ID Penangkapan Dan Penahanan Tersangka Menu PDF
ID Penangkapan Dan Penahanan Tersangka Menu PDF
6/Ags/2017
PENANGKAPAN DAN PENAHANAN dalam arti jika masih ada alternatif lain
TERSANGKA MENURUT KUHAP DALAM selain menangkap dan menahan tersangka
HUBUNGANNYA DENGAN HAK ASASI atau tersangka, maka alternatif tersebut
MANUSIA1 wajib dilakukan.
Oleh: Edy Sunaryo Berutu2 Kata kunci: Penangkapan, penahanan,
tersangka, hak asasi manusia.
ABSTRAK
Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah PENDAHULUAN
untuk mengetahui bagaimana prinsip- A. Latar Belakang
prinsip penegakan hukum pidana dan hak Hak asasi manusia pada dasarnya
asasi manusia dalam penangkapan dan mengatur hubungan antara individu-
penahanan dan bagaimana perspektif hak individu dengan negara. Artinya bahwa
asasi manusia tentang penangkapan dan negara telah menjamin dan melindungi
penahanan. Dengan menggunakan metode individu-individu atas segala hak yang
penelitian yuridis normatif, disimpulkan: 1. melekat dalam dirinya sebagai manusia
Penangkapan dan penahanan di satu sisi yang memiliki harkat dan martabat yang
merupakan kewenangan yang diberikan tidak dapat dirampas oleh siapapun
oleh undang-undang berdasarkan prinsip termasuk negara. Hak asasi manusia telah
legalitas kepada penyidik, penyelidik atas disepakati sebagai hukum internasional
perintah penyidik, penuntut umum maupun yang dapat menjadi standar dan pedoman
hakim, namun di sisi lain ia bersinggungan yang kuat terhadap negara dalam
dengan perampasan kemerdekaan memperlakukan individu-individu di dalam
tersangka dan terdakwa. Adanya cukup wilayah yurisdiksinya. Dengan kata lain, hak
bukti yang menjadi dasar penangkapan dan asasi manusia memberikan jaminan moral
alasan-alasan subjektif maupun alasan dan hukum kepada individu-individu untuk
objektif yang menjadi dasar dilakukannya melakukan kontrol dan mendorong aturan
penahanan rentan melanggar hak asasi dalam praktik-praktik kekuasaan negara
manusia tersangka atau terdakwa.Oleh terhadap individu-individu, memastikan
karena itu, aparat penegak hukum dituntut adanya kebebasan individu dalam
tidak hanya mengacu kepada prinsip hubungan dengan negara, dan meminta
legalitas sebagai dasar hukum penangkapan negara memenuhi kebutuhan dasar
dan penahanan, tapi juga prinsip nesesitas individu-individu yang berada di wilayah
dan prinsip proporsionalitas. 2. Prinsip yurisdiksinya. Di sinilah negara menjadi
legalitas mengindikasikan penangkapan dan pihak yang memiliki tugas dan kewajiban
penahanan terhadap seseorang tersangka untuk menghormati, melindungi dan
dan tidak melanggar hak asasi manusia memenuhi hak asasi manusia dan individu-
dilakukan oleh pejabat yang diberi individu yang berdiam di wilayah
kewenangan untuk itu berdasarkan bukti yurisdiksinya sebagai pemegang hak.3
permulaan yang cukup, jika penangkapan Meskipun hak asasi manusia secara
dan penahanan melanggar prinsip internasional telah diterima sebagai
nesesitas, prinsip proporsionalitas secara konsepsi dasar perubahan umat manusia,
otomatis juga terlanggar. Prinsip nesesitas namun dalam praktiknya pelanggaran hak
mengacu kepada penggunaan kekuatan
harus merupakan tindakan yang luar biasa,
3
Suprianto Abdi, et al., Potret Pemenuhan Hak Asasi
1
Artikel Skripsi. Dosen Pembimbing : Ernest Runtukahu, Manusia Atas Pendidikan dan Perumahan di Era Ototnomi
SH, MH; Petrus Karnisius Sarkol, SH, MH Daerah, Analisis Studi Di Tiga Daerah, Penerbit Pusat Studi
2
Mahasiswa pada Fakultas Hukum Unsrat, NIM. Hak Asasi Manusia Universitas Islam Indonesia,
110711100 Yogyakarta, Tanpa Tahun, hal. 12-13
82
Lex Crimen Vol. VI/No. 6/Ags/2017
asasi manusia masih selalu terjadi,4 bahkan secara mendalam yang hasilnya dituangkan
dalam perkembangannya telah mengalami dalam bentuk skripsi dengan judul
perubahan-perubahan mendasar sejalan “Penangkapan dan Penahanan Menurut
dengan keyakinan dan praktik-praktik sosial KUHAP dalam Hubungannya dengan HAM.”
