Anda di halaman 1dari 56

MAKALAH

“TRAUMA PADA KULIT”

Disusun oleh:
Kelompok 4
NAMA NIM
Andi Elsa Mulya Pratiwi 70600118001
Nurul Aulia Ramadhani 70600118007
Nirmayanti Jus’an 70600118008
Jumriani jum 70600118011
Nurul Hudayah 70600118012
Aqilah Farah Salsabil 70600118023
Sry Mulya Nur Fatimah 70600118026
Nur Mutiara Fadhilah HBW 70600118036
Annisa Y Febrianti 70600118037
Muthiaturrahmah Syafiuddin 70600118039
Muh. Naufal Rizqullah M. 70600118040

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UIN ALAUDDIN MAKASSAR

TAHUN 2020

KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah Swt., yang telah melimpahkan
rahmat, nikmat, dan hidayah-Nya sehingga kami dapat Menyelesaikan makalah
ini dengan judul “Trauma pada Kulit”. Salawat serta salam semoga tercurahkan
kepada Nabi Muhammad saw., keluarga, sahabat, dan kita sebagai penerus hingga
akhir zaman.

Kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu untuk
menyelesaikan makalah ini. Kami menyadari bahwa makalah ini masih banyak
kekurangan. Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran dari pembaca
agar kami dapat memperbaiki laporan ini.

Kami ucapkan terima kasih dan berharapkan makalah ini dapat bermanfaat
bagi kita semua.

Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Makassar, 18 Maret 2020

Kelompok 4

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR…………………………………………………………ii

TRAUMA PADA KULIT……………………………………………………. 1

1.VULNUS LACERATUM, PUNCTUM……………………….................... 1

2. VULNUS LACERATUM,PUNCTUM DI WAJAH…........…………… ..5

3. VULNUS PERFORATUM, PENETRATUM…………………………….8

4. LUKA BAKAR DERAJAT I……………………………...........................12

5. LUKA BAKAR DERAJAT II …………………………………………....16

6.LUKA BAKAR DERAJAT III …………………………………………....18

7. LUKA BAKAR DERAJAT IV ………………………………………..….23

8. LUKA BAKAT AKIBAT TRAUMA DINGIN ………………………….26

9. LIKA BAKAR AKIBAT BAHAN KIMIA ……………………………....27

10. LUKA BAKAR AKIBAT SERANGAN LISTRIK ………………….... 35

DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………..……. 40
TRAUMA PADA KULIT

1. VULNUS LACERATUM PUNCTUM


a. Definisi

Vulnus atau luka adalah keadaan hilangnya atau terputusnya kontinuitas jaringan. Luka
adalah rusaknya kontinuitas atau kesatuan jaringan tubuh yang biasanya disertai dengan
kehilangan substansi jaringan. Luka adalah terganggunya intregitas normal dari kulit dan
jaringan dibawahnya.

Luka adalah rusaknya struktur dan fungsi anatomis normal akibat proses patologis yang
berasal dari internal maupun eksternal dan mengenai organ tertentu. Luka tusuk
merupakan bagian dari trauma tajam yang mana luka tusuk masuk ke dalam jaringan
tubuh dengan luka sayatan yang sering sangat kecil pada kulit ,misalnya luka tusuk pisau.
Menusuk dan arah tusukan.

Vulnus laceratum (punctum) adalah luka kecil dengan dasar yang sukar dilihat.
Disebabkan oleh tertususuk paku atau benda yang runcing, lukanya kecil, dasar sukar
dilihat, tetapi pada luka ini kuman tetanus gampang masuk. Penyebab adalah benda
runcing tajam atau sesuatu yang masuk ke dalam kulit, merupakan luka terbuka dari luar
tampak kecil tapi didalam mungkin rusak berat, jika yang mengenai abdomen/thorax
disebut vulnus penetrosum (luka tembus).
b. Etiologi
 Vulnus laceratum puntum atau luka tusuk dapat disebabkan oleh

 Benda tajam dengan arah lurus pada kulit.

 Suatu gerakan aktif maju yang cepat atau dorongan pada tubuh dengan
suatu alat yang ujung nya panjang

 Berat ringannya luka tusuk tergantung dari dua faktor yaitu :


 Lokasi anatomi injury

 Kekuatan tusukan, perlu dipertimbangkan panjangnya benda yang


digunakan

c. Patofisiologi

Vulnus punctum terjadi akibat penusukan benda tajam,sehingga menyebabkan


contuiniutas jaaringan terputus. Pada umumya respon tubuh terhadap trauma akan
terjadi proses peradangan atau inflamasi. Dalam hal ini ada peluang besar
terjadinya infeksi hebat. Proses yang terjadi secara alamiah bila terjadi luka dibagi
menjadi 3 fase :

 Fase inflamsi atau “ lagphase “ berlangsung sampai 5 hari. Akibat luka terjadi
pendarahan, ikut keluar sel-sel trombosit radang. Trombosit mengeluarkan
prosig lalim, trombosam, bahan kimia tertentu dan asam amoini tertentu yang
mempengaruhi pembekuan darah, mengatur tonus dinding pembuluh darah
dan khemotaksis terhadap leukosit. Terjadi Vasekontriksi dan proses
penghentian.

Pendarahan. Sel radang keluar dari pembuluh darah secara diapedisis dan menuju
dareh luka secara khemotaksis. Sel mast mengeluarkan serotonin dan histamine
yang menunggalkan peruseabilitas kapiler, terjadi eksudasi cairan edema. Dengan
demikian timbul tanda-tanda radang leukosit, limfosit dan monosit
menghancurkan dan menahan kotoran dan kuman.
 Fase proferasi atau fase fibriflasi. berlangsung dari hari ke 6-3 minggu.
Tersifat oleh proses preforasi dan pembentukan fibrosa yang berasal dari sel-
sel masenkim. Serat-serat baru dibentuk, diatur, mengkerut yang tidak perlu
dihancurkan dengan demikian luka mengkerut/mengecil. Pada fase ini luka
diisi oleh sel radang, fibrolas, serat-serat kolagen, kapiler-kapiler baru yang
membentuk jaringan kemerahan dengan permukaan tidak rata, disebut
jaringan granulasi.

Epitel sel basal ditepi luka lepas dari dasarnya dan pindah menututpi dasar luka.
Proses migrasi epitel hanya berjalan kepermukaan yang rata dan lebih rendah, tak
dapat naik, pembentukan jaringan granulasi berhenti setelah seluruh permukaan
tertutup epitel dan mulailah proses pendewasaan penyembuhan luka.

 Fase “ remodeling “ fase ini dapat berlangsung berbulan-bulan. Dikatakan


berahir bila tanda-tanda radang sudah hilang. Parut dan sekitarnya berwarna
pucat, tipis, lemas, tidak ada rasa sakit maupun gatal.

d. Gambaran Klinik

Apabila seseorang terkena luka maka dapat terjadi gejala setempat (lokal) dan
gejala umum (mengenai seluruh tubuh)

 Gejala Lokal :
 Nyeri terjadi karena kerusakan ujung-ujung saraf sensoris. Intensitas atau
derajat rasa nyeri berbeda-beda tergantung pada berat/luas kerusakan
ujung-ujung saraf dan lokasi luka
 Perdarahan, hebatnya perdarahan tergantung padalokasi luka, jenis
pembuluh darah yang rusak .
 Diastase yaitu luka yang menganga atau tepinya saling melebar
 Ganguan fungsi, fungdi anggota badan akan terganggu baik oleh karena
rasa nyeri atau kerusakan tendon.
 Gejala umum :

Gejala/tanda umum pada perlukaan dapat terjadi akibat penyulit/komplikasi


yang terjadi seperti syok akibat nyeri dan atau perdarahan yang hebat.

e. Pemeriksaan Diagnostik

Pemeriksaan laboratorium yang diperlukan terutama jenis tes darah lengkap untuk
mengetahui terjadinya infeksi. Pemerksaan X-ray jika terdapat fraktur atau dicurigai
terdapat benda asing.

 Hitung darah lengkap

Peningkatan Ht awal menunjukan hemokonsentrasi sehubungan dengan


perpindahan/kehilangna cairan. Selanjutnya penurunan Ht dan SDM dapat
terjadi sehubungan dengan kerusakan oleh panas tehadap endothelium
pembuluh darah.

 GDA

Penurunan PaO2/peningkatan PaCo2mungkin terjadi pada retensi karbon


monoksida. Asidosis dapat terjadi sehubungan dengan penurunana ginjal dan
kehilangan mekanisme kompensasi pernapasan.

 Elektrolit serum

Kalium dapat meningkat pada awal sehubungan dengan cidera


jaringan/kerusakan SDM dan penurunan fungsi ginjal, hipokalemi dapat terjadi
bila mulai dieresis, magnesium mungkin menurun.

 BUN/ keratin

Peninggian menunjukan penurunan perfusi ginjal, namun keratin dapat


meningkat karena cidera jaringan.
 Urin

Adanya albumin, Hb, dan immunoglobulin menunjukan kerusakan jaringan


dalam dan kehilangan protein. Warna hitam kemerahan pada urin sehubungan
dengan mioglobulin.

 Bronkoskopi

Berguna dalam diagnose luas cidera inhalasi, hasil dapat meliputi edema,
pendarahan, dan tukak pada saluran pernapasan.

 EKG

Tanda iskemia miokardial/ disritmia dapat terjadi pada luka bakar listrik.

f. . Komplikasi
 Kerusakan Arteri: Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan tidak
adanya nadi, CRT menurun, cyanosis bagian distal, hematoma yang lebar, dan
dingin pada ekstrimitas yang disebabkan oleh tindakan emergensi splinting,
perubahan posisi pada yang sakit, tindakan reduksi, dan pembedahan.
 Kompartement Syndrom: Kompartement Syndrom merupakan komplikasi serius
yang terjadi karena terjebaknya otot, tulang, saraf, dan pembuluh darah dalam
jaringan parut. Ini disebabkan oleh oedema atau perdarahan yang menekan otot,
saraf, dan pembuluh darah.
 Infeksi: System pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan.
 Shock: Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya
permeabilitas kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi.
g. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan pada luka

 Hemostasis : Mengontrol pendarahan akibat laserasi dengan cara menekan luka


dengan menggunakan balutan steril. Setelah pendarahan reda, tempelkan
sepotong perban perekat atau kasa diatas luka laserasi sehingga memungkinkan
tepi luka menutup dan bekuan darah terbebtuk. Luka laserasi yang lebih serius
harus di jahit oleh dokter.
 Pembersihan luka.
 Factor pertumbuhan (penggunaan obat).
 Perlindungan : Memberikan balutan steril atau bersih dan memobilisasi bagian
tubuh.
 Berikan profilaksis tetanus sesuai ketentuan, berdasarkan kondisi luka dan status
imunisasi pasien.

Penatalaksanaan pada pasien :

 Penggunaan universal standar precaution.


 Perhatikan kepatenan jalan napas, pernapasan, dan sirkulasi.
 Melengkapi pengkajian survey primer dengan cara mengevaluasi tingkat
kesadaran pasien, ukuran, dan reaksi pupil.
 Mengidentifikasi adanya luka lain yang mungki memerlukan perawatan.
 Mengontrol pendarahan dengan cara penekanan langsung pada area luka,
elevasi.
 Mengidentifikasi adanya syok hemoragik :

 Mengkaji status imunisasi tetanus pada pasien.

