Anda di halaman 1dari 11

Lex Crimen Vol. VI/No.

6/Ags/2017

PENANGKAPAN DAN PENAHANAN dalam arti jika masih ada alternatif lain
TERSANGKA MENURUT KUHAP DALAM selain menangkap dan menahan tersangka
HUBUNGANNYA DENGAN HAK ASASI atau tersangka, maka alternatif tersebut
MANUSIA1 wajib dilakukan.
Oleh: Edy Sunaryo Berutu2 Kata kunci: Penangkapan, penahanan,
tersangka, hak asasi manusia.
ABSTRAK
Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah PENDAHULUAN
untuk mengetahui bagaimana prinsip- A. Latar Belakang
prinsip penegakan hukum pidana dan hak Hak asasi manusia pada dasarnya
asasi manusia dalam penangkapan dan mengatur hubungan antara individu-
penahanan dan bagaimana perspektif hak individu dengan negara. Artinya bahwa
asasi manusia tentang penangkapan dan negara telah menjamin dan melindungi
penahanan. Dengan menggunakan metode individu-individu atas segala hak yang
penelitian yuridis normatif, disimpulkan: 1. melekat dalam dirinya sebagai manusia
Penangkapan dan penahanan di satu sisi yang memiliki harkat dan martabat yang
merupakan kewenangan yang diberikan tidak dapat dirampas oleh siapapun
oleh undang-undang berdasarkan prinsip termasuk negara. Hak asasi manusia telah
legalitas kepada penyidik, penyelidik atas disepakati sebagai hukum internasional
perintah penyidik, penuntut umum maupun yang dapat menjadi standar dan pedoman
hakim, namun di sisi lain ia bersinggungan yang kuat terhadap negara dalam
dengan perampasan kemerdekaan memperlakukan individu-individu di dalam
tersangka dan terdakwa. Adanya cukup wilayah yurisdiksinya. Dengan kata lain, hak
bukti yang menjadi dasar penangkapan dan asasi manusia memberikan jaminan moral
alasan-alasan subjektif maupun alasan dan hukum kepada individu-individu untuk
objektif yang menjadi dasar dilakukannya melakukan kontrol dan mendorong aturan
penahanan rentan melanggar hak asasi dalam praktik-praktik kekuasaan negara
manusia tersangka atau terdakwa.Oleh terhadap individu-individu, memastikan
karena itu, aparat penegak hukum dituntut adanya kebebasan individu dalam
tidak hanya mengacu kepada prinsip hubungan dengan negara, dan meminta
legalitas sebagai dasar hukum penangkapan negara memenuhi kebutuhan dasar
dan penahanan, tapi juga prinsip nesesitas individu-individu yang berada di wilayah
dan prinsip proporsionalitas. 2. Prinsip yurisdiksinya. Di sinilah negara menjadi
legalitas mengindikasikan penangkapan dan pihak yang memiliki tugas dan kewajiban
penahanan terhadap seseorang tersangka untuk menghormati, melindungi dan
dan tidak melanggar hak asasi manusia memenuhi hak asasi manusia dan individu-
dilakukan oleh pejabat yang diberi individu yang berdiam di wilayah
kewenangan untuk itu berdasarkan bukti yurisdiksinya sebagai pemegang hak.3
permulaan yang cukup, jika penangkapan Meskipun hak asasi manusia secara
dan penahanan melanggar prinsip internasional telah diterima sebagai
nesesitas, prinsip proporsionalitas secara konsepsi dasar perubahan umat manusia,
otomatis juga terlanggar. Prinsip nesesitas namun dalam praktiknya pelanggaran hak
mengacu kepada penggunaan kekuatan
harus merupakan tindakan yang luar biasa,
3
Suprianto Abdi, et al., Potret Pemenuhan Hak Asasi
1
Artikel Skripsi. Dosen Pembimbing : Ernest Runtukahu, Manusia Atas Pendidikan dan Perumahan di Era Ototnomi
SH, MH; Petrus Karnisius Sarkol, SH, MH Daerah, Analisis Studi Di Tiga Daerah, Penerbit Pusat Studi
2
Mahasiswa pada Fakultas Hukum Unsrat, NIM. Hak Asasi Manusia Universitas Islam Indonesia,
110711100 Yogyakarta, Tanpa Tahun, hal. 12-13