di lingkungan kehidupan masyarakat luas.5
Diberlakukannya Undang-Undang B. Perumusan Masalah
Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab 1. Bagaimana prinsip-prinsip
Undang-undang Hukum Acara Pidana penegakan hukum pidana dan hak
(KUHAP) yang berlaku efektif dua tahun asasi manusia dalam penangkapan
kemudian sesudah disahkan, dan penahanan?
dilatarbelakangi oleh isu utama mengenai 2. Bagaimana perspektif hak asasi manusia
perlunya perlindungan hak asasi manusia tentang penangkapan dan penahanan?
bagi pelaku kejahatan yang seringkali
dilanggar oleh aparat penegak hukum C. Metode Penelitian
pidana. Kondisi rendahnya perlindungan Dalam penulisan skripsi ini penulis
hak asasi manusia bagi para tersangka dan menggunakan pendekatan metode
terdakwa yang berhadapan dengan penelitian yuridis normatif yang bersifat
penegak hukum pidana yang dibekali kualitatif. Philipus Hadjon mengatakan
dengan berbagai macam kewenangan akan bahwa penelitian hukum, karena ilmu
diperbaiki oleh KUHAP. hukum memiliki karakter khusus
Substansi KUHAP berkaitan erat dengan (merupakan suatu sui generis discipline).6
bagaimana negara menghormati dan
memenuhi hak asasi setiap orang yang PEMBAHASAN
dijadikan sebagai tersangka atau terdakwa. A. Prinsip-Prinsip Penegakan Hukum
Uraian yang cukup lengkap mengenai hak- Pidana dan Hak Asasi Manusia
hak tersangka dan terdakwa dalam KUHAP 1. Prinsip Legalitas
menandai masuknya rezim hukum hak asasi Tindakan pemerintahan tidak boleh
manusia ke dalam hukum acara pidana bertentangan dengan undang-undang.
Indonesia. Setiap tindakan aparat penegak Selain itu, pemerintah hanya memiliki
hukum yang berimplikasi hak asasi manusia kewenangan tertentu sepanjang diberikan
baik pada tahap penyidikan, penuntutan, atau berdasarkan undang-undang.7 Dengan
maupun proses pemeriksaan di sidang kata lain, wewenang yang diberikan kepada
pengadilan harus sesuai dengan prinsip- pejabat tata usaha negara harus
prinsip hak asasi manusia, yaitu prinsip dilaksanakan atas dasar peraturan
legalitas, prinsip nesesitas, dan prinsip perundang-undangan.
proporsionalitas. Pengabaian terhadap Dalam hukum pidana, asas legalitas
prinsip-prinsip tersebut dapat berakibat terkait dengan penentuan apakah suatu
pada pelanggaran hak asasi tersangka atau peraturan hukum pidana dapat
terdakwa. diberlakukan terhadap tindak pidana yang
Berdasarkan uraian tersebut diatas, terjadi. Jadi, apabila terjadi suatu tindak
penulis hendak mengkaji dan meneliti pidana, maka akan dilihat apakah telah ada
ketentuan hukum yang mengaturnya dan
4
Tim Parsial, Perlindungan Terhadap Human Rights apakah aturan yang telah ada tersebut
Defenders (Hambatan dan Ancaman Dalam Peraturan
Perundang-Undangan), November 2005, hal. 1
5 6
Slamet Marta Wardaya, Hakekat dan Rencana Aksi Philipus Hadjon, Pengkajian Ilmu Hukum, Makalah
Nasional HAM, dalam Muladi, Hak Asas Manusia, Pelatihan Metode Penelitian Hukum Normatif, LPH UNAIR,
Hakekat, Konsep dan Implikasinya Dalam Perspektif Surabaya, 1997, hal. 12
7
Hukum dan Masyarakat, PT. Refika Aditama, Bandung, Ridwan, Hukum Administrasi Negara, Cetakan Keenam,
Januari 2005, hal. 3 Rajawali Press, Jakarta, 2011, hal 91-92
83
Lex Crimen Vol. VI/No. 6/Ags/2017
84
Lex Crimen Vol. VI/No. 6/Ags/2017
85
Lex Crimen Vol. VI/No. 6/Ags/2017
86
Lex Crimen Vol. VI/No. 6/Ags/2017
Alasan objektif penahanan hanya dapat terdakwa paling lama 30 hari dan dapat
dikenakan terhadap tersangka atau diperpanjang hingga 60 hari. Hakim
terdakwa yang melakukan tindak pidana pengadilan tinggi dapat menahan terdakwa
dan atau percobaan maupun pemberian paling lama 30 hari dan dapat diperpanjang
bantuan dalam tindak pidana tersebut hingga 60 hari. Hakim mahkamah agung
dalam hal: dapat menahan terdakwa
a. tindak pidana itu diancam dengan paling lama 50 hari dan dapat diperpanjang
pidana penjara lima tahun atau lebih; hingga paling lama 60 hari (Pasal 24, 25, 26,
b. tindak pidana sebagaimana dimaksud 27 dan Pasal 28).
