Anda di halaman 1dari 8

TUGAS RESUME

PARAN DOKTER KELUARGA DALAM


MANAJEMEN BENCANA

Oleh:
HARIS SETIAWAN
NIM. 1707101030065

Pembimbing:
Rina Suriani Oktari, S.Kep, M.Si

SMF/BAGIAN FAMILY MEDICINE


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SYIAH KUALA
BANDA ACEH - 2020
PENDAHULUAN

Indonesia memiliki resiko tinggi terhadap komponen hazard serta exposure


terjadinya bencana. Resiko yang tinggi ditunjukkan dengan dampak kerusakan
material, korban jiwa, masalah psikologis, dampak ekonomi, terganggunya fungsi
sosial masyarakat yang berat. Terjadinya bencana tidak dapat diprediksi secara
pasti sehingga masyarakat diharapkan memiliki kesiapsiagaan dalam menghadapi
bencana. Kesiapan menghadapi bencana memiliki manfaat mengurangi risiko
bencana dan dampak yang ditimbulkan paska terjadinya bencana. Maka untuk
meningkatnya resiko kejadian bencana, perlu adanya kesadaran oleh masyarakat
bahwa perubahan paradigma tentang pengurangan risiko bencana dan penanganan
bencana yang selama ini menjadi tanggung jawab sepenuhnya oleh pemerintah
dan badan penanggulangan bencana ataupun pihak yang terkait seperti tenaga
kesehatan, namun juga menjadi kesadaran dan tanggung jawab oleh setiap
anggota masyarakat, keluarga dan komunitas.
Keluarga memiliki peran penting strategies dalam pengurangan risiko
bencana karena keluarga merupakan struktur masyarakat terkecil pertama yang
memberikan pendidikan kepada setiap anggotanya. Agar pendidikan manajemen
bencana dalam keluarga dapat dilakukan dengan baik, maka pihak terkait seperti
tenaga kesehatan seperti dokter keluarga dapat menjadi agen sosialisasi yang
dapat memberikan pendidikan bencana secara terencana, terpadu, terkoordinasi,
dan menyeluruh. Dokter keluarga merupakan dokter yang bertanggung jawab
untuk menyediakan pelayanan kesehatan yang komprehensif kepada setiap
individu yang membutuhkan pelayanan kesehatan dan juga bertanggung jawab
secara personal untuk   pelayanan kesehatan yang continue. Selain pelayanan
klinis, pelayanan preventif dan edukatif serta pendidikan dasar tentang
kebencanaan juga merupakan tugas dari dokter keluarga.
Dokter keluarga merupakan garda terdepan yang menjadi penanggung
jawab utama untuk memastikan setiap anggota masyarakat dan komunitas dapat
memiliki kualitas kesehatan dalam keadaan bagaimanapun hingga dalam keadaan
kebencanaan. Oleh karena itu pendidikan tentang manajemen bencana dapat
sangat baik diberikan oleh seorang dokter keluarga. Adapun bentuk pendidikan
yang diberikan dapat berupa pengenalan potensi bencana, bentuk-bentuk bencana,
cara menyelamatkan diri dalam kondisi bencana, cara membuat nyaman secara
psikologis, na, pertolongan kegawatdaruratan pada keadaan bencana, dan
bagaimana cara melestarikan lingkungan sebagai upaya mengurangi risiko
bencana akibat perilaku manusia. Tanggung jawab memberikan pendidikan
bencana kepada setiap anggotanya keluarga, sangat penting sebagai bentuk modal
bertahan hidup dalam kondisi krisis.
A. MANAJEMEN BENCANA
Manajemen bencana merupakan suatu disiplin ilmu yang menyangkut
seluruh kegiatan yang meliputi aspek perencanaan dan penanggulangan bencana,
pada sebelum, saat dan sesudah terjadi bencana yang dikenal sebagai siklus
manajemen bencana, yang bertujuan untuk :
 mencegah kehilangan jiwa
 mengurangi penderitaan manusia
 memberi informasi masyarakat dan pihak berwenang mengenai risiko, serta
 mengurangi kerusakan infrastruktur utama, harta benda dan kehilangan
sumber ekonomi.

Bidang ilmu ini berhubungan dengan persiapan sebelum terjadi bencana,


tanggap bencana (evakuasi gawat darurat, karantina, dekontaminasi massa) serta
mendukung dan membangun kembali masyarakat setelah bencana alam atau
bencana buatan manusia terjadi. Jadi manajemen gawat darurat merupakan proses
berkelanjutan dimana semua individu, kelompok dan komunitas mengelola risiko
dalam usaha untuk menghindari atau memperbaiki akibat bencana yang
merupakan hasil dari risiko.

