Anda di halaman 1dari 14

TUGAS MATA PELAJARAN PAI

PUASA
SMPN 1 GONDANG

NAMA : SITI NUR FADILAH


NO. : 28
KELAS : VIII-F
Kata pengantar
Segala puji dan syukur saya panjatkan kepada tuhan  yang maha esa, karena atas berkat dan
limpahan rahmatnyalah maka kami bisa menyelesaikan sebuah karya tulis dengan tepat
waktu.
Berikut ini penulis mempersembahkan sebuah makalah dengan judul “TUGAS MATA
PELAJARAN PAI PUASA”, yang menurut kami dapat memberikan manfaat yang besar bagi
kita semua.

Melalui kata pengantar ini penulis lebih dahulu meminta maaf dan memohon permakluman
bilamana isi makalah ini ada kekurangan dan ada tulisan yang kami buat kurang tepat atau
menyinggung perasaan pembaca. Dengan ini kami mempersembahkan makalah ini dengan
penuh rasa terima kasih dan semoga Allah SWT memberkahi makalah ini sehingga dapat
memberikan manfaat kepada kita semua.

Semoga makalah ini bermanfaat.

 Amin

Gondang, 25 Maret 2020

Penulis
A.DEFINISI PUASA
Shaum (Puasa) berasal dari kata bahasa arab yaitu ‫صام يصوم ص=يام‬shaama-yashuumu, yang
bermakna menahan atau sering juga disebut al-imsak. Yaitu menahan diri dari segala apa
yang membatalkan puasa.

Adapun puasa dalam pengertian terminology (istilah)  agama adalah menahan diri dari
makan, minum dan semua perkara yang membatalkan puasa sejak terbitnya fajar sampai
terbenamnya matahari, dengan syarat-syarat tertentu.

B.MACAM-MACAM PUASA WAJIB


1. Puasa Ramadhan yaitu puasa yang dilaksanakan selama bualn Ramadhan.Sebagaimana
yang telah dijelaskan pada surat Al-Baqoroh ayat 183-184,"Wahai orang-orang yang
beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang sebelum kamu
agar kamu bertakwa , (Yaitu) beberapa hari tertentu. " (QS. AL-Baqoroh : 183-184)

2. Puasa Qodho yaitu puasa yang wajib dikerjakan untuk mengganti puasa Ramadhan yang
ditinggalkannya karena udzur, sakit, atau berpergian sebanyak hari yang ditinggalkannya.
(yaitu) dalam beberapa hari yang tertentu.“Maka barangsiapa diantara kamu ada yang sakit
atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari
yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain. Dan wajib bagi orang-orang yang berat
menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi makan
seorang miskin. Barangsiapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka itulah
yang lebih baik baginya. Dan berpuasa lebih baik bagimu jika kamu mengetahui." (QS. AL-
Baqoroh : 184)

3. Puasa kafarot yaitu puasa yang dilakukan untuk menebus dosa akibat melakukan :

a) Pembunuhan. "Dan tidak layak bagi seorang mukmin membunuh seorang mukmin
(yang lain), kecuali karena tersalah (tidak sengaja), dan barangsiapa membunuh
seorang mukmin karena tersalah (hendaklah) ia memerdekakan seorang hamba sahaya
yang beriman serta membayar diat yang diserahkan kepada keluarganya (si terbunuh
itu), kecuali jika mereka (keluarga terbunuh) bersedekah. Jika ia (si terbunuh) dari
kaum (kafir) yang ada perjanjian (damai) antara mereka dengan kamu, maka
(hendaklah si pembunuh) membayar diat yang diserahkan kepada keluarganya (si
terbunuh) serta memerdekakan hamba sahaya yang beriman. Barangsiapa yang tidak
memperolehnya, maka hendaklah ia (si pembunuh) berpuasa dua bulan berturut-turut
untuk penerimaan taubat dari pada Allah. Dan adalah Allah Maha Mengetahui lagi
Maha Bijaksana. " (QS. An-Nisa' : 92)
b) Melanggar sumpah. "Allah tidak menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpahmu
yang tidak dimaksud (untuk bersumpah), tetapi Dia menghukum kamu disebabkan
sumpah-sumpah yang kamu sengaja, maka kaffarat (melanggar) sumpah itu, ialah
memberi makan sepuluh orang miskin, yaitu dari makanan yang biasa kamu berikan
kepada keluargamu, atau memberi pakaian kepada mereka atau memerdekakan
seorang budak. Barang siapa tidak sanggup melakukan yang demikian, maka
kaffaratnya puasa selama tiga hari. Yang demikian itu adalah kaffarat sumpah-
sumpahmu bila kamu bersumpah (dan kamu langgar). Dan jagalah sumpahmu.
Demikianlah Allah menerangkan kepadamu hukum-hukum-Nya agar kamu bersyukur
(kepada-Nya)." (QS. Al-Maidah : 89)
c) Puasa Nadzar yaitu puasa yang wajib dilakukan oleh orang yang bernadzar puasa
sebanyak hari yang dinadzarkan. Nabi Muhammad Rusulullah saw
bersabda :"Apabila seseorang bernadzar menjalankan puasa, maka nadzar itu harus
dipenuhinya " (HR Bukhori)

