Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULAUN

A. Latar Belakang
Otitis media merupakan peradangan mukosa telingah tengah yang terdiri atas
otitis media non supuratif supuratif. Berdasarkan durasi waktu otitis media dibagi
menjadi bentuk akut dan kronik. Selain itu terdapat sistem klasifikasi lain yang
membagi otitis media yaitu,otitis media akut, otitis media efusi, otitis media
supurafi, kronik dan otitis media akut rekuren.

Otitis media supuratif kronik (OMSK) adalah infeksi kronik ditelinga tengan
ditandai dengan perforasi membran timpani dan sekret yang keluar terus- menerus
atau hilang timbul, sekret berupa serous, mukoid atau purulen lebih dari 8 minggu.

Otitis media supuratif kronik merupakan salah satu penyakit telinga yang paling
banyak terjadi di negara berkembang termesuk Indonesia. Survey prevalensi
menunjukan bahwa beban gelobal penyakit OMSK ini melibatkan 65-330 juta
orang dengan keluhan telinga beair dan 60% diantaranya yaitu mencapai 39-200
juta orang menderita gangguan pendengaran yang signifikan . OMSK
menyumbang 28.000 kematian dan beban penyakit lebuh dari 2 juta. Lebih dari
90% dari beban penyakit ini ditanggung oleh negara-negara di kawasan Asia
Tenggara dan Pasifik Barat, Afrika dan beberapa suku minoritas di lingkaran
pasifik.

OMSK yang bersifat multifaktorial ditekankan. Tetapi antibiotik yang tidak


adekuat, ISPA berulang dan penyakit hidung dan kondisi lingkungan kumuh
dengan kesulitan akses ke fasilitas kesehatan dihubungkan dengan perkembangan
otitis media akut(OMA) menjadi OMSK.

B. Tujuan

1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan otitis media

2. Untuk mengetahui penyebab dari otitits media

3. Untuk mengetahui penatalaksanaan dari otitis media


BAB 11

TINJAUAN TEORI

A. Defenisi
Otitis Media adalah peradangan pada sebagian atau seluruh mukosa telinga
tengah, tuba Eustachius, antrum mastoid, dan sel-sel mastoid. Otitis media
berdasarkan gejalanya dibagi atas otitis media supuratif dan otitis media non
supuratif, di mana masing-masing memiliki bentuk yang akut dan kronis. Selain itu,
juga terdapat jenis otitis media spesifik, seperti otitis media tuberkulosa, otitis media
sifilitika. Otitis media yang lain adalah otitis media adhesiva.
Otitis media akut (OMA) adalah peradangan telinga tengah dengan gejala dan
tanda-tanda yang bersifat cepat dan singkat. Gejala dan tanda klinik lokal atau
sistemik dapat terjadi secara lengkap atau sebagian, baik berupa otalgia, demam,
gelisah, mual, muntah, diare, serta otore, apabila telah terjadi perforasi membran
timpani. Pada pemeriksaan otoskopik juga dijumpai efusi telinga tengah. Terjadinya
efusi telinga tengah atau inflamasi telinga tengah ditandai dengan membengkak pada
membran timpani atau bulging, mobilitas yang terhad pada membran timpani,
terdapat cairan di belakang membran timpani, dan otore.

Infeksi saluran telinga meliputi, infeksi saluran telinga luar (otitis eksternal )
saluran telinga tengah (otitis media ), mastoid (mastoiditis) dan telinga bagian dalam
(labyrinthitis), otitis media, suatu inflamsi telinga tengah berhubungan dengan efusi
telinga tengah, yang merupakan penumpukan cairan ditelinga tengah.

