BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Umum
Peta adalah sebuah grafik atau gambar yang mewakili bagian di permukaan bumi
yang dilukis mengikuti skala. Gambar atau grafik permukaan bumi atau tanah tersebut
dihasilkan dari pengukuran.
Pemetaan dibagi berdasarkan dua cara/pandangan, yaitu :
Secara Teoritis
Seluruh data yang diperlukan didapat dari pengukuran di lapangan dengan luas
relative kecil
Secara Fotogrametis
Seluruh data diperoleh dari foto hasil pemotretan dari udara dengan luas relative
besar.
Perpetaan adalah bagian dari Ilmu Geodesi. Ilmu Geodesi merupakan suatu ilmu
yang mempelajari ukuran dan bentuk bumi dan menyajikannya dalam bentuk tertentu.
Perpetaan sendiri mempelajari cara pengukuran ruang yang diperlukan untuk menyatakan
kedudukan titik-titik di atas permukaan bumi. Oleh karena itu, data-data yang akan di
ambil nantinya merupakan data pengukuran yang diambil dari sudut-sudut mendatar dan
tegak untuk menentukan posisi titik diatas permukaan bumi. Keadaan yang ada di
lapangan akan digambarkan di kertas datar. Karena itu untuk mendapatkan hubungan
mendatar diperlukan sudut yang merupakan proyeksi mendatar. Sudut yang diperlukan
diukur dengan skala lingkaran mendatar.
Ilmu perpetaan sangat penting untuk kepentingan pekerjaan teknik sipil dan
perencanaan jalan,ilmu perpetaan mempunyai peranan penting yaitu pada pembersihan
lahan dan perencanaan pondasi. Hal ini berkaitan dengan kondisi lapangan yang
mempunyai kontur yang berbeda- beda sehingga perlu adanya pemetaan untuk membantu
proses perencanaan.
BAB II
DASAR TEORI
Theodolit 9
1 2
01
5
8
1 4
9
2 7
3
6
1
7
1
1
1
0
1
Gambar 2.1 Theodolit 4 1
1 5
3 1
6
1
2
8
Keterangan Gambar :
1. Visir Insert kanan
Untuk mengarahkan teropong agar masuk pada area jangkauan teropong. gambar
Waterpass
7 8 9
6 1
4 3
Keterangan Gambar :
1. Lensa Objektif
Berfungsi sebagai penangkap bayangan objek yang kemudian diteruskan menuju
lensa okuler.
2. Skala Piringan Horizontal
Berfungsi sebagai tempat pembacaan sudut pada waterpass, akan tetapi sudut yang
terbaca kurang teliti karena ketelitiannya hanya mencapai derajat.
3. Sekrup Penggerak Halus Horizontal
Berfungsi menggerakkan teropong secara halus kekiri dan kekanan.
4. Sekrup ABC
Berfungsi untuk menepatkan letak gelembung nivo agar sumbu horizontal
waterpass sejajar dengan garis arah nivo.
5. Nivo Kotak
Berfungsi sebagai patokan agar sumbu I ( vertikal ) tetap tegak lurus dengan bidang
horizontal.
6. Lensa Okuler
Berfungsi sebagai penangkap bayangan objek dari lensa objektif dan diteruskan ke
mata pembidik.
7. Sekrup Penjelas Benang Silang
Berfungsi sebagai penjelas bayangan benang silang pada teropong.
8. Visir
Untuk membidik secara kasar ke titik objek dalam hal ini rambu ukur yang
didirikan pada suatu titik.
9. Sekrup Penjelas Bayangan Objek
Berfungsi untuk memperjelas bayangan objek, dengan cara kerja mengubah jarak
fokus pada lensa.
Alat Bantu
Alat-alat bantu yang digunakan dalam praktikum ini antara lain :
1. Rol Meter
Bahan : Alat ini dibuat dari baja tipis, kain khusus atau fiber glass.
Panjang : 30 – 50 meter.
Fungsi : Berfungsi untuk mengukur jarak di lapangan secara langsung.
2. Bak Ukur
3. Unting – Unting
Bahan : Besi
Fungsi : Alat ini berfungsi untuk menentukan supaya alat tepat berada diatas suatu titik.
4. Paku Payung
Bahan : Besi
Fungsi : Digunakan untuk menentukan titik dalam pengukuran.
5. Payung
Fungsi : Untuk melindungi alat ukur terhadap penyinaran matahari secara langsung serta
melindungi alat dari hujan.
