Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH PSIKIATRI

GANGGUAN ASPERGER

Disusun Oleh :

DINTA NISAINDA

150100122

Pembimbing:
dr.

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER


DEPARTEMEN ILMU KEDOKTERAN JIWA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
RUMAH SAKIT PROF. DR. M. ILDREM
MEDAN
2019
GANGGUAN ASPERGER
MAKALAH

Diajukan sebagai salah satu syarat kelulusan untuk menyelesaikan


Kepaniteraan Klinik Senior Program Pendidikan Profesi Dokter di
Departemen Ilmu Kedokteran Jiwa Fakultas Kedokteran Universitas
Sumatera Utara

Pembimbing:
dr.

Disusun oleh :
Nama: Dinta Nisainda
NIM: 150100122

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER


DEPARTEMEN ILMU KEDOKTERAN JIWA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
RUMAH SAKIT PROF. DR. M. ILDREM
MEDAN
2019
LEMBAR PENGESAHAN

Nama : Dinta Nisainda


NIM : 150100122
Judul : Gangguan Asperger

Pembimbing Koordinator P3D


Departemen Ilmu Kedokteran Jiwa
Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara

(dr. ) (dr. Vita Camelia, M.Ked(K.J.), Sp.K.J.)


NIP. NIP.19780404 200501 2 002

i
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas
penyertaannya, penulis dapat menyelesaikan makalah psikiatri yang bejudul
“Gangguan Asperger” ini dengan baik sebagai salah satu syarat untuk
menyelesaikan Kepaniteraan Klinik Senior Program Pendidikan Profesi Dokter
Departemen Ilmu Penyakit Jiwa di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera
Utara.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih memiliki banyak kekurangan,
baik dari segi struktur dan isi. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati,
penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun yang berguna
untuk makalah ini di kemudian hari. Semoga makalah ini dapat memberikan
sumbangsih bagi perkembangan ilmu pngetahuan terutama di bidang Ilmu
Kedokteran dan Kesehatan Jiwa.

Medan, Agustus 2019

Dinta Nisainda
NIM. 150100122

ii
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN................................................................................. i
KATA PENGANTAR......................................................................................... ii
DAFTAR ISI........................................................................................................ iii
BAB 1 PENDAHULUAN.................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang.................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah............................................................................... 2
1.3 Tujuan................................................................................................. 2
1.4 Manfaat............................................................................................... 2
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA.......................................................................... 3
2.1 Sejarah................................................................................................ 3
2.2 Definisi............................................................................................... 3
2.3 Etiologi dan Faktor Risiko.................................................................. 4
2.4 Epidemiologi...................................................................................... 6
2.5 Patofisiologi........................................................................................ 6
2.6 Manifestasi Klinis............................................................................... 9
2.7 Diagnosis............................................................................................ 9
2.8 Diagnosis Banding.............................................................................. 13
2.9 Terapi.................................................................................................. 14
2.10Prognosis............................................................................................ 14
BAB 3 KESIMPULAN........................................................................................ 16
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................... 17

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Ilmu kesehatan/kedokteran jiwa merupakan salah satu cabang ilmu kedokteran
yang sangat penting, dimana kesehatan jiwa merupakan salah satu komponen dari
sehat itu sendiri. Definisi sehat menurut World Health Organization (WHO) adalah
keadaan yang meliputi kesehatan jasmani (fisik), rohani (mental), dan sosial, serta
bukan hanya keadaan yang bebas dari penyakit, cacat, dan kelemahan.1 Dengan
mengacu pada definisi sehat menurut WHO yang menjadikan kesehatan mental dan
sosial sebagai salah satu komponen sehat dalam diri seseorang, maka ilmu kesehatan
jiwa yang berperan membahas kedua komponen sehat tersebut sangat vital perannya.
Terdapat banyak jenis gangguan kesehatan jiwa, pada Pedoman Penggolongan
Diagnosis Gangguan Jiwa (PPDGJ III) terdapat banyak penggolongan gangguan
kejiwaan, salah satunya gangguan mental organik yang dapat berupa gangguan dalam
masalah ingatan atau memori yang dikenal dengan istilah amnesia, yang merupakan
ketidakmampuan dalam mengingat atau memproses memori.2
Gangguan amnestik didefinisikan oleh penurunan memori secara jelas dengan
tidak adanya gangguan kognitif signifikan lainnya dan merupakan penurunan dari
fungsi sebelumnya. Ciri khas dari gangguan amnestik klasik yaitu amnesia
anterograde adalah gangguan kemampuan untuk membentuk ingatan baru, sedangkan
amnesia retrograde yaitu ketidakmampuan mengingat informasi yang telah dipelajari
sebelumnya. Gangguan amnestik dapat timbul akibat dari berbagai penyebab berupa
kejadian hipoksia / anoksia, infeksi, defisiensi nutrisi, dan lesi seperti yang terjadi
setelah stroke atau tindakan bedah, dan berhubungan dengan kerusakan pada
beberapa daerah otak.3

