PENDAHULUAN
3. Eti ol ogi
Menurut Hendromartono, (2007) secara ringkas, faktor – faktor etiologis
timbulnya penyakit ginjal diabetik adalah:
- Kurang terkendalinya kadar gula darah (gula darah puasa >140-160
mg/dl[7,7- 8,8 mmol/l]); A1C >7-8%
- Faktor –faktorgenetis
- Kelainan hemodinamik (peningkatan aliran darah ginjal dan laju filtrasi
glomerulus, peningkatan tekanan intraglomerulus)
- Hipertensi sistemik
- Sindrom resistensi insulin (sindroma metabolik)
- Keradangan
- Perubahan permeabilitas pembuluh darah
- Asupan protein berlebih
- Gangguan metabolik (kelainan metabolisme polyol, pembentukan
advanced glycation end products, peningkatan produksi sitokin)
- Pelepasan growth factors
- Kelainan struktural (hipertrofi glomerulus, ekspansi mesangium,
penebalan membrana basalis glomerulus)
- Gangguan ion pumps (peningkatan Na+-H+ pump dan penurunan Ca2+-ATP
ase pump)
- Hiperlipidemia (hiperkolesterolemia dan hipertrigliseridemia)
- Aktivasi protein kinase C
3. Patofisiologi
Nefropati diabetik terutama disebabkan oleh gangguan fungsi glomerulus.
Perubahan histologis di glomerulus pada diabetes tipe 1 dan tipe 2 tidak dapat
dibedakan dan sedikit banyak daripada sebagian besar orang. Membran basal
kapiler glomerulus menebal dan dapat melenyapkan pembuluh; mensangium
yang mengelilingi pembuluh glomerulus meningkat akibat pengendapan material
yang mirip membran basal dan dapat menggerogoti pembuluh glomerulus; arteri
glomerulus aferen dan eferen juga mengalami sklerosis (Stephen J. Dan William
F., 2010).
Sampai saat ini, hiperfiltrasi masih dianggap sebagai awal dari
mekanisme patogenik dalam laju kerusakan ginjal. Hiperfiltrasi yang terjadi pada
sisa nefron yang sehat lambat laun akan menyebabkan sclerosis dari nefron
tersebut. Mekanisme terjadinya peningkatan laju filtrasi glomerulus pada
nefropati diabetik ini masih belum jelas benar, tetapi kemungkinan disebabkan
oleh dilatasi arteriol aferen oleh efek yang tergantung glukosa, yang diperantarai
hormone vasoaktif, IDF-1, Nitric Oxide, prostaglandin, dan glucagon. Efek
langsung dari hiperglikemia adalah rangsangan hipertrofi sel, sintesis matriks
ekstraseluler, serta produksi TDF-β yang diperantarai oleh aktivasi protein
kinase-C (PKC) yang termasuk dalam serine – threonine kinase yang memiliki
pada vascular seperti kontraktilitas, alran darah, proliferasi sel, dan permeabilitas
kapiler. Hiperglikema kronk dapat menyebabkan terjadinya glikasi nonenzimatik
asam amino dan protein (reaksi Mallard dan Browning) (Hendromartono, 2007).
4. Pemeriksaan Penunjang
Untuk penegakan diagnosis DM tipe II yaitu dengan pemeriksaan
glukosa darah dan pemeriksaan glukosa peroral (TTGO). Sedangkan untuk
membedakan DM tipe II dan DM tipe I dengan pemeriksaan C-peptide.27
Pemeriksaan glukosa darah
a) Glukosa Plasma Vena Sewaktu
b) Pemeriksaan gula darah vena sewaktu pada pasien DM tipe II dilakukan pada
pasien DM tipe II dengan gejala klasik seprti poliuria, polidipsia dan polifagia.
Gula darah sewaktu diartikan kapanpun tanpa memandang terakhir kali
makan. Dengan pemeriksaan gula darah sewaktu sudah dapat
menegakan diagnosis DM tipe II. Apabila kadar glukosa darah sewaktu ≥ 200
mg/dl (plasma vena) maka penderita tersebut sudah dapat disebut DM. Pada
penderita ini tidak perlu dilakukan pemeriksaan tes toleransi glukosa. 28
c) Glukosa Plasma Vena Puasa
Pada pemeriksaan glukosa plasma vena puasa, penderita dipuasakan 8-12
jam sebelum tes dengan menghentikan semua obat yang digunakan, bila ada
obat yang harus diberikan perlu ditulis dalam formulir. Intepretasi pemeriksan
gula darah puasa sebagai berikut : kadar glukosa plasma puasa < 110
mg/dl dinyatakan normal, ≥126 mg/dl adalah diabetes melitus, sedangkan
antara 110-126 mg/dl disebut glukosa darah puasa terganggu (GDPT).