B. Etiologi
 ISPA (infeksi saluran pernafasan atas), inflamasi jaringan di sekitarnya (misal
: sinusitis, hipertrofi adenoid), atau reaksi alergi (misalkan rhinitis alergika).
Pada anak-anak, makin sering terserang ISPA, makin besar kemungkinan
terjadinya otitis media akut (OMA). Pada bayi, OMA dipermudah karena tuba
eustachiusnya pendek, lebar, dan letaknya agak horisontal. Bakteri dan virus
yang umum ditemukan sebagai mikroorganisme penyebab adalah
Streptococcus peumoniae, Haemophylus influenza, Moraxella catarrhalis,
dan bakteri piogenik lain, seperti Streptococcus hemolyticus, Staphylococcus
aureus, E. coli, Pneumococcus vulgaris.
 Trauma atau masuknya benda asing di dalam telinga karena obstruksi tuba
eustachius menyebabkan pertahanan tubuh pada silia mukosa tuba eustachius
terganggu, sehingga pencegahan invasi kuman ke dalam telinga tengah juga
akan terganggu, ruptur gendang telinga dan perforasi gendang telinga.

C. Klasifikasi
Otitis media dibagi menjadi tiga

1. Otitis media akut.


Otitis media akut adalah infeksi telinga tengah. Penyebab umum otitis media akut
adalah masuknya bakteri patogenik ke dalam telinga tengah yang normalnya steril.
Paling sering terjadi bila terjadi disfungsi tuba eustachii seperti obstruksi yang
diakibatkan oleh infeksi saluran pernapasan atas, inflamasi jaringan sekitarnya (mis :
sinusitis, hipertrofi adenoid), atau reaksi alergi (mis: rinitis alergika). Bakteri yang
umumnya ditemukan sebagai organisma penyebab adalah streptococcus pneumoniae,
hemophylus influenzae, dan moraxella catarrhalis. Cara masuk bakteri pada
kebanyakan pasien kemungkinan melalui tuba eustachii akibat kontaminasi sekresi
dalam nasofaring. Bakteri juga dapat masuk telinga tengah bila ada perforasi
membran timpani. Eksudat pululen biasanya ada dalam telinga tengah dan
mengakibatkan kehilangan pendengaran konduktif.
2. Otitis media serosa.
Otitis media serosa (efusi telinga tengah) mengeluarkan cairan, tanpa bukti adanya
infeksi aktif, dalam telinga tengah. Secara teori, cairan ini sebagai akibat tekanan
negatif dalam teling tengah yang disebabkan obstruktif tuba eustachii. Kondisi ini
ditemukan terutama pada anak-anak; perluh dicatat bahwa, bila terjadi pada orang
dewasa, penyebab lain yang mendasarinya terjadinya disfungsi tuba eustachii harus
dicari. Efusi telingah tengah sering terlihat pada setelah menjalani radioterapi dan
barotrauma (mis: penyelam) dan pada pasien dengan disfungsi tuba eustachii akibat
infeksi atau alergi saluran napas atas yang terjadi. Barotoma terjadi bila terjadi
perubahan tekanan mendadak dalam telinga dalam akibat perubahan tekanan
barometrik, seperti pada penyelam atau saat pesawat menurun, dan cairan
terperangkap di dalam telingah tengah. Karsinoma yang menyumbat tuba eustachi
harus disingkirkan pada ornag dewasa yang menderita otitis media serosa unilateral
menetap.
3. Otitis media kronik.
Otitis media kronik adalah kondisi yang berhubungan dengan patologi jaringan
ireversible dan biasanya disebabkan karena episode berulang otitis media akut.
Sering berhubungan dengan perforasi menetap membran timpani. Infeksi kronik
telinga tengah tidak hanya mengakibatkan kerusakan membran timpani tetapi juga
dapat menghancurkan osikulus dan hampir selalu melibatkan mastoid.
D. Manifestasi klinis
a) Otitis media akut:
 Gejala beragam berdasarkan tingkat keparahan infeksi, biasanya bersifat
unilateral.
 Nyeri di dalam dan di sekitar telinga (otalgia) mungkin intens dan hanya akan
reda setelah perforasi spontan gendang telinga atau setelah miringotomi.
 Demam; drainase dari telinga, kehilangan pendengaran.
 Membran timpani mengalami eritema dan sering kali menonjol.
 Kehilangan pendengaran konduktif disebabkan oleh eksudat di dalam telinga
tengah.
 Bahkan jika kondisi menjadi subakut (3 minggu sampai 3 bulan) disertai
dengan rabas purulen, ketulian permanen jarang terjadi.
( Brunner & Suddarth, 2013. Edisi 12)
b) Otitis media serosa :
Pasien mungkin mengeluh kehilangan pendengaran, rasa penuh dalam telinga
atau perasaan bendungan, dan bahakan suara letup atau berderik, yang terjadi
ketika tuba eustachii berusaha membuka. Membran timpani nampak kusam
pada otoskopi, dan dapat terlihat gelembung udara dalam telinga tengah.
Audiogram biasanya menunjukan adanya kehilangan pendengaran konduktif

c) Otitis media kronik:


