BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sesuai dengan latar belakang di atas, maka penelitian ini dibatasi pada beberapa poin
penting yang perlu dikaji secara sistematis dan mendalam, yaitu sebagai berikut:
1. Bagaimana fenomena pembacaan ayat-ayat al-Qur’an dalam upacara ngapatan?
2. Bagaimana pemaknaan masyarakat Desa Krajan 01 terhadap pembacaan ayat-ayat al-Qur’an
yang digunakan dalam upacara ngapatan?
1. Tujuan Penelitian
2. Kegunaan Penelitian
1) Secara akademik, penelitian ini diharapkan bisa memberikan sumbangan khazanah keilmuan
dan pemikiran keislaman, khusunya dalam bidang Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir serta studi
Living Qur’an.
2) Secara sosial, penelitian ini diharapkan bisa menambah wawasan, pengetahuan maupun
pemahaman baru kepada penulis dan pembaca pada khususnya, serta masyarakat luas pada
umumnya tentang tradisi ngapatan.Kemudian diharapkan pula dapat menjadi motivasi bagi
para akademisi untuk lebih peka terhadap fenomena keberagaman yang ada
di sekitar, sertadapat mendorong masyarakat agar semakin tertarik terhadap al-Qur’an.
D. Telaah Pustaka
Dalam telaah pustaka ini, penulis akan mendeskripsikan beberapa sumber maupun
literatur yang berkaitan dengan upacara ngapatan, ritus peralihan, ataupun penelitian
yangberdasarkan studi living Qur’an.
Pertama, studi penelitian ritus peralihan sudah pernah ditulis sebelumnya
olehKuntjaraningrat dengan judul Ritus Peralihan di Indonesia. Di dalam buku
ini, Kuntjaraningratmengumpulkan berbagai tulisan yang bertemakan ritus peralihan yang
diteliti dari berbagai daerah di Indonesia, seperti Medan, Madura, Jawa, Bali, dan lain-
lain. Kuntjaraningratmemaparkan tradisi setiap daerah dengan sangat rinci. Mulai dari asal-
usul tradisi tersebut, prosesi, sampai pemaknaan tiap prosesi. Akan tetapi, penelitian-
penelitian tersebut hanyaterfokus pada kajian antropologi saja atau pada tradisinya
saja. Tidak ada unsur al-Qur’an di dalamnya.[2]
Kedua, pembahasan mengenai ritus peralihan terdapat pula pada buah karya Clifford
Geertz yang telah diterjemahkan dengan judul “Abangan, Santri, Priyayi dalam Masyarakat
Jawa”. Di dalam buku ini juga sedikit banyak berbicara mengenai hal-hal yang berkaitan
dengan ritus peralihan, khususnya di dalam tradisi kebudayaan Jawa. Dimulai dari fase
kelahiran hingga kematian, bagaimana beragamnya kebudayaan Jawa dalam menandai fase-
fase peralihan di dalam kehidupan. Di sini juga dijelaskan bagaimana berpadunya antara
kebudayaan jawa dan unsur-unsur keislaman di dalam ritus peralihan tersebut. Buku ini
merupakan disertasi Geertz dari hasil penelitian etnografinya yang sangat lengkap mengenai
masyarakat Jawa, yang kemudian menelurkan konsep mengenai ‘aliran’ yang sampai
sekarang masih menjadi perdebatan serta pengelompokan politik di Indonesia pada tahun
1950-an.[3]
Kemudian Islam Observed yang juga merupakan karya seorang Antropolog Indonesia
besar yang ditulis di Chicago pada tahun 1968 dan diterbitkan oleh The University of
Chicago Press pada tahun 1971. Buku ini adalah buku tentang studi perbandingan tentang
perkembangan Islam di Maroko dan Indonesia yang merupakan tempat Clifford Geertz
mengembangkan konsepnya mengenai the force of religion dan the scope of religion, dan
juga Negara: The Theatre State in Nineteenth Century Bali.[4]