dalam Pasal 282 ayat (3), Pasal 296, Perspektif Hak Asasi Manusia Tentang
Pasal335 ayat (1), Pasal 351 ayat (1), Penangkapan dan Penahanan. Untuk
Pasal 353 ayat (1), Pasal 372, Pasal 378, menilai bahwa penangkapan dan
Pasal379 a, Pasal 453, Pasal 454, Pasal penahanan yang dilakukan penyidik atau
455, Pasal 459, Pasal 480 dan Pasal 506 aparat penegak hukum yang lain sesuai
Kitab Undang-undang Hukum Pidana. atau bertentangan dengan prinsip-prinsip
Penahanan ada tiga jenis, yaitu hak asasi manusia, parameter yang
penahanan rumah tahanan negara, digunakan tiga prinsip penegakan hukum
penahanan rumah, dan penahanan kota. dan hak asasi manusia di atas.
Penahanan rumah dilaksanakan di rumah Pertama, prinsip legalitas. Penangkapan
tempat tinggal atau rumah kediaman dan penahanan terhadap seorang
tersangka atau terdakwa dengan tersangka atau terdakwa hanya sah dan
mengadakan pengawasan terhadapnya tidak melanggar hak asasi apabila dilakukan
untuk menghindarkan segala sesuatu yang oleh pejabat yang diberikan kewenangan
dapat menimbulkan kesulitan dalam untuk itu. Meskipun pelaku kejahatan
penyidikan, penuntutan atau pemeriksaan adalah recidivist dan kejahatan yang
di sidang pengadilan. Penahanan kota dilakukannya adalah kejahatan serius
dilaksanakan di kota tempat tinggal atau seperti terorisme, genosida dan kejahatan
tempat kediaman tersangka atau terdakwa, terhadap kemanusiaan, penangkapan tetap
dengan kewajiban bagi tersangka atau harus dilakukan oleh pejabat yang tidak
terdakwa melapor diri pada waktu yang memiliki kewenangan untuk itu, yaitu
ditentukan. Masa penangkapan dan atau penyidik atau penyelidik atas perintah
penahanan dikurangkan seluruhnya dari penyidik. Sedangkan penahanan dilakukan
pidana yang dijatuhkan. Untuk penahanan baik oleh penyidik, penuntut umum
kota pengurangan tersebut seperlima dari maupun hakim.Bila pejabat yang
jumlah lamanya waktu penahanan melakukan penangkapan atau penahanan
sedangkan untuk penahanan rumah tidak memiliki kewenangan untuk itu, maka
sepertiga dari jumlah lamanya waktu negara telah melanggar hak atas kebebasan
penahanan (Pasal 22). dan kemerdekaan individu warga negara.
Mengenai lama waktu penahanan, Kedua, prinsip nesesitas. Harus diakui
KUHAP membedakan antara tahap bahwa prinsip ini jarang digunakan
penyidikan, penuntutan atau pemeriksaan olehaparat penegak hukum untuk menilai
di sidang pengadilan. Penyidik dapat apakah tindakan-tindakan mereka itu
menahan tersangka paling lama 20 hari dan sesuai dengan prinsip hak asasi manusia.