6. Tripod
7. Kompas
hB
hA
B
hAB
A
hAB = hA – hB
Rumus :
Di mana : hAB = beda tinggi antara A dan B
hA = pembacaan di bak A (belakang)
hB = pembacaan di bak B (muka)
Untuk memudahkan mengingat maka beda tinggi didapat dari pembacaan bak belakang
dikurangi pembacaan bak muka. Ada dua kemungkinan harga hAB :
1. Jika hA > hB maka hAB = positif (naik)
2. Jika hA < hB maka hAB = negatif (turun)
Jika dimisalkan elevasi A sudah tertentu, maka elevasi B didapat dari rumus sebagai berikut :
Untuk jarak yang cukup jauh, terdapat suatu penyimpangan sebesar W, yaitu :
2
S
W~
2R R = jari-jari bumi
W
Berbagai kemungkinan posisi alat
:
R
hAB = hA - hB
hB
h hB Keterangan :
hA
hA = pembacaan
hAB A hAB B
A
bak di A hB = pembacaan di bak B
Dirikan statif di atas titik yang dimaksud sehingga kaki statif membentuk
segitiga sama sisi.
Pasang instrumen dan kuncikan sekedarnya sehingga masih mudah digeser-
geser.
Pasang unting-unting kira-kira ½ cm di atas titik yang dimaksud.
Atur unting-unting dengan menggeser-geser instrumen di atas pelat level
hingga betul-betul centering, kemudian kencangkan pengunci instrumen.
Sejajarkan teropong dengan dua sekrup penyetel sb. 1 (sekrup A dan B) dan
ketengahkan gelembung nivo dengan memutar sekrup A,B dan C sekaligus
sehingga gelembung nivo tepat berada di tengah-tengah lingkaran nivo.
Putar teropong ke sembarang posisi, jika gelembung berubah-ubah, setel
kembali sekrup penyetel hingga gelembung ke tengah kembali.
Lakukan berulang-ulang hingga gelembung nivo tetap di tengah kemanapun
teropong diarahkan, maka sb. 1 vertikal instrumen telah siap dipakai.
2.2 Tahapan Pembuatan Peta
Dalam pelaksanaan pembuatan peta terdapat beberapa tahapan :
1. Menentukan lokasi dan patok sebagai titik-titik yang akan diukur ataupun tempat
alat.
2. Melakukan pengukuran :
a. Alat ditempatkan pada titik A untuk melakukan pengukuran sudut dan
pembacaan bak ukur pada titik lainnya.
b. Alat ditempatkan dititik B dan dilakukan pengukuran seperti diatas, demikian
seterusnya hingga seluruh titik telah terukur.
c. Mengukur jarak titik yang satu ketitik lainnya dengan rollmeter.
d. Melakukan pembacaan bak ukur terhadap lima titik bantu pada setiap titik
untuk menentukan kontur lokasi.
3. Pengolahan data untuk menentukan elevasi dan koordinat titik – titik yang telah
diukur.
4. Memplot data yang telah dihitung dalam bentuk peta beserta garis-garis konturnya.
Y
koordinat
Gambar 2.3 Penentuan
Xp = Xa + d ap Sin ap
U
A (Xa , Ya)
Yp = Ya + d ap Cos ap
ap
dap
P=?
X
S4
Sebelum dimulai dengan menghitung koordinat – koordinat titik polygon, maka lebih
dahulu harus diteliti pengukuran polygonnya. Karena untuk menentukan koordinat –
koordinat diperlukan sudut dan jarak, maka yang diukur pada polygon adalah jarak
tersebut. Diukur pada polygon semua sudut antar sisi polygon dan panjang semua sisi.
Kesalahan f dibagi rata pada sudut – sudut. Tetapi ada kalanya f tidak dapat dibagi
habis dengan banyaknya sudut. Maka koreksi sudut yang berlainan dengan koreksi yang
telah dibulatkan diberikan kepada sudut polygon yang mempunyai kaki – kaki sudut
terpendek, karena pengukuran sudut dengan kaki yang pendek kurang teliti disebabkan
oleh besarnya bayangan titik – titik ujung kaki yang pendek, sehingga mengarahkan garis
bidik ke titik tengah bayangan yang kelihatan itu menjadi sukar dan kurang tepat.
Kesalahan fx dan fy dibagi pada absis x dan ordinat y titik polygon dengan perbandingan
yang lurus dengan jarak – jarak.
