Anda di halaman 1dari 11

Laporan Kegiatan PBL

PENYULUHAN POLA MAKANAN SEHAT UNTUK


MENINGKATKAN BERAT BADAN BALITA DALAM
RANGKA MENINGKATKAN BGM DI WILAYAH KERJA
PUSKESMAS BUKIT HINDU

TAHUN 2019

Disusun oleh:
Muhamad Riduan, S.Ked FAB 118 110
Ismul bahiyih, S.Ked FAB 117
Novia Kaisarianti, S.Ked FAB 118
Radianty federicha, S.Ked FAB 118

Pembimbing:

DR.dr.H. Syamsul Arifin, M.Pd

dr. Ida Pauliska

PROGRAM STUDI PROFESI DOKTER FAKULTAS


KEDOKTERAN UNIVERSITAS PALANGKA RAYA
BAGIAN ILMU KEDOKTERAN KOMUNITAS
PALANGKA RAYA
2019

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Analisis Masalah


Status gizi merupakan keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan
penggunaan zat gizi. Status gizi dapat dibedakan atas status gizi buruk, gizi kurang,
gizi baik, dan gizi lebih.
Data Riskesdas pada tahun 2007, 2010 dan 2013 didapatkan hasil prevalensi
berat badan kurang (underweight) secara nasional. Prevalensi berat kurang pada tahun
2013 adalah 19,6%, terdiri dari 5,7% gizi buruk dan 13,9% gizi kurang. Jika
dibandingkan dengan angka prevalensi berat-kurang nasional tahun 2007 (18,4%) dan
tahun 2010 (17,9%) terlihat meningkat. Perubahan terutama pada prevalensi gizi
buruk yaitu dari 5,4% tahun 2007, 4,9% pada tahun 2010, dan 5,7% tahun 2013.
Sedangkan prevalensi gizi kurang naik sebesar 0,9% dari 2007 dan 2013 (Kemenkes,
2014) Hal ini menunjukkan bahwa adanya peningkatan jumlah gizi kurang dan gizi
buruk setiap tahunnya dari tahun 2010 hingga 20131
Sasaran MDG tahun 2015 yaitu menurunkan angka kejadian gizi buruk kurang
sebesar 15,5% maka prevalensi gizi buruk-kurang secara nasional harus diturunkan
sebesar 4% dalam periode 2013 sampai 2015. Berdasarkan data tersebut kejadian gizi
buruk masih perlu diturunkan dan perlu adanya upaya agar tercapai dan bisa
diturunkan sejumlah 4% pada tahun 2015.
Berdasarkan laporan evaluasi kinerja Puskesmas Bukit Hindu tahun 2018, hasil
evaluasi program “Cakupan Balita yang Tidak Naik Berat Badannya” menunjukkan
capaian 586 dari 1031 balita (56,8 % cakupan).
Status gizi dipengaruhi 2 faktor yaitu factor langsung dan factor tidak langsung.
Factor langsung yaitu penyakit infeksi, jenis pangan yang dikonsumsi baik secara
kualitas maupu kuantitas. Factor tidak langsung antara lain: social ekonomi,
pendidikan, pengatahuan, pendapatan, pola asuh yang kurng memadai, sanitasi
lingkungan yang kurang baik, rendahnya ketahanan pangan tingkat rumah tangga dan
perilaku terhadap pelayanan kesehatan.2
Untuk menilai penyebab balita yang tidak naik berat badannya di wilayah kerja
Puskesmas Bukit Hindu, dilakukan mini-survey terhadap balita di posyandu yang
termasuk wilayah kerja Puskesmas Bukit Hindu. Hasil dari mini-survey menunjukkan
bahwa tingkat pengetahuan ibu-ibu tentang pemberian asupan gizi yang tidak sesuai,
sehingga intervensi yang dilakukan untuk meningkatkan pengetahuan ibu-ibu tersebut
adalah dengan penyuluhan pemberian asupan gizi yang baik bagi balita.