Pemeriksaan gula darah puasa lebih efektif dibandingkan dengan
pemeriksaan tes toleransi glukosa oral. 28
d) Glukosa 2 jam Post Prandial (GD2PP)
Tes dilakukan bila ada kecurigaan DM. Pasien makan makanan yang
mengandung 100gr karbohidrat sebelum puasa dan menghentikan merokok
serta berolahraga. Glukosa 2 jam Post Prandial menunjukkan DM bila kadar
glukosa darah ≥ 200 mg/dl, sedangkan nilai normalnya ≤ 140. Toleransi
Glukosa Terganggu (TGT) apabila kadar glukosa > 140 mg/dl tetapi < 200
mg/dl.28
e) Glukosa jam ke-2 pada Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO)
Pemeriksan Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO) dilakukan apabila pada
pemeriksaan glukosa sewaktu kadar gula darah berkisar 140-200 mg/dl untuk
memastikan diabetes atau tidak. Sesuai kesepakatan WHO tahun
2006,tatacara tes TTGO dengan cara melarutkan 75gram glukosa pada
dewasa, dan 1,25 mg pada anak-anak kemudian dilarutkan dalam air 250-
300 ml dan dihabiskan dalam waktu 5 menit.TTGO dilakukan minimal
pasien telah berpuasa selama minimal 8 jam. Penilaian adalah sebagai
berikut; 1) Toleransi glukosa normal apabila ≤ 140 mg/dl; 2) Toleransi glukosa
terganggu (TGT) apabila kadar glukosa > 140 mg/dl tetapi < 200 mg/dl; dan
Toleransi glukosa ≥ 200 mg/dl disebut diabetes melitus.
Pemeriksaan HbA1c
HbA1c merupakan reaksi antara glukosa dengan hemoglobin, yang
tersimpan dan bertahan dalam sel darah merah selama 120 hari sesuai dengan
umur eritrosit. Kadar HbA1c bergantung dengan kadar glukosa dalam darah,
sehingga HbA1c menggambarkan rata-rata kadar gula darah selama 3 bulan.
Sedangkan pemeriksaan gula darah hanya mencerminkan saat diperiksa, dan
tidak menggambarkan pengendalian jangka panjang. Pemeriksaan gula darah
diperlukan untuk pengelolaaan diabetes terutama untuk mengatasi komplikasi
akibat perubahan kadar glukosa yang berubah mendadak.
Kategori HbA1c
HbA1c < 6.5 % Kontrol glikemik baik
HbA1c 6.5 -8 % Kontrol glikemik sedang
HbA1c > 8 % Kontrol glikemik buruk
5. Penatalaksanaan Diet
Tujuan Diet:
a. Menurunkan kadar ureum dan kreatinin darah yang tinggi
b. Mengendalikan glukosa darah
c. Meningkatkan kadar hemoglobin
Syarat Diet
d. Energi adekuat, yaitu 25-30 kkal/kg BB ideal.
e. Protein rendah, yaitu 10% dari kebutuhan energi total atau 0,8g/kg BB
Rendahnya, kandungan protein diet sehari tergantung pada kondisi pasien.
Sebanyak 65% protein berasal dari sumber protein bernilai biologic tinggi.
f. Karbohidrat sedang, yaitu 55-60% dari kebutuhan energi total. Kebutuhan
karbohidrat tergantung pada kadar glukosa dan lipida darah. Gunakan
karbohidrat kompleks sebagai sumber karbohidrat utama. Pemberian
karbohidrat sederhana berupa gula murni dalam jumlah terbatas sebaiknya
dilakukan bersama makanan utama dan bukan di antar waktu makan.
g. Lemak normal, yaitu 20-25% dari kebutuhan energi total. Utamakan asam
lemak tidak jenuh ganda atau tunggal. Asupan asam lemak jenuh hendaknya
< 10% asupan energi total. Kolesterol < 300 mg.
h. Natrium : 1000-3000 mg, tergantung pada tekanan darah, adanya edema, dan
ekskresi natrium.
i. Kalium dibatasi hingga 40-70 mEq (1600-2800 mg) atau 40 mg/kg BB, bila
ada hyperkalemia (GFR < 10 ml/menit) atau bila jumlah urin < 1000 ml/hari.
j. Fosfor tinggi : 8-12 mg/kg BB
k. Kalsium tinggi 1200-1600 mg
l. Vitamin tinggi, bila nafsu makan menurun diberikan suplemen vitamin B
kompleks, asam folat dan piridoksin, serta vitamin c.