82
Lex Crimen Vol. VI/No. 6/Ags/2017

asasi manusia masih selalu terjadi,4 bahkan secara mendalam yang hasilnya dituangkan
dalam perkembangannya telah mengalami dalam bentuk skripsi dengan judul
perubahan-perubahan mendasar sejalan “Penangkapan dan Penahanan Menurut
dengan keyakinan dan praktik-praktik sosial KUHAP dalam Hubungannya dengan HAM.”
di lingkungan kehidupan masyarakat luas.5
Diberlakukannya Undang-Undang B. Perumusan Masalah
Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab 1. Bagaimana prinsip-prinsip
Undang-undang Hukum Acara Pidana penegakan hukum pidana dan hak
(KUHAP) yang berlaku efektif dua tahun asasi manusia dalam penangkapan
kemudian sesudah disahkan, dan penahanan?
dilatarbelakangi oleh isu utama mengenai 2. Bagaimana perspektif hak asasi manusia
perlunya perlindungan hak asasi manusia tentang penangkapan dan penahanan?
bagi pelaku kejahatan yang seringkali
dilanggar oleh aparat penegak hukum C. Metode Penelitian
pidana. Kondisi rendahnya perlindungan Dalam penulisan skripsi ini penulis
hak asasi manusia bagi para tersangka dan menggunakan pendekatan metode
terdakwa yang berhadapan dengan penelitian yuridis normatif yang bersifat
penegak hukum pidana yang dibekali kualitatif. Philipus Hadjon mengatakan
dengan berbagai macam kewenangan akan bahwa penelitian hukum, karena ilmu
diperbaiki oleh KUHAP. hukum memiliki karakter khusus
Substansi KUHAP berkaitan erat dengan (merupakan suatu sui generis discipline).6
bagaimana negara menghormati dan
memenuhi hak asasi setiap orang yang PEMBAHASAN
dijadikan sebagai tersangka atau terdakwa. A. Prinsip-Prinsip Penegakan Hukum
Uraian yang cukup lengkap mengenai hak- Pidana dan Hak Asasi Manusia
hak tersangka dan terdakwa dalam KUHAP 1. Prinsip Legalitas
menandai masuknya rezim hukum hak asasi Tindakan pemerintahan tidak boleh
manusia ke dalam hukum acara pidana bertentangan dengan undang-undang.
Indonesia. Setiap tindakan aparat penegak Selain itu, pemerintah hanya memiliki
hukum yang berimplikasi hak asasi manusia kewenangan tertentu sepanjang diberikan
baik pada tahap penyidikan, penuntutan, atau berdasarkan undang-undang.7 Dengan
maupun proses pemeriksaan di sidang kata lain, wewenang yang diberikan kepada
pengadilan harus sesuai dengan prinsip- pejabat tata usaha negara harus
prinsip hak asasi manusia, yaitu prinsip dilaksanakan atas dasar peraturan
legalitas, prinsip nesesitas, dan prinsip perundang-undangan.
proporsionalitas. Pengabaian terhadap Dalam hukum pidana, asas legalitas
prinsip-prinsip tersebut dapat berakibat terkait dengan penentuan apakah suatu
pada pelanggaran hak asasi tersangka atau peraturan hukum pidana dapat
terdakwa. diberlakukan terhadap tindak pidana yang
Berdasarkan uraian tersebut diatas, terjadi. Jadi, apabila terjadi suatu tindak
penulis hendak mengkaji dan meneliti pidana, maka akan dilihat apakah telah ada
ketentuan hukum yang mengaturnya dan
4
Tim Parsial, Perlindungan Terhadap Human Rights apakah aturan yang telah ada tersebut
Defenders (Hambatan dan Ancaman Dalam Peraturan
Perundang-Undangan), November 2005, hal. 1
5 6
Slamet Marta Wardaya, Hakekat dan Rencana Aksi Philipus Hadjon, Pengkajian Ilmu Hukum, Makalah
Nasional HAM, dalam Muladi, Hak Asas Manusia, Pelatihan Metode Penelitian Hukum Normatif, LPH UNAIR,
Hakekat, Konsep dan Implikasinya Dalam Perspektif Surabaya, 1997, hal. 12
7
Hukum dan Masyarakat, PT. Refika Aditama, Bandung, Ridwan, Hukum Administrasi Negara, Cetakan Keenam,
Januari 2005, hal. 3 Rajawali Press, Jakarta, 2011, hal 91-92