dapat diperpanjang paling lama 40 hari. Bahkan di tingkat kepolisian prinsip ini
Penuntut umum dapat menahan tersangka hanya dibatasi ruang lingkupnya pada
paling lama 20 hari dan dapat diperpanjang penggunaan senjata api. Penangkapan dan
hingga paling lama 30 hari. Hakim penahanan, prinsip ini jarang dijadikan
pengadilan negeri dapat menahan sebagai pijakan oleh penegak hukum agar
87
Lex Crimen Vol. VI/No. 6/Ags/2017
20 22
Op Cit, hal. 221 Mahrus Ali, Op Cit, hal. 15
21 23
Op Cit, hal. 171 Mahrus Ali, Ibid, hal. 16
88
Lex Crimen Vol. VI/No. 6/Ags/2017
undangan yang berlaku, tradisi dan nilai- ada alternatif lain selain menangkap
nilai etika dan moralitas penting dan menahan tersangka atau
diperhatikan. Perlakuan yang sopan dan tersangka, maka alternatif tersebut
tidak merendahkan martabat seseorang wajib dilakukan.
sekalipun ia adalah seorang tersangka atau
terdakwa tetap harus diperhatikan. Cara B. Saran
menangkap dan menahan seseorang harus 1. Negara Indonesia adalah sebagai negara
juga mengacu kepada prinsip-prinsip etik hukum (Pasal 1 ayat (3) UUD 1945).
dan moral yang dianut suatu negara.24 Semua aktifitas penyelenggaraan
pemerintahan/negara termasuk
PENUTUP penegakan hukum, harus mengacu
A. Kesimpulan kepada “hukum” dimana “hukum
1. Penangkapan dan penahanan di satu sebagai panglima. Disamping itu hukum
sisi merupakan kewenangan yang harus mampu berdampingan dengan
diberikan oleh undang-undang hak asasi manusia (kepentingan individu
berdasarkan prinsip legalitas kepada dan kepentingan publik); pemangku
penyidik, penyelidik atas perintah kewenangan atau negara tidak boleh
penyidik, penuntut umum maupun melakukan diskriminatif terhadap
hakim, namun di sisi lain ia kepentingan-kepentingan, karena hak
bersinggungan dengan perampasan asasi manusia dihormati oleh negara,
kemerdekaan tersangka dan terdakwa. UU, hukum sesuai prinsip negara
Adanya cukup bukti yang menjadi hukum yang demokratis.
dasar penangkapan dan alasan-alasan 2. Proses atau mekanisme penangkapan
subjektif maupun alasan objektif yang dan penahanan terhadap tersangka
menjadi dasar dilakukannya penahanan oleh pejabat yang diberi kewenangan
rentan melanggar hak asasi manusia untuk itu, hendaknya berpegang pada
tersangka atau terdakwa.Oleh karena bukti-bukti yang cukup untuk
itu, aparat penegak hukum dituntut penangkapan, sehingga tidak terjadi
tidak hanya mengacu kepada prinsip salah tangkap apalagi terjadi
legalitas sebagai dasar hukum pelanggaran hak asasi manusia, ini
penangkapan dan penahanan, tapi juga dapat kehilangan kepercayaan publik,
prinsip nesesitas dan prinsip terhadap penyidik/petugas dimaksud.
proporsionalitas.
2. Prinsip legalitas mengindikasikan DAFTAR PUSTAKA
penangkapan dan penahanan terhadap Ali Mahrus, Dasar-Dasar Hukum Pidana,
seseorang tersangka dan tidak Cetk. Kedua, Sinar Grafika, Jakarta,
melanggar hak asasi manusia dilakukan 2012
oleh pejabat yang diberi kewenangan Amin S.M., Hukum Acara Pidana Dalam
untuk itu berdasarkan bukti permulaan Perspektif Hak Asasi Manusia,
yang cukup, jika penangkapan dan Yayasan LBHI, Jakarta, 1971.
penahanan melanggar prinsip Effendi Masyhur, Dimensi Dan Dinamika
nesesitas, prinsip proporsionalitas Hak Asasi Manusia Dalam Hukum
secara otomatis juga terlanggar. Prinsip Nasional Dan Internasional, Ghalia
nesesitas mengacu kepada penggunaan Indonesia, Jakarta, 1994.
kekuatan harus merupakan tindakan Fakih Mansour, et. al, Menegakkan
yang luar biasa, dalam arti jika masih Keadilan dan Kemanusiaan:
Pegangan Untuk Membangun
24
Ibid
89
Lex Crimen Vol. VI/No. 6/Ags/2017
90
Lex Crimen Vol. VI/No. 6/Ags/2017
Muhtaj Majda El, Dimensi-Dimensi HAM Teori Dasar Praktek, CV. Mandar
Mengurai Hak Ekonomi, Sosial, dan Maju, Bandung, 2007.
