Anda di halaman 1dari 8

ANALISIS HASIL URIN BERDASARKAN HASIL

PEMERIKSAAN LABORATORIUM

Disusun oleh
Kelompok 5 :
Dian Attikasari
Ida Royani
Mefi Rahma Dela
Tiara angraini
Virantika Makmur

STIKES BANI SALEH


PRODI S1 FARMASI
Data hasil laboratorium
PEMBAHASAN

Urinalisis adalah analisa fisik, kimia, dan mikroskopik terhadap urine. Uji
urine rutin dilakukan pertama kali pada tahun 1821. Sampai saat ini, urine diperiksa
secara manual terhadap berbagai kandungannya, tetapi saat digunakan berbagai strip
reagen untuk melakukan skrining kimia dengan cepat urinalisis berguna untuk
mendiagnosa penyakit ginjal atau infeksi saluran kemih, dan untuk mendeteksi
adanya penyakit metabolic yang tidak berhubungan dengan ginjal . Berbagai uji
urinalisis rutin dilakukan seperti warna, tampilan, dan bau urine diperiksa, serta pH,
protein, keton, glukosa dan bilirubin diperiksa secara strip reagen. Berat jenis diukur
dengan urinometer, dan pemeriksaan mikroskopik urine sedimen urine dilakukan
untuk mendeteksi eritrosit, leukosit, epitel, Kristal, dan bakteri.
Hasil pemeriksaan urine adalah sebagai berikut :
1. Warna : Kuning Kemerahan
Warna urine tidak normal tampak kuning kemerahan. Nilai normal
urin adalah berwarana kuning muda sampai kuning tua.Dari hasil pengamatan
secara makroskopis warna urine sampel adalah tidak normal.
2. pH : Asam dengan pH 6,0
pH urine normal berkisar antara 4,8-7,5 (sekitar 6,0). Pembacaan pH
hendaknya segera dilakukan (urine dalam kondisi segar), karena urine yang
lama cenderung menjadi alkalis (karena perubahan ureum menjadi
amonia). Pemeriksaan pH urine segar dapat memberi petunjuk kearah infeksi
saluran kemih. Infeksi oleh E.coli biasanya menghasilkan urine asam,
sedangkan infeksi oleh Proteus yang merombak ureum menjadi amoniak
menyebabkan urine menjadi basa. Filtrat glomerular plasma darah biasanya
diasamkan oleh tubulus ginjal dan saluran pengumpul dari pH 7,4 menjadi
sekitar 6 di final urin. Namun, tergantung pada status asam-basa, pH kemih
dapat berkisar dari 4,5 – 8,0. pH bervariasi sepanjang hari, dipengaruhi oleh
konsumsi makanan; bersifat basa setelah makan, lalu menurun dan menjadi
kurang basa menjelang makan berikutnya. Urin pagi hari (bangun tidur)
adalah yang lebih asam. Obat-obatan tertentu dan penyakit gangguan
keseimbangan asam-basa juga dapat mempengaruhi pH urin.
Berdasarkan hasil pemeriksaan, pH urine pada sampel adalah normal.
3. Berat Jenis : 1.025
Bila dibandingkan dengan berat jenis urin normal yaitu antara 1,010-
1,030, maka sampel urin masih dalam batas normal. Hal ini menandakan tidak
terjadi gangguan fungsi reabsorpsi tubulus. Selain itu, Berat jenis urin
herhubungan erat dengan diuresa, makin besar diuresa makin rendah berat
jenisnya dan sebaliknya. Makin pekat urin makin tinggi berat jenisnya, jadi
berat jenis bertalian dengan faal pemekat ginjal. Urin yang mempunyai berat
jenis 1,020 atau lebih, menunjukkan bahwa faal pemekat ginjal baik. Keadaan
