Anda di halaman 1dari 23

TAXATION 2

By ;
Rico Stevanus
B1034171012

MINISTRY OF RESEARCH, TECHNOLOGY, AND HIGHER EDUCATION


UNIVERSITAS TANJUNGPURA
FACULTY OF ECONOMY AND BUSINESS
INTERNATIONAL CLASS
2020
PAJAK KELUARAN

Pajak (PPN) Keluaran merupakan PPN terutang yang wajib dipunggut oleh
Pengusaha Kena Pajak (PKP) yang melakukan Barang Kena Pajak (BKP),
penyerahan Jasa Kena Pajak (JKP), atau ekspor Barang Kena Pajak (BKP).

Rumus menghitung Pajak Keluaran :


Pajak Keluaran = Tarif × Dasar Pengenaan Pajak (DPP)

Tarif Pajak Keluaran adalah sebesar 10% (sepuluh persen) untuk penyerahan
Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean oleh Pengusaha
Kena Pajak. Tarif 0% (nol persen) untuk ekspor Barang Kena Pajak berwujud
atau tidak berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak.
Dasar Pengenaan Pajak (DPP) dapat berupa harga jual, penggantian, atau nilai
ekspor. Sebelum dikalikan dengan tarif, DPP merupakan harga/nilai yang tidak
termasuk PPN.

Contoh 1
Pengusaha Kena Pajak A menjual Barang Kena Pajak kepada pelanggan Z dengan
harga jual sebesar Rp 25.0000.000.
PPN yang terutang = 10% × Rp 25.000.000 = Rp 2.500.000
PPN sebesar Rp 2.500.000 tersebut merupakan Pajak Keluaran yang
dipungut oleh pengusaha kena pajak A.

Contoh 2
Pengusaha Kena Pajak B melakukan penyerahan Jasa Kena Pajak dengan
memperoleh penggantian sebesar Rp 20.000.000.
PPN yang terutang = 10% × Rp 20.000.000 = Rp 2.000.000
PPN sebesar Rp 2.000.000 tersebut merupakan Pajak Keluaran yang
dipunggut oleh pengusaha kena pajak B.
Contoh 3
Seseorang mengimpor Barang Kena Pajak dari luar Daerah Pabean dengan nilai
impor sebesar Rp 30.000.000.
PPN yang dipungut oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai
= 10% × Rp 30.000.000 = Rp 3.000.000
PPN sebesar Rp 3.000.000 tersebut merupakan Pajak Masukan yang dapat
dikreditkan pada pajak keluaran apabila memenuhi ketentuan yang
berlaku.

Contoh 4
Pengusaha Kena Pajak C melakukan ekspor Barang Kena Pajak dengan nilai
ekspor sebesar Rp 15.000.000.
PPN yang terutang = 0% × Rp 15.000.000 = Rp 0
PPN sebesar Rp 0 merupakan pajak keluaran bagi pengusaha kena pajak
C.

Contoh 5
Pengusaha Kena Pajak D menggunakan Barang Kena Pajak untuk keperluan
perusahaan sendiri dengan harga jual sebesar Rp 25.000.000. Harga tersebut
termasuk laba sebesar Rp3.000.000.
PPN yang terutang = 10% × (Rp25.000.000 – Rp3.000.000) =
Rp2.200.000
PPN Rp2.200.000 merupakan pajak keluaran bagi pengusaha kena pajak
D.

Contoh 6
Pengusaha Kena Pajak E menyerahkan Barang Kena Pajak senilai Rp 9.600.000
untuk kegiatan promosi. Nilai penyerahan tersebut termasuk laba kotor sebesar 20
persen. Kegiatan ini termasuk pemberian cuma-cuma.
PPN yang terutang atas penyerahan tersebut adalah:
Harga jual Rp 9.600.000
Laba kotor = 20/120 × Rp 9.600.000 Rp 1.600.000 (–)
Dasar Pengenaan Pajak Rp 8.000.000

PPN yang terutang = 10% × Rp 8.000.000 = Rp 800.000


PPN sebesar Rp 800.000 merupakan pajak keluaran bagi PKP E.
Dalam SPT Masa PPN, Pajak Keluaran dikelompokkan sebagai berikut:
1. Pajak Keluaran atas ekspor (sebesar 0% dari nilai ekspor)
2. Pajak Keluaran atas penyerahan yang PPN-nya harus dipunggut sendiri
3. Pajak Keluaran atas penyerahan yang PPN-nya dipunggut oleh pemungut PPN
4. Pajak Keluaran atas penyerahan yang PPN-nya tidak dipunggut
5. Pajak Keluaran atas penyerahan yang dibebaskan dari pengenaan PPN
Dari jumlah kelima kelompok Pajak Keluaran tersebut yang digunakan sebagai
dasar penghitungan PPN kurang (lebih) disetor oleh Pengusaha Kena Pajak yang
mengisi SPT Masa PPN adalah pajak keluaran atas penyerahan yang PPN-nya
harus dipunggut sendiri oleh Pengusaha Kena Pajak yang bersangkutan.
Pengelompokan nomor 2 sampai dengan nomor 5 merupakan pajak atas
penyerahan dalam negeri, yang dibedakan menjadi:
1. Penyerahan dalam negeri dengan faktur pajak yang tidak digunggung.
2. Penyerahan dalam negeri dengan faktur pajak yang digunggung. Penyerahan
ini merupakan penyerahan dengan faktur pajak yang tidak diisi dengan
identitas pembeli serta nama dan tanda tangan pembeli.
Pajak Keluaran yang disertai Faktur Pajak dilaporkan dalam SPT Masa PPN pada
Formulir 1111 A1 dan Formulir 1111 A2. Pajak Keluaran atas penyerahan ke luar
Daerah Pabean (ekspor) Barang Kena Pajak berwujud, Barang Kena Pajak tidak
berwujud dan atau Jasa Kena Pajak dilaporkan dalam Formulir 1111 A1. Pajak
Keluaran atas Penyerahan Dalam Negeri dilaporkan dalam Formulir 1111 A2.

