Anda di halaman 1dari 7

4.

SIKLUS HUJAN ASAM


Hujan asam mempunyai pengertian sebagai segala bentuk hujan yang memiliki tingkat
keasaman atau pH dibawah normal, yakni dibawah 5,6. Secara umum, hujan yang turun di
wilayah Indonesia memiliki pH normal sekitar 6. Dan hujan asam ini mempunyai kandungan
pH di bawah kadar normal tersebut. Asamnya hujan ini dikarenakan adanya kandungan
karbondioksida atau CO₂ yang larut dengan air hujan tersebut dan memiliki bentuk sebagai
asam lemah.
Berikut ini akan dipaparkan mengenai tahapan- tahapan terjadinya hujan asam ini secara
urutm yakni:
1. Di Bumi terdapat beragam aktivitas baik aktivitas alam maupun aktivitas manusia yang
menimbulkan berbagai macam gas penyebab hujan asam, seperti karbondioksida,
karbonmonoksida, sulfur dioksida, dan hidrogen sulfur.
2. Kemudian di Bumi juga terjadi penguapan oleh berbagai macam sumber air yang
disebabkan karena pemanasan sinar matahari dan menghasilkan uap air yang banyak.
3. Setelah itu uap air yang timbul dari pengembunan tersebut akan bertemu dengan gas- gas
yang menyebabkan terjadinya hujan asam tersebut. Yakni karbondioksida dan
karbonmonoksida dengan uap air, serta hidrogen sulfur dan sulfur oksida dengan uap air.
4. Adanya pertemuan uap air dengan karbondioksida atau karbon monoksida ini akan
menghasilkan asam yang bersifat lemah. Hidrogen oksida dan sulfur dioksida ketika
bertemu dengan uap air akan menghasilkan asam yang bersifat kuat.
5. Kemudian kandungan syang bertemu tersebut terbawa oleh angin menuju tempat yang
jauh dari sumbernya dan semakin ke atas.
6. Ketika sudah sampai di atas, gas yag bercampur dengan uap air tersebut akan mengalami
kejenuhan sehingga menjatuhkan kandungan airnya sebagai titik- titik air. Titik- titik air
inilah yeng menjadi hujan. Hujan inilah yang yang dinamakan sebgai hujan asam.

8. PROSES MENGUBAH AIR LAUT MENJADI AIR TAWAR


Sumberdaya air yang terdapat di daerah tersebut umumnya berkualitas buruk, misalnya
air tanahnya yang payau atau asin. Sumber air yang secara kuantitas tidak terbatas adalah air
laut, walaupun kualitasnya sangat buruk karena banyak mengandung kadar garam atau TDS
(Total Dissolved Solid) sangat tinggi. Untuk mengatasi masalah tersebut salah satu cara
adalah dengan penerapan teknologi pengolahan air yang sesuai dengan kondisi sosial,
budaya, ekonomi dan SDM (sumberdaya manusia), selain kondisi sumber air bakunya
sendiri. Proses pengolahan air laut menjadi air tawar tersebut dikenal sebagai proses
desalinasi. Proses desalinasi dengan cara distilasi adalah pemisahan air tawar dengan cara
merubah phase air, sedangkan pada proses dengan membran yakni pemisahan air tawar dari
air laut dengan cara pemberian tekanan dan menggunakan membran reverse osmosis atau
dengan cara elektrodialisa. Disamping alat desalinasi itu sendiri, perlengkapan lainnya yang
umum pada proses desalinasi adalah sistem intake air laut termasuk pompa intake, saringan
kasar dan saringan halus, perpipaan air laut, perpipaan air hasil proses (air tawar) dan tanki
penampungan, peralatan energi (listrik) dan sistem distribusi dan lain sebagainya.