Karya tulis Clifford Geertz yang lain adalah After the Fact yang juga sudah
diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Geertz merupakan salah satu tokoh yang
tulisannya banyak diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, mengingat Geertz juga berjasa
di Indonesia dalam hal etnografi, khususnya di daerah Jawa dan Bali. Buku ini merupakan
hasil perenungannya mengenai kedudukan ilmu pengetahuan berdasarkan apa yang
dialaminya sendiri dalam ilmu antropologi di dua negeri, yaitu Indonesia dan Maroko, selama
empat dasawarsa atau empat puluh tahun. Maka dari itu judul buku ini menggunakan Two
Countries, Four Decades, One Anthropologist.[5]
Berbeda dengan After the Fact, buku Works and Lives yang ditulis sebelumnya dan
diterjemahkan juga ke dalam bahasa Indonesia dengan judul Hayat dan Karya merupakan
karya Clifford Geertz yang berisi tentang studi kritis dan perenungannya mengenai ilmu
antropologi karya empat tokoh sebelumnya yaitu Levi-Strauss, Evans-Pritchard, Malinowski,
dan Ruth Benedict.[6]
Selain dari beberapa buku yang disebutkan di atas, ada beberapa skripsi yang secara
tidak langsung berkaitan dengan penelitian ini, misalnya yang ditulis oleh Rafi’uddin dengan
judul “Pembacaan Ayat-ayat al-Qur’an dalam Upacara Peret Kandung” yaitu sebuah
penelitian studi living Qur’an yang dilakukan di Desa Poteran Kec. Talango Kab. Sumenep
Madura. Skripsi ini memaparkan banyak hal mengenai akulturasi ajaran Islam dengan
tradisi Peret Kandung, khususnya yang berkembang di Desa Poteran Kec. Talango Kab.
Sumenep Madura. Dalam penelitian tersebut Rafi’uddin menerangkan bahwa upacara Peret
Kandung merupakan upacara pemijatan kandungan yang dilakukan pada saat kandungan
berusia tujuh bulan.Biasanya dilakukan dari pihak perempuan atau orang tua dari anak yang
hamil, dan upacara ini hanya dilaksanakan ketika mengandung anak pertama, sementara
ketika mengandung anak kedua dan berikutnya tidak perlu dilaksanakan upacara Peret
Kandung, cukup sekedar diadakan selamatan dengan dibacakan al-Qur’an sesuai dengan
tingkat kemampuan masing-masing.[7]
Siti Mas’ulah menulis skripsi dengan judul “Tradisi Pembacaan Tujuh Surat Pilihan
dalam Ritual Mitoni/Tujuh Bulanan” yaitu sebuah kajian living Qur’an di Padukuhan
Sembego Kec. Depok Kab. Sleman. Skripsi ini menerangkan gambaran/proses maupun
makna, motivasi, dan tujuan dari berbagai bacaan al-Qur’an yang mengiringi
tradisi mitoni, khususnya di Padukuhan Sembego Kec. Depok Kab. Sleman.[8]
Hasan Su’aidi dalam artikelnya yang berjudul Korelasi Tradisi Ngapati Dengan
Hadits Proses Penciptaan Manusia menjelaskan bahwa tradisi ngapati adalah salah satu
tradisi yang berkembang di tengah masyarakat Islam Indonesia, khususnya Jawa. Upacara
tersebut dilaksanakan ketika umur janin mencapai empat bulan. Dalam
pelaksanaannya,dilakukan permohonan keselamatan, keberkahan dan kesejahteraan sang
bayi. Meminta agar dipanjangkan umurnya, dilapangkan rizkinya, dibaguskan bentuk
rupanya dan diberi nasib yang baik. Oleh karena itu, dalam upacara ngapati biasanya
dilakukan pembacaan surat-surat al-Qur`an, misalnya surat Maryam dan Yûsuf. Pembacaan
kedua surat tersebut dimaksudkan agar ketika bayinya kelak lahir, jika perempuan berparas
cantik seperti Maryam dan jika laki-laki berparas tampan seperti nabi Yusuf, juga
berperangai baik dan santun.