C.MACAM-MACAM PUASA SUNNAH


Puasa sunnah memiliki beberapa jenis diantaranya sebagai berikut.

a) Puasa Syawal,jenis puasa pertama dari puasa sunnah adalah puasa Syawal. Syawal
sendiri adalah nama bulan setelah bulan Ramadhan. Puasa Syawal adalah berpuasa
selama enam hari di bulan Syawal.Puasa ini bisa dilakukan secara berurutan dimulai
dari hari kedua syawal ataupun bisa dilakukan secara tidak berurutan.  

b) Puasa Arafah,puasa arafah adalah jenis puasa sunnah yang sangat dianjurkan bagi
umat Islam yang tidak sedang berhaji.Sedangkan bagi umat Islam yang sedang
berhaji, tidak ada keutamaan untuk puasa pada hari arafah atau tanggal 9
Dzulhijjah.Puasa arafah sendiri mempunyai keistimewaan bagi pelaksananya yaitu
akan dihapuskan dosa-dosa pada tahun lalu serta dosa-dosa di tahun yang akan datang
(HR. Muslim).

c) Puasa Tarwiyah,puasa Tarwiyah adalah puasa yang dilaksanakan pada hari tarwiyah
yakni tanggal 8 Dzulhijjah. Istilah tarwiyah sendiri berasal dari kata tarawwa yang
berarti membawa bekal air. Hal tersebut karena pada hari itu, para jamaah haji
membawa banyak bekal air zam-zam untuk persiapan arafah dan menuju Mina.

d) Puasa Senin dan Kamis,jenis puasa satu ini juga merupakan puasa sunnah terpopuler.
Puasa senin kamis berawal ketika Nabi Muhammad SAW memerintah umatnya untuk
senantiasa berpuasa di hari senin dan kamis.Karena hari senin merupakan hari
kelahiran beliau sedangkan hari kamis adalah hari pertama kali Al-Qur’an diturunkan.

e) Puasa Daud,jenis puasa ini merupakan puasa unik karena pasalnya puasa Daud adalah
puasa yang dilakukan secara selang-seling (sehari puasa, sehari tidak). Puasa Daud
bertujuan untuk meneladani puasanya Nabi Daud As. Puasa jenis ini juga ternyata
sangat disukai Allah SWT.

f) Puasa ‘Asyura.Bulan Muharram adalah bulan yang disunnahkan untuk


memperbanyak puasa, boleh di awal bulan, pertengahan, ataupun di akhir. Namun,
puasa paling utama adalah pada hari Asyura yakni tanggal sepuluh pada bulan
Muharram.Puasa ini dikenal dengan istilah Yaumu Asyura yang artinya hari pada
tanggal kesepuluh bulan Muharram.

g) Puasa Ayyamul Bidh,umat Islam disunnahkan berpuasa minimal tiga kali dalam
sebulan. Namun puasa lebih utama dilakukan pada ayyamul bidh, yaitu pada hari ke-
13, 14, dan 15 dalam bulan Hijriyah atau bulan pada kalender Islam.Ayyamul bidh
sendiri mempunyai arti hari putih karena pada malam-malam tersebut bulan purnama
bersinar dengan sinar rembulannya yang putih.
h) Puasa Sya’ban (Nisfu Sya’ban)Tidak hanya bulan Ramadhan yang mempunyai
keistimewaan, bulan Sya’ban juga memiliki keistimewaan tersendiri. Pada bulan
Sya’ban dianjurkan agar umat Islam mencari pahala sebanyak-banyaknya.Salah
satunya adalah dengan melakukan puasa pada awal pertengahan bulan Sya’ban
sebanyak-banyaknya.

D.SYARAT WAJIB PUASA


1.Islam

Puasa hanya sah jika dilakukan oleh orang Islam, sebab syariat puasa untuk orang Islam.
Adapun puasa untuk orang non-muslim tidak sah hukumnya. Begitu juga orang yang kafir
atau murtad (keluar agama islam) maka puasanya tidak sah. Adapun puasa seorang mualaf
atau orang yang masuk Islam adalah sah.

2.Baligh.

Baligh dalam hukum Islam menunjukkan seseorang telah mencapai kedewasaan. Tanda-tanda
baligh menurut Syaikh Salim bin Sumair Al-Hadlrami dalam kitabnya Safinatun Najah ada 3,
yakni sempurnanya umur lima belas tahun bagi anak laki-laki dan perempuan, keluarnya
sperma setelah berumur sembilan tahun bagi anak laki-laki dan perempuan, dan menstruasi
atau haid setelah berumur sembilan tahun bagi anak perempuan.