Desalinasi Air Laut Dengan Proses Osmosis Balik (Reverse Omosis, RO)
1. Pinsip Dasar Reverse Osmosis
Apabila dua buah larutan dengan konsentarsi encer dan konsentrasi pekat dipisahkan oleh
membran semi permeable, maka larutan dengan konsentrasi yang encer akan terdifusi
melalui membran semi permeable tersebut masuk ke dalam larutan yang pekat sampai
sampai terkesetimbangan konsentarsi. Phenomena tersebut dikenal sebagai proses osmosis.
Sebagai contoh misalnya, jika air tawar dan air laut (asin) dipisahkan dengan membran
semi permeable, maka air tawar akan terdifusi ke dalam air asin melalui membran semi
permeable tersebut sampai terjadi kesetimbangan. Daya pengggerak (driving force) yang
menyebabkan terjadinya aliran /difusi air tawar ke dalam air asin melalui membran semi
permeable tersebut dinamakan tekanan osomosis. Besarnya tekanan osmosis tersebut
tergantung dari karakteristik membran, temperatur air, dan konsentarsi garam yang terlarut
dalam air.
Apabila pada suatu sistem osmosis tersebut, diberikan tekanan yang lebih besar dari
tekanan osmosisnya, maka aliran air tawar akan berbalik yakni dari dari air asin ke air tawar
melalui membran semi permeable, sedangankan garamnya tetap tertinggal di dalam larutan
garammya sehingga menjadai lebih pekat. Proses tersebut dinakanan osmosis balik (reverse
osmosis).
Suatu membran (selaput) yang memungkinkan lewatnya hanya jenis-jenis molekul
tertentu disebut membran semipermeabel. Apabila dua buah larutan dengan konsentrasi encer
dan konsentrasi pekat dipisahkan oleh membran semipermeabel, maka larutan dengan
konsentrasi encer akan terdifusi melalui membran semipermeabel dan masuk ke dalam
larutan yang pekat sampai terjadi kesetimbangan konsentrasi. Peristiwa ini dikenal dengan
proses osmosis. Sebagai contoh, jika air tawar dan air laut (asin) dipisahkan dengan membran
semipermeabel, maka air tawar akan terdifusi ke dalam air asin sampai terjadi
kesetimbangan.

2. Proses Desalinasi Sistem Revese Osmosis (RO)


Di dalam proses desalinasi air laut dengan sistem osmosis balik (RO), tidak
memungkinkan untuk memisahkan seluruh garam dari air lautnya, karena akan membutuhkan
tekanan yang sangat tinggi sekali. Oleh karena itu pada kenyataanya, untuk mengasilkan air
tawar maka air asin atau air laut dipompa dengan tekanan tinggi ke dalam sutu modul membrane
osmosis balik yang mempunyai dua buah outlet yakni outlet untuk air tawar yang dihasilkan dan
outlet untuk air garam yang telah dipekatkan (reject water).
Di dalam membrane RO tersebut terjadi proses penyaringan dengan ukuran molekul,
yakni partikel yang molekulnya lebih besar dari pada molekul air, misalnya molekul garam dan
lainnya, akan terpisah dan akan terikut ke dalam air buangan (reject water). Oleh karena itu air
yang akan masuk kedalam membran RO harus mempunyai persyaratan tertentu misalnya
kekeruhan harus nol, kadar besi harus < 0,1 mg/l, pH harus dikontrol agar tidak terjadi
pengerakan calsium dan lainnya.
Di dalam prakteknya, proses pengolahan air minum dengan sistem reverse osmosis terdiri
dari dua bagian yakni unit pengolahan pendahuluan dan unit RO. Oleh karena air baku yakni air
laut, terutama yang dekat dengan pantai masih mengandung partikel padatan tersuspensi,
mineral, plankton dan lainnya, maka air baku tersebut perlu dilakukan pengolahan pendahuluan
sebelum diproses di dalam unit RO. Unit pengolahan pendahuluan tersebut terdiri dari beberapa
peralatan utama yakni pompa air baku, bak koagulasi-flokulasi, tangki reaktor (kontaktor),
saringan pasir, filter mangan zeolit, dan filter untuk penghilangan warna (color removal), dan
filter cartridge ukuran 0,5 µm. Sedangkan unit RO terdiri dari pompa tekanan tinggi dan
membran RO, serta pompa dosing untuk anti scalant, dan anti biofouling dan sterilisator ultra
violet (UV).
Air baku (air laut) dipompa ke bak koagulasi-flokulasi untuk mengendapakan zat padat
tersuspenssi, selanjutnya di alirkan ke rapid sand filter, selanjutnya ditampung di dalam bak
penampung. Dari bak penampung air laut dipompa ke pressure filter sambil diinjeksi dengan
larutan kalium permanganat agar zat besi atau mangan yang larut dalam air baku dapat dioksidasi
menjadi bentuk senyawa oksida besi atau mangan yang tak larut dalam air. Selain itu
dijinjeksikan larutan anti scalant, anti biofouling yang dapat berfungsi untuk mencegah
pengkerakan serta membunuh mikroorganisme yang dapat menyebabkan biofouling di dalam
membrane RO.
Dari pressure filter, air dialirkan ke saringan filter multi media agar senyawa besi atau
mangan yang telah teroksidasi dan juga padatan tersuspensi (SS) yang berupa partikel halus,
plankton dan lainnya dapat disaring. Dengan adanya filter multi media ini, zat besi atau mangan
yang belum teroksidasi dapat dihilangkan sampai konsentrasi <0,1 mg/l. Zat besi dan mangan ini
harus dihilangkan terlebih dahulu karena zat-zat tesebut dapat menimbulkan kerak (scale) di
dalam membran RO.
Dari filter multimedia, air dialirkan ke filter penghilangan warna. Filter ini mempunyai
fungsi untuk menghilangkan warna senyawa warna dalam air baku yang dapat mempercepat
penyumbatan membran RO. Setelah melalui filter penghilangan warna, air dialirkan ke filter
cartridge yang dapat menyaring partikel dengan ukuran 0,5 µm.