Yahya bin Abdurrahman al-Khathib dalam bukunya Fiqih Wanita Hamil menjelaskan
tentang wirid dari al-Qur’an bagi wanita hamil, seperti membaca surat al-Fatihah sebanyak
tujuh kali, surat al-Ikhlas sebanyak tiga kali, surat al-Falaq sebanyak tiga kali, surat an-Nas
sebanyak tiga kali, ayat kursi sebanyak tiga atau tujuh kali –dengan tujuan mengusir jin–,
ayat terakhir surat al-Hasyr sebanyak satu kali, dan lain-lain. Dijelaskan pula amalan-amalan
bagi orang hamil dan berbagai macam hukum fiqih, seperti hukum memberi nafkah wanita
hamil, menceraikan istriyang sedang hamil, dan lain-lain.[9]
Artikel Tradisi Mapati Dan Mitoni Masyarakat Jawa Islam yang ditulis oleh Aldi
Selenia Muhammad Daniel Safira memaparkan bahwasanya tradisi empat bulan masa
kehamilan adalah tradisi untuk mendoakan sang jabang bayi yang mana pada empat bulan
kehamilantersebut bertepatan dengan ditiupkannya roh pada sang bayi. Dengan
ditiupkannya roh pada bayi, maka seketika itupun babak kehidupan sang bayi dimulai. Mulai
ditentukan rezekinya, ajalnya, langkah-langkah perilakunya, sebagai orang yang celaka atau
termasuk orang yang beruntung. Selain dengan doa, tradisi empat bulanan juga dilakukan
dengan sedekah atau syukuran, kita ketahui bahwa doa dan sedekah adalah dua kekuatan
yang bisa menembus takdir.
Muhammad Sholikhin menjelaskan pada bab empat bukunya yang
berjudul Ritual dan Tradisi Islam Jawa, tentang ritual dan tradisi pada masa
kehamilan masyarakat jawa. Dijelaskan juga tentang tradisi ngapati,
tradisi ngapati dinamakan ngapati karena tradisi tersebut terjadi pada masa empat bulan
kehamilan. Ritual ngapati dilaksanakan karena berhubungan dengan hadis yang menjelaskan
bahwa pada hari ke-120 atau empat bulan, Allah akan meniupkan roh ke dalam kandungan si
ibu. Ritual tersebut dilakukan sebagai langkah antisipasi, memohon kepada Allah agar
semuanya menjadi baik.[10]
Dari hasil telaah pustaka di atas, penelitian mengenai ritual ngapatan secara
keseluruhan, meliputi sejarah, pemaknaan bacaan ayat al-Qur’an, dan penelitian di Dukuh
Krajan 01 Grabag Magelang belum ada yang membahas sebelumnya. Oleh karenanya, untuk
melengkapi deretan hasil penelitian mengenai ritus peralihan manusia, peneliti akan
menjawab rumusan masalah di atas berdasarkan literatur-literatur yang sudah ada dan
tentunya fenomena yang ditemui di lokasi penelitian.
E. Kerangka Teori
“Suatu pola makna-makna yang diteruskan secara historis yang terwujud dalam
simbol-simbol, suatu sistem konsep-konsep yang diwariskan yang terungkap dalam bentuk-
bentuk simbolis yang dengannya manusia berkomunikasi, melestarikan, dan
memperkembangkan pengetahuan mereka tentang kehidupan dan sikap-sikap terhadap
kehidupan.”