U
P
S3
ap
S1
S0 S2
3 d4 4
1
d1 d2 d3
A
2
U U
P
ap
S1
3
S0 S2 bq
dn
d1
1 dA2 = titik awal
d3 polygon bq = sudut arah akhir polygon
B Q
A B = titik akhir polygon
2 S0 – n = sudut-sudut terukur
P = titik ikat polygon d1– n = panjang sisi polygon
na
Q = titik ikat akhir polygon ap =
Gb.2.6 Polygon Terikat Sempur sudut arah awal polygon
Keterangan:
ΣS : jumlah sudut
Σd : jumlah jarak
α : azimuth
f(s) : kesalahan sudut
f(x) : kesalahan koordinat X
f(y) : kesalahan koordinat Y
2. Syarat absis
3. Syarat ordinat
Cara Perhitungan :
a4 b4
a1 b1 b2
a2 a3 b3 B
3
1
A 2
pengukuran.
b. Panjang Seksi
Kemampuan mengukur satu hari (pergi dan pulang) yang terdiri dari bebrapa slag.
Untuk patok seksi diusahakan dalam keadaan permanen karena masih terus dibutuhkan
untuk pengukuran selanjutnya.
c. Panjang Satu Trayek
Adalah pengukuran dari satu titik tetap ke titik tetap lainnya.Beda tinggi A – B
dihitung pada masing-masing slag kemudian dijumlahkan, misalnya :
h1 = a1 – b1
h2 = a2 – b2
hn = an - bn
Jadi : hA-B = h = a - b
Dab
i
Tgb
B
TA
Rumus : Tgb = TA + i
TA = Tgb – a1
Keterangan :
Tgb = tinggi garis bidik ( antara pusat lensa dengan bidang referensi)
Th = tinggi titik profil
TA = tinggi A terhadap bidang referansi
i = tinggi alat
b. Alat
A ditempatkan di luar titik
Dab
i B
Rumus :
Tgb Ta = Tgb – a1
Tgb = TA + A1 Th = Tgb – i
TA
a4 b4
a1 b1 b2
a2 b3 B
a3
YULI SULISTYOWATI | 195060107111042
3
1
A
2
TUGAS BESAR PERPETAAN DAN SIG 0
b. Panjang Seksi
Kemampuan mengukur satu hari (pergi dan pulang) yang terdiri dari bebrapa slag. Untuk
patok seksi diusahakan dalam keadaan permanen karena masih terus dibutuhkan untuk
pengukuran selanjutnya.
c. Panjang Satu Trayek
Adalah pengukuran dari satu titik tetap ke titik tetap lainnya.Beda tinggi A – B dihitung
pada masing-masing slag kemudian dijumlahkan, misalnya :
h1 = a1 – b1
h2 = a2 – b2
hn = an - bn
Jadi : hA-B = h = a - b
2. Waterpass Melintang (PROFIL)
Profil ini dapat dibedakan menjadi :
Profil Memanjang
Untuk menggambarkan jalur-jalur yang panjang.
Contoh : jalur irigasi, jalur jalan raya saluran transmisi
Profil Melintang
Adalah profil yang tegak lurus atau hampir tegak lurus dengan profil memanjang.
Dalam penggambaran umumnya skala profil melintang lebih besar daripada skala
profil memanjang, misalnya :
H = 1 : 5.000, V = 1 : 50
Tujuan dari pengukuran waterpass profil ini adalah :
- menentukan sumbu dan ketinggian dari rencana pekerjaan yang hendak dibangun
- menentukan pemindahan tanah
- menentukan lebar jalur tanah yang hendak dibeli
Untuk menentukan elevasi titik profil dilakukan dengan metode penentuan tinggi dengan
tinggi garis bidik, yang meliputi :
a. Alat ditempatkan di atas titik
Dab
i
Tgb
B
TA
Rumus : Tgb = TA + i
TA = Tgb – a1
Keterangan :
Tgb = tinggi garis bidik ( antara pusat lensa dengan bidang referensi)
Th = tinggi titik profil
TA = tinggi A terhadap bidang referansi
A YULI SULISTYOWATI | 195060107111042
2
TUGAS BESAR PERPETAAN DAN SIG 1
i = tinggi alat
b. Alat ditempatkan di luar titik
Dab
i B
Tgb
Rumus : TATa = Tgb – a1
Tgb = TA + A1 Th = Tgb – i
A
lain
1. Metode Langsung.
Ketinggian yang diinginkan langsung ditentukan di lapangan dengan bantuan
alat waterpass, jarak yang ditentukan dengan jarak optis yaitu (Ba-Bb) x 100. Garis
kontur didapat dengan menghubungkan titik-titik yang bersangkutan.
1. Potongan Memanjang
Untuk menggambarkan jalur-jalur yang panjang.
Contoh : jalur irigasi, jalur jalan raya saluran transmisi
2. Potongan Melintang
Adalah profil yang tegak lurus atau hampir tegak lurus dengan profil memanjang.
