Anda di halaman 1dari 7

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Penyakit akibat infeksi masih menjadi masalah kesehatan di dunia terutama di
negara yang sedang berkembang seperti Indonesia, diantaranya adalah penyakit infeksi
cacing usus. Infeksi cacing ini ditularkan melalui tanah atau dikenal dengan Soil
Transmitted Helminths (STH)1 Penyakit ini termasuk dalam kelompok Neglected
Tropical Diseases (NTD), yaitu kelompok penyakit yang masih banyak terjadi di
masyarakat namun kurang mendapatkan perhatian2. Jenis cacing STH yang sering
menimbulkan infeksi antara lain Ascaris lumbricoides, Trichuris trichiura, dan cacing
tambang (Ancylostoma duodenale dan Necator americanus) (Annisa dkk, 2018)

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud dengan Soil Transmitted Helminths (STH) ?
2. Apa saja yang termasuk dalam Soil Transmitted Helminths (STH) ?
3. Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi penularan infeksi Soil Transmitted
Helminths (STH) ?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan Soil Transmitted Helminths (STH) ?
2. Untuk mengetahui apa saja yang termasuk ke dalam Soil Transmitted Helminths
(STH) ?
3. Untuk mengathui faktor-faktor yang mempengaruhi penularan infeksi Soil
Transmitted Helminths (STH) ?
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Soil Transmitted Helminths (STH)


Soil Transmitted Helminths ( STH ) adalah nematoda usus yang dalam siklus
hidupnya membutuhkan tanah untuk proses pematangannya sehingga terjadi perubahan
dari non infektif menjadi stadium infektif. Yang termasuk kelompok nematoda ini adalah
Ascaris lumbricoides menimbulkan ascariasis, Trichuris trichiura menimbulkan
trichuriasis, cacing tambang ada dua spesies, yaitu Necator americanus menimbulkan
necatoriasis dan Ancylostoma duodenale menimbulkan ancylostomiasis, serta
Strongyloides stercolaris menimbulkan strongyloidiasi (Rizkiah, 2017).
Beberapa contoh Soil Transmitted Helminths (STH) adalah :
2.1.1 Ascaris Lumbricoides (Cacing Gelang)
a. Klasifikasi
Kerajaan : Animalia
Filum : Nemathelminthes
Kelas : Nematoda
Subkelas : Secernemtea
Ordo : Ascoridida
Famili : Ascoridcidae
Genus : Ascaris
Spesies : Ascaris lumbricoides

b. Morfologi
Cacing dewasa hidup di dalam rongga usus halus manusia. Panjang cacing
yang betina 20-40 cm dan cacing jantan 15-31 cm. Cacing betina dapat bertelur
sampai 200.000 butir sehari, yang dapat berlangsung selama masa hidupnya
yaitu kira – kira 1 tahun. Telur cacing ini ada yang dibuahi, disebut Fertilized.
Bentuk ini ada dua macam, yaitu yang mempunyai cortex, disebut Fertilized-
corticated dan yang lain tidak mempunyai cortex, disebut Fertilized-
decorticated. Ukuran telur ini 60×45 mikron. Telur yang tidak dibuahi disebut
Unfertilized, ukurannya lebih lonjong 90×40 mikron dan tidak mengandung
embrio di dalamnya (Rizkiah, 2017).

c. Patologi dan Gejala Klinis


Patogenis Ascariasis berhubungan dengan respon imun hospes, efek
imigrasi, efek mekanik cacing dewasa, dan defisiensi gizi. Selama larva
mengalami siklus dalam jumlah besar akan menyebabkan pneumonitis, jika
larva menembus jaringan masuk alveoli larva mampu merusak epitel bronkus
(Rizkiah, 2017).

d. Pengobatan
Perorangan atau massal dengan syarat : mudah diterima, efek samping
rendah, aturan pakai mudah, murah. Obat lama yang digunakan diantaranya
adalah : piperasin, tiabendazol, heksilresorkinol dan hetrazen. Golongan obat ini
dapat berefek samping. Obat baru yang efektif diantaranya : parental pamoat,
mependazol, albendazol, dan levamisol (Rizkiah, 2017).

2.1.2 Trichuris trichiura (Cacing Cambuk)


a. Klasifikasi
Kerajaan : Animalia
Filum : Nemathelminthes
Kelas : Nematoda
Subkelas : Adenophorea
Ordo : Enoplida
Famili : Trichinelloides
Genus : Trichuris
Spesies : Trichuris trichiura
b. Morfologi
Cacing betina 3,5-5 cm dan jantan 3,0-4,5 cm. Tiga per lima, anterior
tubuh halus seperti benang, dua per lima bagian posterior tubuh lebih tebal,
berisi usus dan perangkat alat kelamin. Cacing jantan tubuhnya membengkok ke
depan hingga membentuk satu lingkaran penuh, satu spikula tunggal menonjol
keluar melalui selaput retraksi. Bagian posterior tubuh cacing betina membulat
tumpul dan vulva terletak pada ujung anterior bagian yang tebal dari tubuhnya.
Seekor cacing betina dalam satu hari dapat bertelur 3000-4000 butir. Telur
cacing ini berbentuk tempayan dengan semacam tutup yang jernih dan menonjol
pada kedua kutub. Kulit telur bagian luar berwarna kekuning –kuningan dan
bagian dalamnya jernih, besarnya 50 mikron. Cacing dewasa hidup di kolon
asenden dan sekum dengan bagian anteriornya seperti cambuk masuk ke dalam
mukosa usus (Rizkiah, 2017).