Dari situ dapat diketahui bahwa setiap perilaku yang terlahir dari individu
ataupun kelompok yang kemudian membentuk suatu kebudayaan pasti mempunyai simbol
yang mempunyai makna dan ketika dianalisa lebih dalam akan ditemukan sistem nilai yang
tidak bisa dilihat secara kasat mata. Dari simbol itulah kita dapat mengetahui nada, ciri, dan
kualitas kehidupan mereka, moralnya, gaya hidupnya, seni yang ada di dalamnya, suasana
hati dan pandangan mereka mengenai obyek tertentu. Untuk melihat bagaimana sistem
makna dan sistem nilai yang ada pada perilaku masyarakat diperlukan antropologi
interpretatif. Dan ketika menggunakan cara antropologi interpretatif maka akan selalu tertarik
pada masalah agama. Agama menurut Geertz adalah (1) suatu sistem simbol yang bertujuan
untuk menciptakan (2) perasaan dan motivasi yang kuat, mudah menyebar dan tidak mudah
hilang dari diri seseorang dengan cara membentuk (3) konsepsi tentang sebuah tatanan umum
eksistensi dan melekatkan konsepsi ini kepada (4) bukti-bukti faktual, dan pada akhirnya
perasaan dan motivasi ini akan terlihat sebagai suatu (5) realitas yang unik.[14]
Secara sekilas, definisi agama menurutnya memang sangat rumit, karena defin3isi
tersebut tidak hanya mengandung definisi, akan tetapi juga teori. Namun ini akan lebih
dirinci dan dijelaskan lagi pada aplikasi teori Geertz yang digunakan untuk membaca surat-
surat pilihan yang dibaca ketika ngapatan.
Yang pertama, yang dimaksud dengan “sebuah sistem simbol” menurut Geertz adalah
sumber informasi ekstrinsik yang darinya seorang dapat mudah memahami apa yang
dimaksud dari sesuatu tersebut. Simbol inilah yang memberi ide pada seseorang.
[15] Contohnya saja awan mendung. Ia menjadi suatu simbol akan terjadinya hujan. Yang
harus digarisbawahi adalah, makna dari suatu simbol tidak bersifat privasi yang hanya
diketahui seorang saja, melainkan makna simbol adalah milik publik yang diketahui oleh
semua orang di daerah tersebut. Selain itu, tanda salib yang menjadi simbol bagi agama
Kristen. Makna dari tanda salib bersifat publik karena semua orang sudah mengetahuinya.
Kedua, yang dimaksud dengan “menciptakan perasaan dan motivasi yang kuat
dalam diri seseorang yang mudah untuk mempengaruhi dan sulit untuk dihilangkan” adalah
agama dapat membuat seseorang merasakan dan melakukan apa yang menurutnya baik.
Tentunya orang yang membimbing mempunyai motivasi tertentu untuk mengajarkan sesuatu
yang menurutnya bernilai baik dan ketika itu sudah dilakukan secara terus-menerus maka
akan sulit untuk dihilangkan.[16]
Yang ketiga, sebuah perasaan dan motivasi tidak serta merta datang begitu saja dan
tidak bisa dianggap hal yang sepele. Perasaan dan motivasi tersebut muncul karena agama
mempunyai peran yang sangat penting yaitu membentuk seluruh konsep tatanan umum
eksistensi.[17] Agama tidak membentuk konsep mengenai hal-hal yang bersifat juz’i atau
bagian-bagian kecil, akan tetapi membentuk konsep bagi dunia secara umum. Contohnya saja
seseorang yang ingin pergi haji. Orang yang ingin pergi haji harus mempunyai finansial yang
cukup. Nah, orang yang mempunyai agama yang kuat, dia akan terdorong untuk mencari
rizki yang halal, bukan yang haram. Ia mempunyai pemikiran tersebut karena sudah diajarkan
oleh agama, selain motivasi moral yang ada di dalamnya.