 Menilai kondisi hipotermia, terutama pada saat kulit kehilangan bagian


yang luas

G. Pencegahan

 Tindakan Antiseptik, prinsipnya untuk mensucihamakan kulit. Untuk melakukan


pencucian/pembersihan luka biasanya digunakan cairan atau larutan antiseptic,
misalnya alcohol, halogen, yodium, oksidansia, logam berat dan asam berat.
 Pembersihan luka, Tujuan dilakukannya pembersihan luka adalah meningkatkan,
memperbaiki dan mempercepat proses penyembuhan luka, menghindari
terjadinya infeksi, membuang jaringan nekrosis dan debris.
 Pembalutan luka, luka bersih dan diyakini tidak mengalami infeksi serta
berumur kurang dari 8 jam boleh dijahit primer, sedangkan luka yang
terkontaminasi berat dan atau tidak berbatas tegas sebaiknya dibiarkan sembuh
per sekundam atau per tertiam.
 Penutupan luka, Adalah mengupayakan kondisi lingkungan yang baik pada luka
sehingga proses penyembuhan berlangsung optimal.
 Pemberian antibiotic, prinsipnya pada luka bersih tidak perlu diberikan
antibiotik dan pada luka terkontaminasi atau kotor maka perlu diberikan
antibiotik.

2. VULNUS LACERATUM, PUNCTUM DI WAJAH


a. Definisi

Luka robek (laserasi atau vulnus laceratum) Yaitu luka yang disebabkan oleh
benturan keras dengan benda tumpul. Tepi luka biasanya tidak teratur. Luka tusuk
(vulnus punctum) Yaitu luka yang disebabkan oleh benda runcing yang menusuk
kulit, misalnya jarum atau paku.1 Vulnus punctum atau luka tusuk adalah luka akibat
tusukan benda runcing yang biasanya kedalaman luka lebih dari pada lebarnya.
Misalnya tusukan pisau yang menembus lapisan otot, tusukan paku dan benda-benda
tajam lainnya.

b. Etiologi
Vulnus Laseratum dapat di sebabkan oleh beberapa hal di antaranya

 Alat yang tumpul

 Jatuh ke benda tajam dan keras

 Kecelakaan lalu lintas dan kereta api

 Kecelakaan akibat kuku dan gigitan.

c. Epidemiologi

Indonesia sendiri memiliki angka prevalensi luka cukup tinggi, dari data riskesdas
tahun 2013 disebutkan bahwa angka prevalensi cedera nasional adalah sebesar 8,2%.
Angka ini mengalami peningkatan sebesar 0,7% dibandingkan dengan 5 tahun
sebelumnya, pada tahun 2007 prevalensi cedera secara nasional adalah sebesar 7,5%.
Adapun kejadian cedera tersebut terbagi menjadi beberapak kategori penyebab
cedera. Prevalensi cedera berdasarkan kategori penyebabnya adalah cedera akibat
jatuh (40,9%) dan kecelakaan sepeda motor (40,6%), selanjutnya penyebab cedera
karena terkena benda tajam/tumpul (7,3%), transportasi darat lain (7,1%) dan
kejatuhan (2,5%).

d. Patofisiologi

Vulnus laserrratum terjadi akibat kekerasan benda tumpul, goresan, jatuh, kecelakaan
sehingga kontuinitas jaringan terputus. Pada umumnya respon tubuh terhadap trauma
akan terjadi proses peradangan atau inflamasi.reaksi peradangan akan terjadi apabila
jaringan terputus.dalam keadaan ini ada peluang besar timbulnya infeksi yang sangat
hebat. Penyebabnya cepat yang di sebabkan oleh mikroorganisme yang biasanya
tidak berbahaya. Reaksi peradangan itu sebenarnya adalah peristiwa yang di
koordinasikan dengan baik yang dinamis dan kontinyu untuk menimbulkan reaksi
peradangan maka jaringan harus hidup dan harus di mikrosekulasi fungsional. Jika
jaringan yang nekrosis luas maka reaksi peradangan tak di temukan di tengah
jaringan yang hidup dengan sirkulasi yang utuh terjadi pada tepinya antara jaringan
mati dan hidup.1 Nyeri timbul karena kulit mengalami luka infeksi sehingga terjadi
kerusakan jaringan.sek-sel yang rusak akan membentuk zat kimia sehingga akan
menurunkan ambang stimulus terhadap reseptormekano sensitif dan hernosenssitif.
Apabila nyeri di atas hal ini dapat mengakibatkan gangguan rasa nyaman nyeri yang
berlanjut istirahat atau tidur terganggu dan terjadi ketertiban gerak.

e. Gejala klinis

Manifestasi klinis vulnus laseratum adalah

 Luka tidak teratur


 Jaringan rusak
 Bengkak
 PendarahanAkar rambut tampak hancur atau tercabut bila kekerasanya di
daerah rambut
 Tampak lecet atau memer di setiap luka

f. Tatalaksana

Penatalaksanaan pada luka

 Hemostasis : Mengontrol pendarahan akibat laserasi dengan cara menekan luka


dengan menggunakan balutan steril. Setelah pendarahan reda, tempelkan sepotong
perban perekat atau kasa diatas luka laserasi sehingga memungkinkan tepi luka
menutup dan bekuan darah terbebtuk. Luka laserasi yang lebih serius harus di
jahit oleh dokter.
 Pembersihan luka.
 Factor pertumbuhan (penggunaan obat).
 Perlindungan : Memberikan balutan steril atau bersih dan memobilisasi bagian
tubuh
 Berikan profilaksis tetanus sesuai ketentuan, berdasarkan kondisi luka dan status
imunisasi pasien.

Penatalaksanaan pada pasien :

 Penggunaan universal standar precaution.


 Perhatikan kepatenan jalan napas, pernapasan, dan sirkulasi.
 Melengkapi pengkajian survey primer dengan cara mengevaluasi tingkat
kesadaran pasien, ukuran, dan reaksi pupil.
 Mengidentifikasi adanya luka lain yang mungki memerlukan perawatan.
 Mengontrol pendarahan dengan cara penekanan langsung pada area luka,
elevasi.
 Mengidentifikasi adanya syok hemoragik.
 Mengkaji status imunisasi tetanus pada pasien.
 Menilai kondisi hipotermia, terutama pada saat kulit kehilangan bagian yang
luas

g. Pencegahan
 Tindakan Antiseptik, prinsipnya untuk mensucihamakan kulit. Untuk melakukan
pencucian/pembersihan luka biasanya digunakan cairan atau larutan antiseptic,
misalnya alcohol, halogen, yodium, oksidansia, logam berat dan asam berat.
 Pembersihan luka, Tujuan dilakukannya pembersihan luka adalah meningkatkan,
memperbaiki dan mempercepat proses penyembuhan luka, menghindari
terjadinya infeksi, membuang jaringan nekrosis dan debris (INETNA, 2004).
 Pembalutan luka, luka bersih dan diyakini tidak mengalami infeksi serta berumur
kurang dari 8 jam boleh dijahit primer, sedangkan luka yang terkontaminasi berat
dan atau tidak berbatas tegas sebaiknya dibiarkan sembuh per sekundam atau per
tertiam.
 Penutupan luka, Adalah mengupayakan kondisi lingkungan yang baik pada luka
sehingga proses penyembuhan berlangsung optimal.

h. Komplikasi

Komplikasi dalam penyembuhan luka timbul dalam manifestasi yang berbeda-beda.


Komplikasi yang luas timbul dan pembersihan luka yang tidak adekuat,
keterlambatan pembentukan janngan granulasi, tidak adanya reepitelisasi dan juga
akibat komplikasi post operatif dan adanya infeksi. Beberapa komplikasi yang
mungkin terjadi adalah: hematoma, keloid, jaringan parut hipertrofik, infeksi, dan
kontraktur.
 Hematoma Hematoma timbul dini akibat kegagalan pengendalian pembuluh
darah yang berdarah dan dapat timbul lanjut pada pasien hipertensi atau cacat
koagulasi. Biasanya hematoma dapat dibiarkan hilang spontan tetapi hematoma
yang meluas membutuhkan operasi ulang dan pengendalian perdarahan.
 Keloid dan janngan parut hipertrofik Keloid dan jaringan parut hipertrofik
timbul karena reaksi serat kolagen yang berlebihan dalam proses penyembuhan
luka. Serat kolagen di sini teranyam teratur. Keloid yang tumbuh berlebihan
melampaui batas luka, sebelumnya menimbulkan gatal dan cenderung kambuh
bila dilakukan intervensi bedah. Parut hipertrofik hanya berupa parut luka yang
menonjol, nodular, dan kemerahan, yang menimbulkan rasa gatal dan kadang-
kadang nyeri. Parut hipertrofik akan menyusut pada fase akhir penyembuhan
luka setelah sekitar satu tahun, sedangkan keloid justru tumbuh.
 lnfeksi lnfeksi luka tetap merupakan komplikasi tersering. Dewasa ini infeksi
luka sering tidak fatal, tetapi dapat menimbulkan cacat. Dua faktor penting yang
jelas berperan pada patogenesis infeksi adalah dosis kontaminasi bakteri dan
ketahanan pasien. lnfeksi luka terjadi jika luka yang terkontaminasi dijahit tanpa
pembilasan dan eksisi yang memadal. Pada keadan demikian, luka harus dibuka
kembali, dibiarkan terbuka dan penderita diberi antibiotik sesuai dengan hasil
biakan dan cairan luka atau nanah.
 Kontraktur Kontraktur jaringan parut di bekas luka atau bekas operasi kadang
sangat mencolok, terutama di wajah, leher, dan tangan. Kontraktur dapat 28
mengakibatkan cacat berat dan gangguan gerak pada sendi, misalnya pada luka
bakar.
3. VULNUS PERFORATUM, PENETRATUM
a. Definisi

Luka adalah hilang atau rusaknya sebagian jaringan tubuh. Keadaan ini dapat
disebabkan oleh trauma benda tajam atau tumpul, perubahan suhu, zat kimia ,
ledakan, sengatan listrik, atau gigitan hewan.. •  Vulnus perforatum adalah Luka
jenis ini merupakan luka tembus atau luka jebol. Penyebab oleh karena panah,
tombak atau proses infeksi yang meluas hingga melewati selaput serosa/epithel
organ jaringan. •  Vulnus penetratum adalah Luka tembus (Penetrating Wound),
yaitu luka yang menembus organ tubuh biasanya pada bagian awal luka masuk
diameternya kecil tetapi pada bagian ujung biasanya lukanya akan melebar.

b. Etiologi
vulnus perforatum/penetratum ini dapat disebabkan oleh trauma tajam yang
menyebabkan luka terbuka seperti terkena tombak atau panah atau karena proses
infeksi yang meluas.

c. Manifestasi klinis
 Apabila seseorang terkena luka maka dapat terjadi gejala setempat (local) dan
gejala umum (mengenai seluruh tubuh).
 Gejala Local
  Nyeri terjadi karena kerusakan ujung-ujung saraf sensoris. Intensitas
atau derajat rasa nyeri berbeda-beda tergantung pada berat / luas
kerusakan ujung-ujung saraf dan lokasi luka. •  Perdarahan, hebatnya
perdarahan tergantung pada Lokasi luka, jenis pembuluh darah yang
rusak  . •  Diastase yaitu luka yang menganga atau tepinya saling
melebar •  Ganguan fungsi, fungdi anggota badan akan terganggu baik
oleh karena rasa nyeri atau kerusakan tendon.
 Gejala umum
Gejala/tanda umum pada perlukaan dapat terjadi akibat
penyuli/komplikasi yang terjadi seperti syok akibat nyeri dan atau
perdarahan yang hebat.
d. Patofisiologi
Vulnus terjadi apabila ada suatu trauma yang mengenai tubuh yang bisa
disebabkan oleh traumatis/mekanis, perubahan suhu, zat kimia, ledakan, sengatan
listrik, dan gigitan hewan atau binatang. Vulnus yang terjadi
dapat menimbulkan beberapa tanda dan gejala seperti bengkak,
krepitasi, shock, nyeri, dan deformitas atau bisa juga menimbulkan kondisi yang
lebih serius. Tanda dan gejala yang timbul tergantung pada penyebab dan tipe
vulnus.