ini dapat dijumpai pada penderita dengan demam dan dehidrasi. Sedangkan
berat jenis urin kurang dari 1,009 dapat disebabkan oleh intake cairan yang
berlebihan, hipotermi, alkalosis dan kegagalan ginjal yang menahun. Berat
jenis yang rendah ini bisa disebabkan oleh banyak minum, udara dingin, dan
diabetes insipidus.
Berdasarkan hasi pemeriksaan berat jenis urin normal.
4. Protein : (+) positif
Dari hasil pemeriksaan urine sampel memberikan hasil yang positif.
Biasanya, hanya sebagian kecil protein plasma disaring di glomerulus yang
diserap oleh tubulus ginjal dan diekskresikan ke dalam urin. Dengan
menggunakan spesimen urin acak (random) atau urin sewaktu, protein dalam
urin dapat dideteksi menggunakan strip reagen (dipstick). Normal ekskresi
protein biasanya tidak melebihi 150 mg/24 jam atau 10 mg/dl urin. Lebih dari
10 mg/dl didefinisikan sebagai proteinuria.
Sejumlah kecil protein dapat dideteksi pada urin orang yang sehat
karena perubahan fisiologis. Selama olah raga, stres atau diet yang tidak
seimbang dengan daging dapat menyebabkan proteinuria transien. Pra-
menstruasi dan mandi air panas juga dapat menyebabkan proteinuria. Bayi
baru lahir dapat mengalami peningkatan proteinuria selama usia 3 hari
pertama.
Proteinuria biasanya disebabkan oleh penyakit ginjal akibat kerusakan
glomerulus dan atau gangguan reabsorbsi tubulus ginjal. Pemeriksaan protein
dalam urin berdasarkan pada prinsip kesalahan penetapan ph oleh adanya
protein. Sebagai indikator digunakan tetrabromphenol blue yang dalam suatu
sistem buffer akan menyebabkan ph tetap konstan. Akibat kesalahan
penetapan oleh adanya protein, urin yang mengandung albumin akan bereaksi
dengan indikator menyebabkan perubahan warna hijau muda sampai hijau.
Indikator tersebut sangat spesifik dan sensitif terhadap albumin. Perubahan
warna terjadi dalam waktu 60 detik. Hasilnya dilaporkan sebagai negatif, +1
(30 mg/dl), +2(100 mg/dl), +3(300 mg/dl), +4(2000 mg/dl). Adapun nilai
rujukan adalah urin acak : negatif (≤15 mg/dl).
Proteinuria positif perlu dipertimbangkan untuk analisis kuantitatif
protein dengan menggunakan sampel urine tampung 24 jam. Jumlah
proteinuria dalam 24 jam digunakan sebagai indikator untuk menilai tingkat
keparahan ginjal. Proteinuria rendah (kurang dari 500mg/24jam). Pengaruh
obat : penisilin, gentamisin, sulfonamide, sefalosporin, media kontras,
tolbutamid (Orinase), asetazolamid (Diamox), natrium bikarbonat.
Proteinuria sedang (500-4000 mg/24 jam) dapat berkaitan dengan
glomerulonefritis akut atau kronis, nefropati toksik (toksisitas obat
aminoglikosida, toksisitas bahan kimia), myeloma multiple, penyakit jantung,
penyakit infeksius akut, preeklampsia. Proteinuria tinggi (lebih dari 4000
mg/24 jam) dapat berkaitan dengan sindrom nefrotik, glomerulonefritis akut
atau kronis, nefritis lupus, penyakit amiloid.
Berdasarkan hasil pemeriksaan urin tidak normal karena hasil positif,
nilai normal nya negative.