Dalil dari penetapan umur 15 tahun sebagai batas usia baligh adalah hadits yang diriwayatkan
oleh Ibnu Umar :

‫ فَلَ ْم‬،ً‫ َوأَنَا اب ُْن أَرْ بَ َع َع ْش َرةَ َسنَة‬،‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم يَوْ َم أُ ُح ٍد فِي ْالقِتَا ِل‬ َ ِ‫ضنِي َرسُو ُل هللا‬ َ ‫ع ََر‬
‫ت َعلَى‬ ُ ‫ فَقَ ِد ْم‬:ٌ‫ قَا َل نَافِع‬،‫ فَأ َ َجا َزنِي‬،ً‫س َع ْش َرةَ َسنَة‬ َ ‫ َوأَنَا اب ُْن خَ ْم‬،‫َق‬ ِ ‫ضنِي يَوْ َم ْال َخ ْند‬َ ‫ َوع ََر‬،‫يُ ِج ْزنِي‬
ِ ‫ «إِ َّن هَ َذا لَ َح ٌّد بَ ْينَ الص َِّغ‬:‫ فَقَا َل‬،‫يث‬
‫ير‬ َ ‫ فَ َح َّد ْثتُهُ هَ َذا ْال َح ِد‬،ٌ‫يز َوهُ َو يَوْ َمئِ ٍذ َخلِيفَة‬ ِ ‫ُع َم َر ْب ِن َع ْب ِد ْال َع ِز‬
ِ ِ‫َو ْال َكب‬
‫ير‬
Rasulullah shallallaahu ’alaihi wa sallam menunjukku untuk ikut serta dalam perang Uhud,
yang ketika itu usiaku empat belas tahun. Namun beliau tidak memperbolehkan aku. Dan
kemudian beliau menunjukku kembali dalam perang Khandaq, yang ketika itu usiaku telah
mencapai lima belas tahun.  Beliau pun memperbolehkanku”. Nafi’ (perowi hadits ini)
berkata : “Aku menghadap Umar bin Abdul Aziz, pada saat itu beliau menjabat sebagai
kholifah, lalu aku menceritakan hadits ini, lalu beliau (Umar bin Abdul Aziz) berkata :
“Sesungguhnya ini adalah batas antara orang yang masih kecil dan sudah dewasa”. (Shohih
Bukhori, no.2664 dan Shohih Muslim, no.1868)

3.Berakal sehat.

Orang gila tidak berkewajiban untuk menjalankan puasa. Sebab orang gila tidak dibebani
hukum syariat. Hal ini sebagaimana diriwayatkan dalam hadis Abu Dawud :

ِ ُ‫ َوع َِن ْال َمجْ ن‬،‫صبِ ِّي َحتَّى يَحْ تَلِ َم‬
‫ون َحتَّى‬ َّ ‫ َوع َِن ال‬،َ‫ َع ِن النَّائِ ِم َحتَّى يَ ْستَ ْيقِظ‬:‫ُرفِ َع ْالقَلَ ُم ع َْن ثَاَل ثَ ٍة‬
‫يَ ْعقِ َل‬
“Diangkat kewajiban atas tiga kelompok: orang tidur sampai dia terbangun, anak kecil
sampai dia baligh, dan orang gila sampai dia waras.”

4.Mampu berpuasa.

Bagi orang yang sakit keras dan tidak mampu berpuasa, maka tidak wajib berpuasa. Tetapi
wajib mengganti pada hari lain. Adapun bagi orang-orang lansia yang tidak kuat berpuasa,
maka diwajibkan membayar fidyah.

E.SYARAT SYAH PUASA


1.Suci dari haid atau nifas (bagi wanita).

Bagi wanita yang sedang haid atau nifas maka tidak wajib baginya berpuasa. Namun, ia harus
mengganti puasanya di hari lain. Hal ini sebagaimana dijelaskan dalam hadis dari sayyidati
Aisyah radhiallahu anha, berkata,

‫صاَل ِة‬ َ َ‫ َواَل نُ ْؤ َم ُر بِق‬، ‫ضا ِء الص َّْو ِم‬


َّ ‫ضا ِء ال‬ َ ِ‫صيبُنَا َذل‬
َ َ‫ الحيض – فَنُ ْؤ َم ُر بِق‬: ‫ك – تعني‬ َ ‫َك‬
ِ ُ‫ان ي‬
“Kami dahulu mengalami haid, maka kami diperintahkan mengqadha puasa dan tidak
diperintahkan mengqadha’ shalat.” (HR. Bukhari, no. 321, Muslim, no. 335)

2.Dalam waktu yang dibolehkan berpuasa.

Puasa dilakukan pada hari-hari yang dibolehkan berpuasa. Sebab, ada hari-hari tertentu
dimana umat Islam dilarang berpuasa, seperti hari raya Idul Fitri, Idul Adha, dan hari tasyrik.

3.Mumayiz (mampu membedakan yang baik dan yang tidak baik).

Mumayyiz adalah anak yang sudah mencapai usia tertentu, dimana secara psikologis mampu
membedakan mana hal yang bermanfaat baginya dan mana hal yang membahanyakan
dirinya. Sebagian ulama menyatakan bahwa pada usia ini seorang anak memiliki kemampuan
dalam otaknya untuk bisa menggali arti dari suatu hal. Umur tamyiz menurut mayoritas
ulama’ adalah 7 tahun, dan berakhir setelah sampai pada masa baligh. (An)

F.SUNNAH-SUNNAH PUASA
1. Mengakhirkan Sahur

Disunnahkan bagi orang yang hendak berpuasa untuk makan sahur. Al Khottobi mengatakan
bahwa makan sahur merupakan tanda bahwa agama Islam selalu mendatangkan kemudahan
dan tidak mempersulit. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

‫َم ْن أَ َرا َد أَ ْن يَصُو َ=م فَ ْليَتَ َسح ْ=َّر بِ َش ْى ٍء‬

“Barangsiapa ingin berpuasa, maka hendaklah dia bersahur.”