ASSESMENT
A. Anamnesis
1. Identitas Pasien
Nama : Ny. H
Umur : 54 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Swasta
Pendidikan : SD
RMK : 1-45-96-**
Ruang : PDW blok 10 bed 29
Tanggal Masuk : 31-01-2020
Tanggal Kasus : 01-02-2020
Alamat : Jl. 9 oktober komplek **
Diagnosis Medis : Diabetes Melitus tipe 2 dengan komplikasi AKI stage II
2. Riwayat Penyakit
Tabel 2.1 Riwayat Penyakit Pasien
3. Riwayat Gizi
Data sosial Ekonomi Status Ekonomi : menengah
Jumlah anggota keluarga : 6 orang
Suku : Madura
Aktifitas Fisik Jumlah jam kerja (7 jam)
Jumlah jam tidur (8 jam)
Olahraga ( tidak biasa olahraga)
Alergi makanan Tidak ada alergi
Suplemen/vitamin -
B. Antropometri
Berat Badan : 62 kg
Tinggi Badan : 150 cm
IMT : BB (kg) /TB m2 = 62/2,25 = 27,5 kg/m2
BBI :(150-100) – (150-100)
:50-5,0 = 45 kg
Kesimpulan : Status gizi lebih
Pembahasan : Dari data antropometri diatas dapat diketahui bahwa IMT
pasien 27 kg/m2 yang menunjukan bahwa pasien
overweight
C. Pemeriksaan Biokimia
Tabel 2.4 Pemeriksaan Biokimia
Kesimpulan :
Berdasarkan hasil biokimia didapatkan hasil kadar Hb, trombosit, eritrosit,
hematokrit, MCH rendah dan RDW-CV sedangkan hasil pemeriksaan darah,
kadar GDS normal,namun ureum dan kreatinin tinggi. Pada penderita diabetes
mellitus, umumnya GDS diatas normal, tetapi pada saat awal masuk GDS pasien
tidak terlalu tinggi karena pola makan pasien yang sedikit, tetapi selang sehari
setelah masuk GDS pasien berubah menjadi 419 mg/dl (tinggi). Untuk kadar
ureum dan kreatinin yang tinggi mengindikasikan kegagalan ginjal akut ataupun
kronis (Wahyuningsih, 2013).
Pembahasan :
Ureum merupakan produk nitrogen terbesar yang dibentuk di dalam hati
dan dikeluarkan melalui ginjal. Urea adalah nitrogen yang berisi hasil akhir
katabolisme dari protein (Leflet Urea FS). Konsentrasi ureum dalam plasma
darah terutama menggambarkan keseimbangan antara katabolisme protein dan
pembentukan urea serta eksresi urea oleh ginjal (Wahyono et al., 2007).
Pada penurunan fungsi ginjal, menyebabkan penurunan laju filtrasi glomerulus
dan kadar BUN meningkat (Rubenstein et al., 2008) sehingga pengukuran BUN
dapat memberi petunjuk mengenai keadaan ginjal (Guyton dan Hall, 1997).
Kreatin disintesis di hati dan terdapat pada hampir semua otot
rangka. Kreatinin adalah produk metabolisme yang memiliki molekul lebih
besar dari ureum. Dalam jumlah kecil kreatinin disekresikan oleh tubulus,
sehingga jumlah kreatinin yang diekskresikan dalam urin sedikit melebihi jumlah
yang difiltrasi. Dengan adanya kenaikan kadar kreatinin maka menunjukkan
penurunan fungsi ginjal yaitu produk penguraian kreatin. Bila keadaan ginjal
sudah mengalami kerusakan, maka kadar kreatinin akan meningkat. Nilai rujukan
serum kreatinin pada laki-laki yaitu 0,9 mg/dL dan pada wanita 0,6-1,0 mg/dL
(Wyss dan Daouk,2000).Parameter terjadinya kerusakan fungsi ginjal pada
nefropati diabetik yaitu peningkatan konsentrasi serum kreatinin (Hendromartono,
2009).