1
1.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah pada tinjauan pustaka kali ini adalah diantaranya:
1. Bagaimana kriteria diagnosis dari Gangguan Asperger?
2. Bagaimana penatalaksanaan Gangguan Asperger yang tepat?

1.3 Tujuan
Tinjauan pustaka ini bertujuan untuk menjelaskan mengenai Gangguan Asperger
termasuk didalamnya mengenai penegakan diagnosis sekaligus penatalaksanaan yang
tepat untuk penyakit tersebut.

1.4 Manfaat
Tinjauan pustaka ini diharapkan dapat memberikan pemahaman kepada
mahasiswa serta praktisi kedokteran agar dapat menambah wawasan, dengan tujuan
kedepannya, para praktisi kedokteran dapat memahami bagaimana cara penegakan
diagnosis dan penatalaksanaan yang tepat dari “Gangguan Asperger” tersebut.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sejarah
Gangguan Asperger pertama kali dijumpai oleh Hans Asperger pada tahun 1944.
Dia merupakan seorang dokter Austria, yang kemudian menggambarkan
menggambarkan sebuah sindrom yang ia namakan "chopathy psy autistic." Deskripsi
aslinya tentang sindrom menggambarkan individu dengan kecerdasan normal yang
menunjukkan penurunan kualitatif dalam interaksi sosial timbal balik dan keanehan
perilaku tanpa penundaan dalam perkembangan bahasa. Gangguan Asperger terjadi
dalam berbagai keparahan, termasuk kasus-kasus di mana isyarat sosial yang sangat
halus tidak terjawab, tetapi interaksi sosial secara keseluruhan dikuasai.2

DSM-IV mencakup lima jenis gangguan di bawah istilah 'Gangguan


Perkembangan Pervasif' atau ‘Pervasive Developmental Disorder’ (PDD):
1) Gangguan Autistik
2) Rett's Disorder
3) Gangguan Disintegratif Anak
4) Asperger's Disorder
5) Pervasive Developmental Disorder Not Otherwise Specified (PDD-NOS)
DSM-V akan menggabungkan diagnosa yang saat ini terpisah dari Autistic Disorder,
Asperger's Disorder, Pervasif Developmental Disorder-tidak dinyatakan secara
spesifik (PDD-NOS) dan Child Dis Disegregrative Disorder. Perubahan besar pada
diagnosis Asperger's Disorder and Autism adalah penggunaan istilah umum ‘Autism
Spectrum Disorder’. [mulai Mei 2013].
Usia onset akan lebih fleksibel, memungkinkan anak yang lebih tua dan orang dewasa
didiagnosis.

2.2 Definisi

3
Gangguan Asperger adalah gangguan perkembangan saraf yang dikaitkan dengan
gangguan terkait sosial dan perilaku serta minat yang berulang atau terbatas.
Kesulitan sosial yang merupakan karakteristik gangguan Asperger termasuk aspek
nonverbal dari interaksi sosial (mis., kontak mata, gerakan, dan ekspresi wajah) serta
timbal balik sosial dan emosional (mis., berbagi minat, bergiliran, bergiliran,
menunjukkan empati). Secara perilaku, individu dengan Asperger sering
menunjukkan minat terbatas dan sempit, desakan pada kesamaan atau rutinitas, dan
kekakuan perilaku (American Psychiatric Association, 1994). Sementara tingkat
keseluruhan fungsi intelektual (yaitu, IQ) tidak terganggu pada individu dengan
gangguan Asperger, kognisi mereka sering dikompromikan dalam bidang lain seperti
fungsi eksekutif (lihat Neuropsikologi dan Psikologi Gangguan Asperger di bawah).