Dalam penggambaran umumnya skala profil melintang lebih besar daripada skala profil
memanjang, misalnya : H = 1 : 5.000, V = 1 : 50
Tujuan dari pengukuran waterpass profil ini adalah :
- menentukan sumbu dan ketinggian dari rencana pekerjaan yang hendak dibangun.
- menentukan pemindahan tanah.
- menentukan lebar jalur tanah yang hendak dibeli.
2.8 Perhitungan Luas dan Volume pada Galian dan Timbunan
Pada dasarnya menghitung volume adalah menghitung isi dari bagian tanah yang
dibatasi oleh penampang-penampang melintang. Ada tiga cara menghitung volume tubuh
tanah, yaitu:
a. Perhitungan Volume dengan Penampang Melintang.
C a+b
L= C
2
a
b
h1 C h2
a
8
Contoh perhitungan :
Diket :
X1 = 4 X3 = 8
X2 = 10 X4 = 5
Ditanya : A ?
Jawab:
X 1 +X 2 X +X
( Y 2−Y 1 ) +. .. .. .+ n−1 n−1 ( Y n+1−Y n−1 )
A= 2 2
YULI SULISTYOWATI | 195060107111042
2
TUGAS BESAR PERPETAAN DAN SIG 6
b. Limas
- Segiempat - Segitiga
Volume Prosmoida
Rumus : L
Vp= ( A 1 +A 2 +4 M )
Keterangan : 6
Vp = volume prosmoida
L = panjang prosmoida (jarak tegak lurus antar bidang penampang)
A1,A2 = Luas masing-masing bidang
M = Luas penampang tengah yang terletak diantara kedua penampang.
Untuk mencari M (rumus penampang-penampang ujung) :
L ( a1 + a2 )
Va=
2
Antara Vp dan Va terjadi perbedaan yang disebut Koreksi Prismoida (kv), yaitu:
kv=Vp−Va
L
kv= ( d −d 2 )( X 1− X 2 )
12 1
b. Perhitungan Volume dengan Waterpassing dan Penggalian.
Langkah-langkah perhitungan volume dengan waterpassing adalah :
1. Menentukan lokasi.
2. Membagi lokasi menjadi bagian yang lebih kecil.
Lokasi atau daerah akan ditentukan oleh besarnya pemindahan tanahnya dilakukan dengan
:
1. Membagi daerah dalam bentuk segi tiga atau segi empat, disesuaikan dengan bentuk
daerahnya.
2. Mengukur elevasi tiap-tiap potong, sebagai elevasi muka tanah.
3. Membuat patok-patok m referensi yang tidak terganggu selama pekerjaan penggalian.
4. Setelah penggalian selesai, membuat lagi patok-patok dalam susunan yang sama dengan
patok-patok semula.
5. Menghitung volume dengan prinsip :
Contoh :
Pias 1
A = L x L1
Beda tinggi elevasi muka tanah dengan kedalaman galian :
h1 , h2 , h3 , h4
h1 +h 2 +h3 + h4
Harga rata-rata kedalaman = 4
Jika A prisma semua sama, maka :
2 ∑ h1 +2 ∑ h 2 +3 ∑ h3 +4 ∑ h4
V=A. ( 4 )
Keterangan :
h1 = kedalaman yang mewakili 1 pias.
h2 = kedalaman yang mewakili 2 pias.
h3 = kedalaman yang mewakili 3 pias.
h4 = kedalaman yang mewakili 4 pias.
Keterangan :
V = volume
A = Luas yang dibatasi oleh garis kontur (diukur dengan alat planimeter)
h = Interval kontur
Ketelitian luas penampang tergantung dari :
1. Ketelitian pembuatan peta.
2. Ketelitian pembuatan luas dengan planometer, bergantung pada:
a. Tidak tepat berhimpitan titik mula dengan akhir sewaktu planimeter berputar
keliling.
b. Ketidaktelitian membaca tromel.
c. Tidak teraturnya perputaran tromel.
d. Ketidaktelitian dalam mengikuti batas dari persil (kesalahan putaran keliling).
BAB III
PELAKSANAAN PRAKTIKUM
3.1 Persiapan Alat yang akan Digunakan untuk Pengukuran
Sebagaimana disebutkan diatas, alat-alat yang dipakai dalam praktikum ini terdiri atas dua bagian,
yaitu :
a. Alat Utama, dalam hal ini adalah Theodolith dan Waterpass.
b. Alat Bantu, terdiri dari payung, roll meter, unting-unting, tripod, paku payung, bak ukur dan
kompas.
Untuk memulai praktikum, pertama-tama kami menyiapkan Theodolit terlebih dahulu agar siap
digunakan.