Nabi kita shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan demikian karena di dalam sahur
terdapat keberkahan. Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam bersabda,

ً‫ُور بَ َر َكة‬
=ِ ‫تَ َس َّحرُوا فَإِ َّن فِى ال َّسح‬

“Makan sahurlah karena sesungguhnya pada sahur itu terdapat berkah.”An Nawawi
rahimahullah mengatakan, “Karena dengan makan sahur akan semakin kuat melaksanakan
puasa.”

Makan sahur juga merupakan pembeda antara puasa kaum muslimin dengan puasa Yahudi-
Nashrani (ahlul kitab). Dari Amr bin ‘Ash radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam bersabda,

‫ب أَ ْكلَةُ الس ََّح ِر‬


ِ ‫صيَ ِام أَ ْه ِل ْال ِكتَا‬ ِ َ‫فَصْ ُل َما بَ ْين‬
ِ ‫صيَا ِمنَا= َو‬
“Perbedaan antara puasa kita (umat Islam) dan puasa ahlul kitab terletak pada makan
sahur.”At Turbasyti mengatakan, “Perbedaan makan sahur kaum muslimin dengan ahlul
kitab adalah Allah Ta’ala membolehkan pada umat Islam untuk makan sahur hingga shubuh,
yang sebelumnya hal ini dilarang pula di awal-awal Islam. Bagi ahli kitab dan di masa awal
Islam, jika telah tertidur, (ketika bangun) tidak diperkenankan lagi untuk makan sahur.
Perbedaan puasa umat Islam (saat ini) yang menyelisihi ahli kitab patut disyukuri karena
sungguh ini adalah suatu nikmat.”

Sahur ini hendaknya tidak ditinggalkan walaupun hanya dengan seteguk air sebagaimana
sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

َ ‫ال َّسحُو ُر أَ ْكلُهُ بَ َر َكةٌ فَالَ تَ َدعُوهُ َولَوْ أَ ْن يَجْ َر َع أَ َح ُد ُك ْم َجرْ َعةً ِم ْن َما ٍء فَإِ َّن هَّللا َ َع َّز َو َج َّل َو َمالَئِ َكتَهُ ي‬
‫ُصلُّونَ َعلَى‬
ِ ‫ال ُمتَ َسح‬
َ‫ِّرين‬
“Sahur adalah makanan yang penuh berkah. Oleh karena itu, janganlah kalian
meninggalkannya sekalipun hanya dengan minum seteguk air. Karena sesungguhnya Allah
dan para malaikat bershalawat kepada orang-orang yang makan sahur.’’

Disunnahkan untuk mengakhirkan waktu sahur hingga menjelang fajar. Hal ini dapat dilihat
dalam hadits berikut. Dari Anas, dari Zaid bin Tsabit, ia berkata,

ُ ‫ قُ ْل‬.‫صالَ ِة‬
َ َ‫ت َك ْم َكانَ قَ ْد ُر َما بَ ْينَهُ َما ق‬
َ‫ال خَ ْم ِسين‬ َّ ‫ ثُ َّم قُ ْمنَا إِلَى ال‬-‫صلى هللا عليه وسلم‬- ِ ‫تَ َسحَّرْ نَا َم َع َرسُو ِ=ل هَّللا‬
.ً‫آيَة‬

“Kami pernah makan sahur bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Kemudian kami
pun berdiri untuk menunaikan shalat. Kemudian Anas bertanya pada Zaid, ”Berapa lama
jarak antara adzan Shubuh dan sahur kalian?” Zaid menjawab, ”Sekitar membaca 50 ayat.
Dalam riwayat Bukhari dikatakan, “Sekitar membaca 50 atau 60 ayat.”

Ibnu Hajar mengatakan, “Maksud sekitar membaca 50 ayat artinya waktu makan sahur
tersebut tidak terlalu lama dan tidak pula terlalu cepat.” Al Qurthubi mengatakan, “Hadits ini
adalah dalil bahwa batas makan sahur adalah sebelum terbit fajar.”
Di antara faedah mengakhirkan waktu sahur sebagaimana dikatakan oleh Ibnu Hajar yaitu
akan semakin menguatkan orang yang berpuasa. Ibnu Abi Jamroh berkata, “Seandainya
makan sahur diperintahkan di tengah malam, tentu akan berat karena ketika itu masih ada
yang tertidur lelap, atau barangkali nantinya akan meninggalkan shalat shubuh atau malah
akan begadang di malam hari.”