2.3 Etiologi dan Faktor Risiko


Gangguan amnestik memiliki banyak penyebab potensial yaitu defisiensi tiamin,
hipoglikemia, hipoksia (termasuk keracunan karbon monoksida), dan ensefalitis
herpes simpleks semua memiliki kecenderungan untuk merusak lobus temporal,
terutama hippokampus, dan dengan demikian dapat dikaitkan dengan perkembangan
gangguan amnestik. Demikian pula, ketika tumor, penyakit serebrovaskular, prosedur
bedah, atau plak multiple sklerosis melibatkan daerah diensefalon atau temporal otak,
gejala gangguan amnestik dapat berkembang. Penekanan umum pada otak, seperti
kejang, pengobatan elektrokonvulsif (ECT), dan trauma kepala, juga dapat
menyebabkan kerusakan memori. Amnesia global transien dianggap sebagai kelainan
serebrovaskular yang melibatkan gangguan transien dalam aliran darah melalui arteri
vertebrobasilar.5

4
a. Sindrom Korsakoff
Sindrom Korsakoff adalah sindrom amnestik yang disebabkan oleh defisiensi
tiamin, paling sering dikaitkan dengan kebiasaan gizi buruk dari orang dengan
penyalahgunaan alkohol kronis. Penyebab gizi buruk lainnya (mis. Kelaparan),
karsinoma lambung, hemodialisis, hiperemesis gravidarum.5
b. Hipoksia/anoksia
Cedera otak akibat hipoksia/anoksia dapat disebabkan oleh sejumlah etiologi
termasuk henti jantung, gangguan pernapasan, keracunan karbon monoksida, dan
overdosis obat. Semua kondisi ini mengurangi atau menghalangi pasokan oksigen ke
otak, baik melalui penurunan aliran darah atau penurunan saturasi oksigen darah.3
c. Herpes Simpleks Ensefalitis
HSE adalah infeksi virus pada otak dengan gejala flu, sakit kepala dan
demam, diikuti oleh kelesuan, kebingungan, dan disorientasi. Jika pengobatan
terlambat terjadi defisit neurologis yang parah, termasuk amnesia, agnosia
(kehilangan kemampuan untuk mengenali kesan sensorik seperti objek, orang,
dan suara), dan aphasia (kehilangan aspek produksi atau penerimaan bicara) dapat
terjadi.3
d. Serebrovaskuler
Penyakit serebrovaskular yang mempengaruhi thalamus medial bilateral, sering
dikaitkan dengan gejala gangguan amnestik.5
e. Multiple Sklerosis
Proses patofisiologis multiple sclerosis melibatkan pembentukan plak dalam
parenkim otak.5
f. Trauma Kepala
Amnesia post trauma adalah kelainan yang terjadi setelah cedera otak
traumatis, misalnya setelah kecelakaan kendaraan bermotor atau jatuh parah. Cedera
otak traumatis dapat mengakibatkan hilangnya kesadaran atau koma. Setelah pasien
sadar kembali, mereka mungkin mengalami kegagalan berkelanjutan untuk
membentuk ingatan baru.4

5
g.Pengobatan Elektrokonvulsif (ECT)
Pengobatan terapi elektrokonvulsif bias menyebabkan amnesia anterograde
atau retrograde. Amnesia anterograde biasanya hilang dalam 5 jam. Defisit memori
ringan mungkin bisa menetap selama 1 hingga 2 bulan setelah perawatan ECT, tetapi
gejalanya bisa menghilang setelah 6 hingga 9 bulan perawatan.5
h.Amnesia Global Transien
Amnesia global transien ditandai dengan hilangnya kemampuan untuk mengingat
peristiwa terkini secara mendadak atau mengingat informasi baru. Sindrom ini sering
ditandai dengan kebingungan ringan dan kurangnya wawasan tentang masalah
tersebut; sensorium yang jelas; dan kadang-kadang ketidakmampuan untuk
melakukan beberapa tugas kompleks yang dipelajari dengan baik. Episode
berlangsung dari 6 hingga 24 jam.5
i. Epilepsi
Kejang epilepsi yang berasal dari korteks temporal juga dapat menyebabkan
amnesia onset akut, disebut sebagai transient epileptic amnesia (TEA).
TEA memengaruhi perolehan ingatan baru (dengan konsekuensinya cepat lupa)
selama acara.4
2.4 Epidemiologi
Data prevalensi dan insiden gangguan amnestik terbatas . Gangguan mental
karena trauma kepala merupakan etiologi yang paling umum, dengan lebih dari
500.000 pasien dirawat di rumah sakit setiap tahun di Amerika Serikat karena cedera
kepala.  Penyalahgunaan alkohol dan defisiensi tiamin merupakan etiologi yang
umum terjadi, tetapi beberapa penelitian menunjukkan bahwa insiden gangguan
amnestetik yang diinduksi alkohol mulai menurun jumlahnya, sedangkan gangguan
amnestik akibat trauma kepala meningkat jumlahnya. Prevalensi cedera kepala di
Indonesia adalah 8,2%. Perbandingan hasil Riset Kesehatan Dasar / Riskesdas 2007
dengan Riskesdas 2013, menunjukkan kecenderungan peningkatan prevalensi
cedera kepala dari 7,5% menjadi 8,2%. Jawa Timur menduduki nomor 4 untuk kasus