PAJAK MASUKAN

Pajak (PPN) Masukan adalah PPN yang dibayar oleh Pengusaha Kena Pajak
(PKP) karena impor Barang Kena Pajak (BKP) atau penerimaan Jasa Kena Pajak
(JKP) atau pemanfaatan Barang Kena Pajak (BKP) tidak berwujud dari luar
Daerah Pabean atau pemanfaatan JKP dari luar Daerah Pabean.

Rumus Menghitung Pajak Masukan :


Pajak Masukan = Tarif × Dasar Pengenaan Pajak (DPP)

Tarif Pajak Masukan adalah sebesar 10% (sepuluh persen).


Dasar Pengenaan Pajak dapat berupa nilai impor, harga beli (sama dengan harga
jual bagi penjual), nilai penggantian, atau nilai lain.

Contoh :
Pengusaha Kena Pajak F melakukan penyerahan Barang Kena Pajak kepada
Pengusaha Kena Pajak G dengan harga jual Rp 190.000.000.
Pajak Keluarn bagi PKP F = 10% × Rp 190.000.000 = Rp 19.000.000
Pajak Masukan bagi PKP G = 10% × Rp 190.000.000 = Rp 19.000.000
PPN sebesar Rp 19.000.000 merupakan Pajak Masukan bagi pembeli
(PKP G) dan Pajak Keluaran bagi penjual (PKP F).

Dalam suatu masa pajak, Pajak Masukan dikreditkan dengan Pajak Keluaran.
Pajak Masukan dapat dikreditkan dari Pajak Keluaran apabila memenuhi syarat
sebagai berikut:
a. Pajak Masukan berkaitan langsung dengan kegiatan usaha
b. Pajak Masukan atas BKP dan/atau JKP dimanfaatkan untuk penyerahan yang
bersifat terutang PPN
c. Pajak Masukan disertai dengan Faktur Pajak yang sah
d. Pajak Masukan yang dapat dikreditkan tetapi belum dikreditkan dengan Pajak
Keluaran pada Masa Pajak yang sama, dapat dikreditkan pada Masa Pajak
berikutnya paling lama tiga bulan setelah berakhirnya Masa Pajak yang
bersangkutan sepanjang belum dibebankan sebagai biaya dan belum dilakukan
pemeriksaan.
Namun, Pajak Masukan dimungkinkan tidak dapat dikreditkan dari Pajak
Keluaran. Pajak Masukan tidak dapat dikreditkan dari Pajak Keluaran apabila
berasal dari:
a. perolehan BKP atau JKP sebelum pengusaha dikukuhkan sebagai PKP
b. perolehan BKP atau JKP yang tidak mempunyai hubungan langsung dengan
kegiatan usaha
c. perolehan dan pemeliharaan kendaraan bermotor berupa sedan dan station
wagon kecuali merupakan barang dagangan atau disewakan
d. pemanfaatan BKP tidak berwujud atau pemanfaatan JKP dari luar Daerah
Pabean sebelum pengusaha dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak
e. perolehan BKP atau JKP yang faktur pajaknya tidak memenuhi ketentuan atau
tidak mencantumkan nama, alamat, dan NPWP pembeli BKP atau penerima
JKP
f. pemanfaatan BKP tidak berwujud atau pemanfaatan JKP dari luar Daerah
Pabean yang faktur pajaknya tidak memenuhi ketentuan
g. perolehan BKP atau JKP yang Pajak Masukannya ditagih dengan penerbitan
ketetapan pajak
h. perolehan BKP atau JKP yang Pajak Masukannya tidak dilaporkan dalam SPT
Masa PPN, yang ditemukan pada waktu pemeriksaan
i. perolehan BKP selain barang modal atau JKP sebelum PKP berproduksi
j. Pajak Masukan yang dibayar untuk perolehan BKP/JKP, impor BKP, dan/atau
pemanfaatan BKP tidak berwujud/JKP dari luar Daerah Pabean yang atas
penyerahannya dibebaskan dari pengenaan PPN
k. Pajak Masukan yang dibayar untuk perolehan BKP dan/atau JKP atas kegiatan
membangun sendiri yang tidak dilakukan dalam lingkungan perusahaan atau
pekerjaan
l. Pajak Masukan yang dibayar oleh PKP yang melakukan penyerahan jasa
pengiriman paket dan jasa biro perjalanan atau jasa biro wisata, karena dalam
nilai lain sudah diperhitungkan Pajak Masukan atas perolehan BKP dan/atau
JKP dalam rangka usaha tersebut

Pajak Masukan dalam SPT Masa PPN


Pajak Masukan dilaporkan dalam SPT Masa PPN pada Formulir 1111 B1,
Formulir 1111 B2, dan Formulir 1111 B3. Pajak Masukan yang dikreditkan atas
impor BKP dan pemanfaatan BKP tidak berwujud/JKP dari luar Daerah Pabean
dilaporkan dalam Formulir 1111 B1. Pajak Masukan yang dapat dikreditkan atas
perolehan BKP/JKP Dalam Negeri dilaporkan dalam Formulir 1111 B2, dan Pajak
Masukan yang tidak dapat dikreditkan atau yang mendapat fasilitas dilaporkan
dalam Formulir 1111 B3.