83
Lex Crimen Vol. VI/No. 6/Ags/2017

dapat diberlakukan terhadap tindak pidana 2. Prinsip Nesesitas


yang terjadi.8 Jika prinsip legalitas diarahkan pada
Jerome Hall menyebutkan bahwa pembatasan kekuasaan negara, prinsip
terdapat empat makna yang terkandung nesesitas memiliki hubungan yang erat
dalam asas legalitas, yaitu: dengan prinsip proporsionalitas karena
1) Tidak ada tindak pidana, tidak ada eksistensinya merupakan prasyarat prinsip
pidana tanpa undang-undang proporsionalitas. Dengan kata lain, langkah
sebelumnya (nullum crimen, noela pertama agar keberlakuan prinsip
poena sine lege praevid). Konsekuensi proporsionalitas lebih efektif adalah
dari makna ini adalah tidak boleh dengan memahami fakta bahwa prinsip
berlaku surutnya ketentuan hukum nesesitas merupakan prakondisi terpenuhi
pidana; prinsip proporsionalitas. Prinsip nesesitas
2) Tidak ada tindak pidana, tidak ada menetapkan batasan yang lebih rendah
pidana tanpa undang-undang tertulis terhadap prinsip proporsionalitas.
(nullum crimen, nullapeona sine lege Melanggar prinsip nesesitas secara
scripta); otomatis melanggar prinsip
3) Tidak ada tindak pidana, tidak ada proporsionalitas.
pidana tanpa aturan undang-undang Petugas penegak hukum hanya boleh
yang jelas (nullum crimen, nullepoen menggunakan kekuatan bila benar-benar
sine lege certa); dibutuhkan dan sepanjang hal tersebut
4) Tidak ada tindak pidana, tidak ada diperlukan untuk melaksanakan tugas
pidana tanpa undang-undang yang mereka. Dengan demikian, prinsip nesesitas
ketat (nullum crimen, noela poena terkait ada tidaknya upaya-upaya lain yang
sine lege stricta).9 perlu diambil agar tujuan yang hendak
Prinsip inti asas legalitas adalah bahwa dicapai dapat terlaksana dengan baik.
undang-undang yang dibentuk oleh negara
harus mengandung dan sesuai dengan 3. Prinsip Proporsionalitas
prinsip pernyataan yang jelas. Dalam Sementara itu, prinsip proporsionalitas
konteks hokum hak asasi manusia, jika secara sederhana diartikan sebagai
pembentuk undang-undang hendak pemeliharaan rasio yang pantas antara dua
mengintervensi hak-hak dan kebebasan komponen. Proporsionalitas juga dikaitkan
warga negara, undang-undang yang dengan kemasuk akalan suatu tindakan
dibentuk harus berisi norma-norma hukum yang masuk akal disebut proporsional,
yang jelas dan tegas.10 Aturan-aturan sebaliknya, disebut tidak proporsional jika
hukum yang jelas berkorelasi dengan tindakan tertentu tidak masuk akal.
perlindungan terhadap hak-hak individu Padanan kata yang memiliki arti yang sama
dengan cara yang meningkatkan kejelasan dengan ketidak masuk akalan adalah
legislasi, pemerintahan demokratis dan ilegalitas dan ketidak pantasan
12
mempromosikan nilai-nilai konstitusi dan prosedural.
nilai-nilai hukum terpenting lainnya.11 Hukum pidana, proporsionalitas
mengacu kepada seriusitas suatu kejahatan
dan beratnya sanksi pidana. Semakin serius
8
Mahrus Ali, Dasar-Dasar Hukum Pidana, Cetk. Kedua, suatu kejahatan, semakin berat sanksi
Sinar Grafika, Jakarta, 2012
9
pidana yang diancamkan kepada
Jerome Hall, “Nulla Poena Sine Lege”, Yale Law Journal,
1937, hal 165
10 12
Dan Meagher, ‘The Principle of Legality as Clear Basil Ugochukwu, ‘Balancing, Proportionality, and
Statement Rule: Significance and Problems’,Sydney Law Human Rights Adjudication in Comparative Context:
Review, Vol 36,2014, hal. 414 Lessons for Nigeria’, York University and Transnational
11
Ibid, hal. 415 Human Rights Review, Volume 1,2014, hal. 6

84
Lex Crimen Vol. VI/No. 6/Ags/2017

pelakunya.13 Dikatakan tidak proporsional manusia menandakan bahwa manusia


jika kejahatan yang serius diancam dengan sebagai mahluk hidup adalah ciptaan Tuhan
sanksi pidana yang ringan. Ancaman pidana Yang Maha Kuasa yang patut memperoleh
yang berat terhadap kejahatan ringan juga apresiasi secara positif.15
dianggap tidak mencerminkan prinsip Munculnya persoalan hak asasi manusia
proporsionalitas. yang ditimbulkan oleh hubungan
masyarakat dan negara, karena negara
4. Prinsip Hak Asasi Manusia ditempatkan sebagai organisasi kekuasaan.
Hak asasi manusia merupakan hak yang Max Weber menyatakan bahwa negara
melekat pada diri manusia yang bersifat sebagai organisasi kekuasaan mempunyai
kodrati dan fundamental sebagai anugerah hak untuk memonopoli hukum dan
Allah yang harus dihormati, dijaga dan kekuasaannya itu kepada warganya. Weber
dilindungi oleh setiap individu, masyarakat juga berpendapat bahwa kepentingan-
atau negara. kepentingan begitu dominan ditengah
Hak asasi manusia dapat dilihat dari masyarakat, sehingga aturan-aturan
beberapa ciri pokok hakekat hak asasi normatif yang berlaku dimasyarakat
manusia yaitu: dipengaruhi oleh berbagai kepentingan-
a. Hak asasi manusia tidak perlu kepentingan yang ada.Pandangan negara
diberikan, dibeli ataupun diwarisi. sebagai organisasi kekuasaan hampir tidak
Hak asasi manusia adalah bagian dari terbantahkan sebab di dalam negara
manusia secara otomatis; terdapat beberapa kekuasaan. Keberadaan
b. Hak asasi manusia berlaku untuk negara sebagai organisasi kekuasaan itu
semua orang tanpa memandang jenis menimbulkan kecenderungan bahwa
kelamin, ras, agama, etis, pandangan negara akan memonopoli seluruh
politik atau asal-usul sosial dan kekuasaan sehingga berakibat adanya
bangsa; resiko berhadapan dengan masyarakat.16
c. Hak asasi manusia tidak bisa
dilanggar. Tidak seorang pun B. Perspektif Hak Asasi Manusia Tentang
mempunyai hak untuk membatasi Penangkapan dan Penahanan
atau melanggar hak orang lain. Orang Pasal 1 angka 20 Undang-undang Nomor
tetap mempunyai 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-
hakasasimanusiawalaupunsebuahneg undang Hukum Acara Pidana (KUHAP)
ara mendefinisikan penangkapan sebagai suatu
membuathukumyangtidakmelindungi tindakan penyidik berupa pengekangan
atau melanggar hak asasi manusia.14 sementara waktu kebebasan tersangka
Hak asasi manusia berarti membicarakan atau terdakwa apabila terdapat cukup bukti
dimensi totalitas kehidupan manusia. Hak guna kepentingan penyidikan atau
asasi manusia ada bukan karena diberikan penuntutan dan atau peradilan dalam hal
oleh masyarakat dan kebaikan negara, serta menurut cara yang diatur dalam
melainkan berdasarkan martabat sebagai undang-undang ini.17
manusia. Pengakuan atas eksistensi Beberapa hal penting yang perlu
diperhatikan dalam penangkapan. Pertama,
13
Joel Goh, ‘Proportionality - An Unattainable Ideal in the pejabat yang diberikan kewenangan untuk
Criminal Justice System’, Manchester Student Law melakukan penangkapan. KUHAP hanya
Review,Vol 2, 2013, hal 44. Erik Luna, “Punishment Theory, memberikan kewenangan kepada penyidik
Holism, and the Procedural Conception of Restorative
Justice”, Utah Law Review,2003, hal 216
14 15
Mansour Fakih, et. al, Menegakkan Keadilan dan Majda El. Muhtaj, Op Cit, hal. 272
16
Kemanusiaan: Pegangan Untuk Membangun Gerakan Ibid
17
HAM, Insis Press, Yogyakarta, 2003, hal 42 Pasal 1 Angka 20 KUHAP