6
cedera kepala terbanyak (0,7%) setelah Papua (1%), Sumatra Utara (0,9%) dan
Bangka Belitung (0,8%). 6,7
2.5 Patofisiologi
Struktur neuroanatomi utama yang terlibat dalam ingatan dan dalam
perkembangan gangguan amnestik adalah struktur diensefalon tertentu seperti
nukleus dorsomedial dan garis tengah thalamus dan struktur lobus midtemporal
seperti hippokampus, badan mamillari, dan amigdala. Walaupun amnesia biasanya
merupakan akibat dari kerusakan bilateral pada struktur-struktur ini, beberapa kasus
kerusakan unilateral menyebabkan gangguan amnestik, dan bukti menunjukkan
bahwa belahan kiri mungkin lebih kritis daripada belahan kanan dalam
perkembangan gangguan memori. Banyak penelitian tentang memori dan amnesia
pada hewan menunjukkan bahwa area otak lain mungkin juga terlibat dalam gejala
yang menyertai amnesia. Keterlibatan lobus frontal juga dapat menyebabkan
gangguan amnestik.5

a. Sindrom Korsakoff
Sindrom Korsakoff sering dikaitkan dengan ensefalopati Wernicke, yang
merupakan sindrom terkait kebingungan, ataksia, dan ophthalmoplegia. Pada pasien
dengan gejala yang berhubungan dengan defisiensi tiamin ini, temuan neuropatologis
meliputi hiperplasia pembuluh darah kecil dengan perdarahan sesekali, hipertrofi
astrosit, dan perubahan halus pada akson neuron. Meskipun delirium hilang dalam
waktu satu bulan atau lebih, sindrom amnestik menetap pada ensefalopati Wernicke
yang tidak diobati pada sekitar 85 persen pasien dari semua kasus. Pasien dengan
sindrom Korsakofff biasanya menunjukkan perubahan dalam kepribadian juga,
sehingga mereka menunjukkan inisiatif yang menurun, berkurangnya spontanitas, dan
kurangnya minat atau perhatian.5
b. Hipoksia

7
Konsekuensi fisiologis dari peristiwa hipoksia/ anoksia sangat kompleks. Area
otak sangat rentan terjadi kerusakan pada kondisi kekurangan oksigen terutama
daerah hippokampus, ganglia basal, dan area lain di mana terdapat distribusi dari
arteri serebral di korteks serebral. Manifestasi klinis anoksia sangat bervariasi, tetapi
gejala utamanya adalah gangguan memori.3
c. Herpes Simpleks Virus
Secara neuropatologis, virus tersebut secara istimewa mempengaruhi sistem
limbik hingga seluruh batang otak, termasuk hippokampus dan temporal medial di
mana kerusakan sering meluas ke aspek lateral lobus temporal. Lesi sering asimetris,
dan ini akan menunjukkan gambaran klinis yang berbeda. Jika daerah temporal yang
lebih padat, masalah memori verbal mendominasi, sedangkan jika kerusakan
temporal medial yang lebih luas terkena, aspek memori nonverbal memori, seperti
memori untuk wajah dan desain, sebagian besar mengalami gangguan.3
d. Serebrovaskular
Infark pada posterior cerebral artery (PCA) bilateral merupakan penyebab
amnesia yang paling sering. Karena PCA kiri dan kanan berasal dari bifurkasio
(sumber) yang sama, stroke yang terjadi dapat memengaruhi lobus temporal medial
secara bilateral, menyebabkan amnesia dengan disfungsi pada memori anterograde
dan retrograde. Studi neuroanatomi pada pasien dengan infark PCA telah
mengungkapkan bahwa lesi pada posterior parahippokampus atau isthmus kolateral
(jalur yang menghubungkan posterior parahippokampus ke asosiasi korteks) sangat
penting untuk perkembangan gangguan memori.3
e. Multiple Sklerosis
Ketika plak terjadi di lobus temporal dan regio diensefalon, gejala gangguan
memori dapat terjadi. Bahkan, keluhan kognitif yang paling umum pada pasien
dengan multiple sklerosis melibatkan gangguan memori, yang terjadi pada 40 hingga
60 persen pasien.5
f. Trauma Kepala