e. Dampak Pada Sistem Tubuh


 Kecepatan metabolisme Jika seseorang dalam keadaan immobilisasi maka akan
menyebabkan penekanan pada fungsi simpatik serta penurunan katekolamin
dalam darah sehingga menurunkan kecepatan metabolisme basal.
 Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit
 Adanya penurunan serum protein tubuh akibat proses katabolisme lebih besar
dari anabolisme, maka akan mengubah tekanan osmotik koloid plasma, hal ini
menyebabkan pergeseran cairan intravaskuler ke luar keruang interstitial pada
bagian tubuh yang rendah sehingga menyebabkan oedema. Immobilitas
menyebabkan sumber stressor bagi klien sehingga menyebabkan kecemasan
yang akan memberikan rangsangan ke hypotalamus posterior untuk
menghambat pengeluaran ADH, sehingga terjadi peningkatan diuresis.
 Sistem respirasi.
 Penurunan kapasitas paru Pada klien immobilisasi dalam posisi baring
terlentang, maka kontraksi otot intercosta relatif kecil, diafragma otot perut
dalam rangka mencapai inspirasi maksimal dan ekspirasi paksa.
 Perubahan perfusi setempat Dalam posisi tidur terlentang, pada sirkulasi
pulmonal terjadi perbedaan rasio ventilasi dengan perfusi setempat, jika
secara mendadak maka akan terjadi peningkatan metabolisme (karena
latihan atau infeksi) terjadi hipoksia.
 Mekanisme batuk tidak efektif  Akibat immobilisasi terjadi penurunan kerja
siliaris saluran pernafasan sehingga sekresi mukus cenderung menumpuk
dan menjadi lebih kental dan mengganggu gerakan siliaris normal.
 Sistem Kardiovaskuler.
 Peningkatan denyut nadi Terjadi sebagai manifestasi klinik pengaruh faktor
metabolik, endokrin dan mekanisme pada keadaan yang menghasilkan
adrenergik sering dijumpai pada pasien dengan immobilisasi.
 Penurunan cardiac reserve Dibawah pengaruh adrenergik denyut jantung
meningkat, hal ini mengakibatkan waktu pengisian diastolik memendek dan
penurunan isi sekuncup.
 Orthostatik Hipotensi Pada keadaan immobilisasi terjadi perubahan sirkulasi
perifer, dimana anterior dan venula tungkai berkontraksi tidak adekuat,
vasodilatasi lebih panjang dari pada vasokontriksi sehingga darah banyak
berkumpul di ekstremitas bawah, volume darah yang bersirkulasi menurun,
jumlah darah ke ventrikel saat diastolik tidak cukup untuk memenuhi
perfusi ke otak dan tekanan darah menurun, akibatnya klien merasakan
pusing pada saat bangun tidur serta dapat  juga merasakan pingsan.
 Sistem Muskuloskeletal
 Penurunan kekuatan otot Dengan adanya immobilisasi dan gangguan
sistem vaskuler memungkinkan suplai O2 dan nutrisi sangat berkurang
pada jaringan,
demikian pula dengan pembuangan sisa metabolisme akan terganggu
sehingga menjadikan kelelahan otot.
 Atropi otot Karena adanya penurunan stabilitas dari anggota gerak dan
adanya penurunan fungsi persarafan. Hal ini menyebabkan terjadinya
atropi dan paralisis otot.
 Kontraktur sendi Kombinasi dari adanya atropi dan penurunan kekuatan
otot serta adanya keterbatasan gerak.
 Osteoporosis Terjadi penurunan metabolisme kalsium. Hal ini
menurunkan persenyawaan organik dan anorganik sehingga massa tulang
menipis dan tulang menjadi keropos.
 Sistem Pencernaan
 Anoreksia  Akibat penurunan dari sekresi kelenjar pencernaan dan
mempengaruhi sekresi kelenjar pencernaan dan mempengaruhi
perubahan sekresi serta penurunan kebutuhan kalori yang menyebabkan
menurunnya nafsu makan.
 Konstipasi Meningkatnya jumlah adrenergik akan menghambat pristaltik
usus dan spincter anus menjadi kontriksi sehingga reabsorbsi cairan
meningkat dalam colon, menjadikan faeces lebih keras dan orang sulit
buang air besar.
 Sistem perkemihan Dalam kondisi tidur terlentang,
renal pelvis ureter dan kandung kencing berada dalam keadaan sejajar, sehingga
aliran urine harus melawan gaya gravitasi, pelvis renal banyak menahan urine
sehingga dapat menyebabkan: Akumulasi endapan urine di renal pelvis akan
mudah membentuk batu ginjal dan tertahannya urine pada ginjal akan
menyebabkan berkembang biaknya kuman dan dapat menyebabkan ISK.
 Sistem integument
Tirah baring yang lama, maka tubuh bagian bawah seperti punggung dan bokong
akan tertekan sehingga akan menyebabkan penurunan suplai darah dan nutrisi ke
jaringan. Jika hal ini dibiarkan akan terjadi ischemia, hyperemis dan akan normal
kembali jika tekanan dihilangkan dan kulit dimasase untuk meningkatkan suplai
darah.
f. Komplikasi
 Kerusakan Arteri: Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan tidak
adanya nadi, CRT menurun, cyanosis bagian distal, hematoma yang lebar, dan
dingin pada ekstrimitas yang disebabkan oleh tindakan emergensi splinting,
perubahan posisi pada yang sakit, tindakan reduksi, dan pembedahan.
 Kompartement Syndrom: Kompartement Syndrom merupakan komplikasi serius
yang terjadi karena terjebaknya otot, tulang, saraf, dan pembuluh darah dalam
jaringan parut. Ini disebabkan oleh oedema atau perdarahan yang menekan otot,
saraf, dan pembuluh darah.
 Infeksi: System pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada  jaringan.
 Shock: Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya
permeabilitas kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi.

g. Pemeriksaan Penunjang
 Laboratorium darah

h. Penatalaksanaan
 Pembedahan-Imunisasi tetanus-Immobilisasi-Terapi antibiotik
i. Proses Penyembuhan Luka
 Stadium Satu-Pembentukan Hematoma: Pembuluh darah robek dan terbentuk
hematoma disekitar. Sel-sel darah membentuk fibrin guna melindungi tulang yang
rusak dan sebagai tempat tumbuhnya kapiler baru dan fibroblast. Stadium ini
berlangsung 24  – 48 jam dan perdarahan berhenti sama sekali.
 Stadium Dua-Proliferasi Seluler: Pada stadium ini terjadi proliferasi dan
differensiasi sel menjadi fibro kartilago yang berasal dari periosteum,`endosteum,
dan bone marrow yang telah mengalami trauma. Sel-sel yang mengalami
proliferasi ini terus masuk ke dalam lapisan yang lebih dalam dan disanalah
osteoblast beregenerasi dan terjadi proses osteogenesis. Dalam beberapa hari
terbentuklah tulang baru yang menggabungkan kedua fragmen tulang yang patah.
Fase ini berlangsung selama 8  jam.
 Stadium Tiga-Pembentukan Kallus: Sel-sel yang berkembang memiliki potensi
yang kondrogenik dan osteogenik, bila diberikan keadaan yang tepat, sel itu akan
mulai membentuk tulang dan  juga kartilago. Populasi sel ini dipengaruhi oleh
kegiatan osteoblast dan osteoklast mulai berfungsi dengan mengabsorbsi sel-sel
tulang yang mati. Massa sel yang tebal dengan tulang yang imatur dan kartilago,
membentuk kallus atau bebat pada permukaan endosteal dan periosteal.
 Stadium Empat-Konsolidasi: Bila aktivitas osteoclast dan osteoblast berlanjut,
anyaman tulang berubah menjadi lamellar. Sistem ini sekarang cukup kaku dan
memungkinkan osteoclast menerobos melalui reruntuhan pada garis fraktur, dan
tepat dibelakangnya osteoclast mengisi celah-celah yang tersisa, diantara fragmen
dengan tulang yang baru. Ini adalah proses yang lambat dan mungkin perlu
beberapa bulan sebelum tulang kuat untuk membawa beban yang normal.
 Stadium Lima-Remodelling: Telah dijembatani oleh suatu manset tulang yang
padat. Selama beberapa bulan atau tahun, pengelasan kasar ini dibentuk ulang
oleh proses resorbsi dan pembentukan tulang yang terus-menerus. Lamellae yang
lebih tebal diletidakkan pada tempat yang tekanannya lebih tinggi, dinding yang
tidak dikehendaki dibuang, rongga sumsum dibentuk, dan akhirnya dibentuk
struktur yang mirip dengan normalnya.

4. LUKA BAKAR

Luka bakar adalah rusak atau hilangnya jaringan yang disebabkan kontak dengan sumber
panas seperti kobaran api di tubuh (flame), jilatan api ketubuh (flash), terkena air panas
(scald), tersentuh benda panas (kontak panas), akibat sengatan listrik, akibat bahan-bahan
kimia, serta sengatan matahari (sunburn).
5. LUKA BAKAR DERAJAT I

a. Luka bakar adalah suatu bentuk kerusakan atau kehilangan jaringan yang
disebabkan kontak dengan sumber panas seperti api, air panas, bahan kimia, listrik
dan radiasi. Luka bakar merupakan suatu jenis trauma dengan morbiditas dan
mortalitas tinggi. Biaya yang dibutuhkan untuk penanganannya pun tinggi.
Di Indonesia, luka bakar masih merupakan problem yang berat. Perawatan
dan rehabilitasinya masih sukar dan memerlukan ketekunan, biaya mahal, tenaga
terlatih dan terampil. Oleh karena itu, penanganan luka bakar lebih tepat dikelola
oleh suatu tim trauma yang terdiri dari spesialis bedah (bedah anak, bedah plastik,
bedah thoraks, bedah umum), intensifis, spesialis penyakit dalam, ahli gizi,
rehabilitasi medik, psikiatri, dan psikologi.
Luka bakar adalah luka yang terjadi akibat sentuhan permukaan tubuh
dengan benda-benda yang menghasilkan panas (api secara langsung maupun tidak
langsung, pajanan suhu tinggi dari matahari, listrik, maupun bahan kimia, air, dll)
atau zat-zat yang bersifat membakar (asam kuat, basa kuat) 1. Kulit adalah organ
tubuh terluas yang menutupi otot dan mempunyai peranan dalam homeostasis.
Kulit merupakan organ terberat dan terbesar dari tubuh. Seluruh kulit beratnya
sekitar 16 % berat tubuh, pada orang dewasa sekitar 2,7 – 3,6 kg dan luasnya
sekitar 1,5 – 1,9 meter persegi. Tebalnya kulit bervariasi mulai 0,5 mm sampai 6
mm tergantung dari letak, umur dan jenis kelamin. Kulit tipis terletak pada
kelopak mata, penis, labium minus dan kulit bagian medial lengan atas.
Sedangkan kulit tebal terdapat pada telapak tangan, telapak kaki, punggung, bahu
dan bokong. Secara embriologis kulit berasal dari dua lapis yang berbeda, lapisan
luar adalah epidermis yang merupakan lapisan epitel berasal dari ectoderm
sedangkan lapisan dalam yang berasal dari mesoderm adalah dermis atau korium
yang merupakan suatu lapisan jaringan ikat.
Akibat pertama luka bakar adalah syok karena kaget dan kesakitan.
Pembuluh kapiler yang terpajan suhu tinggi rusak dan permeabilitas meninggi. Sel
darah yang ada di dalamnya ikut rusak sehingga dapat terjadi anemia.
Meningkatnya permeabilitas menyebabkan oedem dan menimbulkan bula yang
banyak elektrolit. Hal itu menyebabkan berkurangnya volume cairan
intravaskuler. Kerusakan kulit akibat luka bakar menyebabkan kehilangan cairan
akibat penguapan yang berlebihan, masuknya cairan ke bula yang terbentuk pada
luka bakar derajat dua dan pengeluaran cairan dari keropeng luka bakar derajat
tiga. Bila luas luka bakar kurang dari 20%, biasanya mekanisme kompensasi
tubuh masih bisa mengatasinya, tetapi bila lebih dari 20% akan terjadi syok
hipovolemik dengan gejala yang khas, seperti gelisah, pucat, dingi
Pada kebakaran dalam ruang tertutup atau bila luka terjadi di wajah, dapat terjadi
kerusakan mukosa jalan napas karena gas, asap, atau uap panas yang terhisap. Oedem
laring yang ditimbulkannya dapat menyebabkan hambatan jalan napas dengan gejala
sesak napas, takipnea, stridor, suara serak dan dahak bewarna gelap akibat jelaga. Dapat
juga keracunan gas CO dan gas beracun lainnya. Karbon monoksida akan mengikat
hemoglobin dengan kuat sehingga hemoglobin tak mampu lagi mengikat oksigen. Tanda
keracunan ringan adalah lemas, bingung, pusing, mual dan muntah. Pada keracunan yang
berat terjadi koma. Bisa lebih dari 60% hemoglobin terikat CO, penderita dapat
meninggal. Setelah 12 – 24 jam, permeabilitas kapiler mulai membaik dan mobilisasi
serta penyerapan kembali cairan edema ke pembuluh darah. Ini di tandai dengan
meningkatnya diuresis 3

b. Patofisiologi

Pajanan panas yang menyentuh permukaan kulit mengakibatkan kerusakan


pembuluh darah kapiler kulit dan peningkatan permeabilitasnya. Peningkatan
permeabilitas ini mengakibatkan edema jaringan dan pengurangan cairan intravaskular.
Kerusakan kulit akibat luka bakar menyebabkan kehilangan cairan terjadi akibat
penguapan yang berlebihan di derajat 1, penumpukan cairan pada bula di luka bakar
derajat 2, dan pengeluaran cairan dari keropeng luka bakar derajat 3. Bila luas luka
bakar kurang dari 20%, biasanya masih terkompensasi oleh keseimbangan cairan
tubuh, namun jika lebih dari 20% resiko syok hipovolemik akan muncul dengan tanda-
tanda seperti gelisah, pucat, dingin, nadi lemah dan cepat, serta penurunan tekanan

darah dan produksi urin.4 kulit manusia dapat mentoleransi suhu 44oC (111oF) relatif
selama 6 jam sebelum mengalami cedera termal.
c. Fase Luka Bakar

Luka bakar terbagi dalam 3 fase, yaitu fase akut, subakut, dan fase lanjut.
Pembagian ketiga fase ini tidaklah tegas, namun pembagian ini akan membantu
dalam Penanganan Luka Bakar Yang Lebih Terintegrasi.
 Fase akut/syok/awal
Fase ini dimulai saat kejadian hingga penderita mendapatkan perawatan di
IRD/ Unit luka bakar. Seperti penderita trauma lainnya, penderita luka bakar
mengalami ancaman gangguan airway (jalan nafas), breathing (mekanisme
bernafas), dan gangguan circulation (sirkulasi). Gangguan airway dapat terjadi
segera atau beberapa saat seteah trauma, namun obstruksi jalan nafas akibat
juga dapat terjadi dalam 48-72 jam paska trauma. Cedera inhalasi pada luka
bakar adalah penyebab kematian utama di fase akut. Ganguan keseimbangan
sirkulasi cairan dan elektrolit akibat cedera termal berdampak sitemik hingga
syok hipovolemik yang berlanjut hingga keadaan hiperdinamik akibat
instabilisasi sirkulasi.
 Fase subakut/flow/hipermetabolik
Fase ini berlangsung setelah syok teratasi. Permasalahan pada fase ini adalah
proses inflamasi atau infeksi pada luka bakar, problem penutupan lukan, dan
keadaan hipermetabolisme.
 Fase lanjut
Pada fase ini penderita dinyatakan sembuh, namun memerlukan kontrol rawat
jalan. Permasalahan pada fase ini adalah timbulnya penyulit seperti jaringan
parut yang hipertrofik, keloid, gangguan pigmentasi, deformitas, dan adanya
kontraktur.

d. Penilaian Derjat Luka Bakar


 Luka bakar grade I
 Disebut juga luka bakar superficial
 Mengenai lapisan luar epidermis, tetapi tidak sampai mengenai daerah
dermis,Sering disebut sebagai epidermal burn.
 Kulit tampak kemerahan, sedikit oedem, dan terasa nyeri.
 Pada hari ke empat akan terjadi deskuamasi epitel (peeling).
 Luka bakar grade II

Superficial partial thickness:


 Luka bakar meliputi epidermis dan lapisan atas dari dermis.
 Kulit tampak kemerahan, oedem dan rasa nyeri lebih berat daripada luka
bakar grade I.
 Ditandai dengan bula yang muncul beberapa jam setelah terkena luka.
 Bila bula disingkirkan akan terlihat luka bewarna merah muda yang basah.
 Luka sangat sensitive dan akan menjadi lebih pucat bila terkena tekanan

6. LUKA BAKAR DERAJAR II


a. Definisi

Kerusakan terjadi pada seluruh lapisan epidermis dan sebagai lapisan dermis,
berupa reaksi inflamasi disertai proses eksudasi. Dijumpai pula, pembentukan
scar, dan nyeri karena ujung –ujung syaraf sensorik teriritasi. Dasar luka
berwarna merah atau pucat. Sering terletak lebih tinggi diatas kulit normal.

b. Epidemiologi

Data dari Rumah Sakit Wahidin Sudirohusodo Makassar, dalam jangka


waktu 5 tahun (2006-2009) derajat luka bakar yang paling banyak ditemukan
yaitu derajat II dengan 46,7% dari seluruh kasus luka bakar yang didapatkan.
Persentase luka bakar yaitu luas luka bakar 1-10% sebanyak 37 kasus atau
36,3% dan penyebab terbanyak adalah akibat air panas dengan 30 kasus dan
terbanyak pada kelompok umur 1-10 tahun dengan 19 kasus (Sarimin, 2009).
Menurut data Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah didapati kejadian luka bakar
sebanyak 217 kasus pada tahun 2011 (Artawan, 2012). Persentase kejadian
luka bakar didominasi oleh luka bakar derajat II (deep partialthickness) yaitu
sebesar 73%. 13

c. Gambaran Klinis
 Derajat II Dangkal (Superficial)
Kerusakan mengenai bagian superficial dari dermis.Organ-
organ kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar
sebasea masih utuh. Bula mungkin tidak terbentuk beberapa jam
setelah cedera, dan luka bakar pada mulanya tampak seperti luka
bakar derajat I dan mungkin terdiagnosa sebagai derajat II
superficial setelah 12-24 jam Ketika bula dihilangkan, luka tampak
berwarna merah muda dan basah, jarang menyebabkan hypertrophic
scar. Jika infeksi dicegah maka penyembuhan akan terjadi secara
spontan kurang dari 3 minggu (Brunicardi et al., 2005).
 Derajat II dalam (Deep)

 Kerusakan mengenai hampir seluruh bagian dermis


 Organ-organ kulit seperti folikel-folikel rambut, kelenjar
keringat,kelenjar sebasea sebagian besar masih utuh.
 Penyembuhan terjadi lebih lama tergantung biji epitel yang tersisa.
 Juga dijumpai bula, akan tetapi permukaan luka biasanya tanpak
berwarna merah muda dan putih segera setelah terjadi cedera
karena variasi suplay darah dermis (daerah yang berwarna putih
mengindikasikan aliran darah yang sedikit atau tidak ada sama
sekali, daerah yg berwarna merah muda mengindikasikan masih
ada beberapa aliran darah ) (Moenadjat, 2001)
d. Penanganan Luka Bakar Derajat II
Setelah keadaan umum membaik dan telah dilakukan resusitasi cairan
dilakukan perawatan luka. Perawatan tergantung pada karakteristik dan
ukuran dari luka. Tujuan dari semua perawatan luka bakar agar luka segera
sembuh rasa sakit yang minimal.Setelah luka dibersihkan dan di debridement,
luka ditutup. Penutupan luka ini memiliki beberapa fungsi: pertama dengan
penutupan luka akan melindungi luka dari kerusakan epitel dan
meminimalkan timbulnya koloni bakteri atau jamur. Kedua, luka harus benar-
benar tertutup untuk mencegah evaporasi pasien tidak hipotermi. Ketiga,
penutupan luka diusahakan semaksimal mungkin agar pasien merasa nyaman
dan meminimalkan timbulnya rasa sakit.
Luka bakar derajat II (superfisial ), perlu perawatan luka setiap harinya,
pertama-tama luka diolesi dengan salep antibiotik, kemudian dibalut dengan
perban katun dan dibalut lagi dengan perban elastik. Pilihan lain luka dapat
ditutup dengan penutup luka sementara yang terbuat dari bahan alami
(Xenograft (pig skin) atau Allograft (homograft, cadaver skin) ) atau bahan
sintetis (opsite, biobrane, transcyte, integra) Luka derajat II ( dalam ) dan
luka derajat III, perlu dilakukan eksisi awal dan cangkok kulit (early exicision
and grafting ).

7. LUKA BAKAR DERAJAT III


a. Definisi Luka Bakar
Luka bakar adalah kerusakan atau kehilangan jaringan yang dapat
disebabkan oleh panas (api, cairan/lemak panas, uap panas), radiasi, listrik,
kimia. Luka bakar merupakan jenis trauma yang merusak dan merubah
berbagai sistem tubuh.
Luka bakar adalah luka yang terjadi akibat sentuhan permukaan tubuh
dengan dengan benda-benda yang menghasilkan panas baik kontak secara
langsung maupun tidak langsung.ii Kulit adalah organ tubuh terluas yang
menutupi otot dan memiliki peran homeostasis. Kulit merupakan organ
terberat dan terbesar dari tubuh. Seluruh kulit beratnya sekitar 16% berat
tubuh, pada dewasa sekitar 2,7-3,6 kg dan luasnya sekitar 1,5-1,9 m2. Tebal
kulit bervariasi mulai 0,5 mm hingga 4mm tergantung letak, umur, dan jenis
kelamin.
b. Etiologi Luka Bakar
Luka bakar banyak disebabkan karena suatu hal, diantaranya adalah :
 Luka bakar suhu tinggi (Thermal Burn) : gas, cairan, bahan padat
Luka bakar thermal burn biasanya disebabkan oleh air panas
(scald) ,jilatan api ketubuh (flash), kobaran api di tubuh (flam), dan
akibat terpapar atau kontak dengan objek-objek panas lainnya(logam
panas, dan lain-lain)
 Luka bakar bahan kimia (Chemical Burn)
Luka bakar kimia biasanya disebabkan oleh asam kuat atau alkali
yang biasa digunakan dalam bidang industri militer ataupu bahan
pembersih yang sering digunakan untuk keperluan rumah tangga
 Luka bakar sengatan listrik (Electrical Burn)
Listrik menyebabkan kerusakan yang dibedakan karena arus, api,
dan ledakan. Aliran listrik menjalar disepanjang bagian tubuh yang
memiliki resistensi paling rendah. Kerusakan terutama pada pembuluh
darah, khusunya tunika intima, sehingga menyebabkan gangguan
sirkulasi ke distal. Sering kali kerusakan berada jauh dari lokasi
kontak, baik kontak dengan sumber arus maupun grown.
 Luka bakar radiasi (Radiasi Injury)
Luka bakar radiasi disebabkan karena terpapar dengan sumber
radio aktif. Tipe injury ini sering disebabkan oleh penggunaan radio
aktif untuk keperluan terapeutik dalam dunia kedokteran dan industri.
Akibat terpapar sinar matahari yang terlalu lama juga dapat
menyebabkan luka bakar radiasi
c. Patofisiologi Luka Bakar
Pajanan panas yang menyentuh permukaan kulit mengakibatkan
kerusakan pembuluh darah kapiler kulit dan peningkatan permeabilitasnya.
Peningkatan permeabilitas ini mengakibatkan edema jaringan dan
pengurangan cairan intravaskular. Kerusakan kulit akibat luka bakar
menyebabkan kehilangan cairan terjadi akibat penguapan yang berlebihan di
derajat : 1. Penumpukan cairan pada bula di luka bakar derajat. 2. dan
pengeluaran cairan dari keropeng luka bakar derajat. 3. Bila luas luka bakar
kurang dari 20%, biasanya masih terkompensasi oleh keseimbangan cairan
tubuh, namun jika lebih dari 20% resiko syok hipovolemik akan muncul
dengan tanda-tanda seperti gelisah, pucat, dingin, nadi lemah dan cepat, serta
penurunan tekanan darah dan produksi urin. Kulit manusia dapat
mentoleransi suhu 44oC (111oF) relatif selama 6 jam sebelum mengalami
cedera termal.
 Fase Luka Bakar
Luka bakar terbagi dalam 3 fase, yaitu fase akut, subakut, dan fase
lanjut. Pembagian ketiga fase ini tidaklah tegas, namun pembagian
ini akan membantu dalam Penanganan Luka Bakar Yang Lebih
Terintegrasi.
 Fase akut/syok/awal
Fase ini dimulai saat kejadian hingga penderita
mendapatkan perawatan di IRD/ Unit luka bakar. Seperti penderita
trauma lainnya, penderita luka bakar mengalami ancaman
gangguan airway (jalan nafas), breathing (mekanisme bernafas),
dan gangguan circulation (sirkulasi). Gangguan airway dapat
terjadi segera atau beberapa saat seteah trauma, namun obstruksi
jalan nafas akibat juga dapat terjadi dalam 48-72 jam paska trauma.
Cedera inhalasi pada luka bakar adalah penyebab kematian utama
di fase akut. Ganguan keseimbangan sirkulasi cairan dan elektrolit
akibat cedera termal berdampak sitemik hingga syok hipovolemik
yang berlanjut hingga keadaan hiperdinamik akibat instabilisasi
sirkulasi.

 Fase subakut/flow/hipermetabolik

Fase ini berlangsung setelah syok teratasi. Permasalahan pada fase


ini adalah proses inflamasi atau infeksi pada luka bakar, problem
penutupan lukan, dan keadaan hipermetabolisme.

 Fase lanjut
Pada fase ini penderita dinyatakan sembuh, namun
memerlukan kontrol rawat jalan. Permasalahan pada fase ini adalah
timbulnya penyulit seperti jaringan parut yang hipertrofik, keloid,
gangguan pigmentasi, deformitas, dan adanya kontraktur.

d. Derajat Kedalaman Luka Bakar Derajat III


Kerusakan jaringan permanen yang meliputi seluruh tebal kulit hingga
jaringan subkutis, otot, dan tulang. Tidak ada lagi elemen epitel dan tidak
dijumpai bula, kulit yang terbakar berwarna keabu-abuan pucat hingga warna
hitam kering (nekrotik). Terdapat eskar yang merupakan hasil koagulasi
protein epidermis dan dermis. Luka tidak nyeri dan hilang sensasi akibat
kerusakan ujung-ujung saraf sensoris. Penyembuhan lebih sulit karena tidak
ada epitelisasi spontan. Perlu dilakukan eksisi dini untuk eskar dan tandur
kulit untuk luka bakar derajat II dalam dan luka bakar derajat III. Eksisi awal
mempercepat penutupan luka, mencegah infeksi, mempersingkat durasi
penyembuhan, mencegah komplikasi sepsis, dan secara kosmetik lebih baik.
Luka Bakar Derajat III
e. Luas Luka Bakar
Penentuan luas luka bakar dengan bantuan rule of nine Wallace
yang membagi sebagai berikut: kepala dan leher 9%, lengan 18%, badan
bagain depan 18%, badan bagian belakang 18%, tungkai 36%, dan
genetalia/ perineum 1%. Luas telapak tangan penderita adalah 1% dari luas
permukaan tubuhnya. Pada anak-anak menggunakan modifikasi rule of
nine Lund dan Browder yang membedakan pada anak usia 15 tahun, 5
tahun, dan 1 tahun.

f. Penatalaksanaan Luka Bakar


Penanganan pertama sebelum ke rumah sakit dengan menyingkirkan
sumber luka bakar tanpa membahayakan penolong, kemudian
penatalaksanaan mengikuti prinsip dasar resusitasi trauma:
 Lakukan survei primer singkat dan segera atasi permasalahan yang
ditemukan
 Singkirkan pakaian dan perhiasan yang melekat
 Jika pernafasan dan sirkulasi telah teratasi, lakukan survei
sekunder
Airway dan Breathing
Managemen airway pada luka bakar penting dilakukan karena jika
tidak dilakukan dengan baik akan mengakibatkan komplikasi serius.
Kondisi serius yang perlu dicermati adalah adanya cedera inhalasi,
terutama jika luka bakar terjadi pada ruang tertutup. Cedera inhalasi lebih
jarang terjadi pada ruang terbuka atau pada ruang dengan ventilasi baik.
Hilangnya rambut-rambut wajah dan sputum hitam memberikan tanda
adanya cedera inhalasi.
Pemberian oksigen dengan saturasi yang diharapkan setinggi >90%
harus segera diberikan. Pasien dengan luka bakar luas sering
membutuhkan intubasi. Stidor dapat dijumpai dalam beberapa jam pada
pasien dengan airway stabil seiring dengan terjadinya edema pada saluran
nafas. Hati-hati dalam penggunaan obat-obat penenang, karena dapat
menekan fungsi pernafasan.
Circulation
Akses intravena dan pemberian resusitasi cairan sangat penting
untuk segera dilakukan. Lokasi ideal akses pemberian cairan pada kulit
yang tidak mengalami luka bakar, namun jika tidak memungkinkan maka
dapat dilakukan pada luka bakar. Akses intravena sebaiknya dilakukan
sebelum terjadi edema jaringan yang akan menyulitkan pemasangan infus.
Pemasangan infus di vena sentral perlu dipertimbangkan jika tidak ada
akses pada vena perifer. Cairan Ringer laktat dan NaCl 0,9% tanpa
glukosa dapat diberikan pada 1-2 akses intravena. Kateter Foley digunakan
untuk memonitor produksi urin dan keseimbangan cairan.
Evaluasi lanjut
Selang nasogastic digunakan untuk dekompresi lambung dan jalur
masuk makanan. Evaluasi semua denyut nadi perifer dan dinding thoraks
untuk kemungkinan timbulnya sindroma kompatermen terutama pada luka
bakar sirkumferensial. Observasi menyeluruh terhadap edema jaringan
terutama pada ektremitas dan kemungkinan terjadinya gagal ginjal. Elevasi
tungkai dapat dilakukan untuk mengurangi edema pada tungkai.
8. LUKA BAKAR DERAJAT IV

a. Definisi

Luka bakar adalah rusak atau hilangnya jaringan yang disebabkan kontak
dengan sumber panas seperti kobaran api di tubuh (flame), jilatan api ketubuh
(flash), terkena air panas (scald), tersentuh benda panas (kontak panas), akibat
sengatan listrik, akibat bahan-bahan kimia, serta sengatan matahari (sunburn).

b. Patofisiologi

Luka bakar suhu pada tubuh terjadi baik karena kondisi panas langsung atau
radiasi elektromagnetik.Sel-sel dapat menahan temperatur sampai 440C tanpa
kerusakan bermakna, kecepatan kerusakan jaringan berlipat ganda untuk tiap
drajat kenaikan temperatur.Saraf dan pembuluh darah merupakan struktur
yang kurang tahan dengan konduksi panas. Kerusakan pembuluh darah ini
mengakibatkan cairan intravaskuler keluar dari lumen pembuluh darah, dalam
hal ini bukan hanya cairan tetapi protein plasma dan elektrolit. Pada luka
bakar ekstensif dengan perubahan permeabilitas yang hampir menyelutruh,
penimbunan jaringan masif di intersitial menyebabakan kondisi hipovolemik.
Volume cairan iuntravaskuler mengalami defisit, timbul ketidak mampuan
menyelenggarakan proses transportasi kejaringan, kondisi ini dikenal dengan
syok.

c. Etiologi
Luka bakar banyak disebabkan karena suatu hal, diantaranya adalah
 Luka bakar suhu tinggi(Thermal Burn): gas, cairan, bahan padat Luka
bakar thermal burn biasanya disebabkan oleh air panas (scald) ,jilatan api
ketubuh (flash), kobaran api di tubuh (flam), dan akibat terpapar atau
kontak dengan objek-objek panas lainnya(logam panas, dan lain-lain)
 Luka bakar bahan kimia (Chemical Burn) Luka bakar kimia biasanya
disebabkan oleh asam kuat atau alkali yang biasa digunakan dalam
bidang industri militer ataupu bahan pembersih yang sering digunakan
untuk keperluan rumah tangga.
 Luka bakar sengatan listrik (Electrical Burn) Listrik menyebabkan
kerusakan yang dibedakan karena arus, api, dan ledakan. Aliran listrik
menjalar disepanjang bagian tubuh yang memiliki resistensi paling
rendah. Kerusakan terutama pada pembuluh darah, khusunya tunika
intima, sehingga menyebabkan gangguan sirkulasi ke distal. Sering kali
kerusakan berada jauh dari lokasi kontak, baik kontak dengan sumber
arus maupun grown
 Luka bakar radiasi (Radiasi Injury) Luka bakar radiasi disebabkan karena
terpapar dengan sumber radio aktif. Tipe injury ini sering disebabkan
oleh penggunaan radio aktif untuk keperluan terapeutik dalam dunia
kedokteran dan industri. Akibat terpapar sinar matahari yang terlalu lama
juga dapat menyebabkan luka bakar radiasi.

d. Luka bakar derajat IV

Luka full thickness yang telah mencapai lapisan otot, tendon dan ltulang
dengan adanya kerusakan yang luas. Kerusakan meliputi seluruh dermis,
organ-organ kulit seperti folikel rambut, kelenjar sebasea dan kelenjar
keringat mengalami kerusakan, tidak dijumpai bula, kulit yang terbakar
berwarna abu-abu dan pucat, terletak lebih rendah dibandingkan kulit sekitar,
terjadi koagulasi protein pada epidemis dan dermis yang dikenal scar, tidak
dijumpai rasa nyeri dan hilang sensori karena ujung-ujung syaraf sensorik
mengalami kerusakan dan kematian. penyembuhannya terjadi lebih lama
karena ada proses epitelisasi spontan dan rasa luka.

e. Pertolongan Pertama Pada Pasien Dengan Luka Bakar


 Segera hindari sumber api dan mematikan api pada tubuh, misalnya
dengan menyelimuti dan menutup bagian yang terbakar untuk
menghentikan pasokan oksigen pada api yang menyala
 Singkirkan baju, perhiasan dan benda-benda lain yang membuat efek
Torniket, karena jaringan yang terkena luka bakar akan segera
menjadi oede.
 Setelah sumber panas dihilangkan rendam daerah luka bakar dalam
air atau menyiramnya dengan air mengalir selama sekurang-
kurangnya lima belas menit. Proses koagulasi protein sel di jaringan
yang terpajan suhu tinggi berlangsung terus setelah api dipadamkan
sehingga destruksi tetap meluas. Proses ini dapat dihentikan dengan
mendinginkan daerah yang terbakar dan mempertahankan suhu dingin
ini pada jam pertama sehingga kerusakan lebih dangkal dan
diperkecil.
 Akan tetapi cara ini tidak dapat dipakai untuk luka bakar yang lebih
luas karena bahaya terjadinya hipotermi. Es tidak seharusnya
diberikan langsung pada luka bakar apapun.
 Evaluasi awal

f. Prinsip penanganan pada luka bakar sama seperti penanganan pada luka
akibat

trauma yang lain, yaitu dengan ABC (Airway Breathing Circulation) yang
diikuti dengan pendekatan khusus pada komponen spesifik luka bakar
pada survey sekunder
9. LUKA BAKAR AKIBAT TRAUMA DINGIN
a. Definisi
Frosbite (Radang Dingin) adalah injuri dingin yang bersifat lokal disebabkan
oleh terpaparnya temperatur yang dingin.

Radang dingin adalah cedera yang disebabkan oleh pembekuan dari kulit dan
jaringan di bawahnya.

 Tanda dan Gejala Frosbite (Radang Dingin) meliputi :


 Kulit dingin dan kulit terasa ditusuk
 Mati rasa
 Merah, putih, kulit putih kebiruan atau keabu-abuan kuning
 Keras atau lilin yang tampak pada kulit
 Otot dan sendi kaku
 Terik setelah swarming, pada kasus yang berat
 Radang dingin paling umumnya terjadi pada jari, jari kaki, hidung,
telinga, pipi,dan dagu.
 Klasifikasi Frosbite (Radang Dingin)

Frosbite diklasifikasikan ke dalam 2 tipe, yaitu :

 Frosbite permukaan adalah frosbite yang mengenai kulit sampai


dengan jaringan subkutan, dengan karakteristik area injuri berwarna
putih, seperti lilin, lunak dan anestetic.
 Frosbite dalam menyebabkan injuri pada kulit, jaringan subkutan,
otot, tendon, dan struktur neurovaskuler.
Frosbite (Radang Dingin) berdasarkan tingkat cedera
 Derajat 1 : cedera mengakibatkan eritema setelah dihangatkan
kembali
 Derajat 2 : terjadi pembentukan blister
 Derajat 3 : terjadi nekrosis kulit
 Derajat 4 : kerusakan jaringan lunak, dan dapat juga terjadi
pada jari-jari atau ekstremitas.

b. Patofisiologi
sel pada frosbite disebabkan oleh pembekuan secara langsung pada sel
disaat injuri atau oleh karena perfusi jaringan yang tidak adekuat sebagai
akibat dari spasme vaskuler, dan oklusi pembuluh-pembuluh kecil pada area
injuri.
Dengan pembekuan sel secara langsung (crystallization), terbentuk
kristal es di dalam cairan ekstraseluler dan secara osmotik menarik cairan
intraseluler sehingga menyebabkan dehidrasi sel. Perubahan vaskuler yang
terjadi antara lain meliputi vasokontriksi , penurunan perfusi kapiler dan
peningkatan visikositas darah dengan disertai terbentuknya endapan dan
trombus.
Setelah pencairan terjadi stasis vaskuler pada area yang injuri sebagai
akibat dari obstruksi pada dasar pembuluh darah. Edema terjadi pada area
injuri selama 2-3 hari setelah pencairan. Trombus, pendarahan interstitial dan
infiltrasi leukosit dapat terjadi. Nekrosis jaringan terjadi dan menjadi lebih
jelas sebagai edema yang pecah.

c. Manifestasi Klinik
Kerusakan yang terjadi dapat kecil/ringan dapat juga luas hingga mampu
menyebabkan hilangnya suatu bagian tubuh. Adapun bagian tubuh
yangserig terkena meliputi tangan, kaki, hidung, dan telinga.
d. Tatalaksana
 Farmakologi
 Imunisasi tetanus 0,5ml IM
 Plasma ekspander : dekstran 40, 20 ml/kg IV setiap 24 jam untuk
menurunkan endapan; terapi ini masih kontroversial
 Antibiotik : tetrasiklin atau ampisilin umtuk profilaksis, 250 mg PO
setiap 6 jam
 Analgesik narkotik : morphin 15 mg IM setiap 3 jam, atau
 Analgesik antipiretik : aspirin 600 mg PO setiap 3 jam
 Non-farmakologi
 Merendam di air hangat selama 20 menit dengan suhu 28-45 derajat
celcius.
 Pembedahan
 Escharotomy
 Sympathectomy untuk spasme berat dan nyeri
 Debridement setelah retraksi jaringan (13 minggu-4 bulan setelah
injuri)
 Amputasi ekstermitas nonviable setelah retraksi ariga viable; mungkin
beberapa bulan setelah injuri
10. LUKA BAKAR AKIBAT BAHAN KIMIA

a. Definisi

Luka bakar adalah rusak atau hilangnya jaringan yang disebabkan kontak
dengan sumber panas seperti kobaran api di tubuh (flame), jilatan api
ketubuh (flash), terkena air panas (scald), tersentuh benda panas (kontak
panas), akibat sengatan listrik, akibat bahan-bahan kimia, serta sengatan
matahari (sunburn).

b. Patofisiologi Luka Bakar


Luka bakar suhu pada tubuh terjadi baik karena kondisi panas langsung atau
radiasi elektromagnetik. Sel-sel dapat menahan temperatur sampai 440C
tanpa kerusakan bermakna, kecepatan kerusakan jaringan berlipat ganda
untuk tiap drajat kenaikan temperatur. Saraf dan pembuluh darah
merupakan struktur yang kurang tahan dengan konduksi panas. Kerusakan
pembuluh darah ini mengakibatkan cairan intravaskuler keluar dari lumen
pembuluh darah, dalam hal ini bukan hanya cairan tetapi protein plasma dan
elektrolit. Pada luka bakar ekstensif dengan perubahan permeabilitas yang
hampir menyelutruh, penimbunan jaringan masif di intersitial
menyebabakan kondisi hipovolemik. Volume cairan iuntravaskuler
mengalami defisit, timbul ketidak mampuan menyelenggarakan proses
transportasi ke jaringan, kondisi ini dikenal dengan syok.
luka bakar juga dapat menyebabkan kematian yang disebabkan oleh
kegagalan organ multi sistem. Awal mula terjadi kegagalan organ multi
sistem yaitu terjadinya kerusakan
kulit yang mengakibatkan
peningkatan pembuluh darah
kapiler, peningkatan ekstrafasasi
cairan (H2O, elektrolit dan
protein), sehingga mengakibatkan
tekanan onkotik dan tekanan cairan
intraseluler menurun, apabila hal
ini terjadi terus menerus dapat
mengakibatkan hipopolemik dan
hemokonsentrasi yang
mengakibatkan terjadinya
gangguan perfusi jaringan. Apabila
sudah terjadi gangguan perkusi
jaringan maka akan mengakibatkan gangguan sirkulasi makro yang
menyuplai sirkulasi orang organ organ penting seperti : otak,
kardiovaskuler, hepar, traktus gastrointestinal dan neurologi yang dapat
mengakibatkan kegagalan organ multi sistem. Proses kegagalan organ multi
sistem ini terangkum dalam bagan berikut.

c. Patofisiologi luka bakar akibat bahan kimia

Luka bakar akibat suhu panas menyebabkan kerusakan jaringan melalui


nekrosis koagulativa dan, selain perubahan vaskular pada perifer, proses
nekrosis lainnya tidak akan terjadi jika sumber panas telah dijauhkan. Luka
bakar akibat bahan kimia menyebabkan kerusakan jaringan selama bahan
kimia masih ada dan proses hanya akan berhenti ketika bahan kimia telah
dinetralisasi oleh jaringan. Kerusakan jaringan bergantung kepada faktor-
faktor berikut ini:
 Konsentrasi bahan kimia
 Luas permukaan yang terkena bahan kimia
Lama terjadinya kontak (durasi)
 Reaktivitas agen aktif, seperti H+ atau OH– atau F–, dan lainnya.
 Terbentuk atau tidak terbentuknya panas (reaksi eksoterm), karena
jika panas terbentuk, luka bakar tambahan akibat suhu panas akan
terjadi

Beberapa bahan kimia yang membakar akan diserap dan menyebabkan


keracunan sistemik. Bahan kimia lain yang tidak membakar akan diserap
jika berada dalam bentuk larutan panas yang akan merusak kulit.

Asam mineral (seperti sulfat, hidroklorida) menyebabkan nekrosis


koagulativa yang sama dengan luka bakar akibat suhu panas. Percobaan
pada hewan menunjukkan bahwa luka bakar superfisial dapat terjadi setelah
kontak selama 5 detik dan luka bakar full-thickness (derajat III) akan terjadi
setelah 30 detik. Namun, durasi kerja dari bahan kimia tersebut cukup
pendek, ion hidrogen akan dinetralisasi segera setelah kontak. Tanpa
pengobatan, pH kulit setelah kontak dengan asam hidroklorida akan
bertahan dibawah pH kulit normal 7,5 selama lebih dari 2 jam. Sebaliknya,
basa kuat (seperti, natrium hidroksida) menyebabkan nekrosis koliquativ
atau liquefaktiv dengan eskar ‘berbusa’ edematosa yang lunak. Protease
alkalin dapat larut, ion hidroksida dapat melewati satu molekul ke molekul
lainnya, masuk ke dalam jaringan dengan efek yang dapat bertahun hingga
beberapa jam. Pada percobaan hewan, pH kulit tidak kembali normal hingga
12 jam saat terbakar natrium hidroksida. Kalsium hidroksida dan basa lemah
lainnya menimbulkan efek membakar yang lebih tersembunyi namun tetap
dapat menyebabkan luka bakar full-thickness.

Basa sangat berbahaya untuk kornea, ion hidroksida dapat tembus dengan mudah
hingga menyebabkan pelunakan kornea dan penetrasi bola mata sering
menyebabkan efek yang jauh lebih berbahaya.
Tampilan klinis luka bakar asam dan basa dapat membingungkan dan
menyebabkan keterlambatan pengobatan atau pengobatan yang berlebihan.
Selain ion hidrogen atau hidroksil, beberapa bahan kimia mengandung anion atau
kation yang memiliki sifat destruktif yang spesifik. Ion fluorida, sebagai contoh,
memiliki efek vasospastik dan dapat menembus sangat dalam selama proses
berlangsung.

Sejumlah senyawa kimia, terutama pelarut, biasanya hanya menyebabkan luka


bakar minor namun dapat diserap dengan mudah ke dalam aliran darah melalui
kulit atau inhalasi dan dapat menyebabkan keracunan sistemik. Beberapa
hidrokarbon diekskresikan oleh paru dan dapat menyebabkan pneumonitis
kimiawi dan bronkitis. Absorpsi kompleks logam organik dapat menyebabkan
keracunan logam berat. Jika luka bakar akibat suhu panas juga terjadi bersamaan
dengan luka bakar kimia, kulit dapat rusak dan bahan kimia dapat diserap dengan
mudah.

d. Etiologi

 Luka bakar banyak disebabkan karena suatu hal, diantaranya adalah

 Luka bakar suhu tinggi(Thermal Burn): gas, cairan, bahan padat


Luka bakar thermal burn biasanya disebabkan oleh air panas
(scald) ,jilatan api ketubuh (flash), kobaran api di tubuh (flam),
dan akibat terpapar atau kontak dengan objek-objek panas
lainnya(logam panas, dan lain-lain).
 Luka bakar bahan kimia (Chemical Burn) Luka bakar kimia
biasanya disebabkan oleh asam kuat atau alkali yang biasa
digunakan dalam bidang industri militer ataupu bahan
pembersih yang sering digunakan untuk keperluan rumah
tangga.
 Luka bakar sengatan listrik (Electrical Burn) Listrik
menyebabkan kerusakan yang dibedakan karena arus, api, dan
ledakan. Aliran listrik menjalar disepanjang bagian tubuh yang
memiliki resistensi paling rendah. Kerusakan terutama pada

pembuluh darah, khusunya tunika intima, sehingga


menyebabkan gangguan sirkulasi ke distal. Sering kali
kerusakan berada jauh dari lokasi kontak, baik kontak dengan
sumber arus maupun grown
.

 Luka bakar radiasi (Radiasi Injury Luka bakar radiasi


disebabkan karena terpapar dengan sumber radio aktif. Tipe
injury ini sering disebabkan oleh penggunaan radio aktif untuk
keperluan terapeutik dalam dunia kedokteran dan industri.
Akibat terpapar sinar matahari yang terlalu lama juga dapat
menyebabkan luka bakar radiasi.

e. Klasifikasi Luka Bakar


 Klasifikasi luka bakar menurut kedalaman
 Luka bakar derajat I
Kerusakan terbatas pada lapisan epidermis superfisial, kulit kering
hiperemik, berupa eritema, tidak dijumpai pula nyeri karena ujung –
ujung syaraf sensorik teriritasi, penyembuhannya terjadi secara
spontan dalam waktu 5 -10 hari.
 Luka bakar derajat II
Kerusakan terjadi pada seluruh lapisan epidermis dan sebagai lapisan
dermis, berupa reaksi inflamasi disertai proses eksudasi. Dijumpai
pula, pembentukan scar, dan nyeri karena ujung –ujung syaraf
sensorik teriritasi. Dasar luka berwarna merah atau pucat. Sering
terletak lebih tinggi diatas kulit normal.
 Derajat II Dangkal (Superficial)
Kerusakan mengenai bagian superficial dari dermis. Organ-organ
kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat,kelenjar sebasea masih
utuh.

Bula mungkin tidak terbentuk beberapa jam setelah cedera, dan


luka bakar pada mulanya tampak seperti luka bakar derajat I dan
mungkin terdiagnosa sebagai derajat II superficial setelah 12-24 jam.
Ketika bula dihilangkan, luka tampak berwarna merah muda dan basah.
Jarang menyebabkan hypertrophic scar.Jika infeksi dicegah maka
penyembuhan akan terjadi secara spontan kurang dari 3 minggu.

 Derajat II dalam (Deep)


Kerusakan mengenai hampir seluruh bagian dermis Organ-organ
kulit seperti folikel-folikel rambut, kelenjar keringat,kelenjar sebasea
sebagian besar masih utuh. Penyembuhan terjadi lebih lama
tergantung biji epitel yang tersisa. Juga dijumpai bula, akan tetapi
permukaan luka biasanya tanpak berwarna merah muda dan putih
segera setelah terjadi cedera karena variasi suplay darah dermis
(daerah yang berwarna putih mengindikasikan aliran darah yang
sedikit atau tidak ada sama sekali, daerah yg berwarna merah muda
mengindikasikan masih ada beberapa aliran darah).

Jika infeksi dicegah, luka bakar akan sembuh dalam 3 -9 minggu.

 Luka bakar derajat III (Full Thickness burn)


Kerusakan meliputi seluruh tebal dermis dermis dan lapisan lebih
dalam, tidak dijumpai bula, apendises kulit rusak, kulit yang terbakar
berwarna putih dan pucat. Karena kering, letak nya lebih rendah
dibandingkan kulit sekitar. Terjadi koagulasi protein pada epidermis
yang dikenal sebagai scar, tidak dijumpai rasa nyeri dan hilang
sensasi, oleh karena ujung –ujung syaraf sensorik mengalami
kerusakan atau kematian. Penyembuhanterjadi lama karena tidak ada
proses epitelisasi spontan dari dasar luka.

 Luka bakar derajat IV


Luka full thickness yang telah mencapai lapisan otot, tendon dan
ltulang dengan adanya kerusakan yang luas. Kerusakan meliputi
seluruh dermis, organ-organ kulit seperti folikel rambut, kelenjar
sebasea dan kelenjar keringat mengalami kerusakan, tidak dijumpai
bula, kulit yang terbakar berwarna abu-abu dan pucat, terletak lebih
rendah dibandingkan kulit
sekitar, terjadi koagulasi protein pada epidemis dan dermis yang
dikenal scar, tidak dijumpai rasa nyeri dan hilang sensori karena
ujung-ujung syaraf sensorik mengalami kerusakan dan kematian.
penyembuhannya terjadi lebih lama karena ada proses epitelisasi
spontan dan rasa luka.
f. Proses Penyembuhan Luka

Berdasarkan klasifikasi lama penyembuhan bisa dibedakan menjadi dua yaitu:


akut dan kronis. Luka dikatakan akut jika penyembuhan yang terjadi dalam jangka
waktu 2–3 minggu. Sedangkan luka kronis adalah segala jenis luka yang tidak
tanda-tanda untuk sembuh dalam jangka lebih dari 4–6 minggu.

Pada dasarnya proses penyembuhan luka sama untuk setiap cedera jaringan lunak.
Begitu juga halnya dengan kriteria sembuhnya luka pada tipa cedera jaringan luka
baik luka ulseratif kronik, seperti dekubitus dan ulkus tungkai, luka traumatis,
misalnya laserasi, abrasi, dan luka bakar, atau luka akibat tindakan bedah. Luka
dikatakan mengalami proses penyembuhan jika mengalami proses fase respon
inflamasi akut terhadap cedera, fase destruktif, fase proliferatif, dan fase maturasi.
Kemudian disertai dengan berkurangnya luasnya luka, jumlah eksudat berkurang,
jaringan luka semakin membaik.

Tubuh secara normal akan merespon terhadap luka melalui proses peradangan
yang dikarakteristikan dengan lima tanda utama yaitu bengkak, kemerahan, panas,
nyeri dan kerusakan fungi. Proses penyembuhannya mencakup beberapa fase
yaitu:

 Fase Inflamatori
Fase ini terjadi segera setelah luka dan berakhir 3–4 hari. Dua proses
utama terjadi pada fase ini yaitu hemostasis dan fagositosis.
Hemostasis (penghentian perdarahan) akibat vasokonstriksi
pembuluh darah besar di daerah luka, retraksi pembuluh darah,
endapan fibrin (menghubungkan jaringan) dan pembentukan bekuan
darah di daerah luka. Scab (keropeng) juga dibentuk dipermukaan
luka. Scab membantu hemostasis dan mencegah kontaminasi luka
oleh mikroorganisme. Dibawah scab epithelial sel berpindah dari
luka ke tepi. Sel epitel membantu sebagai barier antara tubuh dengan
lingkungan dan mencegah masuknya mikroorganisme. Suplai darah
yang meningkat ke jaringan membawa bahan-bahan dan nutrisi yang
diperlukan pada proses penyembuhan.
Pada akhirnya daerah luka tampak merah dan sedikit bengkak.
Selama sel berpindah lekosit (terutama neutropil) berpindah ke
daerah interstitial. Tempat ini ditempati oleh makrofag yang keluar
dari monosit selama lebih kurang 24 jam setelah cidera/luka.
Makrofag ini menelan mikroorganisme dan sel debris melalui proses
yang disebut fagositosis. Makrofag juga mengeluarkan faktor
angiogenesis (AGF) yang merangsang pembentukan ujung epitel
diakhir pembuluh darah. Makrofag dan AGF bersama-sama
mempercepat proses penyembuhan. Respon inflamatori ini sangat
penting bagi proses penyembuhan.

Respon segera setelah terjadi injuri akan terjadi pembekuan darah


untuk mencegah kehilangan darah. Karakteristik fase ini adalah
tumor, rubor, dolor, calor, functio laesa. Lama fase ini bisa singkat
jika tidak terjadi infeksi.

 Fase Proliferatif
Fase kedua ini berlangsung dari hari ke–4 atau 5 sampai hari ke–21.
Jaringan granulasi terdiri dari kombinasi fibroblas, sel inflamasi,
pembuluh darah yang baru, fibronectin and hyularonic acid.
Fibroblas (menghubungkan sel-sel jaringan) yang berpindah ke
daerah luka mulai 24 jam pertama setelah terjadi luka. Diawali
dengan mensintesis kolagen dan substansi dasar yang disebut
proteoglikan kira-kira 5 hari setelah terjadi luka. Kolagen adalah
substansi protein yang menambah tegangan permukaan dari luka.
Jumlah kolagen yang meningkat menambah kekuatan permukaan
luka sehingga kecil kemungkinan luka terbuka. Kapilarisasi dan
epitelisasi tumbuh melintasi luka, meningkatkan aliran darah yang
memberikan oksigen dan nutrisi yang diperlukan bagi penyembuhan.

 Fase Maturasi
Fase maturasi dimulai hari ke–21 dan berakhir 1–2 tahun. Fibroblas
terus mensintesis kolagen. Kolagen menyalin dirinya, menyatukan
dalam struktur yang lebih kuat. Bekas luka menjadi kecil, kehilangan
elastisitas dan meninggalkan garis putih. Dalam fase ini terdapat
remodeling luka yang merupakan hasil dari peningkatan jaringan
kolagen, pemecahan kolagen yang berlebih dan regresi vaskularitas
luka. Terbentuknya kolagen yang baru yang mengubah bentuk luka
serta peningkatan kekuatan jaringan. Terbentuk jaringan parut 50–
80% sama kuatnya dengan jaringan sebelumnya. Kemudian terdapat
pengurangan secara bertahap pada aktivitas selular dan vaskularisasi
jaringan yang mengalami perbaikan.

g. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penyembuhan Luka

 Usia
Sirkulasi darah dan pengiriman oksigen pada luka, pembekuan, respon
inflamasi,dan fagositosis mudah rusak pada orang terlalu muda dan
orang tua, sehingga risiko infeksi lebih besar. Kecepatan pertuumbuhan sel
dan epitelisasi pada luka terbuka lebih lambat pada usia lanjut sehingga
penyembuhan luka juga terjadi lebih lambat.

 Nutrisi
Diet yang seimbang antara jumlah protein, karbohidrat, lemak, mineral dan
vitamin yang adekuat diperlukan untuk meningkatkan daya tahan tubuh
terhadap patogen dan menurunkan risiko infeksi. Pembedahan, infeksi luka
yang parah, luka bakar dan trauma, dan kondisi defisit nutrisi meningkatkan
kebutuhan akan nutrisi. Kurang nutrisi dapat meningkatkan resiko infeksi dan
mengganggu proses penyembuhan luka. Sedangkan obesitas dapat
menyebabkan penurunan suplay
pembuluh darah, yang merusak pengiriman nutrisi dan elemen-elemen yang
lainnya yang diperlukan pada proses penyembuhan. Selain itu pada obesitas
penyatuan jaringan lemak lebih sulit, komplikasi seperti dehisens dan
episerasi yang diikuti infeksi bisa terjadi.

c. Oksigenasi
Penurunan oksigen arteri pada mengganggu sintesa kolagen dan
pembentukan epitel, memperlambat penyembuhan luka. Mengurangi kadar
hemoglobin (anemia), menurunkan pengiriman oksigen ke jaringan dan
mempengaruhi perbaikan jaringan.

d. Infeksi
Bakteri merupakan sumber paling umum yang menyebabkan terjadinya
infeksi. Infeksi menghematkan penyembuhan dengan memperpanjang fase
inflamasi, dan memproduksi zat kimia serta enzim yang dapat merusak
jaringan. Resiko infeksi lebih besar jika luka mengandung jaringan nekrotik,
terdapat benda asing dan suplai darah serta pertahanan jaringan berkurang.

e. Merokok
Merokok dapat menyebabkan penurunan kadar hemoglobin dan kerusakan
oksigenasi jaringan. Sehingga merokok menjadi penyulit
dalam proses penyembuhan luka.