Syaikh ‘Abdul Aziz bin ‘Abdillah bin Baz –pernah menjabat sebagai ketua Al Lajnah Ad Da-
imah (Komisi fatwa Saudi Arabia)- pernah ditanya, “Beberapa organisasi dan yayasan
membagi-bagikan Jadwal Imsakiyah di bulan Ramadhan yang penuh berkah ini. Jadwal ini
khusus berisi waktu-waktu shalat. Namun dalam jadwal tersebut ditetapkan bahwa waktu
imsak (menahan diri dari makan dan minum, -pen) adalah 15 menit sebelum adzan shubuh.
Apakah seperti ini memiliki dasar dalam ajaran Islam? “

Syaikh rahimahullah menjawab:

Saya tidak mengetahui adanya dalil tentang penetapan waktu imsak 15 menit sebelum adzan
shubuh. Bahkan yang sesuai dengan dalil Al Qur’an dan As Sunnah, imsak (yaitu menahan
diri dari makan dan minum, -pen) adalah mulai terbitnya fajar (masuknya waktu shubuh).
Dasarnya firman Allah Ta’ala,

‫َو ُكلُوا َوا ْش َربُوا َحتَّى يَتَبَيَّنَ لَ ُك ُم ْال َخ ْيطُ اأْل َ ْبيَضُ ِمنَ ْالخَ ي ِْط اأْل َس َْو ِ=د ِمنَ ْالفَجْ ِر‬

“Dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar.”
(QS. Al Baqarah: 187)

Juga dasarnya adalah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

َ ْ‫صالَةُ (أَي‬
ِ ‫صالَةُ الصُّ ب‬
ُّ‫ْح) َويَ ِحل‬ َّ ‫ َوفَجْ ٌ=ر تُحْ َر ُم فِ ْي ِه ال‬، ُ‫صالَة‬ َّ ‫ فَجْ ٌ=ر يُحْ َر ُم الطَّ َعا ُم َوتَ ِحلُّ فِ ْي ِه ال‬، ‫الفَجْ ُر فَجْ َرا ِن‬
‫فِ ْي ِه الطَّ َعا ُم‬

“Fajar ada dua macam: [Pertama] fajar diharamkan untuk makan dan dihalalkan untuk shalat
(yaitu fajar shodiq, fajar masuknya waktu shubuh, -pen) dan [Kedua] fajar yang diharamkan
untuk shalat shubuh dan dihalalkan untuk makan (yaitu fajar kadzib, fajar yang muncul
sebelum fajar shodiq, -pen).” (Diriwayatakan oleh Al Baihaqi dalam Sunan Al Kubro no.
8024 dalam “Puasa”, Bab “Waktu yang diharamkan untuk makan bagi orang yang berpuasa”
dan Ad Daruquthni dalam “Puasa”, Bab “Waktu makan sahur” no. 2154. Ibnu Khuzaimah
dan Al Hakim mengeluarkan hadits ini dan keduanya menshahihkannya sebagaimana
terdapat dalam Bulughul Marom)

Dasarnya lagi adalah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

ٍ ُ‫إِ َّن بِالَالً يُ َؤ ِّذنُ بِلَي ٍْل فَ ُكلُوا َوا ْش َربُوا= َحتَّى يُؤَ ِّذنَ ابْنُ أُ ِّم َم ْكت‬
‫وم‬

“Bilal biasa mengumandangkan adzan di malam hari. Makan dan minumlah sampai kalian
mendengar adzan Ibnu Ummi Maktum.” (HR. Bukhari no. 623 dalam Adzan, Bab “Adzan
sebelum shubuh” dan Muslim no. 1092, dalam Puasa, Bab “Penjelasan bahwa mulainya
berpuasa adalah mulai dari terbitnya fajar”). Seorang periwayat hadits ini mengatakan bahwa
Ibnu Ummi Maktum adalah seorang yang buta dan beliau tidaklah mengumandangkan adzan
sampai ada yang memberitahukan padanya “Waktu shubuh telah tiba, waktu shubuh telah
tiba.

2. Menyegerakan berbuka

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

ْ ِ‫الَ يَ َزا ُل النَّاسُ بِ َخي ٍْر َما َع َّجلُوا ْالف‬


‫ط َر‬

“Manusia akan senantiasa berada dalam kebaikan selama mereka menyegerakan berbuka.”

Dalam hadits yang lain disebutkan,

ْ ِ‫اَل تَزَ ا ُل أُ َّمتِى َعلَى ُسنَّتِى َما لَ ْم تَ ْنتَ ِظ ْ=ر بِف‬


‫ط ِرهَا النُجُوْ َ=م‬

“Umatku akan senantiasa berada di atas sunnahku (ajaranku) selama tidak menunggu
munculnya bintang untuk berbuka puasa.” Dan inilah yang ditiru oleh Rafidhah (Syi’ah),
mereka meniru Yahudi dan Nashrani dalam berbuka puasa. Mereka baru berbuka ketika
munculnya bintang. Semoga Allah melindungi kita dari kesesatan mereka.

