FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO 2018 LAPORAN ANALISA SINTESA TINDAKAN KEPERAWATAN DI INSTALASI GAWAT DARURAT RS TUGUREJO SEMARANG
Inisial pasien : Tn. S
Usia : 59 th Tanggal masuk : 1 Oktober 2018
1. Diagnosa keperawatan dan dasar pemikiran
a. Diagnosa Keperawatan DO: klien terlihat sesak dan terus memegangi dada, mengeluarkan keringat dingin di seluruh wajah dan kesulitan menjawab pertanyaan. -GCS : 15 compos mentis -TD : 118/92 mmHg -HR: 98x/menit -Suhu : 36 0C -RR: 28x/menit -SpO2: tidak dikaji DS: klien mengatakan sesak napas dan batuk, tetapi dahak susah dikeluarkan. Klien mengatakan memiliki riwayat penyakit paru sejak 5 tahun yang lalu dan sering kambuh setidaknya satu minggu sekali jika klien sedang kelelahan. Klien mengatakan dulu prenah menjadi perokok aktif. Diagnosa keperawatan : ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan mukus berlebihan terkait PPOK. b. Dasar Pemikiran Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK) adalah penyakit yang ditandai dengan gejala pernapasan dan keterbatasan aliran udara yang terus menerus, disebabkan oleh abnormalitas saluran napas atau kelainan alveolar dan biasanya kambuh akibat paparan gas atau partikel berbahaya. Gejala paling umum dari penyakit ini adalah batuk, sesak napas, dan/atau produksi sputum (Agusti et al, 2017). Beberapa kondisi yang dapat menjadi faktor risiko bagi PPOK adalah riwayat merokok (aktif, pasif, bekas perokok), riwayat terpajan polusi udara di lingkungan atau tempat kerja, hiperaktivitas bronkus, riwayat infeksi saluran napas bawah berulang dan defisiensi antitripsin alfa -1, namun sangat jarang dijumpai di Indonesia (Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2003). Faktor risiko utama dari PPOK adalah merokok. Komponen-komponen asap rokok merangsang perubahan pada sel-sel penghasil mukus bronkus. Selain itu, silia yang melapisi bronkus mengalami kelumpuhan atau disfungsional serta metaplasia. Perubahan pada sel-sel penghasil mukus dan silia ini mengganggu sistem eskalator mukosiliaris dan menyebabkan penumpukan mukus kental dalam jumlah besar dan sulit dikeluarkan dari saluran napas. Mukus berfungsi sebagai tempat persemaian mikroorganisme penyebab infeksi dan menjadi sangat purulen. Proses ventilasi terutama ekspirasi terhambat. Timbul hiperkapnia akibat dari ekspirasi yang memanjang dan sulit dilakukan akibat mukus yang kental dan adanya peradangan (Jackson, 2014). Jumlah mukus berlebihan dan sulit dikeluarkan oleh penderita PPOK menyebabkan terjadinya hambatan pada jalan napas, sehingga memenuhi kriteria diagnosa keperawatan ketidakefektifan bersihan jalan napas, yaitu ketidakmampuan membersihkan sekresi atau obstruksi dari saluran napas untuk mempertahankan jalan napas (NANDA-1, 2018). 2. Tindakan keperawatan yang dilakukan Tindakan keperawatan yang dilakukan untuk menangani masalah ketidakefektifan bersihan napas berhubungan dengan mukus berlebihan terkait PPOK adalah pemberian terapi nebuliser. 3. Prinsip-prinsip tindakan Tindakan pemberian nebuliser dilakukan dengan prinsip berikut (Lencana, 2015): a. Tindakan prinsip bersih b. Obat yang digunakan sesuai indikasi dan mempertimbangkan kontraindikasi serta efek samping. c. Obat dihirup hingga habis, selanjutnya respon klien dievaluasi. Prosedur terapi nebuliser antara lain: a. Tahap persiapan Persiapan alat (nebuliser, obat bronkodilator, masker oksigen, akuades, tisu) Menjaga privasi klien Menjelaskan tujuan dan prosedur pada klien Meminta persetujuan klien b. Tahap pelaksanaan Mencuci tangan dan memakai handscoon Mengatur posisi klien semi fowler/duduk Mengisi nebuliser dengan akuades sesuai takaran Memasukkan obat pada tabung masker sesuai dosis Memasang masker pada klien Menghidupkan mesin nebuliser Meminta klien menghirup obat sampai habis Mematikan mesin nebuliser Membersihkan mulut dan hidung klien dengan tisu Bereskan alat Lepas handscoon dan cuci tangan c. Tahap terminasi Evaluasi perasaan klien Dokumentasikan prosedur dan hasil 4. Analisa tindakan keperawatan Terapi nebuliser merupakan tindakan kolaboratif dan merupakan bagian dari rencana intervensi untuk menangani masalah keperawatan ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan produksi mukus berlebihan pada klien. Perawat sudah terlebih dahulu mengkaji penyebab dipsnea yang dialami Tn. S. Terapi nebuliser bertujuan untuk