8
Gangguan amnesia pada post trauma kepala terjadi hanya sesaat dan harus
dibedakan dari amnesia anterograde yang bisa permanen (yaitu, banyak pasien cedera
otak traumatis terus mengalami masalah dengan pengkodean dan penyimpanan
informasi baru). Lesi otak yang ada pada cedera otak traumatis biasanya menyebar,
tetapi sering mengenai lobus temporal dan korteks frontal. Selain amnesia
anterograde, gangguan kognitif lain yang masih ada dapat terjadi setelah cedera otak
traumatis, terutama kelambatan mental, yang dengan sendirinya juga dapat
menghambat pengkodean informasi baru ke dalam memori.4
g. Amnesia Global Transien
Patofisiologi tidak diketahui, tetapi kemungkinan melibatkan iskemia lobus
temporal dan daerah otak diensefalon. Beberapa penelitian pasien dengan pencitraan
Single Photon Emission Computed Tomography (SPECT) menunjukkan penurunan
aliran darah di daerah temporal dan parietotemporal, terutama di hemisfer kiri. Pasien
dengan amnesia global sementara hampir secara universal mengalami perbaikan total,
walaupun satu penelitian menemukan bahwa sekitar 20 persen pasien mungkin
mengalami kekambuhan episode, dan penelitian lain menemukan bahwa sekitar 7
persen pasien mungkin mengalami epilepsi.5

2.6 Manifestasi Klinis


 Pasien dengan gangguan amnestik mengalami gangguan dalam kemampuan
mereka untuk belajar dan mengingat informasi baru (amnesia anterograde)
atau tidak dapat mengingat materi yang telah dipelajari sebelumnya (amnesia
retrograde).
 Pasien dengan trauma fisik yang menyebabkan sering terjadi gangguan
amnestik. Orientasi dapat terganggu, tergantung pada kemampuan untuk
menyimpan informasi mengenai waktu, tanggal, lokasi, dan keadaan.  Oleh
karena itu pasien datang dengan keadaan bingung dan disorientasi tetapi tanpa
fluktuasi tingkat kesadaran yang terkait dengan delirium.

9
  Sebagian besar pasien dengan gangguan amnestik menyangkal dengan keras
bahwa mereka mengalami gangguan memori meskipun ada bukti jelas yang
bertentangan.  Kurangnya wawasan ini dapat menyebabkan kemarahan,
tuduhan, dan terkadang agitasi.
 Onset amnesia bisa tiba-tiba atau bertahap, tergantung pada etiologi.  Trauma
kepala, kejadian vaskular, dan paparan neurotoksik spesifik seperti keracunan
karbon monoksida dikaitkan dengan perubahan status mental akut.
Penggunaan obat yang berkepanjangan, defisiensi nutrisi yang berkelanjutan,
dan paparan neurotoksik kronis dapat menyebabkan kehilangan fungsi
memori yang lebih bertahap.6