Setelah melalui filter cartridge, air dialirkan ke unit RO dengan menggunakan pompa
tekanan tinggi sambil diinjeksi dengan zat anti kerak dan zat anti biofouling. Air yang keluar dari
modul membran RO ada dua yakni air tawar dan air buangan garam yang telah dipekatkan
(reject water). Selanjutnya air tawarnya dipompa ke tangki penampung sambil dibubuhi dengan
khlorine dengan konsentarsi tertentu agar tidak terkontaminasi kembali oleh mikroba, sedangkan
air garamnya dibuang lagi ke laut.

3. SIFAT AGRESIF DAN SIFAT LUNAK HUJAN


Air hujan mempunyai sifat agresif terhadap pipa-pipa penyalur maupun bak-bak reservoir
karena pada umumnya air hujan mempunyai pH rendah, sehingga dapat mempercepat terjadinya
korosi. Air hujan juga mempunyai sifat lunak (soft water )karena kurang mengandung larutan
garam dan zat mineral, sehingga akan boros dalam pemakaian sabun dan terasa kurang segar.

6. ATURAN PEMERINTAH TENTANG PENGELOLAAN AIR HUJAN


Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Republik Indonesia Nomor 11/PRT/M/2014 Tentang
Pengelolaan Air Hujan Pada Bangunan Gedung Dan Persilnya

(Note : Isinya lihat di jurnal)