1.2 Permasalahan

Berdasarkan laporan evaluasi kinerja Puskesmas Bukit Hindu tahun


2018, hasil evaluasi program “Cakupan Balita yang Tidak Naik Berat
Badannya” menunjukkan capaian 586 dari 1031 balita (56,8 % cakupan).
Pada tanggal 2 Desember dan 5 Desember 2019 telah dilaksanakan mini-
survey pada ibu-ibu yang memiliki balita di wilayah kerja Puskesmas Bukit
Hindu (Posyandu Balita Anggrek dan Harapan Bunda). Masalah gizi
merupakan akibat dari berbagai faktor yang saling terkait, UNICEF (dalam
Dirjen Gizi 2004) mengemukakan bahwa faktor-faktor penyebab kurang gizi
dapat dilihat dari penyebab langsung dan tidak langsung serta pokok
permasalahan dan akar masalah. Faktor penyebab langsung meliputi asupan
gizi atau makanan tidak seimbang dan infeksi, sedangkan faktor penyebab
tidak langsung meliputi ketahanan pangan dikeluarga, pola pengasuhan anak
serta pelayanan kesehatan anak dan lingkungan, faktor ketiga yaitu masalah
utama meliputi kemiskinan dan pendidikan yang rendah. 1

Adapun tujuh indikator penilaian yang ditanyakan dalam kuesioner


mini-survey tersebut sesuai dengan teori UNICEF (dalam Dirjen Gizi 2004),
yang meliputi asupan gizi atau makanan tidak seimbang, infeksi, ketahanan
pangan dikeluarga, pola pengasuhan anak, pelayanan kesehatan anak dan
lingkungan, kemiskinan serta pendidikan yang rendah.1

Definisi Operasional1 :

a. Asupan Gizi

Gizi yang baik sangat diperlukan untuk proses tumbuh kembang bagi anak-
anak yang normal ditinjau dari segi umur, anak balita yaitu anak yang
berumur di bawah lima tahun, merupakan anak yang sedang dalam masa
tumbuh kembang adalah merupakan golongan yang paling rawan terhadap
kekurangan kalori protein. Pastikan anak cukup makan untuk memenuhi
kebutuhan gizinya. Dalam pemberian makanan setiap hari perhatikan 3 J
yaitu jenis, jumlah dan jadwal makanan.

b. Infeksi Penyakit
Scrimshaw et al (1959) menyatakan bahwa ada hubungan yang erat antara
infeksi (bakteri, virus, parasit) dengan malnutrisi Penyakit infeksi yang dialami
balita berdasarkan hasil penelitian adalah tuberculosis, diare dan ISPA. Asupan
gizi yang sedikit selama sakit dapat menyebabkan anak menjadi gizi kurang atau
buruk.. Mekanismenya bermacam-macam baik sendiri-sendiri maupun bersamaan
yaitu :
 Penurunan asupan zat gizi akibat kurangnya nafsu makan, menurunnya
absorpsi dan kebiasaan mengurangi makanan pada saat sakit.
 Peningkatan kehilangan cairan/zat gizi akibat penyakit diare, mual
/muntah dan perdarahan yang terus menerus.
 Meningkatnya kebutuhan, baik dari peningkatan kebutuhan akibat sakit
(human host) dan parasit yang terdapat dalam tubuh

c. Ketahanan Pangan Keluarga

Ketahanan pangan keluarga merupakan kondisi terpenuhnya pangan bagi


rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik
dalam jumlah maupun mutunya, aman, merata dan terjangkau.

d. Pola Pengasuh Anak

Menurut UNICEF mengemukakan bahwa pengasuhan didefinisikan sebagai


cara memberikan makan, merawat anak, membimbing, dan mengajari anak
yang dilakukan oleh individu dan keluarga. Praktik memberikan makan pada
anak meliputi pemberian ASI, makanan tambahan berkualitas, penyiapan
makanan dan penyediaan makanan yang bergizi, perawatan anak termasuk
merawat anak apabila sakit, imunisasi, pemberian suplemen, memandikan
anak dan sebagainya. faktor yang cukup dominan yang menyebabkan
meluasnya keadaan gizi kurang adalah perilaku yang kurang benar
dikalangan masyarakat dalam memilih dan memberikan makanan kepada
anggota keluarganya, terutama kepada anak-anak. Oleh karena itu berbagai
kegiatan harus dilaksanakan untuk memberikan makanan (Feeding) dan
perawatan (carring) yang benar untuk mencapai status gizi yang baik.
Feeding dan carring melalui pola asuh yang dilakukan ibu kepada anaknya
akan mempengaruhi tumbuh kembang anak secara positif maupun negatif.

e. Pelayanan Kesehatan Anak dan Lingkungan

Pelayanan kesehatan anak salah satunya yaitu posyandu. Posyandu mampu


mendorong pemantauan pertumbuhan pertumbuhan anak. Sebagai wadah
peran serta masyarakat, posyandu dilaksanakan oleh dan untuk masyarakat
dalam hal menyelenggarakan sistem pelayanan pemenuhan kebutuhan dasar
dan peningkatan kualitas manusia dengan mengedepankan pemberdayaan
masyarakat dalam menangani masalah gizi dan kesehatan.