Geertz menambahkan dalam kesimpulan bukunya bahwa studi apapun yang berkaitan
dengan agama akan berhasil ketika si peneliti dapat memenuhi dua langkah yaitu
menganalisa makna-makna yang terdapat pada simbol keagamaan itu sendiri. kemudian,
karena simbol-simbol ini sangat terkait dengan struktur masyarakat dan aspek psikologi
anggota masyarakat, maka harus ditelusuri secara mendalam baik dari bagaimana asal
mulanya, proses penerimaannya dan pemaknaannya.[19] Secara singkat, penelitian dilakukan
pada tiga hal yaitu simbolnya, masyarakatnya, dan psikologi masyarakatnya dan orang-orang
yang terlibat. Adapun mengenai tahapannya, Geertz menyebutkan dalam bukunya bahwa
studi antropologis mengenai agama ada dua tahap, yaitu menganalisa sistem makna yang
terkandung pada simbol-simbol, dan yang kedua adalah mengaitkan sistem ini pada struktur
sosial dan psikologi masyarakat.[20]
F. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Adapun jenis penelitian ini yaitu penelitian lapangan (field research) di mana
penelitian dilakukan di lokasi secara langsung, melalui observasi, wawancara, dan
dokumentasi. Sedangkan metode yang digunakan adalah metode kualitatif dan menggunakan
pendekatan fenomenologi. Pendekatan ini dilakukan dengan cara penulis as pengamat yang
mengamati langsung kejadian dan fenomena yang terjadi.
2. Lokasi penelitian
Lokasi penelitian yang dimaksud adalah daerah yang menjadi objek penelitian. Dalam
hal ini, penulis mengambil tempat sebagai lokasi penelitian di Dukuh Krajan 01, Grabag,
Magelang tepatnya di kediaman KH. Ahmad Afif yang juga merupakan abah dari saudari
Maulida Adawiyah –salah satu peneliti–.
3. Subyek Penelitian dan Sumber Data
Adapun subyek penelitian tradisi ngapatan ini yaitu KH. Ahmad Afif
sendiri selakutokoh masyarakat dan tokoh agama, istri KH. Ahmad Afif, yaitu Umi Niken
Susiawati, pemimpin pembacaan al-Qur’an, Kepala Dukuh Krajan 01, dan putri dari KH.
Ahmad Afif yang sedang mengandung empat bulan sebagai subyek penelitian utama dalam
penelitian ini.Adapun sumber datanya bisa didapat dari wawancara dan observasi, dokumen
atau kitab yang didapatkan dari KH. Ahmad Afif, maupun literatur-literatur yang mendukung
dalam penelitian.
G. Teknik Pengumpulan Data
Karena penelitian ini merupakan penelitian kualitatif, maka teknik pengumpulan data
dapat diperoleh dengan cara observasi atau pengamatan langsung pelaksanaan ritual
tradisi,interview atau wawancara kepada narasumber, dan dokumentasi yang didapatkan
ketika observasi dan wawancara.
1. Observasi
Dalam penelitian ini, observer atau pengamat terlibat secara langsung dalam prosesi
pembacaan al-Qur’an pada tradisi ngapatan di kediaman KH. Ahmad Afif. Namun
keterlibatan ini tidak mengakibatkan adanya perubahan pada pelaksanaan pengajian. Peneliti
di sini tidak menutup diri sebagai peneliti agar mudah mendapatkan informasi mengenai data-
data yang dibutuhkan untuk penelitian. Salah satu dari peneliti merupakan keluarga
narasumber sehingga suasana lebih nyaman ketika wawancara dilaksanakan secara detil dan
mendalam.
2. Wawancara
Untuk mendapatkan data yang lengkap dalam penelitian, wawancara merupakan suatu hal
yang wajib karena dengan cara ini sebagian besar data dapat dikumpulkan. Dalam hal ini,
wawancara tidak bisa dilakukan dengan sembarang orang, yaitu hanya dengan orang yang
memang sesuai dengan objek penelitian. Dalam penelitian ini, kami sudah menjelaskannya di
subyek penelitian. Untuk membantu pengumpulan data dan informasi yang akan diperoleh,
peneliti menggunakan kamera hp untuk merekam, serta buku dan pulpen mencatat
wawancara yang dilakukan.