 Gejala mungkin minimal, dengan tingkat ketulian yang bervariasi dan otorea
(rabas) berbau busuk yang persisten atau intermiten.
 Pasien mungkin merasakan nyeri jika terdapat mastoiditis akut, ketika
mastoiditis terjadi, area pasca aurikular menjadi kenyal; eritema dan edema
dapat terjadi.
 Kolesteatoma (kantung yang berisi kulit yang mengalami degenerasi dan
materi sebasea) mungkin dimanifestasikan sebagai massa putih di belakang
membran timpani yang terlihat melalui otoskop. Jika tidak diobati,
kolesteatoma akan terus tumbuh dan menghancurkan srtuktur tulang temporal,
kemungkinan menyebabkan kerusakan pada saraf fasial dan kanal horizontal
serta hancurnya srtuktur lain disekitarnya. Pemeriksaan audutori sering kali
menunjukan tuli konduktif atau campuran.
(Brunner & suddarth, 2013)
E. Patofisiologi
Otitis media sering diawali dengan infeksi pada saluran napas seperti radang
tenggorokan atau pilek yang menyebar ke telinga tengah lewat saluran Eustachius.
Saat bakteri melalui saluran Eustachius, mereka dapat menyebabkan infeksi di saluran
tersebut sehingga terjadi pembengkakan di sekitar saluran, tersumbatnya saluran, dan
datangnya sel-sel darah putih untuk melawan bakteri. Sel-sel darah putih akan
membunuh bakteri dengan mengorbankan diri mereka sendiri. Sebagai hasilnya
terbentuklah nanah dalam telinga tengah. Selain itu pembengkakan jaringan sekitar
saluran Eustachius menyebabkan lendir yang dihasilkan sel-sel di telinga tengah
terkumpul di belakang gendang telinga Jika lendir dan nanah bertambah banyak,
pendengaran dapat terganggu karena gendang telinga dan tulang-tulang kecil
penghubung gendang telinga dengan organ pendengaran di telinga dalam tidak dapat
bergerak bebas. Kehilangan pendengaran yang dialami umumnya sekitar 24 desibel
(bisikan halus). Namun cairan yang lebih banyak dapat menyebabkan gangguan
pendengaran hingga 45 desibel (kisaran pembicaraan normal). Selain itu telinga juga
akan terasa nyeri. Dan yang paling berat, cairan yang terlalu banyak tersebut akhirnya
dapat merobek gendang telinga karena tekanannya.
Otitis media dari nasofaring yang kemudian mengenai telinga tengah, yang
mendapatkan infeksi bakteri yang membocorkan membran timpani. Stadium awal
komplikasi ini dimulai dengan hipertermi dan edema pada mukosa tuba eusthacius
bagian faring, yang kemudian lumennya dipersempit oleh hiperplasi limfoid pada
submukosa. Gangguan ventilasi telinga tengah ini disertai oleh terkumpulnya cairan
eksudat dan transudat dalam telinga tengah, akibatnya telinga tengah menjadi sangat
rentan terhadap infeksi bakteri yang datang langsung dari nasofaring. Bakteri juga
dapat masuk telinga tengah bila ada perforasi membran tymphani.Eksudat purulen
biasanya ada dalam telinga tengah dan mengakibatkan kehilangan pendengaran
konduktif. Gangguan ventilasi telinga tengah ini disertai oleh terkumpulnya cairan
eksudat dan transudat dalam telinga tengah, akibatnya telingah tengah menjadi sangat
rentan terhadap infeksi bakteri yang datang langsung dari nasofaring. Perforasi
membran timpani yang permanen, mukosa telinga tengah akan terpapar ke telingah
luar sehingga memungkinkan terjadinya infeksi berulang. Sekret pada infeksi dengan
kolesteatom beraroma khas, dengan sekret yang sangat bau dan berwarnah kuning
abu-abu, kotor purelen dapat juga terlihat keping-keping kecil, berwarnah putih
mengkilat. Gangguan pendengaran tipe konduktif timbul akibat terbentuknya
kolesteatom bersama juga karena hilangnya alat pengantar udara pada otitismedia
nekrotikans akut. Selain tipe konduktif dapat pula tipe campuran karena kerusakan
pada koklea yaitu karena erosi pada tulang –tulang kanal semisirkularis akibat
osteolitik kolesteatom.( Corwin, Elizabeth J. 2009)