f. Kemiskinan atau Sosial Ekonomi

Keluarga dengan status ekonomi rendah akan berpengaruh dalam memenuhi


kebutuhan makanan dalam keluarga sehingga gizi anak tidak terpenuhi yang
mengakibatkan balita menjadi gizi kurang. Ibu yang bekerja yang memiliki
balita gizi baik dapat disebabkan karena ibu yang bekerja dapat menambah
pendapatan keluarga sahingga mempengaruhi keluarga dalam memenuhi
kebutuhan makanan terutama kebutuhan gizi anak dan keluarganya. Ibu yang
bekerja yang memiliki balita dengan status gizi kurang dan buruk disebabkan
karena ibu yang bekerja lebih banyak waktu untuk pekerjaan dibandingkan
dengan anaknya, meskipun kebutuhan makanan terutama gizi anak terpenuhi
akan tetapi ibu yang bekerja kemungkinan besar anaknya dititipkan kepada
neneknya atau pengasuhnya yang kurang paham tentang asupan gizi
sahingga dalam memberikan makanan kepada balita tidak sesuai kebutuhan
balita sahingga dapat menyebabkan kekurangan gizi pada balita.

g. Pendidikan yang Rendah


Tingkat pendidikan ibu berhubungan dengan pengetahuan dan
kemampuan ibu dalam memahami informasi kesehatan yang didapat ibu sehingga
ibu dapat memberikan pola asuh yang baik bagi balita. Orang tua yang memiliki
pendidikan yang tinggi akan lebih memahami makanan dan memilih makanan
yang baik untuk anaknya. Keluarga dengan pendidikan tinggi tentu lebih mudah
daripada dengan latar belakang pendidikan rendah, terutama yang terkait
peningkatan pertumbuhan dan perkembangan anak, penggunaan fasilitas
kesehatan, dan lain sebagainya.
Berdasarkan teori teori UNICEF (dalam Dirjen Gizi 2004), maka
masalah-masalah tersebut dapat disusun dalam pohon masalah pada Gambar
1.1. Berdasarkan hasil mini- survey dan wawancara dengan pemegang
program, faktor-faktor perilaku yang didapatkan di Puskesmas Bukit Hindu
dicantumkan dalam pohon masalah pada Gambar 1.2. berikut ini.

BGM Akibat

Berat badan tidak naik


Masalah

Faktor Internal FaktorEksternal Sebab

Infeksi Pengetahuan
Pemberian Social Kesehatan
penyakit yang kurang
asupan gizi yang Ekonomi lingkungan
tidak sesuai

Gambar 1.1. Analisis pohon masalah (problem tree analysis) modifikasi faktor-
faktor perilaku kesehatan menurut Lawrence Green (1980).
1.3 Alternatif Pemecahan Masalah
Dari beberapa masalah yang dijabarkan pada Gambar 1.2., maka alternatif
pemecahan masalahnya dapat terlihat pada Tabel 1.2. berikut ini.

Tabel 1.2. Daftar alternatif pemecahan masalah


No. Masalah Pemecahan Masalah
1 Pemberian asupan gizi yang tidak Penyuluhan kepada ibu-ibu
sesuai tentang pentingnya pemberian
makanan yang sesuai kepada balita

2 Infeksi penyakit Melakukan penyuluhan dan skrining


infeksi penyakit

3 Pengetahuan yang kurang Melakukan penyuluhan


mengenai asupan gizi yang sesuai

4 Keadaan sosial-ekonomi (rata-rata Pembentukan Kelompok Peduli gizi


ibu menyusui berprofesi sebagai seimbang
ibu rumah tangga)
5 Kesehatan lingkungan yang Melakukan penyuluhan tentang
kurang pentingnya meenjaga kesehatan
lingkungan