Pengkreditkan Pajak Masukan bagi PKP yang Melakukan Penyerahan Terutang


Pajak dan Penyerahan Tidak Terutang Pajak.
Pajak Masukan dapat dikreditkan apabila memenuhi syarat sebagaimana
dijelaskan sebelumnya. Dalam hal-hal tertentu pajak masukan dapat dikreditkan
sebagian, dikreditkan seluruhnya, atau tidak dapat dikreditkan.
1. Apabila dalam suatu Masa Pajak, PKP selain melakukan penyerahan yang
terutang pajak juga melakukan penyerahan yang tidak terutang pajak,
sepanjang bagian penyerahan yang terutang pajak dapat diketahui dengan pasti
dari pembukuannya, jumlah Pajak Masukan yang dapat dikreditkan adalah
Pajak Masukan yang berkenaan dengan penyerahan yang terutang pajak.
2. Apabila dalam suatu Masa Pajak, PKP selain melakukan penyerahan yang
terutang pajak juga melakukan penyerahan yang tidak terutang pajak,
sedangkan Pajak Masukan untuk penyerahan yang terutang pajak tidak
diketahui dengan pasti, jumlah Pajak Masukan yang dapat dikreditkan untuk
penyerahan yang terutang pajak dihitung dengan menggunakan pedoman yang
diatur dalam (PMK Nomor 135/ PMK,011/2014). Pengusaha Kena Pajak yang
melakukan penyerahan yang terutang pajak dan penyerahan yang tidak
terutang pajak antara lain:
a. PKP yang melakukan dan/atau memanfaatkan kegiatan usaha terpadu
(integrated), misalnya PKP yang menghasilkan jagung (jagung bukan
merupakan BKP) juga mempunyai pabrik minyak jagung (minyak jagung
merupakan BKP). Sebagian jagung yang dihasilkan dijual kepada pihak
lain dan sebagian lainnya diolah menjadi minyak jagung.
b. PKP yang melakukan usaha jasa yang atas penyerahannya terutang dan
tidak terutang PPN, misalnya PKP yang bergerak di bidang perhotelan, di
samping melakukan usaha jasa bidang perhotelan juga melakukan
penyerahan jasa persewaan ruangan untuk tempat usaha.
c. PKP yang melakukan penyerahan barang dan jasa yang atas
penyerahannya terutang dan yang tidak terutang PPN, misalnya PKP yang
kegiatan usahanya menghasilkan atau menyerahkan BKP berupa roti juga
melakukan kegiatan di bidang jasa angkutan umum yang merupakan jasa
yang tidak dikenakan PPN.
d. PKP yang menghasilkan BKP yang terutang PPN dan yang dibebaskan
dari pengenaan PPN, misalnya pengusaha pembangunan perumahan yang
melakukan penyerahan berupa rumah mewah yang terutang PPN dan
rumah sangat sederhana yang dibebaskan dari pengenaan PPN.
Perlakukan pengkreditan Pajak Masukan untuk Pengusaha kena pajak
sebagaimana pada 2a, b, e dan d di atas adalah:
a. Pajak Masukan dapat dikreditkan seluruhnya, apabila Pajak Masukan
berasal dari perolehan BKP dan/atau JKP yang nyata-nyata hanya
digunakan untuk kegiatan yang terkait dengan penyerahan yang terutang
PPN, contohnya:
1) Pajak Masukan untuk perolehan mesin-mesin yang digunakan untuk
memproduksi minyak jagung
2) Pajak Masukan untuk perolehan alat-alat perkantoran yang hanya
digunakan untuk kegiatan penyerahan jasa persewaan kantor
b. Pajak Masukan tidak dapat dikreditkan seluruhnya, apabila Pajak Masukan
berasal dari perolehan BKP dan/atau JKP yang nyata-nyata hanya
digunakan untuk kegiatan yang terkait dengan penyerahan yang tidak
terutang PPN atau mendapatkan fasilitas dibebaskan dari pengenaan PPN,
contohnya:
1) Pajak Masukan untuk pembelian truk yang digunakan untuk jasa
angkutan umum, karena jasa angkutan umum bukan JKP. Atas
penyerahan jasa angkutan umum tidak terutang pajak.
2) Pajak Masukan untuk pembelian bukan bahan baku yang digunakan
untuk membangun rumah sangat sederhana karena atas penyerahan
rumah sangat sederhana dibebaskan dari pengenaan PPN.
c. Pajak Masukan dihitung kembali menggunakan pedoman pengkreditan
Pajak Masukan, apabila Pajak Masukan atas perolehan BKP dan/atau JKP
belum dapat dipastikan penggunaannya apakah untuk penyerahan yang
terutang pajak dan penyerahan yang tidak terutang pajak, contohnya:
1) Pajak Masukan untuk perolehan truk yang digunakan baik untuk
perkebunan jagung maupun untuk pabrik minyak jagung, yang
sebagian jagung tersebut dijual kepada pihak lain dan tidak diolah
sendiri oleh pemilik kebun jagung menjadi minyak jagung
2) Pajak Masukan untuk perolehan komputer yang digunakan baik untuk
kegiatan penyerahan jasa perhotelan maupun untuk kegiatan
penyerahan jasa persewaan kantor.

