Definisi Anemia
Anemia merupakan kelainan hematologi yang paling sering dijumpai .Anemia
ialah keadaan dimana masa eritrosit tidak dapat memenuhi fungsinya untuk
menyediakan oksigen bagi jaringan tubuh. Secara laboratorik dijabarkan sebagai
penurunan dibawah normal kadar hemoglobin, eritrosit dan hematocrit. (Bakta, 2006)
Klasifikasi Anemia
Secara morfologi, pengklasifikasian anemia terdiri atas:
a. Anemia normositik normokrom
Patofisiologi anemia ini terjadi karena pengeluaran darah atau destruksi darah yang
berlebih sehingga menyebabkan Sumsum tulang harus bekerja lebih keras lagi
dalam eritropoiesis. Sehingga banyak eritrosit muda (retikulosit) yang terlihat pada
gambaran darah tepi. Pada kelas ini, ukuran dan bentuk sel-sel darah merah normal
serta mengandung hemoglobin dalam jumlah yang normal tetapi individu menderita
anemia. Anemia ini dapat terjadi karena hemolitik, pasca pendarahan akut, anemia
aplastik, sindrom mielodisplasia, alkoholism, dan anemia pada penyakit hati kronik.
b. Anemia makrositik normokrom
Makrositik berarti ukuran sel-sel darah merah lebih besar dari normal tetapi
normokrom karena konsentrasi hemoglobinnya normal. Hal ini diakibatkan oleh
gangguan atau terhentinya sintesis asam nukleat DNA seperti yang ditemukan pada
defisiensi B12 dan atau asam folat. Ini dapat juga terjadi pada kemoterapi kanker, sebab
terjadi gangguan pada metabolisme sel.
c. Anemia mikrositik hipokrom
Mikrositik berarti kecil, hipokrom berarti mengandung hemoglobin dalam
jumlah yang kurang dari normal. Hal ini umumnya menggambarkan insufisiensi
sintesis hem (besi), seperti pada anemia defisiensi besi, keadaan sideroblastik dan
kehilangan darah kronik, atau gangguan sintesis globin, seperti pada talasemia
(penyakit hemoglobin abnormal kongenital).
Etiologi Anemia
Pada dasarnya anemia disebabkan oleh gangguan pembentukan eritrosit di
sumsum tulang (produksi eritrosit menurun), kehilangan eritrosit dari tubuh
(perdarahan), proses peningkatan penghancuran eritrosit dalam tubuh sebelum
waktunya (hemolisis).
(Bakta, 2006)
Patofisiologi Anemia
Eritrosit/hemoglobin menurun
Anoksia organ target : menimbulkan gejala tergantung pada organ mana yang terkena.
Mekanisme kompensasi tubuh :
a.Penurunan afinitas Hb terhadap oksigen dengan meningkatkan enzim 2,3 DPG
b.Meningkatkan curah jantung (COP = cardiac output)
c.Redistribusi aliran darah
d.Menurunkan tekanan oksigen vena
Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik meliputi pemeriksaan tanda vital untuk melihat kondisi umum yang
mungkin menjadi penyebab utama yang mempengaruhi kondisi pasien atau efek
anemia terhadap kondisi umum pasien. Pemeriksaan fisik ditujukan untuk menemukan
berbagai kondisi klinis manifestasi kekurangan besi dan sindroma anemic.
Pemeriksaan laboratorium
Jenis Nilai
Pemeriksaan
Hemoglobin Kadar Hb biasanya menurun disbanding nilai normal berdasarkan
jenis kelamin pasien
MCV Menurun (anemia mikrositik)
MCH Menurun (anemia hipokrom)
Morfologi Terkadang dapat ditemukan ring cell atau pencil cell
Ferritin Ferritin mengikat Fe bebas dan berkamulasi dalam sistem RE
sehingga kadar Ferritin secara tidak langsung menggambarkan
Jika
konsentrasi kadar Fe. Standar kadar normal ferritin pada tiap center
kesehatan berbeda-beda. Kadar ferritin serum normal tidak
menyingkirkan kemungkinan defisiensi besi namun kadar ferritin
>100 mg/L memastikan tidak adanya anemia defisiensi besi
TIBC Total Iron Binding Capacity biasanya akan meningkat >350 mg/L
(normal: 300-360 mg/L )
Saturasi Saturasi transferin bisanya menurun <18% (normal: 25-50%)
transferrin
Pulasan sel Dapat ditemukan hyperplasia normoblastik ringan sampai sedang
sumsum tulang dengan normoblas kecil. Pulasan besi dapat menunjukkan butir
hemosiderin (cadangan besi) negatif. Sel-sel sideroblas yang
merupakan sel blas dengan granula ferritin biasanya negatif. Kadar
sideroblas ini adalah Gold standar untuk menentukan anemia
defisiensi besi, namun pemeriksaan kadar ferritin lebih sering
digunakan.