2.7 Diagnosis
 Gangguan amnestik menurut kriteria diagnostik DSM-IV-TR6
Kriteria diagnostik DSM-IV-TR untuk gangguan amnestik akibat. . . [menunjukkan
kondisi medis umum]
A. Perkembangan gangguan memori yang dimanifestasikan oleh gangguan dalam
kemampuan untuk mempelajari informasi baru atau ketidakmampuan untuk
mengingat informasi yang dipelajari sebelumnya.
B. Gangguan memori menyebabkan gangguan signifikan dalam fungsi sosial
atau pekerjaan dan mewakili penurunan yang signifikan dari tingkat fungsi
sebelumnya.
C. Gangguan memori tidak terjadi secara eksklusif selama delirium atau
demensia.
D. Ada bukti dari riwayat, pemeriksaan fisik, atau temuan laboratorium bahwa
gangguan tersebut merupakan konsekuensi fisiologis langsung dari kondisi
medis umum (termasuk trauma fisik).
Tetapkan jika:
Transien: jika gangguan memori berlangsung selama 1 bulan atau kurang

10
Kronis: jika gangguan memori berlangsung lebih dari sebulan

Pada DSM 5 Gangguan amnestik berubah menjadi Gangguan Neurokognitif Berat


dan Ringan
- Gangguan Neurokognitif Berat8
Kriteria Diagnostik :
A. Bukti penurunan kognitif yang signifikan dari tingkat kinerja sebelumnya
dalam satu atau lebih domain kognitif ( kompleks perhatian, fungsi eksekutif,
pembelajaran dan memori, bahasa, motor persepsi, atau fungsi sosial)
berdasarkan pada:
1. Kesadaran individu, informan yang berpengetahuan luas, atau klinisi bahwa
telah terjadi penurunan fungsi kognitif yang signifikan; dan
2. Gangguan dalam kinerja kognitif yang berat, sebaiknya didokumentasikan
dengan tes neuropsikologis standar atau jika tidak ada penilaian klinis lain
yang dikuantifikasi.
B. Defisit kognitif mengganggu kemandirian dalam kegiatan sehari-hari (mis.,
Minimal, membutuhkan bantuan dengan kegiatan instrumental yang kompleks
dari kehidupan sehari-hari seperti membayar tagihan atau mengelola obat).
C. Defisit kognitif tidak terjadi secara eksklusif dalam konteks delirium.
D. Defisit kognitif tidak disertai oleh gangguan mental lain (mis., Gangguan
depresi mayor, skizofrenia).
Tentukan apakah karena:
 Penyakit Alzheimer
 Degenerasi lobus frontotemporal
 Penyakit Lewy Body
 Penyakit pembuluh darah
 Cidera otak traumatis
 Penggunaan zat / obat

11
 Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV)
 Penyakit Prion
 Penyakit Parkinson
 penyakit Huntington
 Kondisi medis lain
 Beberapa etiologi
 Tidak ditentukan
Gangguan Neurokognitif Ringan8
Kriteria Diagnostik
A. Bukti penurunan kognitif sederhana dari tingkat kinerja sebelumnya dalam
satu atau lebih domain kognitif (perhatian kompleks, fungsi eksekutif,
pembelajaran dan memori, bahasa, motor persepsi, atau kognisi sosial)
berdasarkan pada:
1.Kesadaran individu, suatu informan berpengetahuan, atau dokter bahwa ada
sedikit penurunan fungsi kognitif; dan
2. Gangguan sederhana dalam kinerja kognitif, sebaiknya didokumentasikan
dengan tes neuropsikologis standar atau, jika tidak ada, penilaian klinis
lain yang dikuantifikasi.
B. Defisit kognitif tidak mengganggu kapasitas untuk kemandirian dalam
kegiatan sehari-hari (mis., Kegiatan instrumental yang kompleks dari
kehidupan sehari-hari seperti membayar tagihan atau mengelola obat tetap
dipertahankan, tetapi upaya yang lebih besar, strategi kompensasi, atau
akomodasi mungkin diperlukan).
C. Defisit kognitif tidak terjadi secara eksklusif dalam konteks delirium.
D. Defisit kognitif tidak disertai oleh gangguan mental lain (mis., Gangguan
depresi mayor, skizofrenia)
Tentukan apakah karena:
 Penyakit Alzheimer

12
 Degenerasi lobus frontotemporal
 Penyakit Lewy Body
 Penyakit pembuluh darah
 Cidera otak traumatis
 Penggunaan zat / obat
 Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV)
 Penyakit Prion
 Penyakit Parkinson
 penyakit Huntington
 Kondisi medis lain
 Beberapa etiologi
 Tidak ditentukan
 Diagnostik gangguan amnestik dapat diperoleh dengan menggunakan uji
neuropsikologis kuantitatif. 5
 Diagnostik dengan MRI atau CT tidaklah spesifik. Kerusakan struktur lobus
midtemporal sering terjadi dan dapat menunjukkan pembesaran ventrikel
ketiga atau atrofi struktural yang terdeteksi oleh MRI.5