5. Keton: ( - ) Negatif
Uji ketonuria dengan strip reagen (Ketostix atau strip reagen multitest)
lebih sensitif terhadap asam asetoasetat daripada aseton. Berdasarkan reaksi
antara asam asetoasetat dengan senyawa nitroprusida. Warna yang dihasilkan
adalah coklat muda bila tidak terjadi reaksi, dan warna ungu untuk hasil yang
positif.

6. Urobilinogen: ( - ) Negatif
Peningkatan ekskresi urobilinogen dalam urine terjadi bila fungsi sel
hepar menurun atau terdapat kelebihan urobilinogen dalam saluran
gastrointestinal yang melebehi batas kemampuan hepar untuk melakukan
rekskresi. Urobilinogen meninggi dijumpai pada : destruksi hemoglobin
berlebihan (ikterik hemolitika atau anemia hemolitik oleh sebab apapun),
kerusakan parenkim hepar (toksik hepar, hepatitis infeksiosa, sirosis hepar,
keganasan hepar), penyakit jantung dengan bendungan kronik, obstruksi usus,
mononukleosis infeksiosa, anemia sel sabit.
Hasil positif dapat diperoleh setelah olahraga atau minum atau dapat
disebabkan oleh kelelahan atau sembelit. Orang yang sehat dapat
mengeluarkan sejumlah kecil urobilinogen. Urobilinogen urine menurun
dijumpai pada ikterik obstruktif, kanker pankreas, penyakit hati yang parah
(jumlah empedu yang dihasilkan hanya sedikit), penyakit inflamasi yang
parah, kolelitiasis, diare yang berat.
Pemeriksaan urobilinogen dalam urin berdasarkan reaksi antara
urobilinogen dengan reagen Ehrlich (paradimethylaminobenzaldehiyde serta
buffer asam). Intensitas warna yang terjadi dari jingga hingga merah tua,
dibaca dalam waktu 60 detik. Warna yang timbul sesuai dengan peningkatan
kadar urobilinogen dalam urin. Urin yang terlalu alkalis menunjukkan kadar
urobilinogen yang lebih tinggi, sedangkan urin yang terlalu asam
menunjukkan kadar urobilinogen yang lebih rendah dari seharusnya.
Dari hasil pemeriksaan urine pada pasien menunjukkan hasil yang
negative ( 0,20 ) kemungkinan fungsi sel hepar pada pasien tidak menurun,
nilai normalnya 0,20-1,00 dan jika pada hasil positif penurunan fungsi hepar
dijumpai pada kanker pancreas, penyakit hati yang parah.

7. Bilirubin : ( - )
Bilirubin adalah pigmen kuning yang berasal dari perombakan heme
dari hemoglobin dalam proses pemecahan eritrosit oleh sel retikuloendotel. Di
samping itu sekitar 20% bilirubin berasal dari perombakan zat-zat lain. Sel
retikuloendotel membuat bilirubin tidak larut dalam air; bilirubin yang
disekresikan dalam darah harus diikatkan kepada albumin untuk diangkut
dalam plasma menuju hati. Di dalam hati, hepatosit melepaskan ikatan itu dan
mengkonjugasinya dengan asam glukoronat sehingga bersifat larut air. Proses
konjugasi ini melibatkan enzim glukoroniltransferase.
Bilirubin terkonjugasi (bilirubin glukoronida atau hepatobilirubin)
masuk ke saluran empedu dan diekskresikan ke usus. Selanjutnya flora usus
akan mengubahnya menjadi urobilinogen dan dibuang melalui feses serta
sebagian kecil melalui urin. Bilirubin terkonjugasi bereaksi cepat dengan
asam sulfanilat yang terdiazotasi membentuk azobilirubin (reaksi van den
Bergh), karena itu sering dinamakan bilirubin direk atau bilirubin langsung.
Bilirubin tak terkonjugasi (hematobilirubin) yang merupakan bilirubin
bebas yang terikat albumin harus lebih dulu dicampur dengan alkohol, kafein
atau pelarut lain sebelum dapat bereaksi, karena itu dinamakan bilirubin
indirek atau bilirubin tidak langsung.
Hasil pemeriksaan bilirubin pada sampel urin pasien menunjukkan
hasil yang negatif. Jadi bila dalam urine ditemukan adanya peningkatan kadar
bilirubin yang berlebih, dapat diduga pasien tersebut menunjukkan adanya
gangguan pada hati (kerusakan sel hati) atau saluran empedu (batu atau
tumor).

KESIMPULAN
Berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium pada pasien

Anda mungkin juga menyukai