D. Pemeriksaan Fisik & Klinis
Fisik : lemah lesu
Klinis : tekanan darah tinggi
(Awal Kasus tanggal 01 -02 -2020)
BAB III
DIAGNOSA GIZI
A. Problem Gizi
2. Status Gizi menurut IMT/U 27 kg/m2 ( overweight )
3. Hasil lab : Hasil dari GDS 419 mg/dl, BUN (ureum) 58 mg/dl,
Kreatinin 2.78 mg/dl
4. Kesan umum : Demam, nyeri kaki, mual dan muntah
5. Vital Sign : Tekanan darah tinggi 140/90 mmHg
6. Asupan makanan FFQ: Energi defisit yaitu 78%, protein lebih 111%, lemak
cukup 93% dan karbohidrat defisit 71%.
B. Penentuan Diagnosa Gizi
NI. 5.2 Kelebihan intake protein disebabkan oleh disfungsi ginjal ditandai dengan
peningkatan kadar ureum dan kreatinin
NI. 5.1 Peningkatan kebutuhan gizi fe disebabkan oleh anemia ditandai dengan
kadar hemoglobin rendah
NB.1.4 Kurangnya kemampuan memonitor diri sendiri disebabkan oleh
kurangnya perhatian terhadap informasi, kesulitan mengatur waktu
ditandai dengan kebiasaan makan pasien yang jarang mengkonsumsi
buah dan sayur serta lebih suka makanan yang digoreng
BAB IV
INTERVENSI GIZI
A. Planning
1. Terapi Diet : Diet diabetes mellitus tipe II, rendah protein
2. Tujuan Diet:
a. Menurunkan kadar ureum dan kreatinin darah yang tinggi
b. Mengendalikan glukosa darah
c. Meningkatkan kadar hemoglobin
Syarat Diet
a. Energi adekuat, yaitu 25-30 kkal/kg BB ideal.
b. Protein rendah, yaitu 10% dari kebutuhan energi total atau 0,8g/kg BB
Rendahnya, kandungan protein diet sehari tergantung pada kondisi
pasien.
Sebanyak 65% protein berasal dari sumber protein bernilai biologic tinggi.
c. Karbohidrat sedang, yaitu 55-60% dari kebutuhan energi total. Kebutuhan
karbohidrat tergantung pada kadar glukosa dan lipida darah. Gunakan
karbohidrat kompleks sebagai sumber karbohidrat utama. Pemberian
karbohidrat sederhana berupa gula murni dalam jumlah terbatas
sebaiknya dilakukan bersama makanan utama dan bukan di antar waktu
makan.
d. Lemak normal, yaitu 20-25% dari kebutuhan energi total. Utamakan asam
lemak tidak jenuh ganda atau tunggal. Asupan asam lemak jenuh
hendaknya < 10% asupan energi total. Kolesterol < 300 mg.
e. Natrium : 1000-3000 mg, tergantung pada tekanan darah, adanya edema,
dan ekskresi natrium.
f. Kalium dibatasi hingga 40-70 mEq (1600-2800 mg) atau 40 mg/kg BB,
bila ada hyperkalemia (GFR < 10 ml/menit) atau bila jumlah urin < 1000
ml/hari.
g. Fosfor tinggi : 8-12 mg/kg BB
h. Kalsium tinggi 1200-1600 mg
i. Vitamin tinggi, bila nafsu makan menurun diberikan suplemen vitamin B
kompleks, asam folat dan piridoksin, serta vitamin c.