F. Patoflodiagram
G. Penatalaksanan
Penatalaksanaan OMA tergantung pada stadium penyakitnya.
Pengobatan pada stadium awal ditujukan untuk mengobati infeksi saluran
napas, dengan pemberian antibiotik, dekongestan lokal atau sistemik, dan
antipiretik. Tujuan pengobatan pada otitis media adalah untuk menghindari
komplikasi intrakrania dan ekstrakrania yang mungkin terjadi, mengobati
gejala, memperbaiki fungsi tuba Eustachius, menghindari perforasi membran
timpani, dan memperbaiki sistem imum lokal dan sistemik.
Pada stadium oklusi tuba, pengobatan bertujuan untuk membuka
kembali tuba Eustachius sehingga tekanan negatif di telinga tengah hilang.
Diberikan obat tetes hidung HCl efedrin 0,5 % dalam larutan fisiologik untuk
anak kurang dari 12 tahun atau HCl.
Pada stadium hiperemis dapat diberikan antibiotik, obat tetes hidung
dan analgesik. Dianjurkan pemberian antibiotik golongan penisilin atau
eritromisin. Jika terjadi resistensi, dapat diberikan kombinasi dengan asam
klavulanat atau sefalosporin. Untuk terapi awal diberikan penisilin
intramuskular agar konsentrasinya adekuat di dalam darah sehingga tidak
terjadi mastoiditis terselubung, gangguan pendengaran sebagai gejala sisa dan
kekambuhan. Antibiotik diberikan minimal selama 7 hari. Bila pasien alergi
tehadap penisilin, diberikan eritromisin. Pada anak, diberikan ampisilin 50-
100 mg/kgBB/hari yang terbagi dalam empat dosis, amoksisilin atau
eritromisin masing-masing 50 mg/kgBB/hari yang terbagi dalam 3 dosis.
Pada stadium supurasi, selain diberikan antibiotik, pasien harus dirujuk
untuk melakukan miringotomi bila membran timpani masih utuh sehingga
gejala cepat hilang dan tidak terjadi ruptur.
Pada stadium perforasi, sering terlihat sekret banyak keluar, kadang
secara berdenyut atau pulsasi. Diberikan obat cuci telinga (ear toilet) H2O2
3% selama 3 sampai dengan 5 hari serta antibiotik yang adekuat sampai 3
minggu. Biasanya sekret akan hilang dan perforasi akan menutup kembali
dalam 7 sampai dengan 10 hari.
Pada stadium resolusi, membran timpani berangsur normal kembali,
sekret tidak ada lagi, dan perforasi menutup. Bila tidak terjadi resolusi
biasanya sekret mengalir di liang telinga luar melalui perforasi di membran
timpani. Antibiotik dapat dilanjutkan sampai 3 minggu. Bila keadaan ini
berterusan, mungkin telah terjadi mastoiditi.
Sekitar 80% kasus OMA sembuh dalam 3 hari tanpa pemberian
antibiotik. Observasi dapat dilakukan. Antibiotik dianjurkan jika gejala tidak
membaik dalam dua sampai tiga hari, atau ada perburukan gejala. Ternyata
pemberian antibiotik yang segera dan dosis sesuai dapat terhindar dari
tejadinya komplikasi supuratif seterusnya. Masalah yang muncul adalah risiko
terbentuknya bakteri yang resisten terhadap antibiotik meningkat. Menurut
American Academy of Pediatrics.
Mengkategorikan OMA yang dapat diobservasi dan yang harus segera
diterapi dengan antibiotik sebagai berikut :