85
Lex Crimen Vol. VI/No. 6/Ags/2017

untuk melakukan penangkapan. Tapi untuk penangkapan tidak diperlukan. Tapi,


kepentingan penyelidikan, penyidik dapat penangkap harus segera menyerahkan
memerintahkan penyelidik untuk tertangkap beserta barang bukti yang ada
melakukan penangkapan (Pasal 16 ayat (1) kepada penyidik atau penyidik pembantu
KUHAP). Jadi, kewenangan penyelidik untuk yang terdekat (Pasal 18).
melakukan penangkapan hanya dalam Penangkapan tidak diadakan terhadap
tahap penyelidikan dan itu atas perintah tersangka yang melakukan pelanggaran
penyidik. Jika tidak ada perintah oleh kecuali dalam hal ia telah dipanggil secara
penyidik, penyelidik tidak berwenang sah dua kali berturut-turut tidak memenuhi
melakukan penangkapan. panggilan itu tanpa alasan yang sah.19
Kedua, alasan penangkapan. Keempat, jangka waktu
Berdasarkan definisi penangkapan di atas, penangkapan.Pasal 17 KUHAP menyatakan
penangkapan diperbolehkan jika memang bahwa penangkapan dapat dilakukan untuk
‘terdapat cukup bukti’. Dengan mengacu paling lama satu hari.Ini artinya, penyidik
kepada Pasal 17 KUHAP, frase ini dimaknai atau penyelidik dapat menangkap
sebagai ‘seseorang yang diduga keras seseorang kurang dari 24 jam, tetapi tidak
melakukan tindak pidana berdasarkan bukti boleh lebih dari 24 jam. Penangkapan yang
permulaan yang cukup’. Tidak jelas apa dilakukan lebih dari 24 jam harus
yang dimaksud dengan bukti permulaan dinyatakan batal demi hukum dan
yang cukup itu, sehingga dalam praktik hal melanggar hak asasi manusia.
itu diserahkan sepenuhnya kepada Berbeda dengan penangkapan,
penyidik. Maka, perlu ada definisi yang penahanan berdasarkan Pasal 1 angka 21
tegas mengenai makna bukti permulaan KUHAP diartikan sebagai ‘penempatan
yang cukup, misalnya penangkapan hanya tersangka atau terdakwa di tempat
boleh dilakukan oleh penyidik atau tertentu oleh penyidik, atau penuntut
penyelidik atas perintah penyidik jika umum atau hakim dengan penetapannya,
didasarkan pada minimal dua alat bukti dalam hal serta menurut cara yang diatur
yang sah sebagaimana diatur dalam Pasal dalam undang-undang ini’.
184 KUHAP.18 Alasannya, selain Pejabat yang diberikan kewenangan
meminimalisir penggunaan subjektifitas penahanan adalah penyidik, penuntut
penyidik atau penyelidik dalam melakukan umum, dan hakim (Pasal 20 KUHAP).Alasan
penangkapan, juga agar penangkapan yang penahanan meliputi alasan subjektif dan
dilakukan penyidik tetap memperhatikan alasan objektif. Yang termasuk ke dalam
dan menghormati hak asasi manusia alasan subjektif adalah;
tersangka/terdakwa. 1) Tersangka atau terdakwa yang
Ketiga, tata cara penangkapan. Penyidik diduga keras melakukan tindak
atau penyelidik yang melakukan pidana berdasarkan bukti yang
penangkapan memperlihatkan surat tugas, cukup;
memberikan kepada tersangka surat 2) Dalam hal adanya keadaan yang
perintah penangkapan yang menimbulkan kekhawatiran bahwa
mencantumkan identitas tersangka dan tersangka atau terdakwa akan
menyebutkan alasan penangkapan serta melarikan diri; atau
uraian singkat perkara kejahatan yang 3) Merusak atau menghilangkan
dipersangkakan serta tempat ia diperiksa. barang bukti dan atau mengulangi
Jika tertangkap tangan, surat perintah tindak pidana (Pasal 21 ayat (1)
KUHAP).
18
Alat bukti yang sah antara lain: 1) keterangan saksi; 2)
keterangan ahli; 3) surat; 4) petunjuk dan 5) keterangan
19
terdakwa Op Cit, hal. 86