Diet diberikan dalam bentuk makanan lembek dan diberikan diet diabetes
mellitus dengan rendah protein, energi= 1350 kkal, protein = 36 gram, lemak =
37,5 gram, karbohidrat = 209,25 gram
C. Implementasi
1. Kajian Terapi Diet di Rumah Sakit
Jenis Diet : Diet Diabetes Melitus dan rendah protein
Bentuk Makanan : lunak
Cara pemberian : oral
Kajian Terapi Diet Rumah Sakit
Rekomendasi Diet
Tanggal/ Hari Diagnosis Monitoring Asupan Gizi (ABCD) Monitoring Evaluasi dan
Pengamatan Medis Diagnosis Gizi Tindak Lanjut
(Terapi Diet
dan Konseling
Gizi)
Antropometri Biokimia Fisik dan Asupan
Klinis
01-02-2020 Diabetes Berat Badan GDS 419 Fisik: Lemas, E = 849,1 NI. 2.1 Antropometri:
Melitus tipe : 62 kg mg/dl, mual, pusing gram (78%) Kekurangan Status gizi lebih
2 dengan Tinggi Badan BUN (ureum) Pemeriksaan P= 28,2 gram intake makanan Biokimia:
komplikasi : 150 cm 58 mg/dl, klinis : tekanan (97%) dan minuman GDS, BUN,
darah tinggi L= 29,4 gram oral Kreatinin
AKI stage II IMT:27,5 kg/m2 Kreatinin
yaitu 140/90 (98%) NC. 2.2 normal
2.78 mg/dl mmHg. perubahan nilai kembali
KH= 118,2 laboraturium Fisik/Klinis
gram (70%) terkait zat gizi TD 140/90
NB. 1.1 mmHg kembali
Pengetahuan normal
yang kurang Asupan:
tentang Terjadi
makanan dan peningkatan dari
zat gizi hasil recall 1x24
jam RS
Tindak lanjut:
Pasien diberikan
diet DM + RP
02-02-2020 Diabetes Berat Badan GDP 248 mg/dl Fisik: Lemas, E = 1.187 NC. 2.2 Antropometri:
Melitus tipe : 62 kg berkurang, gram (87%) perubahan nilai Status gizi lebih
2 dengan Tinggi Badan nyeri kaki P= 37,2 gram laboraturium Fisik/Klinis
komplikasi : 150 cm brkurang (103%) terkait zat gizi TD:150/90
klinis : tekanan L= 35,6 gram NB. 1.1
AKI stage II IMT:27,5 kg/m2 mmHg) normal
darah tinggi (94%) Pengetahuan
yaitu 150/90 KH= 186 yang kurang kembali
mmHg. gram (88%) tentang
Asupan:
makanan dan
Terjadi
zat gizi
peningkatan dari
hasil recall tgl
01-02-2020
Tindak lanjut:
Pasien diberikan
diet DM dan
Rendah protein
dan diberi
motivasi untuk
menghabiskan
makanannya
03-02-2020 Diabetes Berat Badan GDP 199 mg/dl Fisik: compos E =1.234,9 NC. 2.2 Antropometri:
Melitus tipe : 62 kg mentis, nyeri gram (91%) perubahan nilai Status gizi
2 dengan Tinggi Badan kaki sudah P= 35,4 gram laboraturium normal
komplikasi : 150 cm tidak lagi (98%) terkait zat gizi Fisik/Klinis
L= 34,5 gram NB. 1.1 TD menurun
AKI stage II IMT:27,5 kg/m2
(92%) Pengetahuan 140/90 dengan
Nadi: 74 x/mnt KH= 197,7 yang kurang diberikannya
gram (79%) tentang diet Rendah
respirasi
makanan dan Garam
18x/menit zat gizi Asupan:
Terjadi kenaikan
suhu 360C
dari hasil recall
tgl 02-02-2020,
karena nafsu
makan pasien
sudah
berangsur
membaik
Tindak lanjut:
Pasien diberikan
diet DM dan
Rendah protein
dan diberi
motivasi untuk
menghabiskan
makanannya
juga diberikan
leaflet mengenai
diet Diabetes
Mellitus dan
rendah protein
untuk acuan
pasien/ keluarga
dalam membuat
makanan.
BAB VI
PEMBAHASAN
1. Diagnosa Medis
Ny. H berusia 54 tahun dibawa oleh keluarganya ke Rumah Sakit Umum
Daerah Ulin Banjarmasin dengan keluhan demam, penglihatan kabur, jantung
terasa berdebar serta nyeri kaki. Pasien sudah menderita diabetes melitus sejak
10 tahun yang lalu, tidak ada riwayat keluarga yang terkena DM pasien sehari-
hari berjualan sayur di pasar dari jam 5 pagi sampai jam 12 siang. Awal kasus
diketahui tekanan darah pasien tinggi yaitu 140/90 mmHg dan hasil
pemeriksaan biokimia didapatkan hasil dari Hb, trombosit, eritrosit, hematokrit,
MCH rendah, RDW-CV tinggi dan ureum, kreatinin tinggi.