Tabel Kriteria Terapi Antibiotik dan Observasi pada Anak dengan OMA

Usia Diagnosis pasti ( certain ) Diagnosis meragukan


(uncertain )
Kurang dari 6 bulan Antibiotik Antibiotik
6 bulan sampai 2 tahun Antibiotik Antibiotik jika gejala berat,
observasi jika gejala ringan
2 tahun ke atas Antibiotik jika gejala berat, Observasi
observasi jika gejala ringan

Diagnosis pasti OMA harus memiliki tiga kriteria, yaitu bersifat akut, terdapat
efusi telinga tengah, dan terdapat tanda serta gejala inflamasi telinga tengah. Gejala
ringan adalah nyeri telinga ringan dan demam kurang dari 39°C dalam 24 jam
terakhir. Sedangkan gejala berat adalah nyeri telinga sedang-berat atau demam 39°C.
Pilihan observasi selama 48-72 jam hanya dapat dilakukan pada anak usia enam bulan
sampai dengan dua tahun, dengan gejala ringan saat pemeriksaan, atau diagnosis
meragukan pada anak di atas dua tahun. Follow-up dilaksanakan dan pemberian
analgesia seperti asetaminofen dan ibuprofen tetap diberikan pada masa observasi.

Menurut American Academic of Pediatric, amoksisilin merupakan first-line


terapi dengan pemberian 80mg/kgBB/hari sebagai terapi antibiotik awal selama lima
hari. Amoksisilin efektif terhadap Streptococcus penumoniae. Jika pasien alergi
ringan terhadap amoksisilin, dapat diberikan sefalosporin seperti cefdinir. Second-line
terapi seperti amoksisilin-klavulanat efektif terhadap Haemophilus influenzae dan
Moraxella catarrhalis, termasuk Streptococcus penumoniae. Pneumococcal valent
conjugate vaccine dapat dianjurkan untuk menurunkan prevalensi otitis media
American Academic of Pediatric.

H. Komplikasi
1. Peradangan telingan tengah (otitis media) yang tidak diberi terapi secara benar
dan adekuat dapat menyebar ke jarigan sekitar telinga tengah terasuk ke otak,
namun ini jarang terjadi setelah adanya antibiotik.
2. Mastoiditis
3. Kehilangan pendengaran permanen bila tidak ditangani
4. Kesembangan tubuh terganggu
BAB III

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 PENGKAJIAN

A. Keluhan utama

Klien dengan otitis media biasanya akan mengeluh nyeri pada telinga dan kehilangan
pendengaran. Disertai dengan terdapatnya cairan yang kental dan berwarna kuning
atau cairan yang encer karena infeksi.

B. Pemeriksaan Fisik

Kepala : Klien dengan otitis media salah satu tanda dan gejalanya akan merasa pusing
atau vertigo

Mata : Pandangan kabur atau berkunang-kunang karena vertigo

Hidung: Pada anak-anak kebanyakan hidung berair

Telinga :

- Klien akan merasa sakit atau nyeri di telinga


- Penurunan atau tidak ada ketajaman pendengaran di salah satu telinga
atau keduanya.
- Perasaan penuh pada telinga
- Dengan otoskope saluran eutacius bengkak dan merah
- Akan ada cairan di telinga
- Telinga terasa gatal

C. Pengkajian pola gordon


1. Persepsi Dan Manajemn Kesehatan

Biasanya klien yang mengalami penyakit otitis media ini tidak mempedulikan
sebuah gejala kecil yang ditimbulkan, misalnya nyeri pada telinga sehingga ini
menyebabkan penanganan kesehatan tidak secepatnya dilakukan. Klien akan
segera berobat ke pelayanan kesehatan jika sudah mencapai stadium lanjut
seperti keluarnya cairan dari telinga dan nyeri yang dirasakan secara terus-
menerus.

2. Pola nutrisi – metabolik

Klien otitis media tidak memiliki masalah dengan pola nutrisi dan metabolik

3. Pola eliminasi

Biasanya klien dengan Otitis media tidak mengalami masalah terhadap pola
eliminasai Namun, pengeluaran secret atau cairan yang keluar dari telinga
harus diperhatikan banyaknya dan warna cairan.