Contoh 1
PKP H adalah perusahaan integrated (terpadu) yang bergerak di bidang
perkebunan jagung dan pabrik minyak jagung. Sebagian jagung yang
dihasilkannya diolah lebih lanjut menjadi minyak jagung dan sebagian lainnya
dijual kepada pihak lain.
1) Pada April 2014, PKP H membeli truk yang digunakan baik untuk perkebunan
jagung maupun untuk pabrik minyak jagung dengan harga perolehan sebesar
Rp 200.000.000 dengan PPN Rp 20.000.000. Berdasarkan data yang dimiliki,
diperkirakan persentase rata-rata jumlah penyerahan minyak jagung terhadap
penyerahan seluruhnya adalah 70%. sedangkan 30% merupakan penyerahan
jagung kepada pihak lain.
Berdasarkan data tersebut maka Pajak Masukan yang dapat dikreditkan dalam
SPT Masa PPN Masa Pajak April 2014 sebesar:
Rp 20.000.000 × 70% = Rp 14.000.000
2) Selanjutnya diketahui bahwa total peredaran usaha selama tahun buku 2014
adalah Rp100.000.000.000, yang berasal dari penjualan jagung kepada pihak
lain sebesar Rp40.000.000.000 dan penjualan minyak jagung sebesar Rp
60.000.000.000. Masa manfaat truk sebenarnya adalah 5 (lima) tahun, tetapi
untuk tujuan penghitungan Pajak Masukan berdasarkan Peraturan Menteri ini
ditetapkan 4 (empat) tahun.
Penghitungan kembali Pajak Masukan atas perolehan truk yang dapat
dikreditkan selama tahun buku 2014 yang dilakukan pada Masa Pajak Maret
2015 adalah:
Rp 60.000 .000 .000 Rp20.000 .000
× =Rp 3.000 .000
Rp 100.000 .000 .000 4
Alokasi Pajak Masukan atas perolehan truk untuk tiap tahun buku sesuai masa
manfaat truk tersebut adalah:
Rp 14.000 .000
=Rp3.500 .000
4
Pajak Masukan yang harus diperhitungkan kembali dengan mengurangi Pajak
Masukan untuk Masa Pajak Maret 2015 adalah sebesar:
Rp 3.500.000 – Rp 3.000.000 = Rp 500.000
Jumlah ini dimasukkan dalam SPT Masa PPN (formulir 1111 AB) angka
III.B.3. Penghitungan kembali Pajak Masukan seperti perhitungan di atas
dilakukan setiap tahun sampai dengan masa manfaat truk berakhir.

Contoh 2
Kelanjutan dari Contoh 1, diketahui bahwa total peredaran usaha selama tahun
buku 2015 adalah Rp100.000.000.000, yang berasal dari penjualan jagung sebesar
Rp10.000.000.000 dan penjualan minyak jagung sebesar Rp90.000.000.000.
Penghitungan kembali Pajak Masukan atas perolehan truk yang dapat dikreditkan
selama tahun buku 2015 yang dilakukan pada Masa Pajak Maret 2016 adalah:
Rp 90.000 .000 .000 Rp20.000 .000
× =Rp 4.500 .000
Rp 100.000 .000 .000 4
Alokasi Pajak Masukan atas perolehan truk untuk tiap tahun buku sesuai masa
manfaat truk tersebut adalah:
Rp 14.000 .000
=Rp3.500 .000
4
Jadi, Pajak Masukan yang harus diperhitungkan kembali dengan menambah Pajak
Masukan untuk Masa Pajak Maret 2016 adalah sebesar:
Rp 4.500.000 – Rp 3.500.000 = Rp 1.000.000
Contoh 3
Kelanjutan dari Contoh 2, diketahui bahwa total peredaran usaha selama tahun
buku 2016 adalah Rp100.000.000.000, yang berasal dari penjualan jagung sebesar
Rp30.000.000.000 dan penjualan minyak jagung sebesar Rp70.000.000.000.
Penghitungan kembali Pajak Masukan atas perolehan trukyang dapat dikreditkan
selama tahun buku 2016 yang dilakukan pada Masa Pajak Maret 2017 adalah:
Rp 70.000 .000 .000 Rp20.000 .000
× =Rp 3.500 .000
Rp 100.000 .000 .000 4
Alokasi Pajak Masukan atas perolehan truk untuk tiap tahun buku sesuai masa
manfaat truk tersebut adalah:
Rp 14.000 .000
=Rp3.500 .000
4
Pajak Masukan yang harus diperhitungkan kembali adalah sebesar:
Rp 3.500.000 – Rp 3.500.000 = Rp 0

PPN Kurang/Lebih Disetor


PPN yang harus dibayar ke Kas Negara dihitung menggunakan indirect
substruction method/cash method/invoice method (Sukardji, 2009). Artinya, PPN
yang dipungut oleh PKP Penjualan tidak secara otomatis wajib dibayarkan ke Kas
Negara. PPN yang wajib dibayarkan ke Kas Negara merupakan PPN yang
dipungut oleh PKP pada saat melakukan penyerahan BKP dan/atau JKP (disebut
sebagal PPN Keluaran) dikurangi PPN yang telah dibayar oleh PKP pada saat
perolehan BKP dan/atau JKP (disebut sebagai PPN Masukan). Pasal 9 UU PPN
menyebutkan bahwa Pajak Masukan dalam suatu masa pajak dikreditkan dengan
Pajak Keluaran dalam masa pajak yang sama dengan disertal bukti berupa Faktur
Pajak. Pemungutan PPN seperti tersebut dinamakan mekanisme pengkreditan
pajak masukan, yang diformulasikan sebagai berikut.

PPN kurang (lebih) disetor = Pajak Keluaran – Pajak Masukan


Apabila Pajak Keluaran > Pajak Masukan, selisihnya dinamakan PPN
kurang disetor. Apabila Pajak Keluaran < Pajak Masukan, selisihnya
dinamakan PPN lebih disetor. Apabila Pajak Keluaran = Pajak Masukan,
dinamakan NIHIL

PPN kurang disetor wajib dibayar oleh PKP paling lambat pada akhir
bulan berikutnya sebelum penyampaian SPT Masa PPN.
PPN lebih disetor dapat dikompensasikan pada masa pajak berikutnya atau
dapat diajukan permohonan pengembalian pada akhir tahun.

Contoh 1
Pada Mei 2015, pengusaha kena pajak Ananda melakukan penyerahan Barang
Kena Pajak senilai Rp 210.000.000. Pada bulan yang sama membeli barang kena
pajak senilai Rp150.000.000. Atas pembelian tersebut diperoleh faktor pajak yang
memenuhi syarat sebagai faktur pajak yang dapat dikreditkan.
Pajak Keluaran = 10% × Rp 210 000.000 Rp 21.000.000
Pajak Masukan = 10% × Rp 150.000.000 Rp 15.000.000
PPN kurang disetor/dibayar Rp 6.000.000
Kekurangan PPN tersebut wajib dibayar oleh PKP Ananda ke Kas Negara paling
lambat akhir Juni 2015 sebelum penyampaian SPT Masa PPN.