Berdasarkan dari data pasien pasien didiagnosa medis Diabetes Melitus
tipe 2 dengan komplikasi AKI stage II
2. Antropometri
Antropometri secara umum artinya ukuran tubuh manusia. Ditinjau dari
sudut pandang gizi, maka antropometri gizi berhubungan dengan berbagai
macam pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat
umur dan tingkat gizi. Penggunaan antropometri secara umum digunakan untuk
meihat ketidakseimbangan asupan protein dan energi. Ketidakseimbangan ini
terlihat pada pola pertumbuhan fisik dan proporsi jaringan tubuh seperti lemak,
otot dan jumlah air di dalam tubuh. Antropometri sebagai indikator status gizi
dapat dilakukan dengan mengukur beberapa parameter yaitu umur, berat badan,
tinggi badan dan LLA (Supariasa, 2001).
Tabel 5.2 Pemantauan Antropometri
a. Asupan Energi
1600
1400 1350 1350
1187 1234.9
1200 1080
1000 849.1
800
600 Kebutuhan
Intake Asupan
400
%Asupan
200 78 87 91
0
1/2/2020 2/2/2020 3/3/2020
120
103
97 98
100
80
Kebutuhan
60
Intake Asupan
36 37.2 36 35.4 %Asupan
40
28.8 28.2
20
0
1/2/2020 2/2/2020 3/3/2020
120
98 94
100 92
80
Kebutuhan
60
Intake Asupan
37.5 35.6 37.5 34.5 %Asupan
40 30 29.4
20
0
1/2/2020 2/2/2020 3/2/2020
Fungsi lemak sebagai pelarut bagi vitamin A,D,E,K dan juga berfungsi
sebagai sumber energi dan mampu menyediakan kalori 2,25 kali lebih banyak
daripada yang diberikan oleh karbohidrat atau protein. Lemak lebih banyak
disimpan sebagai cadangan energi, sehingga meskipun lemak menghasilkan
energi yang terbesar, tapi lemak bukan sebagai penghasil energi yang utama
(Riandari, 2007).
Asupan lemak mengalami peningkatan dari pemberian tanggal 1/02/2020
sebesar 80% dari kebutuhan total cukup yaitu 98% dan intake lemak pasien
pada tanggal 2/02/2020 sebesar 100% dari kebutuhan total cukup yaitu 94% dan
pemberian pada tanggal 3/02/2020 tetap 100% dari kebutuhan total cukup yaitu
92%. Hal ini dikarenakan pasien selalu menghabiskan makanan sumber protein
hewani dari hari I sampai III.
d. Asupan Karbohidrat
250
209.5 209.5
197.7
200 186
167.4
150
118.2 Kebutuhan
Intake Asupan
100 88 94
%Asupan
70
50
0
1/2/2020 2/2/2020 3/2/2020
Karbohidrat dikenal sebagai zat gizi makro sumber “bahan bakar” (energi)
utama bagi tubuh (Kurniasih, 2010). Karbohidrat merupakan salah satu zat gizi
yang menjadi penyumbang terbesar dari total asupan energi (Gharib dan
Rasheed, 2011). Jenis karbohidrat yang dikonsumsi merupakan faktor penting
dalam meningkatkan terjadinya gizi lebih. Makanan tinggi karbohidrat
menghasilkan tingginya respon glikemik yang dapat mengakibatkan terjadinya
peningkatan lemak di dalam tubuh (Brand Miller, el al, 2008). Metabolisme
karbohidrat menghasilkan CO2 yang lebih banyak mikronutrien lainnya khusunya
lemak. Suatu penelitian klinis yang menggunakan modifikasi komposisi
makronutrien menghasilkan jumlah CO2 yang lebih kecil dibandingkan standar
formula yang kalorinya sama tetapi dengan tinggi karbohidrat.
Asupan karbohidrat mengalami peningkatan dari pemberian tanggal
1/01/2020 sebesar 80% dari kebutuhan total, intake karbohidrat pasien dalam
kategori kurang yaitu 70% karena pada hari pertama nafsu makan pasien masih
kurang dan agak takut untuk menghabiskan nasi lembek yang dihidangkan. Lalu
Pemberian pada tanggal 2/02/2020 ditingkatkan sebesar 100% dari kebutuhan
total, intake karbohidrat pasien dalam kategori cukup yaitu 88%. mengalami
peningkatan pada tanggal 3/02/2020 dengan pemberian tetap 100% dari
kebutuhan total dan intake karbohidrat dalam kategori kurang cukup yaitu 94%.