B. TAHAPAN MANAJEMEN BENCANA

Secara umum kegiatan manajemen bencana dapat dibagi ke dalam tiga


kegiatan utama, yaitu:Kegiatan pra bencana yang mencakup kegiatan pencegahan,
mitigasi, kesiapsiagaan serta peringatan dini;
1. Kegiatan saat terjadi bencana yang mencakup kegiatan tanggap darurat untuk
meringankan penderitaan sementara, seperti kegiatan Search and Rescue
(SAR), bantuan darurat dan pengungsian
2. Kegiatan pasca bencana yang kencakup kegiatan pemulihan, rehabilitasi dan
rekonstruksi.

 Kegiatan Pra Bencana


Mitigasi
Mitigasi merupakan usaha yang dilakukan untuk mencegah risiko-risiko
yang ada berkembang menjadi bencana secara keseluruhan atau tindakan yang
dilakukan untuk mengurangi efek bencana ketika terjadi. Tahap ini berbeda dari
tahapan lain karena menitikberatkan pada langkah-langkah jangka panjang untuk
megnurangi atau menghilangkan risiko. Tindakan-tindakan mitigatif dapat berupa
struktural maupun non-struktural. Tindakan-tindakan struktural menggunakan
penyelesaian teknologi seperti bendungan atau kanal untuk mengontrol banjir.
Tindakan non-struktural mencakup legislasi, perencanaan penggunaan lahan dan
asuransi. Mitigasi juga mencakup peraturan mengenai evakuasi, sanksi bagi yang
menolak peraturan (seperti evakuasi wajib), dan mengkomunikasikan risiko
potensial kepada masyarakat. Mitigasi merupakan metode yang murah untuk
mengurangi dampak risiko, namun hal ini tidak selalu disukai. Implementasi
strategi mitigasi dapat dipandang sebagai bagian proses pemulihan jika dilakukan
setelah terjadi bencana.
Aktivitas yang mendahului mitigasi adalah identifikasi risiko. Penilaian
risiko fisik merujuk kepada proses identifikasi dan evaluasi bahaya. Persamaan di
bawah menunjukkan bahwa bahaya (hazard) dikalikan dengan kerentanan
populasi terhadap bahaya tersebut (populations' vulnerability to that hazard)
menghasilkan risiko. Semakin tinggi risiko, semakin perlu kerentanan tersebut
dijadikan target usaha-usaha mitigasi dan kesiapsiagaan.
Mitigasi bencana yang efektif harus memiliki tiga unsur utama, yaitu
penilaian bahaya, peringatan dan persiapan.
1. Penilaian bahaya (hazard assessment); diperlukan untuk mengidentifikasi
populasi dan aset yang terancam, serta tingkat ancaman. Penilaian ini
memerlukan pengetahuan tentang karakteristik sumber bencana,
kemungkinan kejadian bencana, serta data kejadian bencana di masa lalu.
Tahapan ini menghasilkan Peta Potensi Bencana yang sangat penting untuk
merancang kedua unsur mitigasi lainnya;
2. Peringatan (warning); diperlukan untuk memberi peringatan kepada
masyarakat tentang bencana yang akan mengancam (seperti bahaya tsunami
yang diakibatkan oleh gempa bumi, aliran lahar akibat letusan gunung
berapi, dsb). Sistem peringatan didasarkan pada data bencana yang terjadi
sebagai peringatan dini serta menggunakan berbagai saluran komunikasi
untuk memberikan pesan kepada pihak yang berwenang maupun
masyarakat. Peringatan terhadap bencana yang akan mengancam harus
dapat dilakukan secara cepat, tepat dan dipercaya.
3. Persiapan (prepraredness). Kegiatan kategori ini tergantung kepada unsur
mitigasi sebelumnya (penilaian bahaya dan peringatan), yang membutuhkan
pengetahuan tentang daerah yang kemungkinan terkena bencana dan
pengetahuan tentang sistem peringatan untuk mengetahui kapan harus
melakukan evakuasi dan kapan saatnya kembali ketika situasi telah aman.
Tingkat kepedulian masyarakat dan pemerintah daerah dan pemahamannya
sangat penting pada tahapan ini untuk dapat menentukan langkah-langkah
yang diperlukan untuk mengurangi dampak akibat bencana. Selain itu jenis
persiapan lainnya adalah perencanaan tata ruang yang menempatkan lokasi
fasilitas umum dan fasilitas sosial di luar zona bahaya bencana (mitigasi non
struktural), serta usaha-usaha keteknikan untuk membangun struktur yang
aman terhadap bencana dan melindungi struktur dari bencana (mitigasi
struktural).
Mitigasi tidak hanya menyelamatkan jiwa dan mengurangi kerugian-
kerugian harta benda, akan tetapi juga mengurangi konsekuensi merugikan dari
bahaya-bahaya alam terhadap aktivitas-aktivitas dan institusi-institusi sosial. Jika
sumber-sumber mitigasi terbatas, maka harus ditargetkan pada elemen-elemen
yang paling rentan dan mendukung tingkat aktivitas masyarakat yang
ada. Penilaian kerentanan merupakan aspek penting dari perencanaan mitigasi
yang efektif. Kerentanan menunjukkan kerawanan terhadap kerusakan fisik dan
kerusakan ekonomi dan kurangnya sumber-sumber daya untuk pemulihan yang
cepat. Untuk mengurangi kerentanan fisik elemen-elemen yang lemah bisa
dilindungi atau diperkuat. Sementara untuk mengurangi kerentanan institusi sosial
dan aktivitas ekonomi, infratruktur perlu dimodifikasi atau diperkuat.