Budaya, PT. RajaGrafindo Persada, Seno Adji Oemar, Hukum Acara Pidana,
Jakarta, 2008. Septa Arya Jaya, Jakarta, 1980.
___________, HAM, DUHAM, RANHAM Smith Rhona K.M., dkk, Hukum Hak Asasi
Indonesia, dalam Mengurai Manusia, PUSHAM UII, Yogyakarta,
Kompleksitas HakAsasi Manusia 2010.
(KajianMulti Perspektif), PUSHAM Soedjono D., Pemeriksaan Pendahuluan
UII, Yogyakarta, 2007. menurut KUHAP, Alumni, Bandung,
Muntoha, Hak Asasi Manusia (HAM) Di 1982.
Indonesia, dalam Mengurai Soetandyo Wignjosoebroto, Hak-Hak Asasi
Kompleksitas Hak AsasiManusia Manusia Konstitutionalisme:
(Kajian Multi Perspektif), PUSHAM Hubungan Masyarakat dan Negara,
UII, Yogyakarta, 2007. Dalam Hukum, Paradigma, Metode
Prakoso Djoko, Euthanasia Hak Asasi dan Dinamika Masalahnya, Elsam-
Manusia Dan Hukum Pidana, Ghalia HuMa.
Indonesia, Jakarta, 1984. Sugono Bambang dan Aries Harianto, dalam
Puspitasari Sri Hastuti, Perlindungan HAM Muntoha, Hak Asasi Manusia (HAM)
Struktur Ketatanegaraan Republik Di Indonesia, dalam Mengurai
Indonesia,dalam Kompleksitas Hak Asasi Manusia
MenguraiKompleksitas Hak Asasi (Kajian Multi Perspektif),
Manusia (Kajian Multi Perspektif), PUSHAMUII, Yogyakarta, 2007.
PUSHAM UII,Yogyakarta, 2007. Sujatmiko Andrey, HAM, Pelanggaran HAM
Rahardjo Satjipto, Negara Hukum Yang dan Penegakan HAM, dalam
Membahagiakan Rakyatnya, Genta Mengurai Kompleksitas Hak Asasi
Publishing, Yogyakarta, 2008. Manusia (Kajian Multi Perspektif),
Ridwan, Hukum Administrasi Negara, PUSHAM UII, Yogyakarta, 2007.
Cetakan Keenam, Rajawali Press, Suprianto Abdi, et al., Potret Pemenuhan
Jakarta, 2011. Hak Asasi Manusia Atas Pendidikan
dan Perumahan di Era Ototnomi
Riyadi Eko, Diskursus Mengenai Derogable Daerah, Analisis Studi Di Tiga
Rights Dan Non-Derogable Rights Di Daerah, Penerbit Pusat Studi Hak
Indonesia, Dalam To Promote : Asasi Manusia Universitas Islam
Membaca Perkembangan Wacana Indonesia, Yogyakarta, Tanpa
Hak Asasi Manusia Di Indonesia, Tahun.
PUSHAM UII, Yogyakarta, 2012. Tim Parsial, Perlindungan Terhadap Human
___________,Politik Hukum Hak Asasi Rights Defenders (Hambatan dan
Manusia: Kajian Terhadap Undang- Ancaman Dalam Peraturan
Undang No. 7 Tahun 2004 Tentang Perundang-Undangan), November
Air, dalam Mengurai Kompleksitas 2005.
Hak Asasi Manusia (Kajian Ugochukwu Basil, ‘Balancing,
MultiPerspektif), PUSH AM UII, Proportionality, and Human Rights
Yogyakarta, 2007. Adjudication in Comparative
Saraswati LG., et. al, Hak Asasi Manusia Context: Lessons for Nigeria’, York
Teori, Hukum, Kasus, Filsafat UI University and Transnational Human
Press, Jakarta,2006. Rights Review, Volume 1,2014.
Sasangka Hari, Penyidikan, Penahanan, von Hirsch Andrew, “Censure and
Penuntutan dan Praperadilan Dalam Proportionality” dalam A Reader on
91
Lex Crimen Vol. VI/No. 6/Ags/2017
Sumber-sumber Lain
Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana
Undang-Undang No. 39 Tahun 1999
tentang Hak Asasi Manusia, Jakarta.
92