Contoh 2
Pada Juni 2015, pengusaha kena pajak Ananda melakukan penyerahan Barang
Kena Pajak senilai Rp 200.000.000. Pada bulan yang sama membeli Barang Kena
Pajak senilai Rp250.000.000. Atas pembelian tersebut diperoleh faktur pajak yang
memenuhi syarat sebagai faktur pajak yang dapat dikreditkan.
Pajak Keluaran = 10% × Rp200.000.000 Rp 20.000.000
Pajak Masukan = 10% × Rp250.000.000 Rp 25.000.000
PPN lebih disetor/dibayar Rp 5.000.000
Kelebihan PPN tersebut dikompensasikan pada Masa Pajak Juli 2015 atau
diajukan permohonan pengembalian pada akhir tahun.
Contoh 3
Pada Juli 2015, pengusaha kena pajak Ananda melakukan penyerahan Barang
Kena Pajak senilai Rp 300.000.000. Pada bulan yang sama membeli Barang Kena
Pajak senilai Rp240.000.000. Atas pembelian tersebut diperoleh faktur pajak yang
memenuhi syarat sebagai faktur pajak yang dapat dikreditkan.
Pajak Keluaran = 10% × Rp300.000.000 Rp 30.000.000
Pajak Masukan = 10% × Rp240.000,000 Rp 24.000.000
PPN kurang disetor/dibayar Rp 6.000.000
Kompensasi kelebihan bayar Juli 2015 Rp 5.000.000
PPN kurang disetor/dibayar sesungguhnya Rp 1.000.000

RESTITUSI
Kelebihan pembayaran Pajak Masukan dibanding Pajak Keluaran dapat terjadi
karena:
1. Jumlah Pajak Masukan lebih besar daripada jumlah Pajak Keluaran dalam
suatu masa pajak karena;
a. Pembelian BKP atau perolehan JKP yang dilakukan sebelum usaha
dimulai atau pada saat awal usaha dimulai
b. PKP melakukan kegiatan ekspor BKP
c. PKP menyerahkan BKP dan/atau JKP kepada Pemungut PPN
d. PKP menyerahkan BKP dan/atau JKP sehubungan dengan proyek milik
Pemerintah yang dananya berasal dari bantuan luar negeri baik berupa
hibah maupun pinjaman
e. PKP melakukan penyerahan BKP untuk diolah lebih lanjut atau bahan
pengemas di Kawasan Berikat.
2. Kesalahan pemungutan pajak yang dilakukan oleh PKP. PKP melakukan
kesalahan memungut pajak dan pajak yang salah dipungut tersebut telah
dilaporkan. Dalam keadaan seperti ini PKP yang memungut pajak tersebut
tidak dapat meminta kembali pajak yang salah dipungut. Namun, pajak yang
salah dipungut tersebut dapat diminta kembali oleh pihak terpungut (pembeli
barang/penerima jasa/pihak yang memanfaatkan Barang Kena Pajak tidak
berwujud/pihak yang memanfaatkan jasa dari luar daerah pabean) sepanjang
pajak yang dibayar tersebut belum dikreditkan atau belum dibebankan sebagai
biaya.

Pasal 9 ayat (4a) UU PPN menyebutkan bahwa apabila dalam suatu Masa Pajak,
Pajak Masukan yang dikreditkan lebih besar daripada Pajak Keluaran, selisihnya
merupakan kelebihan pajak yang dikompensasikan ke Masa Pajak berikutnya.
Kelebihan Pajak Masukan juga dapat diajukan permohonan pengembalian
(restitusi) pada akhir tahun buku. Dalam kondisi tertentu, kelebihan Pajak
Masukan di atas Pajak Keluaran dapat diajukan permohonan pengembalian pada
setiap Masa Pajak oleh:
1. Pengusaha kena pajak yang melakukan ekspor Barang Kena Pajak berwujud
2. Pengusaha kena pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak
dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak kepada Pemungut Pajak pertambahan
nilai
3. Pengusaha kena pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak
dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang pajak pertambahan nilainya tidak
dipungut
4. Pengusaha kena pajak yang melakukan ekspor Barang Kena Pajak tidak
berwujud;
5. Pengusaha kena pajak yang melakukan ekspor Jasa Kena Pajak
6. Pengusaha kena pajak dalam tahap belum berproduksi.