Nabi kita shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa berbuka puasa sebelum menunaikan shalat
maghrib dan bukanlah menunggu hingga shalat maghrib selesai dikerjakan. Inilah contoh dan
akhlaq dari suri tauladan kita shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sebagaimana Anas bin Malik
radhiyallahu ‘anhu berkata,

َ ‫ت قَ ْب َل أَ ْن ي‬
ٌ َ‫ُصلِّ َى فَإِ ْن لَ ْم تَ ُك ْن ُرطَب‬
ٍ ‫ات فَ َعلَى تَ َم َرا‬
‫ت‬ ٍ ‫ يُ ْف ِط ُر َعلَى ُرطَبَا‬-‫صلى هللا عليه وسلم‬- ِ ‫َكانَ َرسُو ُل هَّللا‬
ٍ ‫فَإِ ْن لَ ْم تَ ُك ْن َح َسا َح َس َوا‬
‫ت ِم ْن َما ٍء‬

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasanya berbuka dengan rothb (kurma basah)
sebelum menunaikan shalat. Jika tidak ada rothb, maka beliau berbuka dengan tamr (kurma
kering). Dan jika tidak ada yang demikian beliau berbuka dengan seteguk air.”

3. Berbuka dengan kurma jika mudah diperoleh atau dengan air.

Dalilnya adalah hadits yang disebutkan di atas dari Anas. Hadits tersebut menunjukkan
bahwa ketika berbuka disunnahkan pula untuk berbuka dengan kurma atau dengan air. Jika
tidak mendapati kurma, bisa digantikan dengan makan yang manis-manis. Di antara ulama
ada yang menjelaskan bahwa dengan makan yang manis-manis (semacam kurma) ketika
berbuka itu akan memulihkan kekuatan, sedangkan meminum air akan menyucikan.

4. Berdo’a ketika berbuka

Perlu diketahui bersama bahwa ketika berbuka puasa adalah salah satu waktu terkabulnya
do’a. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

‫وم‬ ْ ‫اإل َما ُم ْال َعا ِد ُل َوالصَّائِ ُم ِحينَ يُ ْف ِط ُر َو َد ْع َوةُ ْال َم‬
=ِ ُ‫ظل‬ ِ ‫ثَالَثَةٌ الَ تُ َر ُّد َد ْع َوتُهُ ُم‬
“Ada tiga orang yang do’anya tidak ditolak : (1) Pemimpin yang adil, (2) Orang yang
berpuasa ketika dia berbuka, (3) Do’a orang yang terdzolimi.” Ketika berbuka adalah waktu
terkabulnya do’a karena ketika itu orang yang berpuasa telah menyelesaikan ibadahnya
dalam keadaan tunduk dan merendahkan diri.

Dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika
berbuka beliau membaca do’a berikut ini,

ُ ‫ق َوثَبَتَ األَجْ ُر إِ ْن َشا َء هَّللا‬ ِ َّ‫َب الظَّ َمأ ُ َوا ْبتَل‬


ُ ‫ت ْال ُعرُو‬ َ ‫َذه‬
“Dzahabazh zhoma’u wabtallatil ‘uruqu wa tsabatal ajru insya Allah (artinya: Rasa haus
telah hilang dan urat-urat telah basah, dan pahala telah ditetapkan insya Allah)”

Adapun do’a berbuka,

ُ ْ‫ك أَ ْفطَر‬
‫ت‬ =َ ِ‫ت َو َعلَى ِر ْزق‬
ُ ‫ص ْم‬ َ َ‫اللَّهُ َّم ل‬
ُ ‫ك‬

“Allahumma laka shumtu wa ‘ala rizqika afthortu (Ya Allah, kepada-Mu aku berpuasa dan
kepada-Mu aku berbuka)”.Do’a ini berasal dari hadits hadits dho’if (lemah).

Begitu pula do’a berbuka,

=ُ ْ‫ت َو َعلَى ِر ْزقِكَ أَ ْفطَر‬


‫ت‬ ُ ‫ت َوبِكَ آ َم ْن‬
ُ ‫ص ْم‬ َ َ‫اللّهُ َّم ل‬
ُ ‫ك‬

“Allahumma laka shumtu wa bika aamantu wa ‘ala rizqika afthortu” (Ya Allah, kepada-Mu
aku berpuasa dan kepada-Mu aku beriman, dan dengan rizki-Mu aku berbuka), Mula ‘Ali Al
Qori mengatakan, “Tambahan “wa bika aamantu” adalah tambahan yang tidak diketahui
sanadnya, walaupun makna do’a tersebut shahih.Sehingga cukup do’a shahih yang kami
sebutkan di atas (dzahabazh zhomau …) yang hendaknya jadi pegangan dalam amalan.

5. Memberi makan pada orang yang berbuka.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

‫صائِ ًما= َكانَ لَهُ ِم ْث ُل أَجْ ِر ِه َغ ْي َر أَنَّهُ الَ يَ ْنقُصُ ِم ْن أَجْ ِر الصَّائِِ=م َش ْيئًا‬
َ ‫َم ْن فَطَّ َر‬
“Siapa memberi makan orang yang berpuasa, maka baginya pahala seperti orang yang
berpuasa tersebut, tanpa mengurangi pahala orang yang berpuasa itu sedikit pun juga.”