4. Pola aktivitas – latihan

Biasanya klien dengan otitis media mengalami gangguan dalam beraktifitas


karena nyeri yang dirasakan.

5. Pola istirahat dan tidur

Biasanya klien merasa istirahat dan tidurnya terganggu akibat nyeri yang
dirsakan.

6. Pola kognitif – perseptual

Biasanya klien mengalami penurunan pendengaran karena masuknya bakteri


patogenik ke dalam telinga tengah yang normalnya adalah steril.

7. Pola persepsi-konsep diri

Biasanya klien dengan otitis media akan menjauhi lingkungan sekitarnya


karena memikirkan penyakitnya, merasa cemas, malu, depresi ataupun takut
akan menularkan penyakitnya kepada orang lain.

8. Pola hubungan-peran
Biasanya klien akan merasa harga diri rendah, minder, dan menjauh dari
lingkungan karena malu akibat bau busuk pada cairan yang keluar dari
telinganya. Keluarga berperan membantu klien dalam pemenuhan
kebutuhannya, memotivasi klien dan juga membantu aktivitas sosial antara
klien dengan keluarga dan lingkungan sekitar.

9. Pola koping dan toleransi stress

Biasanya klien dengan otitis media mengalam cemas dan takut terhadap
penyakitnya.

Pemeriksaan menggunakan Uji Rinne dan Uji Weber

a. Uji Rinne
Merupakan tes pendengaran yang dilakukan untuk mengevaluasi suara
pendengaran dengan membandingkan persepsi suara yang dihantarkan oleh
konduksi udara dengan konduksi tulang melalui mastoid. Sebuah garpu tala
dipegang erat pada gagangnya dan pukulkan pada lutut atau pergelangan tangan
pemeriksa.Kemudian diletakkan pada dahi pasien. Pasien ditanya apakah suara
terdengar di tengah kepala, di telinga kanan atau telinga kiri. Individu dengan
pendengaran normal akan mendengar suara seimbang pada kedua telinga atau
menjelaskan bahwa suara terpusat di tengah kepala. Bila ada kehilangan
pendengaran konduktif (otosklerosis, otitis media), suara akan lebih jelas
terdengar pada sisi yang sakit. Ini disebabkan karena obstruksi akan menghambat
ruang suara, sehingga akan terjadi peningkatan konduksi tulang. Bila terjadi
kehilangan sensorineural, suara akan mengalami lateralisasi ke telinga yang
pendengarannya lebih baik.

b.Tes Weber

Merupakan cara lain untuk mengevaluasi gangguan pendengaran konduktif dan


sensorineural. Gagang garpu tala yang bergetar ditempatkan di belakang aurikula
pada tulang mastoid (konduksi tulang) sampai pasien tak mampu lagi mendengar
suara. Kemudian garpu tala dipindahkan pada jarak 1 inci dari meatus kanalis
auditorius eksternus (konduksi udara).Pada keadaan normal upasien dapat terus
mendengarkan suara, menunjukkan bahwa konduksi udara berlangsng lebih lama
dari konduksi tulang. Pada kehilangan pendengaran konduktif, konduksi tulang
akan melebihi konduksi udara begitu konduksi tulang melalui tulang temporal
telah menghilang, pasien sudah tak mampu lagi mendengar garpu tala melalui
mekanisme konduktif yang biasa. Sebaliknya kehilangan pendengaran
sensorineural memungkinkan suara yang dihantarkan melalui udara lebih baik
dari tulang, meskipun keduanya merupakan konduktor, yang buruk dan segala
suara diterima seperti sangat jauh dan lemah.