TATA CARA RESTITUSI


1. Pengusaha Kena Pajak dapat mengajukan permohonan pengembalian
kelebihan Pajak dengan menggunakan:
a. Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai yang mencantumkan
tanda permohonan pengembalian kelebihan Pajak dengan cara mengisi
kolom "Dikembalikan (restitusi)"; atau
b. Surat permohonan tersendiri, apabila kolom "Dikembalikan (restitusi)"
dalam Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai tidak disi atau
tidak mencantumkan tanda permohonan pengembalian kelebihan Pajak.
2. Permohonan pengembalian kelebihan Pajak diajukan kepada Kepala Kantor
Pelayanan Pajak di tempat Pengusaha Kena Pajak dikukuhkan.
3. Permohonan pengembalian kelebihan Pajak ini ditentukan 1 (satu)
permohonan untuk 1 (satu) Masa Pajak.
4. Permohonan pengembalian kelebihan Pajak dapat diproses melalui penelitian
atau pemeriksaan.
5. Penelitian dilakukan terhadap permohonan pengembalian kelebihan Pajak
yang diajukan oleh:
a. Pengusaha Kena Pajak kriteria tertentu sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 17C Undang-Undang KUP, yaitu:
1) Tepat waktu dalam menyampaikan Surat Pemberitahuan
2) Tidak mempunyai tunggakan pajak untuk semua jenis pajak, kecuali
tunggakan pajak yang telah memperoleh izin untuk mengangsur atau
menunda pembayaran pajak
3) Laporan keuangan diaudit oleh Akuntan Publik atau lembaga
pengawasan keuangan pemerintah dengan pendapat Wajar Tanpa
Pengecualian selama tiga tahun berturut-turut
4) Tidak pernah diperiksa karena melakukan tindak pidana di bidang
perpajakan berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai
kekuatan hukum pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum
tetap dalam jangka waktu lima tahun terakhir.
b. Pengusaha Kena Pajak yang memenuhi persyaratan tertentu sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 17D Undang-Undang KUP, yaitu:
1) Wajib Pajak orang pribadi yang tidak menjalankan usaha atau
pekerjaan bebas
2) Wajib Pajak orang pribadi yang menjalankan usaha atau pekerjaan
bebas dengan jumlah peredaran usaha dan jumlah lebih bayar sampai
dengan jumlah tertentu
3) Wajib Pajak badan dengan jumlah peredaran usaha dan jumlah lebih
bayar sampai dengan jumlah tertentu
4) Pengusaha Kena Pajak yang menyampaikan Surat Pemberitahuan PPN
dengan penyerahan dan jumlah lebih bayar sampai dengan jumlah
tertentu.
c. Pengusaha Kena Pajak berisiko rendah sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 9 ayat (4c) Undang-Undang PPN, yaitu:
1) Pengusaha Kena Pajak merupakan Perusahaan Terbuka yang paling
sedikit 40% (empat puluh persen) dari keseluruhan saham disetornya
diperdagangkan di bursa efek di Indonesia
2) Pengusaha Kena Pajak merupakan perusahaan yang saham
mayoritasnya dimiliki secara langsung oleh Pemerintah Pusat dan/atau
Pemerintah Daerah.
3) Produsen selain Pengusaha Kena Pajak sebagaimana pada 1) dan 2)
yang memenuhi persyaratan tertentu yang tidak pernah dilakukan
pemeriksaan bukti permulaan dan/atau penyidikan dalam jangka waktu
24 bulan terakhir.
6. Pemeriksaan dilakukan terhadap permohonan pengembalian kelebihan Pajak
yang diajukan oleh Pengusaha Kena Pajak selain Pengusaha Kena Pajak
sebagaimana dimaksud pada Angka 5.
7. Direktur Jenderal Pajak setelah melakukan penelitian atas permohonan
pengembalian kelebihan Pajak yang diajukan oleh Pengusaha Kena Pajak,
harus menerbitkan Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan
Pajak.
8. Penelitian yang dimaksud dilakukan sesuai ketentuan sebagai berikut:
a. Dalam hal permohonan pengembalian kelebihan Pajak disampaikan oleh
Pengusaha Kena Pajak kriteria tertentu, penelitian dilakukan berdasarkan
ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 17C Undang-Undang KUP
b. Dalam hal permohonan pengembalian kelebihan Pajak disampaikan oleh
Pengusaha Kena Pajak yang memenuhi persyaratan tertentu, penelitian
dilakukan berdasarkan ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 17D
Undang-Undang KUP
c. Dalam hal permohonan pengembalian kelebihan Pajak disampaikan oleh
Pengusaha Kena Pajak berisiko rendah, penelitian dilakukan terhadap:
1) kebenaran pemenuhan ketentuan Pasal 9 ayat (4b) huruf a, huruf b,
huruf c. huruf d, dan huruf e Undang-Undang PPN
2) kelengkapan Surat Pemberitahuan dan lampiran-lampirannya
3) kebenaran penulisan dan penghitungan pajak
4) kebenaran pembayaran pajak yang telah dilakukan oleh Wajib Pajak.
9. Direktur Jenderal Pajak harus menerbitkan Surat Keputusan Pengembalian
Pendahuluan Kelebihan Pajak paling lama 1 (satu) bulan sejak saat
diterimanya permohonan pengembalian kelebihan Pajak.
10. Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada Angka 9 telah lewat dan
Direktur Jenderal Pajak tidak menerbitkan Surat Keputusan Pengembalian
Pendahuluan Kelebihan Pajak, permohonan pengembalian kelebihan Pajak
yang diajukan dianggap dikabulkan dan Surat Keputusan Pengembalian
Pendahuluan Kelebihan Pajak harus diterbitkan paling lama 7 (tujuh) hari
setelah jangka waktu scbagaimana dimaksud pada Angka 9 berakhir.
11. Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak sebagaimana
dimaksud pada Angka 7 atas permohonan pengembalian kelebihan Pajak
disampaikan oleh Pengusaha Kena Pajak berisiko rendah, tidak diterbitkan
apabila:
a. hasil penelitian menyatakan Pengusaha Kena Pajak tidak mernenuhi
ketentuan Pasal 9 ayat (4b) huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, dan huruf e
Undang-Undang PPN
b. hasil penelitian menyatakan tidak lebih bayar
c. lampiran Surat Pemberitahuan tidak lengkap
d. pembayaran Pajak tidak benar
12. Dalam hal Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak tidak
diterbitkan, kepada Pengusaha Kena Pajak berisiko rendah harus diberikan
pemberitahuan secara tertulis dengan menggunakan formulir yang telah
ditentukan.
13. Dalam hal Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak tidak
diterbitkan, permohonan pengembalian kelebihan Pajak diproses berdasarkan
ketentuan Pasal 17B Undang-Undang KUP.
14. Direktur Jenderal Pajak setelah melakukan pemeriksaan atas permohonan
pengembalian kelebihan Pajak harus menerbitkan surat ketetapan pajak paling
lama 12 (dua belas) bulan sejak permohonan pengembalian kelebihan Pajak
diterima. Jangka waktu 12 (dua belas) bulan tidak berlaku dalam hal terhadap
Pengusaha Kena Pajak sedang dilakukan pemeriksaan bukti permulaan tindak
pidana di bidang perpajakan.
15. Direktur Jenderal Pajak setelah melakukan pengembalian pendahuluan
kelebihan Pajak dapat melakukan pemeriksaan kepada Pengusaha Kena Pajak
berisiko rendah, Pengusaha Kena Pajak kriteria tertentu, atau Pengusaha Kena
Pajak yang memenuhi persyaratan tertentu.
16. Dalam hal bcrdasarkan hasil pemeriksaan diterbitkan Surat Ketetapan Pajak
Kurang Bayar, Pengusaha Kena Pajak kriteria tertentu atau Pengusaha Kena
Pajak yang memenuhi persyaratan tertentu wajib membayar jumlah
kekurangan Pajak ditambah dengan sanksi administrasi berupa kenaikan
sebesar 100% (seratus persen) dari jumlah kekurangan pembayaran Pajak.
17. Dalam hal berdasarkan hasil pemeriksaan diterbitkan Surat Ketetapan Pajak
Kurang Bayar, Pengusaha Kena Pajak berisiko rendah wajib membayar
jumlah kekurangan Pajak ditambah dengan sanksi administrasi berupa bunga
sebesar 2% (dua persen) per bulan, paling lama 24 (dua puluh empat) bulan,
dari jumlah kekurangan pembayaran pajak.
18. Dalam hal permohonan pengembalian kelebihan Pajak yang disampaikan oleh
Pengusaha Kena Pajak berisiko rendah, Pengusaha Kena Pajak kriteria
tertentu, atau Pengusaha Kena Pajak yang memenuhi persyaratan tertentu,
meliputi kelebihan pembayaran akibat kompensasi Masa Pajak sebelum
Pengusaha Kena Pajak menjadi Pengusaha Kena Pajak, Direktur Jenderal
Pajak wajib melakukan pemeriksaan Pajak atas Surat Pemberitahuan Masa
Pajak Pertambahan Nilai yang menyatakan kelebihan pembayaran yang
dikompensasikan tersebut.
BUKTI DAN DOKUMEN YANG DILAMPIRKAN
Bukti dan dokumen kelengkapan permohonan pengembalian kelebihan
pembayaran PPN melipati:
1. Umum
a. Faktur Pajak Keluaran dan Pajak Masukan untuk Masa Pajak terkait
b. Faktur penjualan/pembelian (apabila Faktur Pajak dibuat berbeda dengan
faktur penjualan/pembelian)
c. Bukti pengiriman/penerimaan barang
d. Bukti pembayaran/penerimaan uang atas pembelian/penjualan barang atau
jasa.