mengencerkan mukus/dahak klien yang tidak dapat dikeluarkan sehingga menghalangi jalan napas klien. Perawat, sesuai saran dari dokter penanggung jawab klien, memberikan obat- obat khusus untuk menangani gangguan pernapasan, yaitu combivent dan pulmicort yang diberikan melalui inhalasi. Sambil menunggu obat disiapkan, perawat memberikan terapi oksigenasi 3 liter menggunakan nasal kanul untuk meringankan dipsnea klien serta mengatur posisi klien menjadi semi fowler untuk meningkatkan ventilasi. Ketika obat siap, perawat segera melakukan nebuliser pada klien dan meminta klien menghirup obat hingga habis. Jika obat telah habis, perawat akan mengevaluasi status pernapasan dan respon klien. 5. Bahaya yang dapat terjadi Pemberian terapi nebuliser yang tidak tepat atau tidak adekuat dapat menimbulkan beberapa komplikasi, antara lain (Djaharuddin et al, 2015 dan Nottingham University Hospital, 2018): a. Henti napas b. Spasme bronkus atau iritasi saluran napas c. Akibat efek obat yang digunakan seperti salbutamol (short acting beta-2 agonist) dosis tinggi akan menyebabkan gangguan pada sistim sekunder penyerapan obat. Hipokalemi dan disritmia dapat ditemukan pada pasien dengan kelebihan dosis. d. Infeksi e. Ketidaknyamanan pasien f. Penurunan saturasi oksigen secara mendadak 6. Hasil yang didapat dan maknanya S: Klien mengatakan sudah tidak terlalu sesak, tetapi masih batuk. O: Klien masih mengenakan masker, napas sudah lebih teratur, RR: 22x/menit, CRT <2 detik, tidak terdapat bunyi napas tambahan, klien tidak batuk ketika dievaluasi. A: Masalah ketidakefektifan bersihan jalan napas teratasi. P: Lanjutkan pemberian nebuliser sampai obat habis dan klien tidak lagi sesak. 7. Tindakan keperawatan lain yang dapat dilakukan untuk mengatasi diagnosa keperawatan di atas (mandiri & kolaboratif) Beberapa tindakan keperawatan yang dapat dilakukan untuk menangani masalah keperawatan ini, antara lain: a. Positioning Posisikan klien semi fowler/duduk untuk memaksimalkan ventilasi. b. Oxygen therapy Pertahankan kepatenan jalan napas. Berikan terapi oksigen dengan nasal kanul/masker sesuai kebutuhan. Pantau aliran oksigen secara berkala. Pantau adanya reaksi hipoventilasi, atau komplikasi lainnya. c. Airway management Mengajarkan klien cara batuk efektif. Mengajarkan klien cara menggunakan inhaler. Melakukan fisioterapi dada. Lakukan suction bila perlu. Ajarkan klien cara menggunakan inhaler bila pelu. Berikan terapi nebuliser bila perlu. Pantau status pernapasan dan oksigenasi pasien. d. Melakukan pemeriksaan penunjang dan pemeriksaan laboratorium. e. Memberikan terapi medikasi. f. Menyarankan klien untuk kontrol ke dokter spesialis paru. 8. Evaluasi diri Dalam memberikan terapi nebuliser, mulai dari persiapan alat hingga pemberian ke klien hendaknya perawat melakukan cuci tangan terlebih dahulu dan memakai handscoon. Sebelum memberikan obat, sebaiknya masker oksigen dan tabung tempat obat dibersihkan dengan menggunakan kapas alkohol. Perawat harus memastikan klien memahami cara menghirup nebuliser. Suara napas, frekuensi napas, saturasi oksigen dan status respirasi hendaknya dikaji sebelum dan sesudah pemberian terapi untuk mengetahui efektifitas terapi. Perawat harus selalu memantau perubahan respon klien terhadap terapi untuk menghindari terjadinya komplikasi. 9. Kepustakaan a. Agusti, Alvar, Marc Decramer, Bartolome R. Celli et al. (2017). Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease. b. Bulechek, Gloria M, Howard K. Butcher, Joanne M. Dochterman, Cheryl M. Wagner. (2013). Nursing Interventions Classification (NIC). Elsevier. c. Djaharuddin, Irawaty, Nur Ahmad Tabri, M. Harun Iskandar et al. (2015). Keterampilan Klinis Terapi Inhalasi. d. Herdman, T. Heather & Shigemi Kamitsuru. (2018). NANDA-1 Diagnosis Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi 2018-2010. Jakarta : EGC. e. Jackson, D. (2014). Keperawatan Medikal Bedah edisi 1. Yogyakarta : Rapha Publishing. f. Lencana, Putra Satya. (2015). Laporan Analisa Sintesa Tindakan Keperawatan Pemberian Nebulizer di Ruang Instalasi Gawat Darurat RSUD Ambarawa. g. Nottingham University Hospital. (2018). Hypertonic Saline 7% and Administration (adults). h. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. (2003). Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK): Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan di Indonesia.