3.2 DIAGNOSA

1. Gangguan presepsi sensori : pendengaran berhubungan dengan retraksi membran


tempani

2. Nyeri akut berhubungan dengan proses peradangan ditandai dengan edema

pembengkakan

3. Hipertermi berhubungan dengan inflamasi

3.3 INTERVENSI

NO DIAGNOSA TUJUAN INTERVENSI RASIONAL


1. Gangguan Setelah dilakukan Independen
presepsi sensori: asuhan keperawatan -Observasi tanda-tanda Diagnosa dini terhadap
pendengaran b/d selama...x 24 jam awal kehilangan keadaan telinga atau terhadap
retraksi membran presepsi sensori baik pendengaran yang lanjut masalah-masalah
timpani. dengan kriteria hasil pendengaran rusak secara
permanen.
-Klien akan
mengalami -Ajarkan klien Keefektifan alat pendengaran
peningkatan menggunakan dan merawat tergantung pada tipe
presepsi/sensori alat pendengaran secara gangguan/ketulian,pemakaian
pendengaran sampai tepat serta perawatan yang tepat
pada tingkat
fungsional -Instruksikan klien Apabila penyebab pokok
menggunakan teknik- ketulian tdk progresif maka
teknik yang aman sehingga pendengaran yang tersisa
dapat mencegah terjadinya sensitif terhadap trauma dan
ketulian lebih jauh infeksi sehingga harus
dilindungi
Kolaborasi
-Instruksikan klien untuk Penghentian antibiotik
menghabiskan seluruh sebelum waktunya dapat
dosis antibiotik (baik menyebabkan organisme sisa
antibiotik sistemik atau berkembang biak sehingga
lokal) infeksi akan berlanjut
2. Nyeri akut b/d Setelah dilaukan Independen untuk mengetahui
proses asuhan keperawatan -Lakukan pengkajian nyeri lokasi,karakteristik,durasi,
peradangan selama..x24 jam secara komperhensif frekuensi, kualitas, dan faktor
nyeri klien teratasi prespitasi nyeri.
dengan
Kriteria Hasil: -Ajarkan klien teknik Metode pengalihan suasana
relaksasi dan distraksi relaksasi dan distraksi bisa
- Mampu mengontrol mengurangi nyeri dan derita
nyeri (tahu penyebab klien.
nyeri, mampu
menggunakan teknik -Kompres dingin disekitar Kompres dingin
nonfarmakologi area telinga bertujuanmengurangi nyeri
untuk mengurangi karena rasa nyeri teralihkan
nyeri, mencari oleh rasa dingin disekitar
bantuan) area telinga

- Melaporkan bahwa Posisi yang sesuai akan


nyeri berkurang -Atur posisi klien membuat klien merasa
dengan menggunakan nyaman
manajemen nyeri

-Mampu mengenali -Observasi reaksi Reaksi nonverbal dapat


nyeri (skala, nonverbal dari membantu mengetahui skala
intensitas, frekuensi ketidaknyamanan dan nyeri yg dirasakan klien
dan tanda nyeri) gunakan teknik komunikasi
terapeutik untuk
-Menyatakan rasa mengetahui pengalaman
nyaman setelah nyeri nyeri pasien.
berkurang.
-Bantu pasien dan keluarga Dukungan dari keluarga
untuk mencari dan dapat membantu klien
menemukan dukungan. menemukan cara mengatasi
nyeri.
-Kontrol lingkungan yang
dapat mempengaruhi nyeri Karena lingkungan seperti
keributan dan pencahayaan
dapat mempengaruhi nyeri

Kolaborasi
-Kolaborasi dengan dokter Kolaborasi dapat membantu
jika keluhan dan tindakan Menentukan tindakan yang
nyeri tidak berhasil tepat untk mengatasi nyeri.

-Tentukan pilihan Analgesik merupakan pereda


analgesik pilihan, rute nyeri yang efektif yang
pemberian, dan dosis digunakan pasien untuk
optimal mengurangi sensasi nyeri dari
dalam
-Cek riwayat alergi Untuk mengetahui apakah
klien alergi dengan analgesik
atau tidak dan untuk
mencegah terjadinya

3. Hipertermi b/d Setelah dilakukan Independen


inflamasi asuhan keperawatan -Monitor suhu sesering Memastikan suhu klien
selama...x24 jam Mungkin dalam rentang normal dan
suhu klien dalam tidak adanya infeksi
rentang normal -Monitor IWL Untuk memantau output klien
dengan kriteria hasil:
-Monitor warna dan suhu Kulit yang memerah
-Suhu tubuh dalam kulit menandakan adanya
rentang normal pningkatan suhu
- Nadi dan RR dalam
rentang normal -Monitor intake dan output Kaji intake dan output untuk
-Tidak ada perubahan menghitung balance cairan
warna kulit dan yang dibutuhkan
tidakada pusing
- Monitor hidrasi seperti Turgor kulit tidak elastis dan
turgor kulit, kelembaban mukosa kering merupakan
membran mukosa) tanda kekuranan volume
cairan akibat hipertermi.