2.8 Diagnosis Banding


Diagnosa Banding dari gangguan amnesia adalah :
 Demensia dan Delirium
Gangguan amnestik dapat dibedakan dari delirium karena gangguan amnestik terjadi
tanpa adanya gangguan kesadaran.
Demensia dan gangguan amnestik memiliki onset perkembangan yang lambat, seperti
psikosis Korsakofff pada fase kronis. Namun, kelainan amnestik juga dapat terjadi
secara tiba-tiba, seperti pada ensefalopati Wernicke, amnesia global sementara, dan
pada anoksia. Meskipun demensia Alzheimer berkembang tanpa henti, gangguan
amnestik cenderung tetap statis atau bahkan membaik setelah penyebabnya telah

13
sembuh. Dalam hal defisit memori aktual, gangguan amnestik dan penyakit
Alzheimer berbeda. Defisit pada penyakit Alzheimer meliputi memori untuk
pengetahuan umum, bahasa, praksis, dan fungsi umum, hal ini berbeda pada
gangguan amnestik. Demensia pola subkortikal juga cenderung menunjukkan gejala
motorik, seperti bradikinesia, chorea, atau tremor, yang bukan merupakan komponen
dari gangguan amnestik.5
 Penuaan Normal
Beberapa gangguan kecil pada ingatan dapat menyertai penuaan normal, tetapi
persyaratan bahwa gangguan ingatan menyebabkan gangguan signifikan dalam fungsi
sosial atau pekerjaan harus mengecualikan penuaan normal dari diagnosis. 5
 Gangguan Disosiatif
Gangguan disosiatif kadang-kadang sulit dibedakan dari gangguan amnestik. Namun,
pasien dengan gangguan disosiatif lebih cenderung kehilangan orientasi pada diri
sendiri dan mungkin memiliki lebih sedikit memori selektif daripada pasien dengan
gangguan amnestik. Misalnya, pasien dengan gangguan disosiatif mungkin tidak tahu
nama atau alamat rumah mereka, tetapi mereka masih dapat mempelajari informasi
baru dan mengingat kenangan masa lalu yang dipilih. Gangguan disosiatif juga sering
dikaitkan dengan peristiwa kehidupan yang penuh tekanan secara emosional yang
melibatkan uang, sistem hukum, atau hubungan yang bermasalah.5

2.9 Terapi
Pengobatan gangguan amnestik tidak spesifik dan hanya berfokus pada
kompensasi gangguan memori.3
 Rehabilitasi kognitif dan program pelatihan memori sering menggunakan
teknik mnemonik atau penggunaan alat bantu memori eksternal seperti
pencatatan atau rekaman audio untuk meningkatkan fungsi pasien dalam
kehidupan sehari-hari.

14
 Butuhnya bantuan, pengawasan dan dukungan dari keluarga, teman atau
pengasuh pada penderita gangguan amnestik.
 Penggunaan agen farmakologis untuk mengobati gangguan amnestik tidak
diteliti dengan baik, dan masih kurangnya penelitian uji acak terkontrol.
Dalam penelitian label terbuka, Benke et al. (2005) memberikan donepezil,
inhibitor kolinestrase, kepada pasien dengan sindrom amnestik kronik pada
pasien ruptur aneurisma arteri anterior communicating, serebral anterior, atau
arteri pericallosal. Beberapa relawan menunjukkan peningkatan memori
secara signifikan selama periode pemberian obat 12 minggu, hal ini
menunjukkan butuhnya studi terkontrol double-blind di masa depan untuk
memeriksa potensi kegunaan obat kolinergik.3

2.10 Prognosis
Prognosis gangguan amnestik tergantung pada etiologi dan pengobatannya,
terutama pengobatan akut. Secara umum, gangguan amnestik memiliki jalan yang
statis. Sedikit perbaikan terlihat dari waktu ke waktu, tetapi juga tidak ada
perkembangan gangguan yang terjadi. Pengecualiannya adalah amnestik akut, seperti
amnesia global sementara, yang sembuh sepenuhnya dalam beberapa jam hingga
berhari-hari, dan gangguan amnestik yang terkait dengan trauma kepala yang
membaik secara mantap dalam waktu berbulan-bulan setelah trauma. Amnesia
sekunder akibat proses yang menghancurkan jaringan otak, seperti stroke, tumor, dan
infeksi, tidak dapat dipulihkan, meskipun, sekali lagi, statis, setelah infeksi akut atau
iskemia telah diatasi.5