6 Dukungan dari sektor lainnya


(kelurahan, kecamatan) masih
rendah

1.4. Prioritas Pemecahan Masalah


Penentuan prioritas pemecahan masalah merupakan hal yang sangat
penting setelah masalah-masalah kesehatan teridentifikasi. Metode yang
dapat dilakukan dalam penentuan prioritas pemecahan masalah dibedakan
atas dua, yaitu secara scoring dan non-scoring. Kedua metode tersebut
pelaksanaanya berbeda-beda dan pemilihannya berdasarkan data yang
tersedia.
Dalam kegiatan PBL ini, prioritas pemecahan masalah menggunakan
teknik scoring, yaitu dengan metode CARL (Capability, Accesability,
Readness, Leverage). Pemilihan prioritas dilakukan dengan memberikan
score untuk berbagai parameter tertentu yang telah ditetapkan. Metode
CARL merupakan metode terbaik yang dipilih karena pada metode ini biaya
(cost) tidak terlalu diperhitungkan dan data yang digunakan bersifat
kualitatif. Setelah didapatkan daftar masalah dan alternatifnya, maka
ditentukan prioritas untuk pemecahan masalah berdasarkan prioritas.
Metode CARL (Capability, Accesability, Readness, Leverage) dengan
menggunakan skor nilai 1 – 5. Kriteria CARL tersebut mempunyai arti
sebagai berikut.
a. Kemampuan (Capability)
Capability adalah ketersediaan sumber daya dana dan sarana/peralatan yang
diberi skor 1-5 yaitu:
1. Sama sekali tidak tersedia
2. Tersedia dan terbatas
3. Tersedia namun kurang
4. Tersedia dan cukup
5. Tersedia dan melimpah

b. Kemudahan (Accessibility)
Accessibility adalah ukuran mudah atau tidaknya masalah diatasi
didasarkan pada ketersediaan metode/cara/teknologi serta penunjang
pelaksanaan seperti peraturan, diberi skor 1-5 yaitu:
1. Tidak mungkin diselesaikan
2. Mungkin tapi sangat sulit
3. Mungkin tapi sulit
4. Bisa diubah
5. Sangat mudah

c. Kesiapan (Readness)
Readness adalah kesiapan dari tenaga pelaksana maupun kesiapan sasaran
seperti keahlian atau kemampuan dan motivasi, yang diberi skor 1-5 yaitu:
1. Tidak siap dalam 10 tahun ke depan
2. Tidak siap dalam 5 tahun ke depan
3. Siap dalam 1 tahun ke depan
4. Siap dalam 1-3 bulan ke depan
5. Siap, hanya perlu dimotivasi
d. Daya Ungkit (Leverage)
Leverage adalah seberapa besar pengaruh kriteria yang satu dengan
yang lain dalam pemecahan masalah, yang diberi skor 1-5 yaitu:
1. Tidak bermakna dalam 1 tahun ke depan
2. Tidak bermakna dalam 6 bulan ke depan
3. Bermakna dalam 3 bulan ke depan
4. Bermakna bulan depan
5. Sangat bermakna dan merubah segalanya

Berdasarkan faktor-faktor di atas dapat ditentukan prioritas pemecahan


masalah. Metode CARL digunakkan apabila pelaksana program masih
mempunyai keterbatasan (belum siap) dalam menyelesaikan masalah.
Penggunaan metode ini menekankan pada kemampuan pelaksana program.
a. Kelebihan pengunaan metode CARL
Dengan masalah yang relatif banyak, bisa ditentukan peringkat atas masing-
masing masalah sehingga bisa diperoleh prioritas masalahnya.
b. Kekurangan penggunaan metode CARL
1. Penentuan skor sangat subyektif sehingga sulit untuk distandarisasi.
2. Penilaian atas masing-masing kriteria terhadap masalah yang diskor perlu
kesepakatan agar diperoleh hasil yang maksimal dalam penentuan peringkat
(prioritas).
3. Obyektifitas hasil prioritas pemecahan masalah kurang bisa
dipertanggungjawabkan karena penentuan skor atas kriteria yang ada
bersifat subyektif.

Di bawah ini adalah hasil penentuan prioritas pemecahan masalah


menggunakan metode skoring teknik CARL (Tabel 1.3.). Dari skoring
tersebut didapatkan prioritas pemecahan masalah tertinggi adalah penyuluhan
pentingnya ASI eksklusif, inisiasi menyusui dini (IMD), dan cara pemberian
ASI yang benar. Oleh karena itu, intervensi yang dilakukan pada PBL ini
adalah “Penyuluhan kepada ibu-ibu tentang pentingnya pemberian makanan
yang sehat dan benar kepada balita”.
Tabel 1.3. Prioritas Pemecahan Masalah

No Pemecahan Masalah C A R L Nilai Prioritas


Penyuluhan kepada ibu-ibu
1 tentang pentingnya pemberian 5 4 5 5 500 1
makanan yang sehat dan benar
kepada balita
Optimalisasi posyandu balita
2 yang telah terbentuk di daerah 3 4 5 5 425 2
tersebut dan kader untuk
mengsosialisasikan kepada ibu-
ibu tentang pentingnya
pemberian pola makan yang
sehat dan benar pada balita
Pembentukan Kelompok
3 4 3 4 5 400 3
Peduli Gizi Seimbang
Meningkatkan kerjasama lintas
4 3 4 4 3 350 4
sektoral

Anda mungkin juga menyukai