Kesiapsiagaan
Pada tahap kesiapsiagaan, pemerintah atau pihak berwenang
mengembangkan rencana aksi ketika bencana terjadi. Langkah-langkah
kesiapsiagaan yang umum dilakukan mencakup:
 Rencana komunikasi dengan metode dan istilah yang mudah dimengerti
 Perawatan dan pelatihan pelayanan gawat darurat yang memadai, termasuk
sumber daya manusia massa seperti tim gawat darurat yang ada di
masyarakat
 Pengembangan dan pelatihan metode peringatan gawat darurat masyarakat
digabung dengan tempat perlindungan gawat darurat serta rencana evakuasi
 Cadangan, inventaris dan pemeliharaan peralatan dan perlengkapan bencana
 Mengembangkan organisasai masyarakat yang terdiri dari awam terlatih

 Kegiatan Saat Bencana


Respons
Tahap respons mencakup mobilisasi pelayanan gawat darurat dan first
responders yang diperlukan ke tempat bencana. Hal ini mencakup gelombang
pertama pelayanan gawat darurat inti seperti pemadam kebakaran, polisi, dan
petugas medis beserta ambulans.
Rencana gawat darurat yang dilatih dengan baik yang dikembangkan
sebagai bagian dari tahap kesiapsiagaan memungkinkan koordinasi penyelamatan
yang efisien. Dimana diperlukan usaha search and rescue dapat dilakukan pada
tahap awal. Tergantung cedera yang dialami, suhu di luar, dan akses terhadap
udara dan air, sebagian besar korban bencanca akan mati dalam 72 jam setelah
terjadi bencana.
Notifikasi dan Respons Awal
Pada tahap ini, organisasi yang terlibat dalam respons bencana dan populasi
yang mungkin terkena dampak diberitahukan. Jika bencana diantisipasi, tahap ini
terjadi sebelum bencana. Ini berarti masuk ke dalam tahapan pra bencana. Banyak
tempat di area bencana yang memerlukan waktu lebih dari 24 jam untuk
melakukan evakuasi secara keseluruhan.

Pengaturan komando dan penilaian lokasi kejadian


Begitu tahap aktivasi telah dimulai, struktur komando dan staf yang telah
diatur sebelumnya untuk merespons bencana perlu diatur kembali dan jaringan
komunikasi awal dibangun. Ini merupakan salah satu langkah penting yang
diambil begitu bencana terjadi. Secara historis, waktu berharga dapat hilang
selama respons bencana pada saat sistem pusat berkoordinasi dengan usaha-usaha
respons disiapkan. Selama tahap ini, laporan-laporan awal mengenai penilain
lokasi kejadian keseluruhan mulai berdatangan. Untuk bencana yang statis, aset
respons yang diperlukan mungkin perlu ditentukan. Kadang, fakta awal yang
diketahui adalah bahwa bencana merupakan proses yang terus berjalan. Namun,
bahkan fakta ini penting dalam menentukan apakan bantuan luar diperlukan,
masih membutuhkan waktu untuk mengaktivasi sumber-sumber daya tersebut.