6. Lebih banyak berderma dan beribadah di bulan Ramadhan

Dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata,

ُ‫ ِحينَ يَ ْلقَاه‬، َ‫ضان‬ َ ‫ َو َكانَ أَجْ َو ُد َما يَ ُكونُ فِى َر َم‬، ‫اس بِ ْالخَ ي ِْر‬ ِ َّ‫َكانَ النَّبِ ُّى – صلى هللا عليه وسلم= – أَجْ َو َد الن‬
– ‫ْرضُ َعلَ ْي ِه النَّبِ ُّى‬ ِ ‫ يَع‬، َ‫ضانَ َحتَّى يَ ْن َسلِخ‬ َ ‫ َو َكانَ ِجب ِْري ُل – َعلَ ْي ِه ال َّسالَ ُم – يَ ْلقَاهُ ُك َّل لَ ْيلَ ٍة فِى َر َم‬، ‫ِجب ِْري ُل‬
‫الرِّيح ْال ُمرْ َسلَ ِة‬
ِ َ‫ فَإِ َذا لَقِيَهُ ِجب ِْري ُل – َعلَ ْي ِه ال َّسالَ ُم – َكانَ أَجْ َو َد بِ ْال َخي ِْر ِمن‬، َ‫صلى هللا عليه وسلم= – ْالقُرْ آن‬
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah orang yang paling gemar melakukan kebaikan.
Kedermawanan (kebaikan) yang beliau lakukan lebih lagi di bulan Ramadhan yaitu ketika
Jibril ‘alaihis salam menemui beliau. Jibril ‘alaihis salam datang menemui beliau pada
setiap malam di bulan Ramadhan (untuk membacakan Al Qur’an) hingga Al Qur’an selesai
dibacakan untuk Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Apabila Jibril ‘alaihi salam datang
menemuinya, beliau adalah orang yang lebih cepat dalam kebaikan dari angin yang
berhembus.”Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
lebih banyak lagi melakukan kebaikan di bulan Ramadhan. Beliau memperbanyak sedekah,
berbuat baik, membaca Al Qur’an, shalat, dzikir dan i’tikaf.”

Dengan banyak berderma melalui memberi makan berbuka dan sedekah sunnah dibarengi
dengan berpuasa itulah jalan menuju surga.Dari ‘Ali, ia berkata, Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda,

َ َ‫ فَقَا َم أَ ْع َرابِ ٌّى فَق‬.» ‫ُورهَا‬


‫ال لِ َم ْن ِه َى يَا‬ ِ ‫« إِ َّن فِى ْال َجنَّ ِة ُغ َرفًا تُ َرى ظُهُو ُرهَا ِم ْن بُطُونِهَا= َوبُطُونُهَا= ِم ْن ظُه‬
» ‫صلَّى هَّلِل ِ بِاللَّ ْي ِل َوالنَّاسُ نِيَا ٌم‬
َ ‫صيَا َم َو‬ ْ َ‫اب ْال َكالَ َم َوأ‬
ِّ ‫ط َع َ=م الطَّ َعا َم َوأَدَا َم ال‬ َ َ‫ُول هَّللا ِ قَا َل « لِ َم ْن أَط‬
َ ‫َرس‬
“Sesungguhnya di surga terdapat kamar-kamar yang mana bagian luarnya terlihat dari
bagian dalam dan bagian dalamnya terlihat dari bagian luarnya.” Lantas seorang arab
baduwi berdiri sambil berkata, “Bagi siapakah kamar-kamar itu diperuntukkan wahai
Rasululullah?” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: “Untuk orang yang berkata
benar, yang memberi makan, dan yang senantiasa berpuasa dan shalat pada malam hari
diwaktu manusia pada tidur.”

G.HAL-HAL YANG MEMBATALKAN PUASA


1. Memasukkan Sesuatu ke Lubang Tubuh

Memasukkan suatu benda ke dalam organ tubuh yang berpangkal pada orban bagian dalam
atau dalam istilah fiqih disebut jauh dapat membatalkan puasa. Lubang yang dimaksud antara
lain mulut, telinga dan hidung.

Namun, apabila masuknya benda ke dalam lubang secara tidak sengaja karena lupa atau
belum mengetahui hukum masuknya benda ke dalam tubuh, maka orang tersebut bisa
melanjutkan puasanya hingga matahari terbenam.

2. Pengobatan Melalui Dua Lubang Tubuh

Melakukan pengobatan dengan cara memasukkan obat melalui qubul dan dubur dapat
membatalkan puasa. Misalnya pengobatan yang dilakukan oleh penderita ambeien atau
memasang kateter urin maka hal tersebut dapat membatalkan puasa.

3. Muntah dengan Sengaja

Seseorang yang muntah dengan sengaja dapat membatalkan puasa. Namun, apabila muntah
terjadi secara tiba-tiba dan tidak disengaja maka orang tersebut bisa melanjutkan puasanya
hingga matahari terbenam.

4. Melakukan Hubungan Suami Istri

Melakukan hubungan suami istri saat menjalani ibadah puasa dapat membatalkan puasa yang
dijalani. Bahkan, seseorang tidak hanya batal puasa saja melainkan dikenakan denda atau
kafarat atas perbuatannya.
Adapun denda yang dimaksud adalah menjalani puasa selama dua bulan berturut-turut atau
memberi makanan pokok senilai satu mud (0,6 kilogram beras atau 3/4 liter beras) kepada 60
fakir miskin. Denda ini diberikan sebagai ganti atas dosa yang dilakukan.