2. Impor BKP
a. Pemberitahuan Impor Barang (PIB)
b. Surat Setoran Pajak (SSP) atau bukti pungutan pajak oleh Direktorat
Jenderal Bea dan Cukai
c. Laporan Pemeriksaan Surveyor (LPS), sepanjang termasuk wajib LPS
d. Surat kuasa kepada Perusahaan Pengurusan Jasa Kepabeanan (PPJK)
untuk pengurusan barang impor, dalam hal pengurusan dikuasakan kepada
PPJK.
3. Ekspor BKP
a. Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB) yang telah diberikan Persetujuan
Ekspor (PE) oleh pejabat Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang
berwenang dan dilampiri dengan faktur penjualan (satu kesatuan dengan
PEB)
b. Surat Persetujuan Ekspor, dalam hal ekspor menggunakan fasilitas
Electronic Data Interchange (EDI)
c. Instruksi pengangkutan (melalui darat, udara, atau laut), ocean B/L (Bill of
Lading) atau AWB (Airway Bill) dan packing list
d. Fotokopi wesel ekspor/bukti penerimaan uang lainnya (dilegalisasi), asli
atau fotokopi yang telah dilegalisasi polis asuransi (dalam hal BKP yang
diekspor diasuransikan)
e. Sertifikasi instansi tertentu atau badan lain (dalam hal wajib sertifikasi)
4. Penyerahan BKP dan/atau JKP kepada Pemungut PPN
a. Kontrak/Surat Perintah Kerja (SPK) surat pesanan/dokumen sejenis
b. Surat Setoran Pajak (SSP)

Restitusi hanya berlaku untuk Wajib Pajak atau PKP yang menyelenggarakan
pembukuan, baik Wajib Pajak Badan, Wajib Pajak Orang Pribadi, maupun Bentuk
Usaha Tetap (BUT). Penghitungan lebih bayar biasanya tidak dijumpai pada
Wajib Pajak atau PKP yang menghitung pajak pertambahan nilai tidak melalui
mekanisme kredit pajak masukan, seperti pengusaha kena pajak yang melakukan
penyerahan kendaraan bermotor bekas secara eceran, penyerahan emas secara
eceran, pengusaha kena pajak tertentu dengan peredaran usaha tidak melebihi
jumlah tertentu.
Dalam hal SPT Masa PPN lebih bayar dan dimintakan pengembalian (restitusi)
dengan pengembalian pendahuluan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17C UU
KUP, SPT tersebut harus dilampiri dengan seluruh dokumen dalam bentuk
hardcopy berupa (Peraturan Menteri Keuangan Nomor 24 Tahun 2014):
1. Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB), Pemberitahuan Ekspor Jasa Kena
Pajak/Barang Kena Pajak Tidak Berwujud, yang dilaporkan dalam Formulir
1111 A1
2. Faktur Pajak Keluaran dan Nota Retur/Nota Pembatalan yang telah dilaporkan
dalam Formulir 1111 A2
3. Pemberitahuan Impor Barang (PIB) atas impor Barang Kena Pajak dan/atau
Surat Setoran Pajak atas pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak
Berwujud/Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean yang telah dilaporkan
dalam Formulir 1111 B1
4. Faktur Pajak Masukan dan Nota Retur/Nota Pembatalan yang telah dilaporkan
dalam Formulir 1111 B2
5. Faktur Pajak Masukan dan Nota Retur/Nota Pembatalan yang telah dilaporkan
dalam Formulir 1111 B3
Faktur Pajak berbentuk hardcopy untuk Angka 2, 3, 4, dan 5 tidak perlu
dilampirkan dalam proses restitusi apabila Pengusaha Kena Pajak menyampaikan
Faktur Pajak dalam bentuk elektronik (e-faktur).