c. Patologi dan Gejala Klinis


Kerusakan mekanik di mukosa usus oleh cacing dewasa dan respon alergi
yang disebabkan oleh jumlah cacing yang banyak, lama infeksi, umur dan status
kesehatan umum hospes. Infeksi berat dan menahun terutama pada anak-anak,
cacing tersebar di kolon dan rektum dapat terjadi prolapses rekti : menyebabkan
pendarahan pada tempat perlekatan dan dapat menimbulkan anemia karena
terjadinya malnutrisi dan kehilangan darah akibat kolon rapuh, juga cacing
menghisap darah. Gejala klinis terjadinya diare diselingi sindrom disentri,
anemia, prolapses rektal dan berat badan menurun. Secara klinik pada infeksi
lama (kronis) dapat menimbulkan anemia hipokromik (Rizkiah, 2017).

d. Pengobatan
Pengobatan dapat dilakukan dengan menggunakan pirantel pamoat,
mebendazol, oksantel pamoat dan levamisol (Rizkiah, 2017).
2.2 Faktor - faktor yang Mempengaruhi penularan infeksi Soil Transmitted Helminths
(STH)
Soil Transmitted Helminths dipengaruhi oleh beberapa faktor termasuk kondisi
eksternal lingkungan seperti tanah, tidak adanya fasilitas sanitasi, sistem pembuangan
limbah yang tidak aman, tidak mampu dan kurangnya sumber air bersih dan keadaan dari
toilet yang tidak memenuhi syarat kesehatan (Rizkiah, 2017).
Faktor yang mempengaruhi :
a. Usia
Seseorang dengan umur yang lebih tua akan lebih rentan terkena infeksi
dibandingkan yang lebih muda. Hal ini disebabkan karena metabolisme dan daya
tahan tubuh orang yang sudah lanjut usia mengalami penurunan sehingga derajat
infeksi akan menjadi lebih berat.
b. Jenis Kelamin
Jenis kelamin juga mempengaruhi karena laki-laki lebih rentan terkena infeksi
kecacingan daripada perempuan. Karena laki-laki lebih sering bersentuhan dengan
tanah.
c. Status Sosial
Status sosial yang rendah juga dapat mempengaruhi terjadinya infeksi kecacingan
karena kurangnya pengetahuan tentang infeksi kecacingan dan kurangnya
pengetahuan tentang bahaya dari kecacingan.
d. Ekonomi
Dengan keadaan status ekonomi juga dapat mempengaruhi karena dengan tingkat
status ekonomi rendah kebiasaan makan-makanan yang kurang bergizi juga dapat
mempengaruhi infeksi kecacingan.
e. Lama Kerja
Lama kerja juga dapat mempengaruhi seseorang terinfeksi kecacingan khususnya
pekerjaan yang berhubungan tanah, karena berpengaruh dari berapa lama mereka
terpapar langsung oleh tanah.
BAB III

PENUTUP

Soil Transmitted Helminths ( STH ) adalah nematoda usus yang dalam siklus hidupnya
membutuhkan tanah untuk proses pematangannya sehingga terjadi perubahan dari non infektif
menjadi stadium infektif. Yang termasuk kelompok nematoda ini adalah Ascaris lumbricoides
menimbulkan ascariasis, Trichuris trichiura menimbulkan trichuriasis, cacing tambang ada dua
spesies, yaitu Necator americanus menimbulkan necatoriasis dan Ancylostoma duodenale
menimbulkan ancylostomiasis, serta Strongyloides stercolaris menimbulkan strongyloidiasi.
DAFTAR PUSTAKA

Annisa, S., Dalilah, Anwar, C. 2018. Hubungan Infeksi Cacing Soil Transmitted Helminths
(STH) dengan Status Gizi pada Siswa Sekolah Dasar Negeri 200 Kelurahan Kemasrindo
Kecamatan Kertapati Kota Palembang. Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya.

Rizkiah, N. 2017. Gambaran Telur Soil Transmitted Helminths (STH) pada Kuku, Penggunaan
Alat Pelindung Diri dan Personal Hygiene pada Pendulang Intan Desa Pumpung Kelurahan
Sungai Tiung Kota Banjarbaru. Program Studi Diploma III Analis Kesehatan Borneo Lestari.

Anda mungkin juga menyukai