86
Lex Crimen Vol. VI/No. 6/Ags/2017

Alasan objektif penahanan hanya dapat terdakwa paling lama 30 hari dan dapat
dikenakan terhadap tersangka atau diperpanjang hingga 60 hari. Hakim
terdakwa yang melakukan tindak pidana pengadilan tinggi dapat menahan terdakwa
dan atau percobaan maupun pemberian paling lama 30 hari dan dapat diperpanjang
bantuan dalam tindak pidana tersebut hingga 60 hari. Hakim mahkamah agung
dalam hal: dapat menahan terdakwa
a. tindak pidana itu diancam dengan paling lama 50 hari dan dapat diperpanjang
pidana penjara lima tahun atau lebih; hingga paling lama 60 hari (Pasal 24, 25, 26,
b. tindak pidana sebagaimana dimaksud 27 dan Pasal 28).
dalam Pasal 282 ayat (3), Pasal 296, Perspektif Hak Asasi Manusia Tentang
Pasal335 ayat (1), Pasal 351 ayat (1), Penangkapan dan Penahanan. Untuk
Pasal 353 ayat (1), Pasal 372, Pasal 378, menilai bahwa penangkapan dan
Pasal379 a, Pasal 453, Pasal 454, Pasal penahanan yang dilakukan penyidik atau
455, Pasal 459, Pasal 480 dan Pasal 506 aparat penegak hukum yang lain sesuai
Kitab Undang-undang Hukum Pidana. atau bertentangan dengan prinsip-prinsip
Penahanan ada tiga jenis, yaitu hak asasi manusia, parameter yang
penahanan rumah tahanan negara, digunakan tiga prinsip penegakan hukum
penahanan rumah, dan penahanan kota. dan hak asasi manusia di atas.
Penahanan rumah dilaksanakan di rumah Pertama, prinsip legalitas. Penangkapan
tempat tinggal atau rumah kediaman dan penahanan terhadap seorang
tersangka atau terdakwa dengan tersangka atau terdakwa hanya sah dan
mengadakan pengawasan terhadapnya tidak melanggar hak asasi apabila dilakukan
untuk menghindarkan segala sesuatu yang oleh pejabat yang diberikan kewenangan
dapat menimbulkan kesulitan dalam untuk itu. Meskipun pelaku kejahatan
penyidikan, penuntutan atau pemeriksaan adalah recidivist dan kejahatan yang
di sidang pengadilan. Penahanan kota dilakukannya adalah kejahatan serius
dilaksanakan di kota tempat tinggal atau seperti terorisme, genosida dan kejahatan
tempat kediaman tersangka atau terdakwa, terhadap kemanusiaan, penangkapan tetap
dengan kewajiban bagi tersangka atau harus dilakukan oleh pejabat yang tidak
terdakwa melapor diri pada waktu yang memiliki kewenangan untuk itu, yaitu
ditentukan. Masa penangkapan dan atau penyidik atau penyelidik atas perintah
penahanan dikurangkan seluruhnya dari penyidik. Sedangkan penahanan dilakukan
pidana yang dijatuhkan. Untuk penahanan baik oleh penyidik, penuntut umum
kota pengurangan tersebut seperlima dari maupun hakim.Bila pejabat yang
jumlah lamanya waktu penahanan melakukan penangkapan atau penahanan
sedangkan untuk penahanan rumah tidak memiliki kewenangan untuk itu, maka
sepertiga dari jumlah lamanya waktu negara telah melanggar hak atas kebebasan
penahanan (Pasal 22). dan kemerdekaan individu warga negara.
Mengenai lama waktu penahanan, Kedua, prinsip nesesitas. Harus diakui
KUHAP membedakan antara tahap bahwa prinsip ini jarang digunakan
penyidikan, penuntutan atau pemeriksaan olehaparat penegak hukum untuk menilai
di sidang pengadilan. Penyidik dapat apakah tindakan-tindakan mereka itu
menahan tersangka paling lama 20 hari dan sesuai dengan prinsip hak asasi manusia.
dapat diperpanjang paling lama 40 hari. Bahkan di tingkat kepolisian prinsip ini
Penuntut umum dapat menahan tersangka hanya dibatasi ruang lingkupnya pada
paling lama 20 hari dan dapat diperpanjang penggunaan senjata api. Penangkapan dan
hingga paling lama 30 hari. Hakim penahanan, prinsip ini jarang dijadikan
pengadilan negeri dapat menahan sebagai pijakan oleh penegak hukum agar