 Kegiatan Pasca Bencana


Pemulihan
Tujuan dari tahap pemulihan adalah mengembalikan daerah yang terkena
bencana kembali ke keadaan semula. Hal ini berbeda dari tahap respons dalam hal
fokus; usaha-usaha pemulihan berhubungan dengan masalah dan keputusan yang
harus dibuat setelah kebutuhan penting dipenuhi. Usaha-usaha ini terutama
berhubungan dengan aksi yang melibatkan pembangunan kembali bangunan yang
hancur, pengerjaan kembali dan perbaikan infrastuktur penting lainnya. Aspek
penting dari usaha pemulihan yang efektif adalah memanfaatkan 'jendela
kesempatan' untuk mengimplementasikan langkah-langkah mitigatif yang
mungkin kurang disukai. Penduduk dari daerah yang terkena bencana lebih
mudah menerima perubahan mitigatif ketika bencana masih segar dalam ingatan.

C. HUBUNGAN SEKTOR KESEHATAN DAN MANAJEMEN BENCANA

Menurut World Health Organization (WHO), kesehatan masyarakat


mengacu pada semua tindakan terorganisir baik publik atau swasta, untuk
mencegah penyakit, meningkatkan kesehatan, dan memperpanjang hidup di antara
populasi secara keseluruhan. Jutaan orang menderita bencana di negara-negara
maju dan berkembang di seluruh dunia setiap tahun. Bencana memiliki dampak
langsung dan tidak langsung pada layanan kesehatan. Dampak langsung termasuk
penghancuran fasilitas dan gangguan kebutuhan kesehatan dasar seperti air bersih,
makanan, dan sanitasi. Masalah infrastruktur dan kesulitan dalam memenuhi
kebutuhan mendasar menyebabkan masalah kesehatan yang serius di masyarakat.
Upaya kesehatan masyarakat harus dianggap sebagai bagian penting dari
manajemen bencana untuk meminimalkan masalah kesehatan masyarakat akibat
bencana.
Kesehatan individu dan masyarakat secara fisik, sosial, psikologis, dan
ekonomi terpengaruh secara buruk oleh bencana alam dan teknologi. Bencana
adalah peristiwa kompleks yang mengarah ke layanan kesehatan darurat cepat dan
multidimensi dalam jangka pendek dan kesehatan masyarakat dan masalah
psikososial dalam jangka panjang. Bencana telah mulai menimbulkan risiko lebih
besar bagi orang-orang setiap hari. Faktor-faktor seperti pertumbuhan populasi
yang cepat pada abad terakhir, risiko yang dihasilkan dari pengembangan
teknologi (teknologi nuklir, risiko kimia, dll.), Perubahan iklim, meningkatnya
ketidakseimbangan antar negara, dan pengurangan sumber daya dunia
menimbulkan risiko yang bahkan lebih besar.
Pendekatan profesional sangat penting dalam mengelola risiko tersebut.
Tujuan utama manajemen bencana adalah untuk mencegah kerusakan pada
makhluk hidup dan membutuhkan pendekatan multidisiplin. Sistem Manajemen
Bencana Terpadu mempertimbangkan semua bahaya secara komprehensif,
umumnya digunakan dalam manajemen bencana. Sistem ini terdiri dari fase
operasi, pengurangan risiko, kesiapan, respon, dan pemulihan. Elemen terpenting
dalam bencana adalah manusia. Karena itu, kesehatan adalah salah satu sektor
yang paling penting.
Peran sektor kesehatan dalam manajemen bencana telah dipertimbangkan
untuk menanggapi keadaan darurat. Ini sangat penting dalam mengurangi cedera
dan kematian pada periode pascabencana. Namun, strategi PRB multisektor
memungkinkan sektor kesehatan untuk memiliki peran yang komprehensif dan
proaktif sehingga memperoleh ketahanan yang lebih baik terhadap bencana.
Dengan kata lain, kegiatan pencegahan, perlindungan, dan mitigasi pada periode
predisaster sangat penting dalam memanfaatkan kapasitas dan keterampilan
layanan kesehatan. Kegiatan-kegiatan ini dapat dianggap sebagai bagian dari
menjaga dan meningkatkan kesehatan.
DAFTAR PUSTAKA

1. Depkes. 2007. Keputusan Menteri Kesehatan Rl Nomor


145/Menkes/SK/I/2007 tentang Pedoman Penanggulangan Bencana Bidang
Kesehatan. Jakarta: Depkes
2. Family Medicine Primer. Singapore:Department of Community,
Occupational and Family Medicine National University of Singapore; 2005
3. Saunder KO, Birnbaum ML. Health disaster Management Guidelines for
Evaluation and Research in the Utstein Style. Prehospital and Disaster
Medicine, 2003.
4. Dey, B., & Singh, R.B. Natural Hazards and Disaster Management.
Retrieved. 2006

Anda mungkin juga menyukai