5. LUAS ATAP TAMPUNGAN HUJAN


Air hujan. Jenis sumber air hujan banyak digunakan dengan tampungan langsung
sederhana. Air hujan pada umumnya dipanen alau ditampung dan digunakan di air sulit pada
saat kemarau. Banyak cara menginap air hujan selama musim hujan. Air hujan yang jatuh ke
atap rumah dialirkan ke bak atau tampungan. Jumlah air yang tertampung sangat tergantung pada
ukuran tampungan. Semakin besar tampungan, semakin mahal investasinya. Dengan demikian,
ukuran umum tampungan sangat bergantung pada kemampuan masyarakat. Air dalam
lampungan segera dapat digunakan untuk berbagai keperluan, baik saat musim hujan maupun
saat musim kering. Namun, karena ukurannya yang relatif kecil, tampungan tidak akan bertahan
lama.
Embung adalah salah satu cara mengatasi air hujan dengan volume yang agak besar.
Embung-embung ini banyak dijumpai di Kabupaten Gunung Kidul, DIY. Pemanfaatan air hujan
secara langsung untuk kebutuhan rumah tangga belum signifikanjumlahnya.
Tampungan air hujan untuk memenuhi kebutuhan air saat kemarau panjang juga
dilakukan di negara-negara lain, seperti Thailand. Cara pemanenan air hujan (panen air hujan)
yang dilakukan mirip dengan yang dilakukan di beberapa daerah di Indonesia, misalnya di
Kabupaten Gunung Kidul, Yogyakarta. Pada prinsipnya, udara dari atap dialirkan melalui talang
udara menuju ke muara dan masuk ke tampungan. Tampungan bisa berada di atas tanah atau di
dalam tanah. Tampungan dengan tangki yang sudah jadi (tersedia di pasaran) lebih mudah dan
cepat dibuatnya. Yaitu, tampungan pabrikan (produksi pabrik, misalnya dari bahan akrilik),
umumnya memiliki ukuran yang lebih kecil sehingga tidak efektif dalam penanganan air hujan.
Kebutuhan terhitung tampungan dapat dihitung sebagai berikut. Misalnya, untuk rumah tangga
yang beranggotakan 4 anggota rumah tangga dengan kebutuhan minimal per hari 50 x 4 = 200
1 / hari. Anggap kebutuhan air selama 6 bulan harus disetujui dari air hujan, maka diperlukan
tampungan sebesar 6 x 30 x 200 = 36 m 2. Jika penampungan dilakukan untuk air yang jatuh di
atap dan atap rumah yang dibutuhkan 10 x 10 m 2 dengan efisiensi (n=0,8), maka diperlukan total

36
hujan tinggi: h = = 0,45 atau 450 mm / tahun.
100 n
Di daerah yang cukup hujan, angka 450 mm / tahun sangat mudah diperoleh. Bahkan
dalam satu atau dua bulan saat puncak musim hujan, angka tersebut dengan mudah dapat
dipenuhi. Saat terjadi banjir di Surakarta pada 27 Desember 2007, tinggi hujan di daerah aliran
Sungai Bengawan Solo bagian hulu mencapai lebih dari 100 mm / hari. Dengan sendirinya
suplai air sangat melimpah di daerah itu, bahkan di musim kemarau jadi tidak perlu tampungan
udara untuk musim kemarau. Namun, jika di daerah ini tidak tersedia hujan setinggi 450 mm /
tahun, maka yang harus diusahakan adalah luas atap atau luas daerah tangkapan hujan perlu
diperbesar. Di Indonesia, curah hujan rerata di berbagai wilayah mencapai 1.000 mm / tahun
sehingga pemanenan hujan dengan cara pengamanan dari atap umumnya dapat memenuhi
kebutuhan.
Tangki air dengan volume sebesar 36 m 2 biasanya tidak tersedia di pasaran. Tangki
tersebut dapat dibuat du atas atau di bawah tanah. Tangki di atas tanah akan menghemat energi
karena air dapat di alirkan secara gravitasi. Namun tangki di atas tanah akan memakan tempat
dengan kontruksi yang cukup kuat. (Triatmadja,R.,2018)
DAFTAR PUSTAKA

Triatmadja,R., 2018, Teknik Penyediaan Air Minum Perpipaan, Gadjah MadaUniversity Press :
Yogyakarta.

http://ciptakarya.pu.go.id/pbl/index.php/preview/53/permen-pu-no-11-tahun-2014-tentang-
pengelolaan-air-hujan-pada-bangunan-gedung-dan-persilnya

http://eprints.polsri.ac.id/1886/3/BAB%20II%20BISMILLAH%20FIX.pdf

https://ilmugeografi.com/fenomena-alam/hujan-asam

https://www.kompasiana.com/purionemegatama/58f58e745793733e0acb54e8/pengolahan-air-laut-
menjadi-air-minum

Anda mungkin juga menyukai