87
Lex Crimen Vol. VI/No. 6/Ags/2017

tindakan yang ditempuh memperhatikan memungkinkan untuk itu. 22


dan sesuai dengan prinsip hak asasi Ketiga, prinsip proporsionalitas. Inti dari
manusia.20 prinsip ini adalah adanya keseimbangan
Hanya saja hemat penulis, ketiga alasan antara pembatasan terhadap kebebasan
tersebut tidak dapat serta merta digunakan atau kemerdekaan tersangka atau
oleh pejabatyang berwenang untuk semua terdakwa dengan tujuan yang hendak
tindak pidana tanpa melihat karakteristik dicapai dari penangkapan dan penahanan,
tindak pidana dan kualitas pelakunya.21 yaitu mengumpulkan alat bukti dan
Meskipun KUHAP memberikan mempermudah proses pemeriksaan
kewenangan menahan seseorang jika ada peradilan. Pejabat negara yang diberikan
kekhawatiran melarikan diri, alasan ini tidak kewenangan untuk menangkap dan
otomatis diberlakukan oleh menahan tersangka atau terdakwa hams
penyidik.Pelanggaran hak asasi manusia menjadikan tujuan utama dari
terjadi jika pejabat yang berwenang tetap penangkapan dan penahanan sebagai
menahan tersangka meskipun dia sudah pijakan dasar ketika hendak menangkap
tua renta sehingga tidak mungkin melarikan atau menahan seseorang. Jika alat bukti
diri atau barang bukti sudah berada di dapat diperoleh tanpa harus menangkap
penyidik. Penyidik tidak dapat berlindung di tersangka atau terdakwa, penyidik,
balik prinsip legalitas jika penangkapan dan penuntut umum atau hakim tidak boleh
penahanan yang dilakukannya bukanlah melakukan penangkapan atau penahanan.
cara terakhir untuk mengungkap suatu Jika seorang terdakwa baik atau tanpa
tindak pidana. adanya jaminan dari keluarga atau pihak
Dalam kaitan dengan ini, penangkapan lain siap menghadiri pemeriksaan di tingkat
yang dilakukan oleh Polri terhadap wakil penyidikan, penuntutan, atau pemeriksaan
ketua KPK, Bambang Widjojanto dan di sidang pengadilan, ia tidak boleh ditahan.
penahanan di tingkat penyidikan hingga Penahanan yang dilakukan berimplikasi
pemeriksaan sidang pengadilan terhadap pada pembatasan hak atas kemerdekaan
nenek Asyani beberapa bulan yang lalu, fisik maupun psikis dan tidak berbanding
jelas melanggar prinsip nesesitas. Untuk lurus dengan tujuan utama dilakukannya
kasus Bambang, ia tidak mengulangi lagi penahanan.23
kejahatannya karena saat ditangkap ia tidak Keempat, tata cara penangkapan dan
lagi sebagai advokat. Padahal, kasus yang penahanan. Dalam perspektif hak asasi
menimpanya adalah saat ia menjadi manusia, tata cara ini terkait dengan
advokat. Ia juga tidak mungkin melarikan petugas yang diberikan kewenangan untuk
diri karena saat ditangkap selain sebagai melakukan penangkapan dan penahanan
komisioner KPK, juga sedang ingin pulang memperhatikan tradisi dan nilai-nilai
dari mengantar anaknya ke sekolah dan ia budaya suatu negara. Sejak esensi
sedang memakai sarung, baju koko dan terpenting hak asasi manusia adalah
songkok. Dalam kasus nenek Asyani, ia penghormatan terhadap martabat dan
tidak mungkin menghilangkan atau kemanusiaan manusia, penangkapan dan
merusak barang bukti karena tujuh batang penahanan harus mampu mencerminkan
kayu milik perhutani yang diduga dicuri hal itu.Meskipun pejabat, berdasarkan
olehnya tidak berada padanya. la juga tidak prinsip legalitas, diberikan kewenangan
mungkin melarikan karena dari segi umur untuk menangkap atau menahan seseorang
dantrack record kejahatan tidak s`esuai denganperaturan perundang-

20 22
Op Cit, hal. 221 Mahrus Ali, Op Cit, hal. 15
21 23
Op Cit, hal. 171 Mahrus Ali, Ibid, hal. 16

88
Lex Crimen Vol. VI/No. 6/Ags/2017

undangan yang berlaku, tradisi dan nilai- ada alternatif lain selain menangkap
nilai etika dan moralitas penting dan menahan tersangka atau
diperhatikan. Perlakuan yang sopan dan tersangka, maka alternatif tersebut
tidak merendahkan martabat seseorang wajib dilakukan.
sekalipun ia adalah seorang tersangka atau
terdakwa tetap harus diperhatikan. Cara B. Saran
menangkap dan menahan seseorang harus 1. Negara Indonesia adalah sebagai negara
juga mengacu kepada prinsip-prinsip etik hukum (Pasal 1 ayat (3) UUD 1945).
dan moral yang dianut suatu negara.24 Semua aktifitas penyelenggaraan
pemerintahan/negara termasuk
PENUTUP penegakan hukum, harus mengacu
A. Kesimpulan kepada “hukum” dimana “hukum
1. Penangkapan dan penahanan di satu sebagai panglima. Disamping itu hukum
sisi merupakan kewenangan yang harus mampu berdampingan dengan
diberikan oleh undang-undang hak asasi manusia (kepentingan individu
berdasarkan prinsip legalitas kepada dan kepentingan publik); pemangku
penyidik, penyelidik atas perintah kewenangan atau negara tidak boleh
penyidik, penuntut umum maupun melakukan diskriminatif terhadap
hakim, namun di sisi lain ia kepentingan-kepentingan, karena hak
bersinggungan dengan perampasan asasi manusia dihormati oleh negara,
kemerdekaan tersangka dan terdakwa. UU, hukum sesuai prinsip negara
Adanya cukup bukti yang menjadi hukum yang demokratis.
dasar penangkapan dan alasan-alasan 2. Proses atau mekanisme penangkapan
subjektif maupun alasan objektif yang dan penahanan terhadap tersangka
menjadi dasar dilakukannya penahanan oleh pejabat yang diberi kewenangan
rentan melanggar hak asasi manusia untuk itu, hendaknya berpegang pada
tersangka atau terdakwa.Oleh karena bukti-bukti yang cukup untuk
itu, aparat penegak hukum dituntut penangkapan, sehingga tidak terjadi
tidak hanya mengacu kepada prinsip salah tangkap apalagi terjadi
legalitas sebagai dasar hukum pelanggaran hak asasi manusia, ini
penangkapan dan penahanan, tapi juga dapat kehilangan kepercayaan publik,
prinsip nesesitas dan prinsip terhadap penyidik/petugas dimaksud.
proporsionalitas.
2. Prinsip legalitas mengindikasikan DAFTAR PUSTAKA
penangkapan dan penahanan terhadap Ali Mahrus, Dasar-Dasar Hukum Pidana,
seseorang tersangka dan tidak Cetk. Kedua, Sinar Grafika, Jakarta,
melanggar hak asasi manusia dilakukan 2012
oleh pejabat yang diberi kewenangan Amin S.M., Hukum Acara Pidana Dalam
untuk itu berdasarkan bukti permulaan Perspektif Hak Asasi Manusia,
yang cukup, jika penangkapan dan Yayasan LBHI, Jakarta, 1971.
penahanan melanggar prinsip Effendi Masyhur, Dimensi Dan Dinamika
nesesitas, prinsip proporsionalitas Hak Asasi Manusia Dalam Hukum
secara otomatis juga terlanggar. Prinsip Nasional Dan Internasional, Ghalia
nesesitas mengacu kepada penggunaan Indonesia, Jakarta, 1994.
kekuatan harus merupakan tindakan Fakih Mansour, et. al, Menegakkan
yang luar biasa, dalam arti jika masih Keadilan dan Kemanusiaan:
Pegangan Untuk Membangun
24
Ibid