5. Keluar Air Mani

Air mani yang keluar diakibatkan aktivitas seksual seperti berhubungan badan ataupun
masturbasi dapat membatalkan puasa. Namun, apabila keluar air mani lantaran mimpi basah
di siang hari maka hal itu tidak membatalkan puasa.

6. Haid atau Nifas

Seorang wanita yang mengalami haid atau nifas seusai persalinan maka dinyatakan batal
puasanya. Orang yang mengalami haid atau nifas berkewajiban untuk mengganti puasa di
hari lain.

7. Gila

Seseorang dalam kondisi gila saat menjalani puasa maka puasanya dianggap batal. Sebab, ia
dalam kondisi hilang akal atau tidak sadar.

8. Murtad

Seseorang yang memutuskan untuk keluar dari agama Islam dan berpindah ke agama lain
saat sedang menjalani puasa, maka puasanya dianggap batal.

H. Ayat Alquran/Hadits yg Menerangkan Tentang Puasa.


QS. Al-Baqarah Ayat 183

Ayat tentang puasa ini mungkin sudah seringkali kamu dengar di dalam kajian.

َ‫ب َعلَى الَّ ِذينَ ِم ْن قَ ْبلِ ُك ْم لَ َعلَّ ُك ْم تَتَّقُون‬


َ ِ‫صيَا ُم َك َما ُكت‬ َ ِ‫يَا أَيُّهَا الَّ ِذينَ آ َمنُوا ُكت‬
ِّ ‫ب َعلَ ْي ُك ُم ال‬

Ayat tentang puasa ini memiliki arti: “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu
berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.”
(QS. Al-Baqarah, Ayat 183).

QS. Al-Baqarah Ayat 184

Masih dari Alquran surat Al-Baqarah, ayat tentang puasa yang selanjutnya ini terdapat di
dalam ayat 184.

‫ين ۖ فَ َم ْن تَطَ َّو َع‬ ٍ ‫ت ۚ فَ َم ْن َكانَ ِم ْن ُك ْم َم ِريضًا أَوْ َعلَ ٰى َسفَ ٍر فَ ِع َّدةٌ ِم ْن أَي ٍَّام أُ َخ َر ۚ َو َعلَى الَّ ِذينَ ي ُِطيقُونَهُ فِ ْديَةٌ طَ َعا ُم ِم ْس ِك‬
ٍ ‫أَيَّا ًما َم ْعدُودَا‬
َ‫خَ ْيرًا فَهُ َو َخ ْي ٌر لَهُ ۚ َوأَ ْن تَصُو ُموا خَ ْي ٌر لَ ُك ْم ۖ إِ ْن ُك ْنتُ ْم تَ ْعلَ ُمون‬

Ayat ini memiliki arti: “(yaitu) dalam beberapa hari yang tertentu. Maka barangsiapa diantara
kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya
berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain. Dan wajib bagi
orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah,
(yaitu): memberikan makan bagi seorang miskin. Barangsiapa yang dengan kerelaan hati
mengerjakan kebajikan, maka itulah yang lebih baik baginya. Dan berpuasa lebih baik
bagimu jika kamu mengethaui.” (QS. Al-Baqarah, Ayat 184).

QS. Al-Baqarah Ayat 185

Ayat Alquran yang menyatakan tentang puasa juga tersitar dalam QS Al-Baqarah Ayat 185.

َ‫ص ْمهُ ۖ َو َم ْن َكان‬ ُ َ‫ت ِمنَ ْالهُد َٰى َو ْالفُرْ قَا ِن ۚ فَ َم ْن َش ِه َد ِم ْن ُك ُم ال َّش ْه َر فَ ْلي‬ٍ ‫اس َوبَيِّنَا‬ِ َّ‫ضانَ الَّ ِذي أُ ْن ِز َل فِي ِه ْالقُرْ آنُ هُدًى لِلن‬ َ ‫َش ْه ُر َر َم‬
ُ‫َم ِريضًا أَوْ َعلَ ٰى َسفَ ٍر فَ ِع َّدةٌ ِم ْن أَي ٍَّام أُ َخ َر ۗ ي ُِري ُد هَّللا ُ بِ ُك ُم ْاليُ ْس َر َواَل ي ُِري ُد بِ ُك ُم ْال ُع ْس َر َولِتُ ْك ِملُوا ْال ِع َّدةَ َولِتُ َكبِّرُوا هَّللا َ َعلَ ٰى َما هَدَاك ْم‬
َ‫َولَ َعلَّ ُك ْم تَ ْش ُكرُون‬

Ayat ini memiliki arti: "(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan
yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan
penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil).
Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka
hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia
berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada
hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki
kesukaran bagimu. Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu
mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur.”
(QS. Al-Baqarah, Ayat 185).
Penutup
Demikian makalah ini kami susun. Punulis menyadari dalam makalah ini masih
banyak sekali kekurangan dan jauh dari kesan “sempurna”. Oleh karena itu, kritik dan saran
yang kontruktif sangat penulis harapkan demi kesempurnaan makalah saya selanjutnya.
Akhirnya semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi siapa saja yang membcanya. Amien.

Anda mungkin juga menyukai