Pemeriksaan Berbagai kondisi yang mungkin menyebabkan anemia juga diperiksa,
penyait dasar misalnya pemeriksaan feces untuk menemukan telur cacing tambang,
pemeriksaan darah samar, endoskopi, dan lainnya.
dilihat dari beratnya kekurangan besi dalam tubuh maka defisiensi besi dapat dibagi
enjadi 3 tingkatan, yaitu :
- Deplesi besi adalah penurunan cadangan besi tanpa diikuti penurunan kadar besi
serum. Deteksi dari tingkatan ini adalah dengan menggunakan teknik biopsi atau
dengan pengukuran ferritin. Karena absorpsi besi berbanding terbalik dengan cadangan
besi, maka terjadi peningkatan absorpsi besi pada fase ini.
- Eritropoiesis defisiensi besi dikatakan ada ketika cadangan besi habis namun kadar
hemoglobin dalam darah masih dalam batas bawah normal. Dalam fase ini, beberapa
abnormalitas dalam pemeriksaan laboratorium dapat dideteksi, terutama menurunnya
saturasi transferrin serta meningkatnya total iron-binding capacity. Meningkatnya
protoporfirin eritrosit bebas dapat dilihat di pertengahan dan akhir dari fase ini. Mean
corpuscular volume (MCV) biasanya masih dalam batas normal walaupun sudah
terlihat beberapa mikrosit pada hapusan darah.
- Ketika konsentrasi hemoglobin menurun hingga di bawah batas normal, anemia
defisiensi besi terjadi. Pada fase ini, kadar enzim yang mengandung besi seperti
sitokrom juga menurun
Diagnosis Banding Anemia Defisiensi Besi
a. Anemia penyakit kronik
Anemia yang dijumpai pada penyakit kronik tertentu yang khas ditandai oleh gangguan
metabolism besi, yaitu adanya hipoferemia sehingga menyebabkan berkurangnya
penyediaan besi yang dibutuhkan untuk sintesis hemoglobin tetapi cadangan besi
sumsum tulang masih cukup.
b. Thalasemia
Penyakit kelainan darah yang ditandai dengan kondisi sel darah merah mudah rusak
atau umurnya lebih pendek dari sel darah merah normal.
c. Anemia sideroblastik
Anemia dengan sideroblas cincin dalam sumsum tulang.
2. Pemberian preparat besi untuk mengganti kekurangan besi dalam tubuh (iron
replacement therapy) :
a. Terapi besi oral, merupakan terapi pilihan pertama oleh karena
efektif, murah dan aman. Preparat yang tersedia adalah ferrous sulphate (preparat
pilihan pertama oleh karena paling murah tetapi efektif). Dosis anjuran adalah 3 x 200
mg. Preparat lain : ferrous gluconate, ferrous fumarat, ferrous lactate, ferrous succinate.
b. Terapi besi parenteral, sangat efektif tetapi mempunyai risiko
lebih besar dan harganya lebih mahal. Oleh karena risiko ini maka besi parenteral
hanya diberikan atas indikasi tertentu, seperti: Intoleransi terhadap pemberian besi oral,
kepatuhan terhadap obat rendah, penyerapan besi terganggu, keadaan dimana
kehilangan darah banyak, kebutuhan besi besar dalam waktu pendek, defisiensi besi
fungsional relatif.
3. Pengobatan lain
a. Diet, sebaiknya diberikan makanan bergizi dengan tinggi protein terutama berasal dari
protein hewani.
b. Vitamin C, diberikan 3 x 100 mg/hari untuk meningkatkan absorposi besi
c. Transfusi darah, ADB jarang memerlukan transfusi darah. Diberikan hanya pada
keadaan anemia yang sangat berat atau disertai infeksi yang dapat mempengaruhi
respons terapi. Jenis darah yang diberikan adalah PRC untuk mengurangi bahaya
overload.
Jika respons terhadap terapi tidak baik, maka perlu dipikirkan:
*pasien tidak patuh sehingga obat tidak diminum, dosis besi kurang, masih ada
perdarahan cukup berat, ada penyakit lain seperti peny.kronik, ada defisiensi asam
folat. Serta kemungkinan salah mendiagnosis ADB. Jika dijumpai keadaan tersebut,
lakukan evaluasi kembali dan ambil tindakan yang tepat.