89
Lex Crimen Vol. VI/No. 6/Ags/2017

Gerakan HAM, Insis Press, Kuffal H.M.A., Penerapan KUHAP dalam


Yogyakarta, 2003. Praktek Hukum, UPT
Flores Imer, ‘Proportionality in PenerbitanUniversitas
Constitutional and Human Rights Muhammadiyah, Malang.
Interpretation’, Georgetown Public Kusnardi Moh. dan Harmaily Ibrahim,
Law and Legal Theory Research dalam Muntoha, Hak Asasi Manusia
Paper, 2013. (HAM) Di Indonesia, dalam
Goh Joel, ‘Proportionality - An Unattainable Mengurai Kompleksitas Hak Asasi
Ideal in the Criminal Justice System’, Manusia (Kajian Multi Perspektif),
Manchester Student Law Review,Vol PUSHAMUII, Yogyakarta, 2007.
2, 2013, hal 44.Erik Luna, Kusuma RM. A.B., Lahirnya Undang-
“Punishment Theory, Holism, and Undang Dasar 1945, Badan Penerbit
the Procedural Conception of Fakultas Hukum Universitas
Restorative Justice”, Utah Law Indonesia, Jakarta, 2004.
Review,2003. Latif Abdul, Demokrasi Dan Perlindungan
Hadjon Philipus, Pengkajian Ilmu Hukum, Hak Asasi Manusia Dalam Negara
Makalah Pelatihan Metode Hukum, dalam Mengurai
Penelitian Hukum Normatif, LPH Kompleksitas Hak Asasi Manusia
UNAIR, Surabaya, 1997. (Kajian Multi Perspektif), PUSHAM
Harahap A. Bazar, Hak Asasi Manusia Dan UII, Yogyakarta, 2007.
Hukumnya, PECIRINDO, Jakarta, Lubis T. Mulya, In Search of Human Rights :
2007. Legal-Political Dilemmas of
Islami Muhammad Nur, Deklarasi Indonesia’s New Order, 1966-1990,
Kewajiban Asasi Sebagai Gramedia Pustaka Utama, Jakarta,
Sarana UntukMempertemukan 1993.
Ideologi, Kepercayaan dan Lubis T. Mulya, In search of Human Rights,
Pandangan Politik Masyarakat Legal-Political, Gramedia Pustaka
Internasional, dalamMengurai Utama, Jakarta, 1993.
Kompleksitas Hak Asasi Manusia Mahmud Peter, Metodologi Penelitian
(Kajian Multi Perspektif), PUSHAM Hukum, Yudika, Jakarta, 2006.
UII, Yogyakarta,2007. Marpaung Leden, Proses Penanganan
Issue Basic Law Bulletin, The Principle of Perkara Pidana (Penyelidikan dan
Proportionality and the Concept of Penyidikan), Sinar Grafika, Jakarta,
Margin ofAppreciation in Human 2008.
Rights Law, 15 December, 2013. Marzuki Suparman, Robohnya Keadilan,
Jerome Hall, “Nulla Poena Sine Lege”, Yale Politik Hukum Dan HAM Era
Law Journal, 1937. Reformasi, PUSHAM UII, Yogyakarta,
Klatt Matthias, ‘Positive Obligations under 2011.
the European Convention on Human Meagher Dan, ‘The Common Law Principle
Rights’, Max-Planck-Institut fur of Legality in the Age of Rights’,
ausldndisches offentliches Recht und Melbourne University Law Review,
Volkerrecht, 2011. Vol 35,2013.
Kleden Marianus, Hak Asasi Manusia ___________, ‘The Principle of Legality as
Dalam Masyarakat Komunal, Kajian Clear Statement Rule: Significance
Konsep HAMDalam Teks-Teks Adat and Problems’,Sydney Law Review,
Lamaholot Dan Relevansinya Vol 36,2014.
Terhadap HAM Dalam UUD 1945,
Lamalera,Yogyakarta, 2008.