Hal ini dikarenakan nafsu makan pasien sudah membaik dari hari-hari
sebelumnya serta keluhan kaki sakit, demam dan pusing sudah mulai membaik/
berkurang.
e. Asupan Rata-Rata 3 Hari
1600
1400 1350
1200 1090
1000
Asupan
800
Kebutuhan
600 %Asupan
400
209.5
167.3
200 80 93 88 79
33.6 36 33.137.5
0
Energi Protein Lemak Karbohidrat
7. Diagnosa Gizi
Pasien mengalami masalah gizi berupa pengetahuan yang kurang
berkaitan dengan makanan dan zat gizi dikaitkan dengan pasien dalam sehari-
hari jarang mengkonsumsi protein hewani melainkan lebih sering mengkonsumsi
protein nabati dan jarang mengkonsumsi sayuran. Asupan makanan sebelum
masuk rumah sakit dibandingkan dengan kebutuhan, energi defisit yaitu 73%,
protein cukup 91%, lemak cukup 98% dan karbohidrat defisit 62%.
Perubahan nilai laboratorium terkait gizi disebabkan adanya disfungsi ginjal dan
endokrin yang ditandai dari hasil nilai laboratorium BUN 58 mg/dl dan Kreatinin
2,78 mg/dl, Pemeriksaan Fisik didapatkan hasil pasien Demam, nyeri kaki, mual
dan muntah, klinis pasien mengalami tekanan darah tinggi pada awal kasus
140/90 mmHg. Sebelum sakit pasien memiliki kebiasaan makan yang tidak
teratur dan jarang mengkonsumsi protein hewani dan sayur, FFQ Makanan
pokok, nasi 1-2x sehari @200 g Lauk hewani @50 g jarang 3-4/minggu, Lauk
nabati (tempe, tahu) @100 g setiap hari, Sayuran (bayam, kol, labu merah,
kacang panjang @50 g jarang 2-4/minggu, Buah (semangka, buah naga) @100
g 1x/minggu, Kue-kue (roti manis) @50 g setiap hari.
BAB VII
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Pasien perempuan berusia 54 tahun berinisial Ny.H dengan diagnosa medis
Diabetes Melitus tipe 2 dengan komplikasi AKI stage II
2. Status gizi pasien adalah lebih yaitu IMT/U 27 kg/m2
3. Hasil pemeriksaan fisik pasien pada hari terakhir makin membaik,demam,
kaki sakit sudah sembuh
4. Hasil pemeriksaan klinis pada hari terakhir didapatkan 140/80 mmHg
5. Diet diberikan dalam bentuk makanan lembek dan diberikan diet diabetes
mellitus dengan rendah protein, energi= 1350 kkal, protein = 36 gram, lemak
= 37,5 gram, karbohidrat = 209,25 gram
6. recall asupan makan pasien sebelum datang ke rumah sakit dibandingkan
dengan AKG 2013, energi defisit yaitu 50%, protein kurang 71%, lemak
kurang 64% dan karbohidrat defisjit 42%.
7. recall asupan makan pasien sebelum datang ke rumah sakit dibandingkan
dengan perhitungan didapatkan hasil energi kurang yaitu 70%, protein lebih
113%, lemak cukup 91% dan karbohidrat defisit 57%
8. Diagnosa gizi pada hari terakhir pengamatan :
NC. 2.2 perubahan nilai laboraturium terkait zat gizi
NB. 1.1 Pengetahuan yang kurang tentang makanan dan zat gizi
9. Setelah diberikan konseling gizi, pasien dan keluarga pasien dapat
memahami diet Diabetes Mellitus dan diet Rendah Protein yang dianjurkan
dengan baik sesuai dengan kebutuhannya dan merubah perilaku ke pola
hidup yang lebih sehat.
B. Saran
Diharapkan penatalaksaan PAGT (Proses Asuhan Gizi Terstandar) yang
dilakukan di RSUD Ulin Banjarmasin ini dapat meningkatkan tingkat kesembuhan
pasien dan dalam proses asuhan gizi terstandar ini asupan makan pasien
diberikan secara bertahap disesuaikan dengan kemampuan pasien.