-Kompres hangat pasien Kompres hangat dapat


pada lipatan paha dan membantu menurunkan suhu
aksila tubuh yang meningkat

Kolaborasi
-Kolaborasi pemberian Pemberian cairan intravena
cairan intravena membantu memenuhi
kebutuhan cairan yang yang
hilang akibat dehidrasi

-Kolaborasi dalam Antipiretik secara efektif


pemberian antipiretik membantu menurunkan
demam.
3.4 .EVALUASI
a. Pendengaran stabil atau membaik
- Menerangkan sasaran pembedahan terdapat pendengaran dan bila
sasaran telah tercapai
- Mengungkapkan bahwa suara yang tak terdengar sebelum operasi
dapat didengar setelah operasi
b. Bebas dari rasa tak nyaman atau nyeri
- Tidak memperlihatkan tandawajah meringis, megeluh atau menangis
- Meminum analgetik bila diperlukan

c. Tidak ada peningkatan suhu


- Tidak ada perubahan warna kulit dan tidak ada pusing
3.5 PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

1. Otoscope untuk melakukan auskultasi pada bagian telinga luar


2. Timpanogram untuk mengukur kesesuaian dan kekauan membran timpany
3. Kultur dan uju sensitivitas dilakukan timpanosensitesis (aspirasi jarum dari telinga
tenga melalui membran timpani)
3.6 DISCAR PLANNING
1. Istirahat yang cukup untuk mengatasi infeksi
2. Tidak dianjurkan mengobati sendiri sebelum konsultasi dengan dokter
3. Liang telinga dapat bersih dengan sendirinya sehingga tidak perlu dibersihkan
dengan katenbuds
4. Hindari memasukan apapun ke telinga
5. Bila kotoran terbentuk berlebih konsultasikan dengan dokter THT
6. Jagalah telinga agar tetap kering
7. Hindari penerbangan saat menderita infeksi telinga
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan
Otitis Media adalah peradangan pada sebagian atau seluruh mukosa telinga tengah,
tuba Eustachius, antrum mastoid, dan sel-sel mastoid. Otitis media berdasarkan
gejalanya dibagi atas otitis media supuratif dan otitis media non supuratif, di mana
masing-masing memiliki bentuk yang akut dan kronis. Dimana tanda dan gejalanya
berdasarkan klasifikasinya masing-masing.
B. Saran

Semoga asuhan keperawatan pada pasien OTITIS MEDIA ini dapat berguna bagi
siapa saja yang membacanya untuk menambah pengetahuan
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth . 2013. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC

Corwin, Elizabeth J. 2009. Patofisiologi. Jakarta : EGC

Williams lippnoctt & wilkins.2014.kapital Selekta Penyakit dengan implikasi


keperawatan.jakarta: EGC.

Smeltzer,Suzanne C. 2001.Buku ajar keperawatan medical-bedah.jakarta;EGC

Lemone,priscila.2016,keperawatan medikal bedah. jakarta:EGC

YasmaraDeni,Nursiswati,dkk.2017.RencanaAsuhanKeperawatanMedikalBedah.jakarta:EGC

Rampengan dan Laurentz. 2015.keperawatan medical bedah, cetakan kedua. EGC: Jakarta.

Nurarif Huda Amin & Kusuma Hardi. 2015. Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa
Medis & NANDA NIC NOC, cetakan I. Mediaction.Jogja.

Wilkinson, J., & Ahern, n. R. (2013). Buku Saku Diagnosis keperawatan edisi 9 Diagnosis
NANDA, Intervensi NIC, Kriteria hasil NOC. Jakarta: EGC.

Carpenito, L.J. 2009. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai