Anda di halaman 1dari 31

Tradisi Ngapatan di Magelang (Kajian Living Qur'an)

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang

            Komaruddin Hidayat, dalam bukunya Psikologi Kematian 2: Menjemput Ajal dengan


Optimisme, mengatakan bahwasanya setiap manusia, pada umumnya, pasti mengalami tiga
tonggak kehidupan yang krusial, yaitu kelahiran, pernikahan, dan kematian.[1] Di antara
ketiga hal tersebut, hanya pernikahan yang bisa diingat oleh manusia dan dirayakan secara
meriah. Berbeda dengan kelahiran, yang merupakan masa di mana manusia tidak bisa
mengingat apa yang terjadi di rahim ibundanya, dan kematian, yang merupakan perwujudan
dimensi yang sama sekali berbeda dengan kehidupan.
Kembali ke pernikahan, proses pernikahan sendiri merupakan prosesi dua manusia
berbeda jenis mengikat kehalalan hubungan mereka. Tujuan nyata dari adanya pernikahan
adalah tidak lain untuk mengembang-biakkan manusia, agar ras manusia tidak punah dari
planet bumi.
            Dalam sebuah pernikahan, fase kehamilan adalah momen yang paling dinanti. Acara-
acara pun dilakukan, baik yang berdasarkan budaya maupun yang berorientasi pada tata nilai
agama, mulai dari penyambutannya, acara empat bulanan (ngapatan), tujuh bulanan
(tingkeban), sampai acara kelahiran dan setelahnya, seperti aqiqah.
            Salah satu ritual yang penting untuk dilaksanakan adalah ritual ngapatan. Karena
pada saat kandungan memasuki usia 16 minggu/empat bulan, malaikat akan mendatangi janin
tersebut dan meniupkan roh kepadanya, tentunya atas izin Allah swt. Oleh karenanya,
dibutuhkan pembacaan surat-surat khusus untuk membentuk karakter dalam janin tersebut
dan sebagai pembiasaan janin mendengar kalam ilahi, tak terkecuali masyarakat Dukuh
Krajan 01 Grabag Magelang. Pembacaan doa-doa maupun ayat-ayat al-Qur’an tersebut juga
dimaksudkan untuk memohonkan kesehatan untuk calon bayi yang ada di dalam kandungan,
baik jasmani maupun rohani, serta doa agar bayi kelak dijadikan sebagai anak yang shalih
atau shalihah.
B.     Rumusan Masalah

            Sesuai dengan latar belakang di atas, maka penelitian ini dibatasi pada beberapa poin
penting yang perlu dikaji secara sistematis dan mendalam, yaitu sebagai berikut:
1.      Bagaimana fenomena pembacaan ayat-ayat al-Qur’an dalam upacara ngapatan?
2.      Bagaimana pemaknaan masyarakat Desa Krajan 01 terhadap pembacaan ayat-ayat al-Qur’an
yang digunakan dalam upacara ngapatan?

C.    Tujuan dan Kegunaan Penelitian

1.      Tujuan Penelitian

1)      Untuk mengetahui fenomena pembacaan ayat-ayat al-Qur’an dalam upacara ngapatan.

2)      Untuk mengetahui bagaimana masyarakat Krajan 01 memaknai pembacaan ayat-ayat al-


Qur’an yang digunakan dalam upacara ngapatan.

2.      Kegunaan Penelitian

1)      Secara akademik, penelitian ini diharapkan bisa memberikan sumbangan khazanah keilmuan
dan pemikiran keislaman, khusunya dalam bidang Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir serta studi
Living Qur’an.

2)      Secara sosial, penelitian ini diharapkan bisa menambah wawasan, pengetahuan maupun
pemahaman baru kepada penulis dan pembaca pada khususnya, serta masyarakat luas pada
umumnya tentang tradisi ngapatan.Kemudian diharapkan pula dapat menjadi motivasi bagi
para akademisi untuk lebih peka terhadap fenomena keberagaman yang ada
di sekitar, sertadapat mendorong masyarakat agar semakin tertarik terhadap al-Qur’an.

D.    Telaah Pustaka
            Dalam telaah pustaka ini, penulis akan mendeskripsikan beberapa sumber maupun
literatur yang berkaitan dengan upacara ngapatan, ritus peralihan, ataupun penelitian
yangberdasarkan studi living Qur’an.
            Pertama, studi penelitian ritus peralihan sudah pernah ditulis sebelumnya
olehKuntjaraningrat dengan judul Ritus Peralihan di Indonesia. Di dalam buku
ini, Kuntjaraningratmengumpulkan berbagai tulisan yang bertemakan ritus peralihan yang
diteliti dari berbagai daerah di Indonesia, seperti Medan, Madura, Jawa, Bali, dan lain-
lain. Kuntjaraningratmemaparkan tradisi setiap daerah dengan sangat rinci. Mulai dari asal-
usul tradisi tersebut, prosesi, sampai pemaknaan tiap prosesi. Akan tetapi, penelitian-
penelitian tersebut hanyaterfokus pada kajian antropologi saja atau pada tradisinya
saja. Tidak ada unsur al-Qur’an di dalamnya.[2]
Kedua, pembahasan mengenai ritus peralihan terdapat pula pada buah karya Clifford
Geertz yang telah diterjemahkan dengan judul “Abangan, Santri, Priyayi dalam Masyarakat
Jawa”. Di dalam buku ini juga sedikit banyak berbicara mengenai hal-hal yang berkaitan
dengan ritus peralihan, khususnya di dalam tradisi kebudayaan Jawa. Dimulai dari fase
kelahiran hingga kematian, bagaimana beragamnya kebudayaan Jawa dalam menandai fase-
fase peralihan di dalam kehidupan. Di sini juga dijelaskan bagaimana berpadunya antara
kebudayaan jawa dan unsur-unsur keislaman di dalam ritus peralihan tersebut. Buku ini
merupakan disertasi Geertz dari hasil penelitian etnografinya yang sangat lengkap mengenai
masyarakat Jawa, yang kemudian menelurkan konsep mengenai ‘aliran’ yang sampai
sekarang masih menjadi perdebatan serta pengelompokan politik di Indonesia pada tahun
1950-an.[3]
Kemudian Islam Observed yang juga merupakan karya seorang Antropolog Indonesia
besar yang ditulis di Chicago pada tahun 1968 dan diterbitkan oleh The University of
Chicago Press pada tahun 1971. Buku ini adalah buku tentang studi perbandingan tentang
perkembangan Islam di Maroko dan Indonesia yang merupakan tempat Clifford Geertz
mengembangkan konsepnya mengenai the force of religion dan the scope of religion, dan
juga Negara: The Theatre State in Nineteenth Century Bali.[4]
Karya tulis Clifford Geertz yang lain adalah After the Fact yang juga sudah
diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Geertz merupakan salah satu tokoh yang
tulisannya banyak diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, mengingat Geertz juga berjasa
di Indonesia dalam hal etnografi, khususnya di daerah Jawa dan Bali. Buku ini merupakan
hasil perenungannya mengenai kedudukan ilmu pengetahuan berdasarkan apa yang
dialaminya sendiri dalam ilmu antropologi di dua negeri, yaitu Indonesia dan Maroko, selama
empat dasawarsa atau empat puluh tahun. Maka dari itu judul buku ini menggunakan Two
Countries, Four Decades, One Anthropologist.[5]
Berbeda dengan After the Fact, buku Works and Lives yang ditulis sebelumnya dan
diterjemahkan juga ke dalam bahasa Indonesia dengan judul Hayat dan Karya merupakan
karya Clifford Geertz yang berisi tentang studi kritis dan perenungannya mengenai ilmu
antropologi karya empat tokoh sebelumnya yaitu Levi-Strauss, Evans-Pritchard, Malinowski,
dan Ruth Benedict.[6]
            Selain dari beberapa buku yang disebutkan di atas, ada beberapa skripsi yang secara
tidak langsung berkaitan dengan penelitian ini, misalnya yang ditulis oleh Rafi’uddin dengan
judul “Pembacaan Ayat-ayat al-Qur’an dalam Upacara Peret Kandung” yaitu sebuah
penelitian studi living Qur’an  yang dilakukan di Desa Poteran Kec. Talango Kab. Sumenep
Madura. Skripsi ini memaparkan banyak hal mengenai akulturasi ajaran Islam dengan
tradisi Peret Kandung, khususnya yang berkembang di Desa Poteran Kec. Talango Kab.
Sumenep Madura. Dalam penelitian tersebut Rafi’uddin menerangkan bahwa upacara Peret
Kandung merupakan upacara pemijatan kandungan yang dilakukan pada saat kandungan
berusia tujuh bulan.Biasanya dilakukan dari pihak perempuan atau orang tua dari anak yang
hamil, dan upacara ini hanya dilaksanakan ketika mengandung anak pertama, sementara
ketika mengandung anak kedua dan berikutnya tidak perlu dilaksanakan upacara Peret
Kandung,  cukup sekedar diadakan selamatan dengan dibacakan al-Qur’an sesuai dengan
tingkat kemampuan masing-masing.[7]
            Siti Mas’ulah menulis skripsi dengan judul “Tradisi Pembacaan Tujuh Surat Pilihan
dalam Ritual Mitoni/Tujuh Bulanan” yaitu sebuah kajian living Qur’an di Padukuhan
Sembego Kec. Depok Kab. Sleman. Skripsi ini menerangkan gambaran/proses maupun
makna, motivasi, dan tujuan dari berbagai bacaan al-Qur’an yang mengiringi
tradisi mitoni,  khususnya di Padukuhan Sembego Kec. Depok Kab. Sleman.[8]
            Hasan Su’aidi dalam artikelnya yang berjudul Korelasi Tradisi Ngapati Dengan
Hadits Proses Penciptaan Manusia  menjelaskan bahwa tradisi ngapati adalah salah satu
tradisi yang berkembang di tengah masyarakat Islam Indonesia, khususnya Jawa. Upacara
tersebut dilaksanakan ketika umur janin mencapai empat bulan. Dalam
pelaksanaannya,dilakukan permohonan keselamatan, keberkahan dan kesejahteraan sang
bayi. Meminta agar dipanjangkan umurnya, dilapangkan rizkinya, dibaguskan bentuk
rupanya dan diberi nasib yang baik. Oleh karena itu, dalam upacara ngapati biasanya
dilakukan pembacaan surat-surat al-Qur`an, misalnya surat Maryam dan Yûsuf. Pembacaan
kedua surat tersebut dimaksudkan agar ketika bayinya kelak lahir, jika perempuan berparas
cantik seperti Maryam dan jika laki-laki berparas tampan seperti nabi Yusuf, juga
berperangai baik dan santun.
            Yahya bin Abdurrahman al-Khathib dalam bukunya Fiqih Wanita Hamil menjelaskan
tentang wirid dari al-Qur’an bagi wanita hamil, seperti membaca surat al-Fatihah sebanyak
tujuh kali, surat al-Ikhlas sebanyak tiga kali, surat al-Falaq sebanyak tiga kali, surat an-Nas
sebanyak tiga kali, ayat kursi sebanyak tiga atau tujuh kali –dengan tujuan mengusir jin–,
ayat terakhir surat al-Hasyr sebanyak satu kali, dan lain-lain. Dijelaskan pula amalan-amalan
bagi orang hamil dan berbagai macam hukum fiqih, seperti hukum memberi nafkah wanita
hamil, menceraikan istriyang sedang hamil, dan lain-lain.[9]
            Artikel Tradisi Mapati Dan Mitoni Masyarakat Jawa Islam yang ditulis oleh Aldi
Selenia Muhammad Daniel Safira memaparkan bahwasanya tradisi empat bulan masa
kehamilan adalah tradisi untuk mendoakan sang jabang bayi yang mana pada empat bulan
kehamilantersebut bertepatan dengan ditiupkannya roh pada sang bayi. Dengan
ditiupkannya roh pada bayi, maka seketika itupun babak kehidupan sang bayi dimulai. Mulai
ditentukan rezekinya, ajalnya, langkah-langkah perilakunya, sebagai orang yang celaka atau
termasuk orang yang beruntung. Selain dengan doa, tradisi empat bulanan juga dilakukan
dengan sedekah atau syukuran, kita ketahui bahwa doa dan sedekah adalah dua kekuatan
yang bisa menembus takdir.
            Muhammad Sholikhin menjelaskan pada bab empat bukunya yang
berjudul Ritual dan Tradisi Islam Jawa, tentang ritual dan tradisi pada masa
kehamilan masyarakat jawa. Dijelaskan juga tentang tradisi ngapati,
tradisi ngapati dinamakan ngapati karena tradisi tersebut terjadi pada masa empat bulan
kehamilan. Ritual ngapati dilaksanakan karena berhubungan dengan hadis yang menjelaskan
bahwa pada hari ke-120 atau empat bulan, Allah akan meniupkan roh ke dalam kandungan si
ibu. Ritual tersebut dilakukan sebagai langkah antisipasi, memohon kepada Allah agar
semuanya menjadi baik.[10]
            Dari hasil telaah pustaka di atas, penelitian mengenai ritual ngapatan secara
keseluruhan, meliputi sejarah, pemaknaan bacaan ayat al-Qur’an, dan penelitian di Dukuh
Krajan 01 Grabag Magelang belum ada yang membahas sebelumnya. Oleh karenanya, untuk
melengkapi deretan hasil penelitian mengenai ritus peralihan manusia, peneliti akan
menjawab rumusan masalah di atas berdasarkan literatur-literatur yang sudah ada dan
tentunya fenomena yang ditemui di lokasi penelitian.
E.     Kerangka Teori

            Meminjam konsep Geertz mengenai kebudayaan, ia mengatakan bahwa ketika kita


mempelajari kebudayaan orang lain, maka kita harus menggunakan metode Thick
Description. Kita harus menggambarkan fenomena yang terjadi secara aktual dan membentuk
pemahaman seseorang tentang fenomena tersebut.[11] Konsep kebudayaan menurut Geertz,
setiap kebudayaan yang ada dalam suatu tatanan masyarakat harus mempunyai dua unsur
yang harus dipenuhi, yaitu kebudayaan sebagai sistem pengetahuan atau sistem makna, dan
sistem nilai.[12]Geertz menambahkan dalam esainya ‘Religion as Cultural System’ yang
sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dengan judul ‘Agama sebagai sistem
kebudayaan’ bahwa konsep kebudayaan yang dia ikuti adalah:[13]

            “Suatu pola makna-makna yang diteruskan secara historis yang terwujud dalam
simbol-simbol, suatu sistem konsep-konsep yang diwariskan yang terungkap dalam bentuk-
bentuk simbolis yang dengannya manusia berkomunikasi, melestarikan, dan
memperkembangkan pengetahuan mereka tentang kehidupan dan sikap-sikap terhadap
kehidupan.”

            Dari situ dapat diketahui bahwa setiap perilaku yang terlahir dari individu
ataupun kelompok yang kemudian membentuk suatu kebudayaan pasti mempunyai simbol
yang mempunyai makna dan ketika dianalisa lebih dalam akan ditemukan sistem nilai yang
tidak bisa dilihat secara kasat mata. Dari simbol itulah kita dapat mengetahui nada, ciri, dan
kualitas kehidupan mereka, moralnya, gaya hidupnya, seni yang ada di dalamnya, suasana
hati dan pandangan mereka mengenai obyek tertentu. Untuk melihat bagaimana sistem
makna dan sistem nilai yang ada pada perilaku masyarakat diperlukan antropologi
interpretatif. Dan ketika menggunakan cara antropologi interpretatif maka akan selalu tertarik
pada masalah agama. Agama menurut Geertz adalah (1) suatu sistem simbol yang bertujuan
untuk menciptakan (2) perasaan dan motivasi yang kuat, mudah menyebar dan tidak mudah
hilang dari diri seseorang dengan cara membentuk (3) konsepsi tentang sebuah tatanan umum
eksistensi dan melekatkan konsepsi ini kepada (4) bukti-bukti faktual, dan pada akhirnya
perasaan dan motivasi ini akan terlihat sebagai suatu (5) realitas yang unik.[14]
            Secara sekilas, definisi agama menurutnya memang sangat rumit, karena defin3isi
tersebut tidak hanya mengandung definisi, akan tetapi juga teori. Namun ini akan lebih
dirinci dan dijelaskan lagi pada aplikasi teori Geertz yang digunakan untuk membaca surat-
surat pilihan yang dibaca ketika ngapatan. 

            Yang pertama, yang dimaksud dengan “sebuah sistem simbol” menurut Geertz adalah
sumber informasi ekstrinsik yang darinya seorang dapat mudah memahami apa yang
dimaksud dari sesuatu tersebut. Simbol inilah yang memberi ide pada seseorang.
[15] Contohnya saja awan mendung. Ia menjadi suatu simbol akan terjadinya hujan. Yang
harus digarisbawahi adalah, makna dari suatu simbol tidak bersifat privasi yang hanya
diketahui seorang saja, melainkan makna simbol adalah milik publik yang diketahui oleh
semua orang di daerah tersebut. Selain itu, tanda salib yang menjadi simbol bagi agama
Kristen. Makna dari tanda salib bersifat publik karena semua orang sudah mengetahuinya.

                 Kedua, yang dimaksud dengan “menciptakan perasaan dan motivasi yang kuat
dalam diri seseorang yang mudah untuk mempengaruhi dan sulit untuk dihilangkan” adalah
agama dapat membuat seseorang merasakan dan melakukan apa yang menurutnya baik.
Tentunya orang yang membimbing mempunyai motivasi tertentu untuk mengajarkan sesuatu
yang menurutnya bernilai baik dan ketika itu sudah dilakukan secara terus-menerus maka
akan sulit untuk dihilangkan.[16]
            Yang ketiga, sebuah perasaan dan motivasi tidak serta merta datang begitu saja dan
tidak bisa dianggap hal yang sepele. Perasaan dan motivasi tersebut muncul karena agama
mempunyai peran yang sangat penting yaitu membentuk seluruh konsep tatanan umum
eksistensi.[17] Agama tidak membentuk konsep mengenai hal-hal yang bersifat juz’i atau
bagian-bagian kecil, akan tetapi membentuk konsep bagi dunia secara umum. Contohnya saja
seseorang yang ingin pergi haji. Orang yang ingin pergi haji harus mempunyai finansial yang
cukup. Nah, orang yang mempunyai agama yang kuat, dia akan terdorong untuk mencari
rizki yang halal, bukan yang haram. Ia mempunyai pemikiran tersebut karena sudah diajarkan
oleh agama, selain motivasi moral yang ada di dalamnya.

            Unsur-unsur agama yang keempat dan yang kelima, Geertz meringkasnya menjadi


dua terma, yaitu pandangan hidup dan etos. Agama melekatkan konsep-konsep tersebut
kepada pancaran faktual yang nantinya perasaan dan motivasi tersebut dapat terlihat sebagai
realitas yang unik. Hal yang membedakan agama dengan sistem kebudayaan yang lain adalah
simbol-simbol yang terdapat pada agama yang oleh manusia dianggap lebih penting dari
apapun yang bersifat riil.[18]

            Geertz menambahkan dalam kesimpulan bukunya bahwa studi apapun yang berkaitan
dengan agama akan berhasil ketika si peneliti dapat memenuhi dua langkah yaitu
menganalisa makna-makna yang terdapat pada simbol keagamaan itu sendiri. kemudian,
karena simbol-simbol ini sangat terkait dengan struktur masyarakat dan aspek psikologi
anggota masyarakat, maka harus ditelusuri secara mendalam baik dari bagaimana asal
mulanya, proses penerimaannya dan pemaknaannya.[19] Secara singkat, penelitian dilakukan
pada tiga hal yaitu simbolnya, masyarakatnya, dan psikologi masyarakatnya dan orang-orang
yang terlibat. Adapun mengenai tahapannya, Geertz menyebutkan dalam bukunya bahwa
studi antropologis mengenai agama ada dua tahap, yaitu menganalisa sistem makna yang
terkandung pada simbol-simbol, dan yang kedua adalah mengaitkan sistem ini pada struktur
sosial dan psikologi masyarakat.[20]

F.     Metode Penelitian

1.      Jenis Penelitian
            Adapun jenis penelitian ini yaitu penelitian lapangan (field research) di mana
penelitian dilakukan di lokasi secara langsung, melalui observasi, wawancara, dan
dokumentasi. Sedangkan metode yang digunakan adalah metode kualitatif dan menggunakan
pendekatan fenomenologi. Pendekatan ini dilakukan dengan cara penulis as pengamat yang
mengamati langsung kejadian dan fenomena yang terjadi.
2.      Lokasi penelitian
            Lokasi penelitian yang dimaksud adalah daerah yang menjadi objek penelitian. Dalam
hal ini, penulis mengambil tempat sebagai lokasi penelitian di Dukuh Krajan 01, Grabag,
Magelang tepatnya di kediaman KH. Ahmad Afif yang juga merupakan abah dari saudari
Maulida Adawiyah –salah satu peneliti–.
3.      Subyek Penelitian dan Sumber Data
Adapun subyek penelitian tradisi ngapatan ini yaitu KH. Ahmad Afif
sendiri selakutokoh masyarakat dan tokoh agama, istri KH. Ahmad Afif, yaitu Umi Niken
Susiawati, pemimpin pembacaan al-Qur’an, Kepala Dukuh Krajan 01, dan putri dari KH.
Ahmad Afif yang sedang mengandung empat bulan sebagai subyek penelitian utama dalam
penelitian ini.Adapun sumber datanya bisa didapat dari wawancara dan observasi, dokumen
atau kitab yang didapatkan dari KH. Ahmad Afif, maupun literatur-literatur yang mendukung
dalam penelitian.
G.    Teknik Pengumpulan Data
           Karena penelitian ini merupakan penelitian kualitatif, maka teknik pengumpulan data
dapat diperoleh dengan cara observasi atau pengamatan langsung pelaksanaan ritual
tradisi,interview atau wawancara kepada narasumber, dan dokumentasi yang didapatkan
ketika observasi dan wawancara.
1.      Observasi
Dalam penelitian ini, observer atau pengamat terlibat secara langsung dalam prosesi
pembacaan al-Qur’an pada tradisi ngapatan di kediaman KH. Ahmad Afif. Namun
keterlibatan ini tidak mengakibatkan adanya perubahan pada pelaksanaan pengajian. Peneliti
di sini tidak menutup diri sebagai peneliti agar mudah mendapatkan informasi mengenai data-
data yang dibutuhkan untuk penelitian. Salah satu dari peneliti merupakan keluarga
narasumber sehingga suasana lebih nyaman ketika wawancara dilaksanakan secara detil dan
mendalam.
2.      Wawancara
Untuk mendapatkan data yang lengkap dalam penelitian, wawancara merupakan suatu hal
yang wajib karena dengan cara ini sebagian besar data dapat dikumpulkan. Dalam hal ini,
wawancara tidak bisa dilakukan dengan sembarang orang, yaitu hanya dengan orang yang
memang sesuai dengan objek penelitian. Dalam penelitian ini, kami sudah menjelaskannya di
subyek penelitian. Untuk membantu pengumpulan data dan informasi yang akan diperoleh,
peneliti menggunakan kamera hp untuk merekam, serta buku dan pulpen mencatat
wawancara yang dilakukan.
3.      Dokumentasi
Dokumentasi merupakan tahap ketiga dalam pengumpulan data yang memuat fotodan video
tentang prosesi pembacaan al-Qur’an, ataupun dokumen miliknarasumber dan Dukuh Krajan
01.
H.    Sistematika Pembahasan

           Agar penelitian dapat konsisten dan tidak keluar dari rumusan masalah, maka
perludirangkai sistematika pembahasan agar penelitian lebih sistematis dan tersusun.

           Bab pertama merupakan pendahuluan yang di dalamnya berisi latar belakang masalah,


rumusan masalah yang nantinya akan diselesaikan dalam penelitian ini, tujuan dan kegunaan
penelitian, telaah pustaka yang berisi literatur/karya tulis, baik itu artikel, esai, skripsi
maupun buku yang terkait dengan penelitian sehingga dapat diketahui bahwa objek kajian ini
belum pernah diteliti sebelumnya, kerangka teori yang digunakan, metode penelitian, dan
yang terakhir adalah sistematika pembahasan.

           Pembahasan pada bab kedua berisi tentang deskripsi/gambaran lokasi penelitian –


Dukuh Krajan 01 Grabag Magelang–, meliputi keadaan geografis dan demografis.

Bab ketiga menjelaskan tentang tradisi ngapatan di Dukuh Krajan 01, dimulai dari


sejarahnya, tata pelaksanaannya sampai motivasi pelaksanaannya.

           Pada bab keempat, penulis mencoba membahas pemaknaan al-Qur’an menurut


masyarakat Dukuh Krajan 01, pembacaan al-Qur’annya serta bagaimana ayat al-Qur’an
dibaca dengan teori simbol milik Clifford Geertz.

Dan bab terakhir atau bab kelima adalah penutup yang berisi kesimpulan dan saran-
saran. Kedua hal ini penting karena kesimpulan dimaksudkan untuk menjawab rumusan
masalah yang telah disusun sebelumnya dan menyimpulkan semua pembahasan yang diteliti
dan saran-saran disajikan agar penelitian ini dapat menjadi penelitian yang ilmiah dan lebih
baik ke depannya.
BAB II
GAMBARAN UMUM PEDUKUHAN KRAJAN 01

            Pada bab ini akan dipaparkan mengenai lokasi penelitian dan subjek kajian.
Dipaparkan letak geografis, demografi padukuhan Krajan 01 (keadaan pendidikan
masyarakat, sosial budaya masyarakat, ekonomi masyarakat, keberagaman masyarakat, dan
kondisi pemerintahan masyarakat dukuh Krajan 01).
            Pembahasan pada bab ini perlu dipaparkan guna mengantarkan pembaca untuk
mengetahui, menyelami, dan memahami kondisi subjek penelitian serta kegiatan yang
dijalankan di dalam masyarakat Krajan 01.
A.    Letak Geografis Dukuh Krajan 01

            Secara administratif desa Krajan 01 terletak di kacamatan Grabag kabupaten


Magelang, jawa tengah, letak desa ini agak jauh dari kota Magelang. Kecamatan Grabag
adalah salah satu kecamatan di wilayah timur kabupaten Magelang, jawa tengah. Dari sebelah
barat kecamatan Grabag berbatasan dengan kecamatan secang dan kecamatan pringsurat,
sedangkan dari sebelah selatan adalah kecamatan tegalrejo, sebelah timur adalah kecamatan
ngablak dan kabupaten semarang terletak di sebelah utara dari kecamatan Grabag.
            Secara geografis desa Krajan 01 adalah bagian dari kecamatan Grabag. Desa ini
terletak dibawah kaki gunung merbabu dan andong. Desa Krajan 01 adalah desa yang
dikelilingi oleh sebuah gunung, jadi pada pagi hari jika cuaca cerah dapat terlihat jelas
pegunungan yang menghiasi pemandangan desa Krajan 01. Desa krajan 01 bersebelahan
dengan desa krajan 02 dan kauman, namun desa kauman belum tercantum di dalam
pemerintah, jadi di dalam KTP masyarakat yang tinggal di desa kauman mengikuti alamat
desa Krajan 01. Di dalam kecamatan Grabag hanya ada dua desa Krajan yaitu Krajan 01 dan
Krajan 01. 
            Untuk menuju ke lokasi Krajan 01 dapat ditempuh dengan mudah, baik dengan
kendaraan roda dua maupun dengan kendaraan roda empat dikarenakan wilayah Krajan 01
yang dekat dengan jalan utama. Desa Krajan 01 terdapat 546 KK dan Krajan 02 terdapat 704
KK, Krajan 01 memiliki 7 Rt.
B.     Demografi Pedukuhan Krajan 01

1.      Keadaan Pendidikan Masyarakat

            Pendidikan merupakan faktor terpenting terjadinya sebuah peradaban dalam


kehidupan masyarakat,sebab dengan latar belakang status pendidikan akan menentukan
kemajuan masyarakat. Pendidikan yang ada di  desa krajan 01 beragam terdiri dari
pendidikan yang umum dan Agama seperti SD, MI, MTS, SMP, MA, SMA. Adapun
pendidikan terakhir yang ada di desa Krajan 01 dapat dilihat dalam tabel dibawah ini:

No Jenjang Pendidikan Jumlah


1. SMA dan S1 50%
2 SMP 25%
3 Pesantren 40%

            Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa kelulusan pendidikan masyarakat Krajan 01
didominasi oleh lulusan SI. Berangkat dari data di atas dapat diketahui bahwa masyarakat
desa Krajan 01 sudah mengedepankan pendidikan formal. Selain pendidikan formal yang ada
di desa Krajan 01 terdapat tiga lembaga  pondok pesantren yang ada di desa Krajan 01 seperti
pondok al-Fallah, Rahmatullah dan pondok al-Fallah. Dikarenakan letak desa ini dikelilingi
oleh pondok pesantren maka nilai agama yang ada di desa ini masih kental. Selain sarana
sekolah formal dan pesantren dalam desa Krajan 01 juga terdapat fasilitas pengajian TPA.

2.      Sosial Budaya Masyarakat

            Melakukan kegiatan yang berhubungan dengan sosial sangat diperlukan di dalam


kehidupan, karena manusia memang diciptakan untuk bersosialisasi antar masyarakat.
Terdapat dua nilai yang terlaksana dalam hubungan rumah tangga yang baik bagi masyarakat
jawa. Pertama, saling membantu satu sama lain (tolong menolong); dan kedua setiap warga
desa adalah sesamanya (melayat, menyumbang, menengok orang sakit).
            Walaupun keadaan pendidikan di desa Krajan 01 sudah maju namun di desa Krajan
01 masih menjunjung tinggi kebersamaan antar masyarakat. Hal ini dibuktikan dengan
adanya perayaan atau syukuran yang dilakukan dalam masyarakat Krajan 01 yang diiringi
dengan saling tolong menolong. Setiap ada hajatan atau syukuran, masyarakat dengan suka
rela membantu kepada masyarakat yang bersangkutan yang memiliki hajat tersebut.
Komunikasi dan sikap tolong menolong memang dipertahankan di desa Krajan 01.
            Di desa Krajan 01 masih menjunjung tinggi bahasa kromo, bahkan dalam perayaan
ngapati pembukaan acaranya menggunakan bahasa kromo. Bahasa kromo juga digunakan
dalam bahasa percakapan terutama antara anak dan orang tua. Seperti yang telah dipaparkan
oleh pak dukuh yaitu pak mujib budaya yang ada di desa Krajan 01 kebanyakan dikaitkan
dengan agama Islam, berikut ini adalah rincian budaya Krajan 01 yang berkaitan dengan
agama Islam:
a.       Selapanan
Selapanan adalah budaya yang masih dilestarikan oleh masyarakat desa Krajan
01.  Selapanan adalah sebuah pengajian kitab dan Qur’an yang diadakanpada hari Minggu
pagi. Pengajian tersebut diadakan di Mushalla ar-Rahmah. Pengajian tersebut biasanya diikuti
oleh bapak-bapak dan ibu-ibu. Pengajian tersebut diadakan dengan tujuan menambah ilmu
agama.
b.      Nyadran
Nyadran adalah budaya yang dilakukan ketika akan berpuasa. Budaya tersebut
adalah membersihkan makam bersama-sama.
c.       Mauludan
Mauludan adalah budaya yang dilakukan pada bulan Maulud. Pada bulan Maulud
tersebut diadakan pembacaan yasinan, tahlilal dan dibaan. Perayaan tersebut dilaksanakan
disetiap Mushalla dan Masjid, dan pelaksanaan Mauludan diadakan sebulan penuh.
d.       Pengajian Mingguan
Pengajian mingguan adalah pengajian yang dilaksanakan setiap minggu yaitu setiap
malam kamis. Pengajian tersebut dilksanakan oleh kaum laki-laki. Dalam pengajian tersebut
setiap orang mendapatkan satu juz, karena pengajian tersebut memang diniatkan untuk
menghatamkan al-Qur’an.
e.       Yasinan
Pengajian yasinan adalah pengajian yang diadakan pada malam jum’at. Pengajian
yasinan biasanya dilaksanakan dirumah warga desa sesuai dengan urutanya. Pengajian
yasinan ini biasanya juga diiringi dengan sadaqah atau memberikan makanan pada
masyarakat yang mengikuti.
f.       Ngapati
Ngapati adalah sebuah budaya yang ada di masyarakat Krajan 01 yang masih
dipertahankan. Tradisi ngapati di desa Krajan 01 dilaksanakan pada empat bulan kehamilan.
Tradisi tersebut diselenggarakan atas rasa syukur dan sebuah harapan. Empat bulan
kehamilan di dalam sebuah hadits telah dijelaskan bahwa akan ditiupkan ruh pada janin, oleh
karena itu masyarakat melaksanakan tradisi ini. di dalam tradisi ini biasanya masyarakat akan
membacakan surat-surat pilihan bagi sang janin. Di dalam tradisi ini juga biasanya diadakan
semacam syukuran atau memberi makanan pada masyarakat yang mengikuti pengajian
tersebut.
3.      Ekonomi Masyarakat

            Dalam kehidupan manusia, faktor ekonomi adalah faktor penting dalam sebuah
kehidupan, karena sistem ekonomi adalah sistem mata pencaharian untuk melangsungkan
kehidupan. Sistem ekonomi juga dapat memperlihatkan kesejahteraan yang ada pada sebuah
masyarakat. Demikian juga yang ada di desa Krajan 01, perekonomian menjadi  mata
pencaharian untuk memenuhi kebutuhan hidup.
            Dari data wawancara yang didapatkan dari kepala dukuh pak Mujib, data
perekonomian yang ada di masyarakat krajan 01 dapat dilihat dalam tabel dibawah ini:

No Mata Pencaharian Jumlah Persen


1. Wirausaha (pedagang dan ketering) 50%
2. Pegawai 15-20%
3. Serabutan (pekerjaan tidak tetap) <10%

            Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa sebagian besar masyarakat desa Krajan 01
menggantungkan ekonominya pada wirausaha dengan jumlah presentase 50%. Desa Krajan
01 memang dekat dengan prasar Grabag oleh karena itu dapat diketahui bahwa masyarakat
Krajan 01 memanfaatkan pasar sebagai mata pencaharian hidup.

4.      Keberagaman Masyarakat

            Agama dan masyarakat merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan, bahkan
mengkaji keagamaan berarti mempelajari sebuah perilaku manusia dalam hidup beragama.
Fenomena keagamaan adalah wujud sikap dan perilaku yang menjadi patokan dalam
kehidupan. Menurut data monografi desa Krajan 01, penduduk desa tersebut  keseluruhan
dari anggota masyarakatnya adalah beragama Islam. Namun seiring dengan pergantian tahun
dan zaman terdapat berbagai macam aliran Islam yang ada di desa Krajan 01 seperti
WAHABI, MUHAMADIYAH, NU dan lain-lain. Mayoritas aliran yang ada di desa Krajan
01 adalah NU. Di desa ini juga menyediakan sarana peribadatan Agama Islam seperti
mushala dan masjid. Walaupun terdapat perbedaan aliran Islam namun toleransi yang ada di
masyarakat krajan 01 masih dijunjung tinggi, tidak pernah ada perselisihan antar aliran di
desa Krajan 01. Desa Krajan 01 juga memberi sarana pengajian TPA untuk mengajarkan
kepada anak membaca al-Qur’an yang sesuai dengan makharijul huruf.
5.      Kondisi Pemerintahan Masyarakat

            Terkait dengan kondisi pemerintah di desa Krajan 01, di desa ini dipimpin oleh pak
dukuh yang dipilih oleh masyarakat. Pak dukuh menjabat di desa, maka terdapat perda atau
dibatasi oleh sebuah undang-undang. Akan tetapi pak Rt adalah jabatan yang tidak memiliki
perda jadi pak Rt dapat bertahan bertahun-tahun dan akan diganti jika sudah merasa tidak
sanggup menjabat lagi. Di dalam masyarakat Krajan 01 terdapat program pemerintah untuk
mensejahterakan masyarakat Krajan 01. Karena sekarang sedang musim hujan, pemerintah
Krajan 01 mengadakan perawatan drainasse untuk memperlancar aliran air hujan. Selain itu
mengadakan kegiatan lingkungan sehat seperti menanam pohon dipekarangan rumah. Selain
kegiatan tersebut pemerintah juga mengadakan kegiatan kerjabakti, namun kegiatan
kerjabakti akan terlaksana saat dirasa membutuhkan atau saat rumput panjang. Kegiatan yang
lain seperti merawat warga yang kurang kecukupan yaitu membagikan beras miskin tiap
bulan.
BAB III
TRADISI RITUAL NGAPATAN DI DESA KERAJAN 01 MAGELANG

A.    Sejarah Ritual Ngapatan di Dukuh Kerajan 01

Kalau sejarahnya itu kemungkinan sejak jaman walisongo, mengganti ritual zaman
dahulu yang cenderung kepada hal-hal yang negatif dan kurang berfaedah, kemudian
dialihkan secara perlahan ke hal yang lebih positif. Misal, dulu itu kalau ada yang sedang
hamil, dirayakan dengan minum-minuman, judi, nyanyi-nyanyi, naruh sesajen di pojok-pojok
rumah dan sebagainya. Nah, waktu ada walisongo kemudian melihat yang semacam itu,
walisongo membuat siasat gimana caranya supaya kebiasaan buruk itu hilang, namun tidak
menyingung perasaan orang-orang. “eh, pak, buk, ayok kumpul, ini saya punya lagu baru
yang lebih enak” padahal itu bacaan-bacaan do’a atau surat tapi dibaca pakek lagu biar
lebih menarik. “Nah, itu makanan yang di pojok-pojok mending di taruh di tengah aja biar
dimakan bareng-bareng, eman-eman to nanti malah basi udah dimasak tapi nggak ada yang
makan”. Ya kurang lebih seperti itu caranya walisongo mengganti kebiasaan yang kurang
baik tadi.[21]
Demikian yang diungkapkan oleh Kyai Afif berkaitan dengan sejarah kemunculan
tradisingapatan di Dukuh Kerajen 01. Jadi, tradisi ngapatan ini merupakan suatu bentuk
respon dari seorang wali atas perilaku masyarakat ketika menyikapi kehamilan seseorang,
yang mana pada waktu itu masyarakat Jawa justru merayakannya dengan kegiatan semacam
yang sudah disebutkan di atas. Yang mana tradisi ngapatan ini merupakan suatu bentuk
transformasi yang dilakukan oleh walisongo dari tradisi yang sudah ada sebelumnya.
Seiring berjalannya waktu, unsur-unsur kejawen yang terdapat di dalam acara
ngapatan di Dukuh Kerajan 01 ini menghilang dengan sendirinya. Yang tersisa hanyalah
pembacaan surat-surat tertentu. Namun tidak menutup kemungkinan jika di dukuh-dukuh
lainnya yang berada di sekitar Dukuh Kerajan 01 masih terdapat unsur-unsur kejawen di
dalam tradisi ngapatan ini.
Akan tetapi meskipun demikian, ternyata tidak semua masyarakat mengetahui kapan
tradisi ngapatan ini dimulai. Bahkan Kyai Afif sendiri tidak menyebutkan secara pasti
tentang waktunya, beliau hanya mengatakan bahwa tradisi ini sudah ada sejak zaman
walisongo. Istri Kya Afif mengatakan bahwa kebanyakan warga setempat hanya
“gethuktular”[22]. Jadi mereka hanya mengikuti tradisi yang sudah ada secara turun-temurun
di dukuh tersebut. Mereka hanya mengikuti apa yang mereka anggap baik.
Mengenai bacaan yang diamalkan di dalam tradisi ngapatan, tentunya juga beragam
tergantung siapa yang memulainya, atau siapa yang memberikan bacaannya.
Ulama’ mengambil dari hadis/qur’an, tapi ada juga ulama’ yang mengamalkan suatu
surat dengan amalan tertentu kemudian mendatangkan khasiat, kemudian diikuti oleh orang-
orang selanjutnya.
Untuk di Dukuh Kerajan 01 sendiri ternyata memperoleh bacaan tersebut dari Kyai
Afif, Hal ini berdasarkan keterangan dari seorang Ibu yang memimpin pembacaan di dalam
acara tersebut. Kyai Afif sendiri membenarkannya, namun beliau juga menerangkan bahwa
bacaan tersebut beliau ambil dari kitab amalan yang diberikan oleh temannya. Beliau
mengambil surat-surat yang faedahnya cocok untuk acara ngapatan. Menurut beliau selama
itu baik, maka tidak ada salahnya untuk diamalkan.

B.     Prosesi Pelaksanaan Ritual Ngapatan di Dukuh Kerajan 01

Setiap daerah masing-masing mempunyai kekhasan pelaksanaan dalam tradisi  empat


bulanan bagi wanita yang sedang hamil, begitu pula di Dukuh Kerajan 01 yang mempunyai
cara tersendiri dalam pelaksanaan tradisi Ngapatan ini. Namun di dalam prosesinya, acara
Ngapatan di daerah ini tidak memasukkan ritual-ritual kejawen. Setiap tradisi yang
melingkupi wilayah Dukuh Kerajan 01 sangat kental akan nuansa agamis. Hal ini dilatar
belakangi oleh lingkungan wilayah dukuh ini yang
Tradisi Ngapatan ini dilakukan oleh masyarakat sekitar, karena didasari oleh hadis
Nabi saw yang berbunyi:
‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم‬
َ ِ ‫ َح َّدثَنَا َرسُو ُل هَّللا‬ ِ ‫ب قَا َل َع ْب ُد هَّللا‬
ٍ ‫ش ع َْن زَ ْي ِد ْب ِن َو ْه‬ ِ ‫ص ع َْن اأْل َ ْع َم‬
ِ ‫يع َح َّدثَنَا أَبُو اأْل َحْ َو‬ ِ ِ‫َح َّدثَنَا ْال َح َسنُ بْنُ ال َّرب‬
‫{ل‬َ {‫ض{ َغةً ِم ْث‬ َ {‫ط ِن أُ ِّم ِه أَرْ بَ ِعينَ يَوْ ًما ثُ َّم يَ ُكونُ َعلَقَ{ةً ِم ْث‬
ْ ‫{ل َذلِ{{كَ ثُ َّم يَ ُك{{ونُ ُم‬ ْ َ‫ال إِ َّن أَ َح َد ُك ْم يُجْ َم ُع خَ ْلقُهُ فِي ب‬ ُ ‫ق ْال َمصْ دُو‬
َ َ‫ق ق‬ ُ ‫َوه َُو الصَّا ِد‬
َ {‫ت َويُقَا ُل لَهُ ا ْكتُبْ َع َملَهُ َو ِر ْزقَهُ َوأَ َجلَهُ َو َشقِ ٌّي أَوْ َس ِعي ٌد ثُ َّم يُ ْنفَ ُخ فِي ِه ال{{رُّ و ُح فَ{إ ِ َّن ال َّر ُج‬
‫{ل‬ ٍ ‫ث هَّللا ُ َملَ ًكا فَي ُْؤ َم ُر بِأَرْ بَ ِع َكلِ َما‬
ُ ‫ك ثُ َّم يَ ْب َع‬
َ ِ‫َذل‬
َ‫ار َويَ ْع َم ُل َحتَّى َما يَ ُكونُ بَ ْينَ{{هُ َوبَ ْين‬ ِ َّ‫ق َعلَ ْي ِه ِكتَابُهُ فَيَ ْع َم ُل بِ َع َم ِل أَ ْه ِل الن‬ ٌ ‫ِم ْن ُك ْم لَيَ ْع َم ُل َحتَّى َما يَ ُكونُ بَ ْينَهُ َوبَ ْينَ ْال َجنَّ ِة إِاَّل ِذ َرا‬
ُ ِ‫ع فَيَ ْسب‬
‫ق َعلَ ْي ِه ْال ِكتَابُ فَيَ ْع َم ُل بِ َع َم ِل أَ ْه ِل ْال َجنَّ ِة‬ ٌ ‫ار إِاَّل ِذ َرا‬
ُ ِ‫ع فَيَ ْسب‬ ِ َّ‫الن‬
Telah bercerita kepada kami Al Hasan bin ar-Rabi' telah bercerita kepada kami
 Abu Al Ahwash dari Al A'masy dari Zaid bin Wahb berkata 'Abdullah telah bercerita
 kepada kami Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, dia adalah orang yang jujur 
lagi dibenarkan, bersabda: "Sesungguhnya setiap orang dari kalian dikumpulkan 
dalam penciptaannya ketika berada di dalam perut ibunya selama empat puluh hari, 
kemudian menjadi 'alaqah (zigot) selama itu pula kemudian menjadi mudlghah
 (segumpal daging), selama itu pula kemudian Allah mengirim malaikat yang
diperin-
tahkan empat ketetapan dan dikatakan kepadanya, tulislah amalnya, rezekinya, 
ajalnya dan sengsara dan bahagianya lalu ditiupkan ruh kepadanya. Dan sungguh 
seseorang dari kalian akan ada yang beramal hingga dirinya berada dekat dengan
 surga kecuali sejengkal saja lalu dia didahului oleh catatan (ketetapan taqdir)
hingga
 dia beramal dengan amalan penghuni neraka dan ada juga seseorang yang beramal
 hingga dirinya berada dekat dengan neraka kecuali sejengkal saja lalu dia
didahului 
oleh catatan (ketetapan taqdir) hingga dia beramal dengan amalan penghuni surga". 
 (HR. Bukhari: 2969)
Hadis ini sebagaimana yang terdapat di dalam Firman Allah swt, surat al-Mu’minun
ayat 14:
َ {َ‫طفَةَ َعلَقَةً فَ َخلَ ْقنَا ْال َعلَقَةَ ُمضْ َغةً فَخَ لَ ْقنَا ْال ُمضْ َغةَ ِعظَا ًما فَ َك َسوْ نَا ْال ِعظَا َم لَحْ ًما ثُ َّم أَ ْن َشأْنَاهُ خَ ْلقً{{ا آَ َخ{ َر فَتَب‬
‫{اركَ هَّللا ُ أَحْ َس{ ُن‬ ْ ُّ‫ثُ َّم خَ لَ ْقنَا الن‬
[14/‫ْال َخالِقِينَ [المؤمنون‬
“Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami
jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu
tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging. Kemudian Kami jadikan dia makhluk yang
(berbentuk) lain. Maka Maha sucilah Allah, Pencipta Yang Paling Baik.”
Tradisi yang melingkupi wilayah Dukuh Kerajan 01 sangat kental akan nuansa
agamis. Hal ini dilatar belakangi oleh lingkungan wilayah dukuh ini yang mayoritas
penduduknya merupakan santri. Di dukuh ini sendiri terdapat sedikitnya tiga pondok
pesantren, salah satunya yaitu di kediaman tuan rumah yang sedang melakukan
acara ngapatan ini.
Di Dukuh Kerajan 01, di dalam acara Ngapatan ini hanya dihadiri oleh kaum wanita
saja. Hal ini didasari karena yang mengandung adalah wanita, maka lebih baiknya jika yang
menghadiri acara tersebut juga wanita. Terlebih karena acara ngapatan ini tidak dilakukan
secara besar-besaran hanya mengundang sekelompok ibu-ibu pengajian.
1.      Muqaddimah

Muqaddimah ini dipimpin oleh seseorang yang ditunjuk oleh tuan rumah secara acak
kepada salah satu hadirin yang menghadiri acara ngapatan. Muqaddimah ini seperti
penyampaian kata-kata sambutan mewakili tuan rumah yang ditujukan kepada audience.

2.      Pembacaan Surat-surat Pilihan


Pembacaan surat ini dipimpin oleh orang yang berbeda dari yang menyampaikan
sambutan pembukaan. Adapun penunjukkan pemimpin dalam pembacaan tersebut sudah
ditunjuk berdasarkan sistem monarki. Jadi, ketika sejak awal seseorang sudah ditunjuk untuk
memimpin suatu pembacaan di dalam acara khusus, maka selanjutnya secara otomatis dalam
memimpin pembacaan dilakukan oleh keturunan dari seseorang yang pertama kali ditunjuk
untuk memimpin pembacaan.
Adapun surat-surat yang dibaca di dalam ritual ini adalah sebagai berikut:[23]
a.       Yasin (1x) dan al-Qadar (3x)

b.      al-Rahman (7x)

c.       al-Waqi’ah (7x)

d.      Luqman

e.       al-Mulk (7x)

f.       Yusuf

g.      Maryam

Dari semua surat yang dibaca di dalam ritual tersebut, di dalam pelaksanaannya, ada
yang dibaca bersama-sama ada pula yang dibagi-bagi ke orang-orang tertentu. Untuk surat-
surat seperti Q.S. al-Rahman, Q.S. al-Waqi’ah, Q.S. Luqman, Q.S. al-Mulk, Q.S. Yusuf, dan
Q.S. Maryam dibagi kepada hadirin. Bagi yang tidak mendapatkan bacaan surat-surat
tersebut, sisanya membaca surat Q.S. Yasin kemudian dilanjutkan membaca surat Q.S. al-
Qadar tiga kali secara bersama-sama.
Meskipun yang sedang mengandung berada di tempat yang berbeda dari
pelaksanaanngapatan tersebut, baik ibu maupun ayah dari si calon bayi juga berkewajiban
membaca surat-surat seperti yang sudah disebutkan di atas.
3.      Pembacaan Do’a

Pembacaan do’a ini dipimpin oleh seseorang yang sebelumnya memimpin pembacaan
surat-surat.
4.      Makan-makan

Sebagaimana acara-acara pada umumnya, terutama di Jawa, setelah segala macam


ritual pembacaan dan sebagainya, mesti selalu diakhiri dengan acara makan-makan. Begitu
pula dengan acara ngapatan ini. Tentunya setiap daerah memiliki sajian yang beragam dan
berbeda-beda. Terkadang ada juga yang mematenkan suatu macam makanan yang
dikhususkan untuk sajian acara tersebut yang disajikan oleh tuan rumah. Namun untuk di sini
sepertinya tidak memberlakukan demikian. bentuk sajian diserahkan kepada tuan rumah.
Tidak ada semacam keharusan untuk menyajikan makanan tertentu.
Adapun di rumah yang kami datangi menyajikan soto sebagai menu dalam acara
makan-makan tersebut. Soto disajikan di dalam mangkuk yang sudah di isi nasi, kemudian
dibagikan secara estafet. Terdapat juga lauk tambahan yang disajikan di atas piring seperti
perkedel, tempe, dan tahu bacem, Ditambah dengan kerupuk yang di taruh di dalam toples.
C.    Macam-macam Perlengkapan Ngapatan dan Maknanya

Sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa acara ngapatan ini tidak


dibarengi ritual-ritual tertentu seperti ritual kejawen, maka perlengkapan yang dibutuhkan
untuk jalannya acara ini juga tidak banyak. Perlengkapan yang dibutuhkan, yaitu mikrofon,
al-Qur’an dan buku yasin yang digunakan sebagai media untuk jalannya acara tersebut.
Adapun mikrofon sebagai pengeras suara, al-Qur’an dan buku yasin sebagai rujukan di dalam
pembacaan-pembacaan surat.

D.    Motivasi Pelaksanaan

Setiap acara ataupun kegiatan tentunya memiliki motivasi-motivasi tertentu yang


melatar belakangi diadakannya acara tersebut, tidak terkecuali acara ngapatan ini.
Pastinya mengharapkan yang terbaik untuk kelahiran bayi dan juga keselamatan
ibunya. Selain itu juga sebagai bentuk rasa syukur kita kepada Gusti Pangeran karena
memberikan anugerah anak. Juga mengharapkan kebaikan dari kepemilikan seorang anak.
[24]
Berdasarkan apa yang dijelaskan oleh tuan rumah —dalam hal ini adalah orang tua
dari ibu yang sedang mengandung—  bahwasanya diadakannya acara ngapatan ini dalam
rangka sebagai bentuk rasa syukur juga pengharapan terhadap calon bayi. Yang mana
diharapkan kelahirannya nanti merupakan sebagai anugerah pemberian Tuhan Yang Maha
Esa, dan juga kebaikan dan keselamatan senantiasa meliputi ibu dan calon bayi tersebut.
Serta mengharapkan ridho dari Sang Maha Pencipta.
1.       
BAB IV
MAKNA SOSIO-KULTURAL PEMBACAAN SURAT-SURAT PILIHAN DALAM
TRADISI NGAPATAN
A.    Al-Qur’an dalam Pandangan Masyarakat Dukuh Krajan 01
           Al-Qur’an merupakan pedoman hidup manusia dan diakui oleh umat Muslim dari
segala penjuru dunia yang keotentisitasannya tidak dapat diragukan lagi. Selain sebagai
bacaan yang menenangkan hati, al-Qur’an juga dapat dijadikan sebagai doa yang dapat
digunakan dalam kehidupan sehari-hari termasuk yang dibaca pada tradisi Ngapatan  yang
dilakukan karena ibu hamil sudah mencapai empat bulan yang itu artinya sang calon bayi
sudah diberikan ruh hidup. Tradisi ini disebutkan sebagai tanda syukur dan doa agar bayi
yang ada dalam kandungan sehat sampai lahir.
           Masyarakat di dukuh ini juga mengatakan bahwa al-Qur’an tidak semata-mata hanya
bacaan yang dapat dijadikan pedoman hidup, akan tetapi juga ada ayat-ayat tertentu atau
surat-surat tertentu yang mempunyai banyak fadhilah. Dukuh Krajan ini merupakan dukuh
yang menurut peneliti sangat agamis. Hal ini karena dipengaruhi oleh banyaknya pesantren
dan ulama’ yang mendominasi dan dijadikan rujukan utama. Semua permasalahan menurut
mereka bisa diatasi dengan al-Qur’an. Menurut ibu Niken Susiawati, seorang narasumber
yang kami wawancarai, ketika ada permasalahan atau ada acara, mereka selalu melibatkan al-
Qur’an. Sering sekali mereka adakan khataman al-Qur’an. Ada acara yang memang rutinan
mingguan yang dilakukan setiap hari rabu malam kamis dan acara-acara khusus seperti ketika
ada yang meninggal, lahiran, dan lain sebagainya. Antusiasme mereka ketika khataman al-
Qur’an juga sangat tinggi. Tidak jarang ketika si tuan rumah tidak mampu untuk menjamu
para tamunya, maka para tamu tetap ikhlas untuk mengkhatamkan satu juz per-orang tanpa
adanya makanan yang disuguhkan atau biasa disebut dengan malaikatan ‘karena malaikat itu
tidak makan’. Selain rutinitas khataman al-Qur’an, ayat-ayat al-Qur’an juga banyak
digunakan sebagai obat, jampi-jampi, ataupun bacaan wajib yang harus dibaca ketika ada
ritual tertentu. KH. Ahmad Afif yang juga merupakan salah satu narasumber kami
mempunyai kitab pegangan yang biasa beliau pegangi yang di dalamnya berisi doa-doa
‘pemecah masalah’ salah satunya yaitu tentang kehamilan dan kelahiran. Menurut beliau,
doa-doa itu berasal dari ulama-ula terdahulu yang sudah mempraktikkannya dan
ternyata mujarab yang kemudian ditransmisikan kepada murid-muridnya atau bisa saja
muridnya yang meniru perbuatan gurunya entah karena ngalap berkahataupun karena ada
efek positif yang ditimbulkan setelah doa dibacakan.
B.     Karakteristik Bacaan Al-Qur’an Masyarakat Dukuh Krajan 01 dalam
TradisiNgapatan
           Sebagaimana yang sudah dipaparkan di gambaran umum lokasi penelitian, Dukuh
Krajan 01 merupakan daerah yang agamis. Selain karena faktor lingkungan juga motivasi
mereka untuk menguatkan agama serta sosial mereka. Mayoritas dari mereka lancar dalam
membaca al-Qur’an. Hal ini dapat dilihat ketika mereka membaca al-Qur’an pada saat acara
berlangsung. Mereka membaca bersamaan karena mereka membacanya dengan tartil dan
pelan-pelan. Abah KH. Ahmad Afif dan Umi sebagai narasumber mengatakan bahwa di
Dukuh Krajan 01 banyak sekali yang sudah hafal al-Qur’an. Ini karena pondok pesantren
yang ada di lingkungan trsebut adalan pondok al-Qur’an yang sangat memotivasi masyarakat
untuk menghafal al-Qur’an. Dikatakan bahwa mayoritas anak-anak yang lulus SD sudah
menghafal sebagian al-Qur’an bahkan ada yang sudah hafidz.[25]
C.    Makna Pembacaan Surat-surat Pilihan dalam Tradisi Ngapatan Menurut Teori
Antropologi Interpretatif Clifford Geertz
Agama dan budaya seakan-akan merupakan satu entitas yang tidak dapat dipisahkan,
dalam buku The Interpretation of Cultures, Geertz menawarkan teori antropologi interpretatif
dengan metode thick description untuk menginterpretasikan makna dari ritual-ritual yang
bertalian dengan dimensi budaya dan agama. Geertz dalam hal ini juga menjelaskan dengan
baik tentang apa yang dimaksud dengan kebudayaan tersebut. Kebudayaan digambarkannya
sebagai sebuah pola makna-makna (a pattern of meanings) atau ide-ide yang termuat dalam
simbol-simbol itu[26]. Karena dalam satu kebudayaan terdapat bermacam-macam sikap dan
kesadaran dan juga bentuk pengetahuan yang berbeda-beda, maka di sana juga terdapat
sistem-sistem kebudayaan yang berbeda-beda yang mewakili kesemuanya itu.
Geertz menjabarkan pernyataannya terkait agama sebagai suatu sistem kebudayaan,
dalam teorinya beliau mengemukakan bahwasanya “Agama adalah (1) suatu sistem simbol
yang bertujuan untuk menciptakan (2) perasaan dan motivasi yang kuat, mudah menyebar
dan tidak mudah hilang dari diri seseorang dengan cara membentuk (3) konsepsi tentang
sebuah tatanan umum eksistensi dan melekatkan konsepsi ini kepada (4) bukti-bukti faktual,
dan pada akhirnya perasaan dan motivasi ini akan terlihat sebagai suatu (5) realitas yang
unik.[27]
Adapun tulisan ini mengacu pada teori antropologi interpretatif Clifford Geertz di atas
untuk memahami realitas makna dibalik pembacaan delapan surat pilihan dalam
ritual Ngapatanyang ditradisikan oleh masyarakat Krajan.
1.      Delapan Surat Pilihan sebagai Sistem Simbol
Menurut Geertz “sebuah sistem simbol” adalah segala sesuatu yang memberikan seseorang
ide-ide dan simbol-simbol ini bukan murni bersifat privasi. Ide dan simbol-simbol tersebut
adalah milik publik (sesuatu yang ada di luar kita). Walaupun simbol tersebut tertanam dalam
individu secara privasi, namun simbol tersebut dapat diinternalisasi oleh masyarakat pada
umumnya.  Jika definisi di atas dihubungkan dengan tradisi pembacaan delapan surat pilihan
dalam Ngapatan di dusun Krajan maka simbol yang dijadikan obyek dalam penelitian ini
adalah delapan surat pilihan yaitu surat Yusuf, Maryam, Luqman, al-Waqi’ah, al-Rahman, al-
Mulk, Yasin, dan al-Qadr.
            Dalam sistem simbol, masing-masing simbol yang terdapat dalam suatu fenomena
mempunyai dua aspek yaitu: struktur luar dan struktur dalam, Struktur luar yaitu segala yang
tersurat atau nampak dari simbol tersebut, sedangkan yang dimaksud dengan struktur dalam
adalah segala yang tersirat atau makna (significane) yang tersimpan dibalik simbol tersebut.
Adapun struktur luar dan yang terdapat pada simbol dalam delapan surat pilihan sebagaimana
berikut :
1)      Struktur Luar
Dalam hal ini struktur luar simbol yang terdapat dalam delapan surat pilihan bisa
dilihat dari karakteristik masing-masing surat. Dalam kitab al-Itqan fi ‘Ulum al-
Qur’an, Imam Jalaluddin al-Suyuti mengklasifikasikan surat-surat yang ada di dalam al-
Qur’an berdasarkan pada metode Fawatih al-Suwar(pembukaan awal surat) menjadi sepuluh
macam,[28] dan dari delapan surat yang dijadikan pembacaan dalam ritual Ngapatan jika
diklasifikasikan berdasarkan metode yang ditawarkan oleh al-Suyuti, maka delapan surat
tersebut dapat dikategorikan menjadi empat macam :

a.       Diawali dengan huruf-huruf hijaiyyah muqatha’ah ,  dalam hal ini diwakili oleh lima surat :

1)      Surat Yusuf, diawali dengan tiga huruf : alif, lam, dan ra’ “‫”الر‬

2)      Surat Maryam, diawali dengan lima huruf : kaf, ha, ya, ‘ain, dan Shad “‫كهيعص‬ ”

3)      Surat Luqman, diawali dengan tiga huruf : alif, lam, dan mim “‫الم‬  ”

4)       Surat Yasin, diawali dengan dua huruf : ya’ dan sin “‫يس‬  ”

b.      Diawali dengan kalimat berita (), dalam hal ini diwakili oleh dua surat :

1)      Surat al-Rahman, diawali dengan lafadz “ ُ‫الرَّحْ َمن‬  ”

2)      Surat al-Qadar, diawali dengan lafadz

“‫إِنَّا أَن َز ْلنَاهُ فِي لَ ْيلَ ِة ْالقَ ْد ِر‬  ”


ِ ‫إِ َذا َوقَ َع‬
c.       Diawali dengan Syarat, dalam hal ini diwakili oleh surat al-Waqi’ah dengan redaksi “‫ت‬
ْ
ُ‫ال َواقِ َعة‬  ”

d.      Diawali dengan pujian kepada Allah, dalam hal ini diwakili surat al-Mulk dengan redaksi :

ُ ‫ك الَّ ِذي بِيَ ِد ِه ْال ُم ْل‬


 “‫ك َوه َُو َعلَى ُكلِّ َش ْي ٍء قَ ِدي ٌر‬ َ ‫تَبَا َر‬  ”

Adapun jika diklasifikasikan berdasarkan pada kuantitas ayatnya maka delapan surat
di atas dapat dikategorisasikan sebagai berikut :[29]

a.       Al-Mi’un (Surat-surat dalam al-Qur’an yang terdiri dari 100 ayat atau lebih), dalam hal ini
diwakili oleh surat Yusuf dengan jumlah 111 ayat.

b.      Al-Matsani (Surat-surat dalam-al-Qur’an yang terdiri kurang dari atau mendekati 100 ayat),
dalam hal ini diwakili oleh surat Maryam dengan jumlah 98 ayat, al-Waqi’ah dengan 96 ayat,
Yasin dengan 83 ayat, al-Rahman dengan 78 ayat, Lukman dengan 34 ayat, dan surat al-Mulk
dengan 30 ayat

c.       Al-Mafshal (Surat-surat pendek  dalam al-Qur’an), dalam hal ini diwakili oleh surat al-Qadar
dengan 5 ayat.

Dari penjabaran terkait struktur luar di atas maka dapat diketahui bahwa masing-
masing surat secara eksplisit memiliki simbol-simbol yang sudah dapat diketahui dari bentuk
dzahirnya. Sedangkan makna (significance) dari delapan surat pilihan yang ada dalam
ritual Ngapatan dapat diketahui melalui fadlilah-fadlilah atau keutamaan-keutamaan dari
masing-masing surat pilihan.

2)      Struktur Dalam

Struktur dalam adalah segala yang tersirat atau makna (significane)yang tersimpan


dibalik simbol tersebut, dan dalam hal ini struktur dalam yang dikemukakan di sini adalah
terkait dengan Fadlilah delapan surat yang dibaca dalam ritual Ngapatan. Adapun fadlilah-
fadlilah delapan surat tersebut sebagaimana dikemukakan oleh KH. Ahmad Afif dengan
merujuk pada kitab“al-Khashaish al-Kafiyah” adalah sebagai berikut :

a.   Surat Yasin

Diantara fadhilah-fadhilah surat Yasin ialah:


1.    Memberikan keberuntungan
‫ إن هللا تع{{الى ق{{رأ ط{{ه‬:‫ قال رسول هللا صلى هللا عليه وسلم‬: ‫في فضائل سورة يس وبيان خواصها‬
‫و يس قبل ان يخلق السموات واألرض بألف عام فلما س{{معت المالئك{{ة الق{{رآن ق{{الت ط{{وبى ألم{{ة‬
.‫ وطوبى أللسنة تتكلم بهذا‬.‫ينزل هذا عليها وطوبى ألجواف تحمل هذا‬

Artinya: Nabi Muhammad SAW bersabda: “Sesungguhnya Allah ta’alamembaca surat Yasin


dan surat Thaha sebelum membuat langit dan bumi kurang dari seribu tahun, maka ketika
para Malaikat mendengar bacaan (surat dari) al-Qur’an tadi, kemudian para Malaikat
bersabda: Sungguh beruntung bagi umat yang dituruni surat ini, sungguh beruntung bagi
umat yang membawa (membaca) atau hafal surat ini, dan sungguh beruntung bagi lisan yang
membaca surat ini.[30]
Betapa agungnya kedua surat ini, sampai para malaikat pun memuji kepada kita yaitu
sebagai umat penerima dari kedua surat ini. Maka alangkah baiknya, bila kedua surat ini
dijadikan sebagai washilah untukhajat atau permohonan kepada Allah SWT. Dan untuk itu
dalam tradisingapatan, surat ini dibaca dengan tujuan semoga dapat memberikan
keberuntungan bersama (yang membaca), bagi si ibu dan khususnya bagi si cabang bayi
kelak ketika hidup didunia.
2.     Mengandung banyak keberkahan

Telah disabdakan oleh Nabi SAW yang artinya kurang lebih: “Hendaklah kalian
membaca surat Yasin, karena surat Yasin mengandung 20 keberkahan: barang siapa yang
membaca surat Yasiin, jika orang tersebut sedang lapar maka akan menjadi kenyang, jika
orang tersebut susah membeli pakaian maka akan bisa membeli pakaian, jika orang tersebut
masih jomblo maka akan segera memperoleh jodoh, jika orang tersebut di tahan/ disandra
maka akan cepat bebas, jika orang tersebut bepergian maka akan diberi pertolongan, jika
orang tersebut kehilangan barangnya akan segera ditemukan, jika ada mayyit yang dibacakan
surat Yasiin maka akan diringankan siksanya, jika orang tersebut kehausan maka akan hilang
hausnya, jika orang tersebut sakit maka akan cepat sembuh”.[31]
Intinya, banyak sekali hikmah maupun ke-khas-an dari surat Yasiin. Oleh karena itu, surat ini
diharapkan dapat memberi keberkahan bagi ahlul hajatdengan berharap semoga diberi
kelancaran dan keselamatan sampai proses kelahiranya.
3.     Dapat memberi syafa’at atau pertolongan

Nabi SAW bersabda yang artinya: “ Sesungguhnya di dalam al-Qur’an ada surat yang
apabila dibaca oleh seseorang, maka orang tersebut bisa memberi syafa’at atau pertolongan,
dan orang yang mendengarkan mendapatkan ampunan dari Allah SWT, Shahabat bertanya:
“surat apakah itu? Nabi menjawab: yaitu surat Yasiin”.[32]
Maka, dalam prakteknya di tradisi ngapatan  , masyarakat krajan 01 yang membaca
surat Yasiin berkeyaqinan bahwa bacaannya (surat Yasiin) dapat memberikan pertolongan
yang dimaksud ialah diberi kesehatan, keselamatan dan kelancaran bagi si ibu dan bayi,
selama masa hamil sampai melahirkan.
4.     Diberi kelancaran dan kemudahan segala urusannya
Sebagian ulama’ berkata: “Barang siapa yang sedang dilanda kesusahan atau kesulitan
kemudian membaca surat Yasin maka Allah SWT akan meringankan segala urusannya”.
[33] Dan pada akhirnya tujuan di bacakannya surat Yasiin kepada si ibu hamil ialah agar
selalu terjaga dari segala hal yang tidak diingankan selama masa hamil-melahirkan, dan
berharap semoga Allah senantiasa memberi kelancaran dan kemudahan dalam masa hamil-
melahirkan.
b.   Surat al-Qadar

Alasan mengapa surat ini termasuk dalam salah satu bacaan yang wajib di baca
(dibaca bareng-bareng sebagaimana pembacaan pada surat Yasiin) saat acara
tradisi ngapatan ialah bahwasanya surat ini turun pada bulan Ramadlan yaitu bulan
kemuliaan yang penuh keberkahan, kerahmatan dan ampunan; bulan di mana al-Qur’an
diturunkan (inna anzalnahu   hu= al-Qur’an), yang mempunyai malam terbaik (1000
bulan) yaitu malam yang diturunkan para malaikat yang mengatur segala urusan dan malam
yang penuh kesejahteraan sampai fajar tiba. Oleh karena itu, ahlul hajat berharap dengan
dibacakanya surat ini, semoga kelak anaknya lahir pada suatu malam (hari) yang mulia
(anzalnahu fi lailatil Qadr) sebagaimana saat al-Qur’an diturunkan untuk pertama kalinya.
[34]
c.         Surat Yusuf

Hampir setiap muslim selalu mempraktekan surat Yusuf ini ketika si istri pada masa
kehamilan. Yang mana motiv membacanya didasari rasa harapan yang kuat agar kelak
anaknya yang pas kebetulan laki-laki bisa menyerupai seluk-beluk diri nabi Yusuf, baik itu
ketampananya, kesabarannya, kecerdasannya dan jiwa kepemimpinannya.
Diantara khasiat dari surat Yusuf ialah dapat melahirkan bayi laki-laki (atas kehendak
Allah) yang tampan nan rupawan serta sudah dijaga oleh Allah SWT dari segala hal
tercela. [35] Hal ini, bisa dikaitkan sebagaimana intisari dari kisah nabi Yusuf yang terdapat
dalam surat tersebut, yang dikisahkan bahwa selama dalam perjalanan karier hidupnya nabi
Yusuf selalu dijaga oleh Allah dari segala hal yang tercela mulai dari niat buruk saudaranya,
godaan dari ibu angkatnya, dan fitnahketampanannya.
d.        Surat Maryam

Dalam aplikasinya, surat ini selalu dibaca bareng bersamaan dengan membaca surat
Yusuf saat si istri sedang masa kehamilan. Hal ini merujuk pada kandungan kisah-kisah yang
disebutkan didalamnya yang menjadikan seorang Maryam sebagai tokoh utama, yaitu sosok
wanita yang dikenal mempunyai kemulyaan kesucian pada masanya, kecantikan, kelembutan,
keramahan serta kesabaran yang kuat dalam menghadapi segala fitnahmaupun cobaan yang
dialaminya. Ia termasuk salah satu wanita yang dimulyakan oleh Allah terbukti namanya
terabadikan dalam al-Qur’an (jadi nama salah satu surat al-Qur’an).
Oleh karena itu, motif pembacaan surat Maryam kepada si cabang bayi dalam
tradisi ngapatan ialah berharap bahwa si anak nantinya yang pas kebetulan perempuan bisa
menyerupai hal ihwal kepribadian Maryam terutama dalam kecantikannya (dzahiran wa
bathinan).
e.         Surat Luqman

Dalam hal ini, surat Luqman mempunyai nilai-nilai pendidikan yang terbentuk dalam
sebuah ungkapan berupa nasihat dari seorang ayah (Lukman) kepada anaknya yaitu yang
terkandung dalam ayat 12-19. Yang di mana diantara nilai-nilai pendidikan yang bisa diambil
sebagai sebuah nasihat kepada si cabang bayi yaitu rasa syukur kepada Allah dan kedua
orang tua,mempunyai aqidah berupa iman yang teguh dan pasti hanya pada Allah semata
(tidak menyekutukan Allah), berbuat baik dan berbakti kepada kedua orang tua, menegakkan
shalat, amar ma’ruf nahi munkar, akhlakul karimah seperti sabar, jangan memalingkan muka
saat diajak berbicara, tidak bersikap takabbur, berjalan sederhana, jangan terlalu keras ketika
berbicara.
Berawal dari pemahaman tersebut, maka dalam prakteknya di
tradisi ngapatan pembacaan surat tersebut dimaksudkan untuk menasehati si cabang bayi
(yang pada saat itu ruhnya sudah ditiupkan = mengerti) agar kelak bisa menjadi seperti
anaknya Lukman, maksudnya diharapkan kelak menjadi anak yang shaleh/ shalihah.
f.         Surat al-Rahman

Khasiat atau fadhilah surat ini memang tidak disebutkan dalam kitabal-Khashaish al-
Kafiyah,  namun bukan berarti dalam hal ini (tradisingapatan di Krajan 01 Magelang) ahlul
hajat tidak mau menggunakan surat tersebut untuk dibacakan kepada si cabang bayi karena
tradisi pembacaan surat ini sudah ada dari pendahulu-pendahulu (istilah yang dipakai bapak
KH. Ahmad Afif: ulama’) sebelumnya, maka tetap dipakai atau dipraktekan dalam tradisi ini.
Alasanya ialah pertama,mempertahankan dan melestarikan budaya sebelumnya (yang
penting tidak ada unsur kejawennya dan hal ini (membaca surat al-Rahman) termasuk baik
dan berpahala. Kedua, diharapkan anak yang dikandung kelak menjadi hamba yang selalu di
sayang oleh Allah (inisiatif dari lafadz al-Rahman). Ketiga, pengingat untuk tidak
mendustakan nikmat Allah yang ada (amanah berupa: anak).
g.        Surat al-Waqi’ah[36]

Surat al-Waqi’ah merupakan surat yang diturunkan di Makkah, kecuali ayat: 81-96
(akhir surat) yang diturunkan di Madinah, jumlah ayatnya ada 96, waqila: 95 & 99.
.‫ من قرأ سورة الواقعة كل ليلة لم تصبه فاقة ابدا‬:‫قال رسول هللا صلى هللا عليه وسلم‬

“ Rasulullah SAW bersabda: Barang siapa yang membaca surat al-Waqi’ah setiap malam,
maka orang tersebut tidak akan faqir selamanya”.
‫ من قرأ سورة الواقعة كل ليل{{ة لم تص{{به فاق{{ة وس{{ورة الواقع{{ة‬:‫قال رسول هللا صلى هللا عليه وسلم‬
.‫سورة الغنى فاقرؤها وعلموها اوالدكم‬

“ Rasulullah SAW bersabda: Barang siapa yang membaca surat al-Waqi’ah setiap malam,
maka orang tersebut tidak akan faqir, surat al-Waqi’ah bisa disebut juga dengan surat al-
Ghina. Maka hendaklah kalian membaca surat ini serta ajarkanlah kepada anak-anak kalian”
Adapun khasiat dari surat al-Waqi’ah diantaranya:
1.     Terkabulnya Hajat

Berkata sebagian ulama’: “Barang siapa yang membaca surat al-Waqi’ah 40 kali
dalam satu majelis, maka akan dikabulkan hajat atau keinginan/kebutuhannya, terlebih dalam
masalah rizki”. Dan waktu yangmujarrab ialah dibaca ketika setelah shalat ashar dengan
jumlah 14 kali.
2.     Melancarkan proses melahirkan bayi

Diantara khasiat dari surat al-Waqi’ah ialah melancarkan proses saat melahirkan bayi.
Adapun langkah-langkahnya ialah surat tadi di baca kemudian ditiupkan ke dalam benda lalu
di kalungkan kepada si ibu yang hendak melahirkan.
h.        Surat al-Mulk

Dalam kitab al-Khashaish al-Kafiyah disebutkan bahwa surat al-Mulk merupakan


surat yang tinggi derajatnya, terang/jelas keberkahanya dan sudah masyhur fadhilah/
khasiatnya. Telah di sabdakan oleh Nabi SAW yang artinya: “Ada surat dari al-Qur’an yang
jumlahnya ada 30 ayat yang bisa memberi syafa’at kepada orang yang membaca, bahkan
orang yang membacanya tersebut juga bisa mendapatkan ampunan dari Allah SWT yaitu
surat tabarakalladzi biyadihil muluk  (al-Mulk)”. Riwayat lain menyebutkan: “Ada surat dari
al-Qur’an yang jumlahnya 30 ayat yang bisamadoni maksudnya bisa menolong atau
membela bagi pembacanya sampai orang yang membaca tadi selamat dari siksa neraka, yang
pada akhirnya Allah SWT memasukkannya ke dalam surga-Nya”. Dan surat tabarak (al-
Mulk) juga bisa mencegah dari siksa kubur. Begitu besarnya surat tabarakdari
besarnya/banyak fadhilah didalamnya dan telah nyata atau jelas keberkahannya, bahkan
Rasulullah SAW sendiri tidak/belum mau tidur sebelum membaca 2 surat yaitu surat alif lam
mim, tanzil al-Sajdah dan surat tabarak.[37]
Dari adanya penjelasan tersebut, maka tak heran bila surat ini juga termasuk bacaan
yang wajib ada, saat acara ngapatan dengan motif atau alasan: pertama, Nabi SAW selalu
mempraktekannya setiap hari menjelang tidur. Kedua, berharap mendapat berkah dari
surat tabarak (al-Mulk). Ketiga,  terinisiatif dari lafdz al-Mulk (kerajaan/raja) yang
diharapkan anak nantinya menjadi seorang yang mulia sebagaimana raja.[38]

2.      Perasaan dan Motivasi


Pada tradisi pembacaan delapan surat pilihan dalam ritual Ngapatan di pedukuhan
krajan, fadlilah dari surat-surat pilihan yang telah diresepsi masyarakat secara kuat
mendorong setiap individu masyarakat untuk mentradisikan pembacaan delapan surat pilihan
pada pelaksanaan ngapatan sehingga timbul perasaan optimis dengan fadlilah yang
terkandung ketika melakukan tradisi pembacaan delapan surat pilihan tersebut. Sedangkan
individu lain yang tidak mengetahui fadlilah pembacaan surat-surat pilihan, mengikuti
praktik tersebut karena melihat kondisi yang ada di sekitarnya yang diwarnai dengan praktik
tersebut, sehingga yang demikian menimbulkan asumsi bahwasanya praktik tersebut
merupakan identitas dari komunitasnya dan sekaligus merupakan bagian dari komunitas yang
diikuti. Dan tentu saja yang demikian itu  pada akhirnya tetap akan terjadi proses transmisi
keilmuan dari individu yang sudah mengetahui fadlilah delapan surat pilihan kepada individu
lain yang masih awam dengan hal tersebut.

3.      Konsepsi tentang sebuah Tatanan Umum Eksistensi


Agama yang menjadi suatu sistem simbol menciptakan perasaan dan motivasi yang
kuat, mudah menyebar dan tidak mudah hilang dari diri seseorang yaitu dengan cara
membentuk konsepsi tentang sebuah tatanan umum eksistensi. Dalam hal ini simbol yang
menciptakan perasaan dan  motivasi yang ada pada  masyarakat Krajan tidak begitu saja
muncul di tengah-tengah masyarakat. Perasaan dan motivasi tersebut muncul karena salah
satu peran penting agama adalah membentuk konsepsi tentang tatanan seluruh eksistensi
yang dalam hal ini makna-makna dari simbol yang berupa fadlilah pembacaan surat pilihan
yang ada di tengah-tengah masyarakat terbentuk dengan berbagai macam cara dan proses
yang beragam yang pada intinya keberagaman tentang pengetahuan terkait fadlilah surat
pilihan ini adalah merupakan satu kesatuan yang menyatakan bahwa islam “al-Qur’an”
(apapun pandangan masyarakat terhadapnya) adalah pedoman hidup mereka.

4.      Bukti-bukti Faktual
Bukti faktual yang dimaksud di sini adalah keberlangsungan tradisi pembacaan
delapan surat pilihan dari generasi ke generasi dikarenakan makna personal yang dimiliki
oleh setiap individu telah menjadi makna yang diinternalisasi secara social (makna sosial).
Dan dari hal inilah setiap individu yang menjadi bagian dari masyarakat Krajan secara
langsung maupun tidak langsung  berarti telah melestarikan budaya pembacaan delapan surat
pilihan karena makna personal telah menjadi makna social dalam  artian dalam
pelaksanaannya, pelaksanaan ritual ngapatan bukan hanya milik satu atau dua orang saja
melainka milik bersama yang dalam pelaksanaannyapun harus dilakukan secara bersama-
sama (melibatkan individu lain).

5.      Realitas yang Unik


Realitas yang unik dalam hal ini bisa dipahami dengan segala macam bentuk dan
ragam tindakan yang dilakukan individu dalam pelaksanaan pembacaan delapan surat pilihan
dalam ritual ngapatan. Dalam hal ini pembacaan surat-surat pilihan dilaksanakan dengan
berbagai macam cara, ada surat-surat yang dibaca serentak bersama-sama dan ada surat-surat
yang pembacaannya dengan cara dibagikan ke masing-masing orang secara berkelompok,
dan kedua model pambacaan surat-surat pilihan tersebut dibaca secara jahr. Adapun surat-
surat yang dibaca serentak secara bersama-sama adalah surat Yasin dan al-Qadr. Sedangkan
surat-surat yang cara pembacaannya dibagikan kepada masing-masing orang yang hadir
secara berkelompok di antaranya adalah surat Yusuf, Maryam, Luqman, al-Waqi’ah, al-
Rahman, dan al-Mulk.
[1] Komaruddin Hidayat, Psikologi Kematian 2: Menjemput Ajal dengan
Optimisme(Jakarta: Noura Books, 2013), hlm. 3.
[2] Kuntjaraningrat, Ritus Peralihan di Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka,
1993).
[3] Clifford Geertz, Abangan, Santri, Priyayi dalam Masyarakat
Jawa (Jakarta: Pustaka Jaya, 1983).
[4] Clifford Geertz, Islam Observed: Religious Development in Marocco and
Indonesia (Chicago: The University of Chicago Press, 1968).
[5] Clifford Geertz, After the Fact: Dua Negeri, Empat Dasawarsa, Satu
Antropolog(Yogyakarta: LKiS, 1999).
[6] Clifford Geertz, Hayat dan Karya: Antropolog sebagai Penulis dan
Pengarang(Yogyakarta: LKiS, 2002).
[7] Rafi’uddin, “Pembacaan Ayat-ayat al-Qur’an dalam Upacara Peret
Kandung”,Skripsi (Yogyakarta: Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga, 2013).
[8] Siti Mas’ulah,  “Tradisi Pembacaan Tujuh Surat Pilihan dalam
Ritual Mitoni/Tujuh Bulanan (Kajian Living Quran di Padukuhan Sembego Kec.
Depok, Kab. Sleman)”, Skripsi(Yogyakarta: Fakultas Ushuluddin UIN Sunan
Kalijaga, 2014).
[9] Yahya Abdurrahman al-Khatib, Fikih Wanita Hamil (Jakarta: Qisthi
Press, 2005).
[10] Muhammad Solikhin, Ritual dan Tradisi Islam Jawa (Yogyakarta:
Narasi, 2010).
                [11] Daniel L. Pals, Seven Theories of Religion (Yogyakarta:
IRCiSoD, 2011), hlm. 337.
                [12] Ignas Kleden, pengantar dalam Clifford Geertz, After the
Fact, Dua Negeri Empat Dasawarsa Satu Antropolog, terj. Landung
Simatupang (Yogyakarta: LkiS, 1998), hlm. xiv.
                [13] Clifford Geertz, Kebudayaan dan Agama, terj. Fransisco Budi
Hardiman (Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 1992), hlm. 3.
                [14] Sebagaimana yang dikutip oleh Daniel L. Pals dalam Seven
Theories of Religion, hlm. 343
                [15] Daniel L. Pals, Seven Theories of Religion, hlm. 343.
                [16] Daniel L. Pals, Seven Theories of Religion, hlm. 343-344.
                [17] Daniel L. Pals, Seven Theories of Religion, hlm. 344.
                [18] Daniel L. Pals, Seven Theories of Religion, hlm. 344-345.
                [19] Daniel L. Pals, Seven Theories of Religion, hlm. 346.
                [20] Clifford Geertz, Kebudayaan dan Agama, terj. Fransisco Budi
Hardiman, hlm.49.
[21]
[22] mengikuti
dari tradisi yang sudah ada secara turun-temurun
[23] Wawancara dengan Pemimpin pembacaan, masyarakat, dan kyai setempat yang
dijadikan rujukan amalan-amalan dalam acara ngapatan yang dilakukan pada
tanggal 10 Desember 2015, di Dukuh Kerajan 01.
[24] Wawancara kepada dengan orangtua dari ibu yang sedang mengandung
pada tanggal 10 Desember 2015, di Dukuh Kerajan 01.
                [25] Disarikan dari wawancara dan observasi yang dilakukan di
Dukuh Krajan 01 pada tanggal 11 Desember 2015.
                [26] Sebagaimana yang dikutip oleh Daniel L. Pals dalam Seven
Theories of Religion, terj. Inyiak Ridwan Mudzir (dkk). (Yogyakarta :
IRCiSoD, 2012), hlm. 342
                [27] Sebagaimana yang dikutip oleh Daniel L. Pals dalam Seven
Theories of Religion, hlm. 343
                [28] Imam Jalaluddin al-Suyuti, al-Itqan fi ‘Ulum al-Qur’an . terj.
Tim Editor solo (Surakarta: Indiva Pustaka, 2009), cet. 1, hlm. 609-612
                [29] Zahir Ibn Iwad al-Alma’I, Dirasat fi ‘Ulum al-Qur’an, (Riyadh :
Maktabah al-Mulk Fahd al-Wathaniyyah,  2004) cet. 3, hlm. 71
                [30] Musyaffa’ ‘Ali, Al-Khashaish al-Kafiyah (Magelang: Mukhtar
bin Sya’rani wa akhihi Munawwir, 1996), juz 2, hlm. 2.
                [31] Musyaffa’ ‘Ali, Al-Khashaish al-Kafiyah. . . . , juz 2, hlm. 4-6.
                [32] Musyaffa’ ‘Ali, Al-Khashaish al-Kafiyah. . . . , juz 2, hlm. 8-9.
                [33] Musyaffa’ ‘Ali, Al-Khashaish al-Kaafiyah. . . . , juz 2, hlm. 13.
                [34] Wawancara pada Umi Niken Susiawati.
                [35] Musyaffa’ ‘Ali, Al-Khashaish al-Kafiyah. . . . , juz 8, hlm. 57.
                [36] Musyaffa’ ‘Ali, Al-Khashaish al-Kafiyah. . . . , juz 2, hlm. 34-
37.
                [37] Musyaffa’ ‘Ali, Al-Khashaish al-Kafiyah. . . . , juz 3, hlm. 6-7.
                [38] Wawancara pada Umi Niken Susiawati.

Anda mungkin juga menyukai