11. LUKA BAKAR AKIBAT SERANGAN LISTRIK


a. Definisi
Cedera akibat listrik terjadi sebagai akibat dari arus listrik atau konversi
panas dari benda yang dapat menghasilkan energi listrik. Cedera akibat
listrik dapat mengakibatkan kerusakan organ yang fatal dan atau kerusakan
jaringan permanen atau temporer. Kematian yang diakibatkan karena
cedera akibat listrik (biasanya disebut sebagai elektrokusi) dilaporkan
meningkat pada anak < 6 tahun dan begitu pula pada orang dewasa.

b. Klasifikasi Cedera Akibat Listrik

Berdasarkan voltase listrik yang mengakibatkan cedera, cedera akibat


listrik dapat diklasifikasikan menjadi:

 Voltase tinggi: kejutan listrik ≥ 1.000 volt (misalnya pada lelaki


dewasa yang mengalami cedera akibat kecelakaan kerja, atau
tersembar petir)
 Voltase rendah: kejutan listrik < 1.000 volt (umumnya cedera pada
anak-anak karena terkena kejutan yang berasal dari peralatan rumah,
atau kabel listrik)

Berdasarkan jenis arusnya maka dapat dibedakan menjadi 2 yaitu:

 Arus bolak-balik (AC)


Aliran elektron non kontinu, dapat berupa voltase rendah atau tinggi, akan
tetapi pada umumnya yang terdapat pada peralatan rumah atau bangunan
komersial bersifat voltase rendah. Berhubungan dengan kontraksi otot
tetanik, menghubungkan korban dengan sumber listrik yang kemundian
menyebabkan pemanjangan durasi paparan dan peningkatan risiko aliran
dan mempengaruhi periode refrakter pada irama jantung.

 Arus searah (DC)

Aliran elektron kontinu, umumnya berbentuk voltase tinggi seperti pada


petir atau jalur kereta listrik. Menyebabkan kontraksi otot tunggal, sering
mengakibatkan korban terlempar dari sumber listrik setelah menerima
kejutan.

Sekitar 3% pasien yang datang ke unit penanganan trauma di Amerika


Serikat merupakan korban cedera akibat listrik. Cedera ini sendiri
berhubungan dengan berbagai komplikasi yang bahkan dapat muncul lebih
lama (tertunda) seperti: Luka bakar mayor, Cedera miokardial, Cedera
neurologis, Cedera tulang belakang, Fraktur,

c. Diagnosis Cedera Akibat Listrik

Diagnosis ditegakkan secara klinis pada pasien yang datang dengan


presentasi konsisten terkait cedera akibat listrik. Presentasi klinis ini dapat
berupa luka bakar minor hingga henti jantung atau bahkan kematian.
Cedera yang fatal dapat terjadi meskipun tidak ada tanda luka bakar atau
gejala cedera eksternal atau internal lainnya.

 Evaluasi jantung pada pasien dengan cedera akibat listrik dapat


berupa:

Fibrilasi ventrikel merupakan cedera jantung yang paling sering.


Fibrilasi ventrikel dapat terjadi pada paparan voltase rendah ataupun
tinggi. Kondisi ini berpotensi menyebabkan kematian jantung
mendadak.
 Lakukan pemeriksaan elektrokardiografi pada pasien yang datang ke
unit gawat darurat karena kejutan listrik, tanpa mempertimbangkan
apapun voltase paparannya. Monitoring jantung kontinu harus
dilakukan pada selama ≥ 24 jam pada pasien dengan: Kejutan voltase
tinggi, Penurunan kesadaran, Aritmia, Elektrokardiografi abnormal,
Peningkatan troponin jantung signifikan
 Lakukan pemeriksaan darah (hitung darah lengkap, elektrolit,
koagulasi, troponin, serum kreatinin kinase) pada pasien dengan
paparan voltase tinggi dan/atau pasien dengan luka bakar berat untuk
menilai komplikasi
 Uji urin disptik dapat dilakukan untuk mengevaluasi kemunculan
pigmen heme (mioglobinuria) pada pasien dengan cedera voltase
tinggi
 Pertimbangkan pemeriksaan radiologis untuk menilai trauma terkait
jika pasien terlempar dan untuk menilai cedera neurologis secara
keseluruahan pada sistem saraf pusat
 Jangan menunda pengobatan untuk melakukan pemeriksaan radiologis
 MRI dan CT Scan hanya dilakukan pada pasien dengan gangguan
neurologis tertunda (terjadi seminggu sampai beberapa bulan setelah
mengalami cedera akibat listrik)
 Lakukan monitoring janin pada seluruh wanita hamil dengan usia
kehamilan ≥ 20 minggu

d. Tatalaksana Cedera Akibat Listrik


 Kejutan listrik
Pastikan lokasi aman, pasien harus diekspos (buka seluruh
pakaian yang dikenakan) untuk mencegah kerusakan termal yang
lebih parah. Pada pasien dengan henti jantung berikan resusitasi
segera, agresif, dan memanjang karena pemulihan dilaporkan terjadi
setelah dukungan kehidupan memanjang. Segera lakukan penilain
bantuan kehidupan jika tidak ditemukan respirasi atau sirkulasi
spontan, termasuk menggunakan AED untuk mengidentifikasi dan
mengobati takikardia ventrikel atau fibrilasi ventrikel. Amakan jalan
napas dan berikan ventilasi serta oksigen; intubasi awal diindikasikan
jika terdapat bukti luka bakar ekstensif pada wajah muluh atau leher
bagian anterior (meskipun pasien datang dengan pernapasan spontan).
Resusitasi jantung dan normotermia atau hipotermia teurapetik harus
mengikuti pedoman perawatan pasca henti jantung.
Segera berikan resusitasi cairan cepat pada pasien dengan cedera
voltase tinggi atau kerusakan jaringan signifikan. Kebutuhan cairan
dapat sekitar 1,7 dikalikan dengan kebutuhan cairan dari persentase
permukaan tubuh yang mengalami luka bakar berdasarkan formula
standar karena kerusakan jaringan. Pada pasien tanpa mioglobinuria
gross, tujuan dari resusitasi cairan adalah untuk mempertahankan
tanda vital normal dan output urin 30-50cc/jam

Pada pasien dengan mioglobinuria gross, pemberian resusitasi


cairan agresif dan manitol harus dipertimbangkan jika pigmen tidak
jelas Kecepatan tetesan bervariasi berdasarkan keparahan
mioglobinuria; Gunakan kecepatan tetesan yang mampu memenuhi
kebutuhan output urin sebesar 1-2 cc/KgBB/Jam, Penambahan
manitol 12,5-25 gram intravena adalah hal yang umum dilakukan
Pertimbangkan pemberian natrium bikarbonat pada cairan infus untuk
meminimalisis tumpukan pigmen pada tubulus renal.

e. Tatalaksana luka bakar

Berikan kontrol nyeri yang adekuat, pertimbangkan opioid parenteral

Cuci luka bakar secara halus dan lakukan dressing dengan NaCl 0,9%
dingian untuk membantu menghentikan proses kerusakan dan
mengurangi nyeri Luka bakar superfisial umumnya sembuh cepat dan
dapat diobati dengan perawatan luka bakar rutin atau minor. Pada
pasien dengan luka bakar berat, antibakteri topikal digunakan untuk
mengontrol pertumbuhan bakteri dan mencegah infeksi invasif pada
luka yang terkontaminasi hingga skin grafting dilakukan

Pembedahan dibutuhkan pada pasien dengan luka bakar berat


dan/atau asidosis metabolik persisten atau mioglobinuria refrakter
meskipun telah diberikan resusitasi cairan agresif termasuk:
Debridement, Skin grafting

Fasiotomi jika terjadi pembengkakan pada ekstremitas dan


menyebabkan sindrom kompartemen tungkai akut Direkomendsikan
untuk merujuk pasien pada senter luka bakar khusus pada pasien
dengan luka bakar karena cedera listrik

Pasien dapat dipertimbangkan tidak dirawat pada pasien dengan:


Cedera voltase rendah, Tidak ada sinkop, EKG normal. Tidak ada
indikasi lainnya untuk rawatan seperti cedera jaringan lunak, Follow
up jangka panjang dan konsisten penting untuk menilai presentasi
awal dan memantau berbagai perubahan

Rujukan ke psikiater dapat disarankan untuk merencanakan


pemulihan trauma dan pemulihan jangka panjang, Minta pasien untuk
kontrol ulang ke pusat pelayanan kesehatan primer setelah 3-4 hari
kunjungan unit gawat darurat, Rujuk semua pasien dengan cedera
akibat listrik voltase tinggi pada spesialis mata dan spesalis telingan 2-
3 hari setelah rawtan untuk menilai komplikasi terkait mata dan
audiovestibular
DAFTAR PUSTAKA

Ambulance, S. J. (2001). Luka bakar Pengetahuan Klinis Praktis. jakarta :


Fakultas kedokteran universitas Indonesia.

Amir, A. (2000). Traumatologi [online]. Dalam. Ilmu Kapita Selekta Ilmu


Kedokteran Forensik. Medan: http://luka tusuk porensik.com.

Anggowarsito, J. L. (2014). Luka Bakar Sudut Pandang Dermatologi. Fakultas


Kedokteran Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya. Surabaya:
Jurnal Widya Medika Surabaya .

Becker, J. M. (2001). Essentials of Surgery. Philadelphia: Saunders Elsevier.

Brunicardi F C, A. D. ( 2005). Schwartz’s Principles of surgery. 8 edition . New


York: McGraw-Hill Medical Publishing.

Cameron, J. (2006). .Fisika tubuh manusia. Jakarta: EGC.

Chada, P. (1993.). Catatan Kuliah Ilmu Forensik & Teknologi (Terjemahan.


akarta.: Widya Medika:.

da Silva IR, F. J. (2017). Neurologic complications of acute environmental


injuries. Handb Clin Neurol.

Doenges, M. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta: EGC.

Doherty, G. M. (n.d.). Current Surgical Diagnosis and Treatmen. New York:


McGraw- Hill Companies.

INETNA. (2004). Perawatan Luka. jakarta: yosua p.

James H. Holmes., D. M. (2005). Schwartz’s Principles of Surgery. New York:


McGraw-Hill.

Jong, W. d. (2005). Luka Bakar : Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC.
Mansjoer, A. (2000). Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3. Jilid 2. Jakarta.: Medika
Auskulapius FKUI.

Moenadjat, Y. (2001). Luka bakar Pengetahuan Klinis Praktis. Jakarta: Fakultas


kedokteran universitas Indonesia.

Patel, N. N. (2008). The American Journal Of Medicine, 121(9); 765-766.

Roberts S, M. J. (2013). An evidence-based approach to electrical injuries in


children. Pediatr Emerg Med Pract.

Sanford A, G. R. (2014). Lightning and thermal injuries. Handb Clin Neurol.

SM, W. (2000). Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, edisi kedua. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia .

Tamsuri, a. (2004). Tanda-tanda vital suhu tubuh seri kebutuhan dasar manusia.
jAKARTA: EGC.

Vanden Hoek TL, M. L. (2010). cardiac arrest in special situation. American


Heart Association Guidelines for Cardiopulmonary Resuscitation and
Emergency Cardiovascular Care. Circulation.

Waldmann V, N. K. (2017). Electrical cardiac injuries: current concepts and


management.

Widya Medika. (2013). Catatan Kuliah Ilmu Forensik & Teknologi


(Terjemahan). Jakarta:: Kemenkes RI.

Anda mungkin juga menyukai