Anda di halaman 1dari 4

Penyebaran Budaya Postmodern di Media

Televisi
Postmodernisme secara harfiah berarti `setelah gerakan modernis'. Sementara "modern" itu
sendiri merujuk pada sesuatu "yang berhubungan dengan masa kini", gerakan modernisme dan
reaksi berikut postmodernisme didefinisikan oleh seperangkat perspektif. Postmodernisme
adalah sebuah estetika, sastra, politik atau filsafat sosial, yang merupakan dasar dari upaya untuk
menggambarkan suatu kondisi, atau suatu keadaan, atau sesuatu yang berkaitan dengan
perubahan pada lembaga-lembaga dan kondisi-kondisi sebagai postmodernitas (seperti dalam
Giddens, 1990). Dengan kata lain, postmodernisme adalah "fenomena budaya dan intelektual".

Kesimpulan pengertian postmodern adalah bahwa postmodern adalah suatu masa yang terjadi
pada masa kini, dimana saat manusia tak lagi memandang modernisasi sebagai suatu upaya yang
dapat memuaskan kebutuhan mereka. Di saat manusia sedang berkutat dengan teknologi yang
sedang berkembang pesat, muncul keinginan dalam diri manusia untuk menguasai individu lain
dengan teknologi, kepintaran atau bahkan dengan uang mereka tersebut.

Di Indonesia, konsep postmodernisme dapat terlihat dalam gaya hidup masyarakat kota-kota
besar yang semakin lama semakin modern dari waktu ke waktu. Tanpa kita sadari,
postmodernisme semakin merebak bahkan sampai ke hal terkecil sekalipun. Dalam hal ini akan
membahas postmodern yang terjadi di dunia pertelevisian Indonesia. Televisi adalah sebuah
sarana yang digunakan oleh film-film untuk menyerbu kehidupan sehari-hari jutaan orang.
Televisi mampu menayangkan fakta secara langsung dan mampu menyebutkan produksi-
produksi film.

Kemampuan ganda demikian membuat televisi memiliki kekuatan yang unik. Televisi
memperlihatkan dua ciri khas postmodern: menghapus batas antara masa lalu dan masa kini; dan
menempatkan pemirsa dalam ketegangan terus-menerus. Banyak pengamat sosial menganggap
televisi sebagai cermin dari kondisi psikologis dan budaya postmodern. Perkembangan televisi
sekarang tidak lagi digunakan sebagai sarana hiburan tapi bisa jadi sarana politik.

Dalam hubungan dengan politik televisi menjadi media untuk memperoleh infomasi politik.
Televisi sebagai sarana berpolitik misalnya sebagai kampanye politik, dengan menayangkan
partai politik untuk menampilkan latar belakang dari partai tersebut. Ada juga dengan salah satu
calon presiden untuk melihat latar belakang bahkan visi misi calon presiden untuk maju menjadi
presiden. Biar membuat masyarakat terbius untuk memilih partai politik ataupun calon presiden.

Dalam era postmodern saat ini didalam bidang politik segala cara di media terutama di
pertelevisian untuk berkampanye menjadi alternatif untuk mengajak masyarakat memilih partai
politik atau calon presiden yang muncul di televisi. Selain itu salah satu bentuk hubungan media
televisi dengan politik di era postmodern, sebagai contohnya di dalam acara debat presiden dan
wakil presiden, atau salah satu acara talk show politik yang sangat menginspirasi dan sebagai
pembelajaran politik untuk masyarakat luas didalam era post modern.

Menurut teori dari Jean Baudillard (dalam Ritzer, 2003: 641), masyarakat saat ini sudah tidak
lagi didominasi oleh produksi tetapi lebih didominasi oleh media, komputer, pemrosesan
informasi, industri hiburan dan pengetahuan, dalam media pertelevisian. Dengan mengambil
pernyataan teori Baudrillard tersebut, maka dapat dikatakan bahwa acara – acara politik di
pertelevisian Indonesia merupakan salah satu contoh yang tepat untuk menjelaskan teori yang
dibangun berdasarkan permasalahan sosial kontemporer masyarakat yang terjadi saat ini

Rio Muhamad

Mahasiswa Ilmu Pemerintahan UNDIP 2013

https://www.kompasiana.com/riomd/54f91fd7a33311ed068b4737/penyebaran-budaya-postmodern-
di-media-televisi
REPRESENTASI FEMINISME SRIKANDI
DALAM PERTUNJUKAN WAYANG ORANG
LAKON BISMA GUGUR
Abstract
Eksistensi Srikandi dalam petunjukan wayang orang lakon Bisma Gugur merupakan
representasi dari emansipasi perempuan berbasis kultural Jawa. Fenomena di
masyarakat sering muncul persepsi negatif bahwa dalam budaya Jawa dan juga
Indonesia cenderung memosisikan perempuan menjadi subordinat laki-laki. Penelitian
ini membahas nilai-nilai feminisme  dalam tokoh Srikandi, yang  dapat menjadi sumber
inspirasi dan patut diteladani. Metode yang digunakan  kualitatif dengan kajian semiotik
interpretatif. Teknik pengumpulan data melalui wawancara, observasi, dan
dokumentasi. Tanda dianalisis dengan pendekatan semiotika Van Zoest. Pemaknaan
atas tanda dengan konsep Roland Brathes. Hasilnya dapat diformulasikan (1) nilai-nilai
feminisme Srikandi bersifat kontradiktif. Kefeminimannya  digunakan sebagai strategi
untuk mengalahkan lawan. Hal tersebut merupakan gambaran dari suatu transformasi
sosial untuk menciptakan keadaan kesetaraan antara kaum perempuan dan laki-laki
sehingga perempuan mendapatkan haknya dalam konteks bela negara. (2) nilai teladan
dari tokoh Srikandi adalah: (a) nilai semangat pantang menyerah, (b) nilai keberanian
dan tanggung jawab, (c) nilai menghormati dan saling menghargai, (d) nilai realita dan
ilmu pengetahuan, dan (e) nilai estetika
  Srikandi character in a traditional stage performance Bisma Gugur shows a
woman emancipation representation which expresses and struggle for woman’s right. A
phenomenon which comes in society shows that woman’s existence is less in its
part.The problem in this research is how the values of feminism in Srikandi character be
an inspiration and model for the public society. The method used is qualitative with
interpretative semiotic studies. Techniques of data collection by using interview,
observation, and documentation. The sign analyzes with Van Zoest semiotic and its
meaning by using Roland Brathes concept.  The result shows (1) there is a
contradictive in values of feminism of Srikandi in a traditional stage performance Bisma
Gugur. Its feminism is used to as a strategy to against enemy. A contradictive feminism
Srikandi value shows a portrait from social transformation to compose the same social
status between woman and man, so she can get the same right to depend her country.
(2) a good moral value from Srikandi is a) prohibition of surrender spirit , b) brave and
responsible, c) respecting, d) reality value and science, and e) aesthetic value.
https://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/catharsis/article/view/2732

Anda mungkin juga menyukai