15
16
BAB III
KESIMPULAN

Gangguan amnestik adalah gangguan yang ditandai dengan hilangnya ingatan


yang disebabkan oleh efek fisiologis langsung dari kondisi medis umum atau efek
dari zat-zat yang bertahan lama. Gangguan amnestik dapat diakibatkan dari gangguan
kondisi medis umum. Kondisi medis umum yang dapat menyebabkan gangguan
amnestik dapat berupa defisiensi tiamin, hipoglikemia, hipoksia, ensefalitis herpes
simpleks, tumor otak, penyakit serebrovaskular, plak multiple sklerosis kejang,
Electro Convulsif Therapy (ECT), dan trauma kepala.
Penegakan diagnosa gangguan amnestik terdapat pada DSM-IV-TR yaitu adanya
gangguan memori yang dimanifestasikan oleh gangguan kemampuan untuk
mempelajari informasi baru atau ketidakmampuan untuk mengingat informasi
sebelumnya, gangguan memori menyebabkan gangguan signifikan dalam fungsi
sosial atau pekerjaan, gangguan memori tidak disertai dengan delirium atau demensia
dan adanya bukti riwayat, pemeriksaan fisik atau temuan laboratorium bahwa
gangguan amnestik diakibatkan langsung dari kondisi medis umum. Pada DSM-5
gangguan amnestik telah berubah nama menjadi gangguan neurokognitif berat dan
ringan.
Terapi pada gangguan amnestik tidak spesifik dapat dilakukan dengan program
pelatihan memori atau penggunaan alat bantu seperti pencatatan atau rekaman audio
di mana butuh dukungan dan pengawasan keluarga.

17
18
DAFTAR PUSTAKA

1. Jakab Z. Designing the Road to Better Health and Well-being in Europe, Slide 2:
1948 WHO Definition of Health [Internet]. Euro.who.int. 2011 [cited 21 April
2019]. Available from:
http://www.euro.who.int/__data/assets/pdf_file/0003/152184/RD_Dastein_speech
_wellbeing_07Oct.pdf
2. Kreutjer JS, Deluca J, Caplan B. Encyclopedia of Clinical Neuropsychology. 2 nd
ed. Switzerland : Spinger; 2018. 200-209p.
3. Sadock BJ, Sadock VA, Ruiz P. Kaplan & Sadock’s Synopsis of Psychiatry
Behavioral Sciences/Clinical Psychiatry. 11th ed. Pataki CS, Sussman N, editor.
Philadelphia: Wolters Kluwer; 2015. 718-722 p.
4. Hales RE, Yudofsky SC, Gabbard GO. The American Psychiatry Publishing
Textbook of Psychiatry. 5th ed.Washington : American Psychiatric
Publishing;2008. 344-348p.
5. American Psychiatric Association. Diagnostic and Statistical Manual of Mental
Disorder 5. 5th ed. Washington DC: American Psychiatric Association; 2013.

Diagnosis untuk gangguan Asperger ditandai oleh gangguan dan keanehan interaksi sosial
serta minat dan perilaku yang terbatas. Berbeda dengan gangguan autis, pada gangguan
Asperger tidak ada keterlambatan signifikan dalam perkembangan bahasa atau kognitif.
Pada tahun 1944, Hans Asperger, seorang dokter Austria, menggambarkan sebuah sindrom
yang ia namakan "chopathy psy autistic." Deskripsi aslinya tentang sindrom
menggambarkan individu dengan kecerdasan normal yang menunjukkan penurunan
kualitatif dalam interaksi sosial timbal balik dan keanehan perilaku tanpa penundaan dalam
perkembangan bahasa. Gangguan Asperger terjadi dalam berbagai keparahan, termasuk
kasus-kasus di mana isyarat sosial yang sangat halus tidak terjawab, tetapi interaksi sosial
secara keseluruhan dikuasai.

19

Anda mungkin juga menyukai