90
Lex Crimen Vol. VI/No. 6/Ags/2017

Muhtaj Majda El, Dimensi-Dimensi HAM Teori Dasar Praktek, CV. Mandar
Mengurai Hak Ekonomi, Sosial, dan Maju, Bandung, 2007.
Budaya, PT. RajaGrafindo Persada, Seno Adji Oemar, Hukum Acara Pidana,
Jakarta, 2008. Septa Arya Jaya, Jakarta, 1980.
___________, HAM, DUHAM, RANHAM Smith Rhona K.M., dkk, Hukum Hak Asasi
Indonesia, dalam Mengurai Manusia, PUSHAM UII, Yogyakarta,
Kompleksitas HakAsasi Manusia 2010.
(KajianMulti Perspektif), PUSHAM Soedjono D., Pemeriksaan Pendahuluan
UII, Yogyakarta, 2007. menurut KUHAP, Alumni, Bandung,
Muntoha, Hak Asasi Manusia (HAM) Di 1982.
Indonesia, dalam Mengurai Soetandyo Wignjosoebroto, Hak-Hak Asasi
Kompleksitas Hak AsasiManusia Manusia Konstitutionalisme:
(Kajian Multi Perspektif), PUSHAM Hubungan Masyarakat dan Negara,
UII, Yogyakarta, 2007. Dalam Hukum, Paradigma, Metode
Prakoso Djoko, Euthanasia Hak Asasi dan Dinamika Masalahnya, Elsam-
Manusia Dan Hukum Pidana, Ghalia HuMa.
Indonesia, Jakarta, 1984. Sugono Bambang dan Aries Harianto, dalam
Puspitasari Sri Hastuti, Perlindungan HAM Muntoha, Hak Asasi Manusia (HAM)
Struktur Ketatanegaraan Republik Di Indonesia, dalam Mengurai
Indonesia,dalam Kompleksitas Hak Asasi Manusia
MenguraiKompleksitas Hak Asasi (Kajian Multi Perspektif),
Manusia (Kajian Multi Perspektif), PUSHAMUII, Yogyakarta, 2007.
PUSHAM UII,Yogyakarta, 2007. Sujatmiko Andrey, HAM, Pelanggaran HAM
Rahardjo Satjipto, Negara Hukum Yang dan Penegakan HAM, dalam
Membahagiakan Rakyatnya, Genta Mengurai Kompleksitas Hak Asasi
Publishing, Yogyakarta, 2008. Manusia (Kajian Multi Perspektif),
Ridwan, Hukum Administrasi Negara, PUSHAM UII, Yogyakarta, 2007.
Cetakan Keenam, Rajawali Press, Suprianto Abdi, et al., Potret Pemenuhan
Jakarta, 2011. Hak Asasi Manusia Atas Pendidikan
dan Perumahan di Era Ototnomi
Riyadi Eko, Diskursus Mengenai Derogable Daerah, Analisis Studi Di Tiga
Rights Dan Non-Derogable Rights Di Daerah, Penerbit Pusat Studi Hak
Indonesia, Dalam To Promote : Asasi Manusia Universitas Islam
Membaca Perkembangan Wacana Indonesia, Yogyakarta, Tanpa
Hak Asasi Manusia Di Indonesia, Tahun.
PUSHAM UII, Yogyakarta, 2012. Tim Parsial, Perlindungan Terhadap Human
___________,Politik Hukum Hak Asasi Rights Defenders (Hambatan dan
Manusia: Kajian Terhadap Undang- Ancaman Dalam Peraturan
Undang No. 7 Tahun 2004 Tentang Perundang-Undangan), November
Air, dalam Mengurai Kompleksitas 2005.
Hak Asasi Manusia (Kajian Ugochukwu Basil, ‘Balancing,
MultiPerspektif), PUSH AM UII, Proportionality, and Human Rights
Yogyakarta, 2007. Adjudication in Comparative
Saraswati LG., et. al, Hak Asasi Manusia Context: Lessons for Nigeria’, York
Teori, Hukum, Kasus, Filsafat UI University and Transnational Human
Press, Jakarta,2006. Rights Review, Volume 1,2014.
Sasangka Hari, Penyidikan, Penahanan, von Hirsch Andrew, “Censure and
Penuntutan dan Praperadilan Dalam Proportionality” dalam A Reader on

91
Lex Crimen Vol. VI/No. 6/Ags/2017

Punishment, disunting oleh Antony


Duff dan David Garlan, Oxford
University Press, Oxford,
sebagaimana dikutip oleh Salman
Luthan, Kebijakan Penal Mengenai
Kriminalisasi di Bidang Keuangan,
Disertasi Program Doktor Fakultas
Hukum Universitas Indonesia,
Jakarta, 2007.
Wardaya Slamet Marta, Hakekat dan
Rencana Aksi Nasional HAM, dalam
Muladi, Hak Asas Manusia, Hakekat,
Konsep dan Implikasinya Dalam
Perspektif Hukum dan Masyarakat,
PT. Refika Aditama, Bandung,
Januari 2005.

Sumber-sumber Lain
Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana
Undang-Undang No. 39 Tahun 1999
tentang Hak Asasi Manusia, Jakarta.

92

Anda mungkin juga menyukai