RESTITUSI PPN DAN PPnBM UNTUK TURIS ASING


Pasal baru yaitu Pasal 16E yang dimuat dalam Undang-Undang No. 42 Tahun
2009 tentang PPN dan PPnBM ini mengatur masalah restitusi PPN dan PPnBM
atas Pembelian Barang Kena Pajak yang dibawa ke luar Daerah Pabean oleh
orang pribadi sebagai pemegang paspor luar negeri. Dengan dasar Peraturan
Menteri Keuangan Momor 76/PMK.03/2010 dan Peraturan Direktur Jenderal
Pajak Nomor PER 20/Pj/2010 yang diikuti dengan Surat Edaran No. SE
47/Pj/2010 mengatur:
Pihak yang Dapat Mengajukan Permohonan Restitusi dan Tata Caranya
Pihak Orang Pribadi pemegang Paspor Luar Negeri yang, selanjutnya disebut
Orang Pribadi dapat mengajukan pemaksaan pengembalian Pajak Pertambahan
Nilai yang telah dibayar atas pembelian Barang Bawaan di toko ritel yang
ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak dengan syarat:
1. Bukan Warga Negara Indonesia atau bukan Permanent Resident of Indonesia
yang tinggal atau berada di Indonesia tidak lebíh dari 2 (dua) bulan sejak
tanggal kedatangannya; dan/atau
2. Bukan kru dari maskapai penerbangan.
3. Permohonan pengembalian Pajak Pertambahan Nilai atas Pembelian Barang
Bawaan dilakukan pada saat orang pribadi meninggalkan Indonesia dan
diajukan kepada unit Pelaksana Restitusi Pajak Pertambahan Nilai Bandara
Udara di tempat keberangkatan dengan menunjukkan:
a. Paspor luar negeri;
b. Tiket atau pas (boarding pass) pesawat keberangkatan orang pribadi
c. Barang bawaan; dan
d. Faktur Pajak Khusus.
4. Pajak Pertambahan Nilai yang dapat dimintakan kembali (restitusi)
a. Nilai Pajak Pertambahan Nilai paling sedikit Rp 500.000,00 (lima ratus
nibu rupiah)
b. Pajak Pertambahan Nilai tersebut tercantum dalam 1 (satu) Faktur Pajak
Khusuns 1 (satu) toko ritel pada 1 (satu) tanggal yang sama; dan
c. Pembelian Barang Kena Pajak dilakukan dalam jangka waktu 1 (satu)
bulan sebelum keberangkatan ke luar Daerah Pabean.
5. Orang Pribadi pemegang paspor luar negeri harus menyampaikan nomor
rekening, nama bank tujuan transfer dan mata uang yang dikehendaki untuk
dicantumkan pada nota persetujuan restitusi Pajak Pertambahan Nilai. Bila
Pajak Pertambahan Nilai yang dimintakan restítusi melebihi Rp 5.000.000,00
(lima juta rupiah).

SAAT PENGAJUAN PERMOHONAN RESTITUSI PPN BAGI ORANG


PRIBADI PEMEGANG PASPOR LUAR NEGERI
Permohonan pengembalian Pajak Pertambahan Nilai dilakukan pada saat orang
pribadi meninggalkan Indonesia dan diajukannya kepada unit Pelaksana Restitusi
Pajak Pertambahan Nilai Bandar Udara di tempat pemberangkatan dengan
menunjukkan:
1. Paspor luar negeri;
2. Tiket atau pas (boarding pass) pesawat keberangkatan orang prihadi;
3. Barang bawaan; dan
4. Faktur Pajak Khusus.

KEWAJIBAN TOKO RITEL TERTENTU


Beberapa toko ritel tertentu yang ditunjuk sebagaI contoh "Sarinah",
berkewajiban:
1. menempelkan/memasang logo "VAT REFUND FOR TOURISTS" pada toko
ritel;
2. menyediakan informasi tentang fasilitas restitusi bagi turis dalam bentuk
penyediaan papan pengumuman, kaflet, atau brosur mengenai pemberian
fasilitas restitusi;
3. menerbitkan Faktur Pajak Khusus atas pembelian barang bawaan dalam
rangkap 3 (tiga) yaitu:
a. Lembar kesatu untuk orang pribadi;
b. Lembar kedua untuk unit Pelaksana Restítusi Pajak Pertambahan Nilai
Bandar Udara
c. Lembar ketiga untuk arsip toko ritel.
4. Faktur Pajak Khusus harus memenuhi Pasal 13 ayat (5) Undang-Undang PPN
dan PPnBM yang ketentuan pengisian:
a. Kolom "NPWP" diisi dengan Nomor Paspor Orang Pribadi sesuai yang
tercantum dalam paspornya;
b. Kolom "Alamat Pembeli" diisi alamat lengkap orang pribadi sesuai
tercantum dalam paspornya.

REFERENCES

Resmi, Siti. 2015. Perpajakan Teori dan Kasus Edisi 8 Buku 2. Jakarta: Salembat
Empat
Sukardji, Untung. 2015. Pokok-Pokok Pajak Pertambahan Nilai Indonesia.
Jakarta: Rajawali Pers

Anda mungkin juga menyukai