asam kuat atau basa kuat. Sedangkan
pengaruh sistematik adalah pengaruh yang diakibatkan oleh zat kimia yang menyebar ke
berbagai bagian tubuh maikhluk hidup yang disebabkan oleh absorbsi zat kimia ke dalam
bagian tubuh, misalnya pengaruh keracunan yang disebabkan oleh masuknya merkuri
atau timbale ke dalam tubuh yang dapat mempengaruhi berbagai jenis target di dalam
tubuh makhluk hidup dan manusia.
Pengaruh sistematik dapat berupa pengaruh akut dan pengaruh kronik. Pengaruh
akut adalah keracunan yng berlangsung sangat cepat oleh kehadiran zat kimia di dalam
tubuh makhluk hidup, sedangkan pengaruh kronik adalah keracunan yang berlangsung
sangat lambat oleh kehadirn zat kimia di dalam tubuh makhluk hidup dan pengaruh ini
baru diketahui setelah dalam jangka waktu yang cukup lama. Pengaruh akut sangat
mudah mudah dikenali karena kehadiran zat kima ke dalam tubuh akan langsung
memberikan dampak negative berupa luka, terbakar, sakit, atau gejala lainnya yang
berlangsung sangat cepat. Akan tetapi pengaruh kronik sangat sulit untuk dikenali karena
berlangsungnya lambat, yaitu meembutuhkan waktu yang lamamulai dari masuknya zat
kedalam tubuh sampai terjadinya gejala penyakit dan sakit yang diakibatkan oleh racun
tersebut.
Sebagai contoh, pengaruh sistematik akut dapat dilihat  melalui perbandingan
pengaruh beberapa zat kimia yang masuk ke dalam tubuh  manusia,yaitu masuknya
sianida ke dalamtubuh dapat mengakibatkan kematian hanya beberap detik saja,
masuknya gas CO pada konsentrasi tertentu akan dapat mengakibatkan  kematian dalam
beberapa menit. Sedangkan kehadiran zat kimia lain seperti parathion ke dalam tubuh
akan dapat mrngakibatkan kematian setelah beberapa jam, sementaran konsumsi thalium
akan mengakibatkan kematian setelah beberapa hari. Keracunan sistematik yang akut
dapat juga tidak diprngsruhi fatal terhadap makhluk hidup karena hanya memberikan
luka pada bagian organ tubuh. Selain jenis zat kimia, pengaruh akut zat kmia ini juga
sangat berhubungan dengan konsentrasi zat kimia yang masuk ke dalam tubuh sehingga
pada dosis yang aman maka makhluk hidup akan terhindar dari keracunan, sementara
pada dosis diluar ambang batas akan mengakibatkan efek racun.

Pengaruh Toksisitas Sistemik Kronik

Pengaruh toksisitas sistematik kronik adalah pengaruh racun yang diakibatkan


oleh kehadiran zat kimia dalam jumlah kecil dalam jangka waktu yang cukup lama.
Gejala yang ditimbulkan dari racun yang bersifat kronik ini baru timbul setelah
berlangsung dalam jangka waktu yang relative lama. Misalnya beberapa tahun setelah
kontak atau mengkonsumsi zat kimia tersebut, sehingga sering kali dalam diagnosisnya
nama zat kimia yang menjadi penyebabnya sulit ditelusuri. Beberapa senyawa yang
mempunyai efek kronik digolongkan sebagai senyawa karsinogenik, mutagenic,
teratogenik dan sensitisers.
1.      Karsinogenik
Karsinogenik adalah senyawa kimia yang dapat mengakibatkan penyakit kanker.
Senyawa karsinogenik diklasifikasikan  sebagai berikut :
a. Karsinogenik Tipe I
Yaitu senyawa kimia yang sudah pasti diketahui menyebabkan kanker pada
manusia, misalnya asbestos, senyawa aromatis.
b. Karsinogenik Tipe II,
Yaitu senyawa kimia yang diketahui sudah pasti menyebabkan kanker kepada
hewan dan diduga akan mengakibatkan kanker pada manusia, misalnya
formaldehida.
c. Karsinogenik Tipe III
Yaitu senyawa kimia yang perlu dipertimbangkan dan diduga memiliki
potensi akan mengakibatkan kanker akan tetapi belum cukup data untuk
meyakinkannya,misalnya kloroform.
2.       Mutagenic
Mutagenic adalah senyawa kimia yang dapat mengakibatkan perubahan kimia
bahan genetic (DNA) di dalaminti sel (nucleus). Efek mutagenic mungkin tidak atau
belum nyata terlihat kepada individu yang terkena senyawa mutagenic tersebut, akan
tetapi perubahan DNA (mutasi) akan dapat mengakibatkan pengaruh terhadap generasi
berikutnya, misalnya terjadinya cacat lahir atau penyakit genetic lainnya pada keturunan
pertama atau generasi berikutnya.
3.      Terotogenik
Terotogenik adalah senyawa kimia yang dapat merusak janin yang
mengakibatkan kelainan (cacat lahir). Beberapa senyawa yang diduga memiliki efek
teratogenik di dalam lingkungan diantaranya adalah senyawa dioksin yang dihasilkan dari
pembakaran sampah, senyawa organic merkuri yang terbentuk dari limbah merkuri, dan
karbon monoksida yang dihasilkan dari mesin industry  dan kenderaan bermotor.
4.      Sensitizer
Sensitizer adalah senyawa kimia yang dapat mengakibatkan alergi terhadap
individu tertentu namun keberadaan senyawa itu ditoleransi oleh sebagian besar populasi
di dalam lingkungannya. Contoh dari efek sensitizer adalah terjadinya gejala berupa
gatal-gatal, asma, sakit kepala, atau bahkan ada yang pingsanoleh kehadiran senyawa
penisilin atau racun di dalam tubuh. Beberapa senyawa lain yang dapat dikategorikan
sebagai senyawa sensitizer adalah formaldehida (HCHO) yang terdapat di dalam plastic,
kertas dan lem. Senyawa lain seperti isosianat yang terdapat di dalam cat, pelingkut dan
produk busa plastic juga dikategorikan sebagai senyawa sensitizer.
KESIMPULAN

1. Toksikologi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari efek merugikan dari bahan
kimia terhadap organisme hidup.
2. Zat toksik dapat berasal dari berbagai macam sumber, salah satunya yaitu zat toksik
yang berasal dari bahan kimia.

3. Proses interaksi zat dalam toksikologi umumnya dikelompokkan dalam tiga fase
yaitu : Fase Eksposisi meliputi paparan bahan kimia di ambien pada gas/uap, debu,
kabut dan fume ; Fase Toksokinetik meliputi absorpsi, distribusi penyimpanan,
metabolisme, dan eksresi ; Fase Toksodinamika meliputi interaksi antara tokson
dengan reseptor dalam organ .

4. Jalur utama bahan toksik untuk dapat masuk ke dalam tubuh manusia adalah melalui
absorpsi, distribusi dan ekskresi pada paru-paru (pernapasan/inhalasi), kulit (topikal),
pencernaan (ingesti) dan injeksi.
DAFTAR PUSTAKA

Cotton dan Wilkinson . 2009 . Kimia Anorganik Dasar . Jakarta  : UI-Press

Anda mungkin juga menyukai