3. Dokumentasi
Dokumentasi merupakan tahap ketiga dalam pengumpulan data yang memuat fotodan video
tentang prosesi pembacaan al-Qur’an, ataupun dokumen miliknarasumber dan Dukuh Krajan
01.
H. Sistematika Pembahasan
Agar penelitian dapat konsisten dan tidak keluar dari rumusan masalah, maka
perludirangkai sistematika pembahasan agar penelitian lebih sistematis dan tersusun.
Dan bab terakhir atau bab kelima adalah penutup yang berisi kesimpulan dan saran-
saran. Kedua hal ini penting karena kesimpulan dimaksudkan untuk menjawab rumusan
masalah yang telah disusun sebelumnya dan menyimpulkan semua pembahasan yang diteliti
dan saran-saran disajikan agar penelitian ini dapat menjadi penelitian yang ilmiah dan lebih
baik ke depannya.
BAB II
GAMBARAN UMUM PEDUKUHAN KRAJAN 01
Pada bab ini akan dipaparkan mengenai lokasi penelitian dan subjek kajian.
Dipaparkan letak geografis, demografi padukuhan Krajan 01 (keadaan pendidikan
masyarakat, sosial budaya masyarakat, ekonomi masyarakat, keberagaman masyarakat, dan
kondisi pemerintahan masyarakat dukuh Krajan 01).
Pembahasan pada bab ini perlu dipaparkan guna mengantarkan pembaca untuk
mengetahui, menyelami, dan memahami kondisi subjek penelitian serta kegiatan yang
dijalankan di dalam masyarakat Krajan 01.
A. Letak Geografis Dukuh Krajan 01
Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa kelulusan pendidikan masyarakat Krajan 01
didominasi oleh lulusan SI. Berangkat dari data di atas dapat diketahui bahwa masyarakat
desa Krajan 01 sudah mengedepankan pendidikan formal. Selain pendidikan formal yang ada
di desa Krajan 01 terdapat tiga lembaga pondok pesantren yang ada di desa Krajan 01 seperti
pondok al-Fallah, Rahmatullah dan pondok al-Fallah. Dikarenakan letak desa ini dikelilingi
oleh pondok pesantren maka nilai agama yang ada di desa ini masih kental. Selain sarana
sekolah formal dan pesantren dalam desa Krajan 01 juga terdapat fasilitas pengajian TPA.
Dalam kehidupan manusia, faktor ekonomi adalah faktor penting dalam sebuah
kehidupan, karena sistem ekonomi adalah sistem mata pencaharian untuk melangsungkan
kehidupan. Sistem ekonomi juga dapat memperlihatkan kesejahteraan yang ada pada sebuah
masyarakat. Demikian juga yang ada di desa Krajan 01, perekonomian menjadi mata
pencaharian untuk memenuhi kebutuhan hidup.
Dari data wawancara yang didapatkan dari kepala dukuh pak Mujib, data
perekonomian yang ada di masyarakat krajan 01 dapat dilihat dalam tabel dibawah ini:
Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa sebagian besar masyarakat desa Krajan 01
menggantungkan ekonominya pada wirausaha dengan jumlah presentase 50%. Desa Krajan
01 memang dekat dengan prasar Grabag oleh karena itu dapat diketahui bahwa masyarakat
Krajan 01 memanfaatkan pasar sebagai mata pencaharian hidup.
4. Keberagaman Masyarakat
Agama dan masyarakat merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan, bahkan
mengkaji keagamaan berarti mempelajari sebuah perilaku manusia dalam hidup beragama.
Fenomena keagamaan adalah wujud sikap dan perilaku yang menjadi patokan dalam
kehidupan. Menurut data monografi desa Krajan 01, penduduk desa tersebut keseluruhan
dari anggota masyarakatnya adalah beragama Islam. Namun seiring dengan pergantian tahun
dan zaman terdapat berbagai macam aliran Islam yang ada di desa Krajan 01 seperti
WAHABI, MUHAMADIYAH, NU dan lain-lain. Mayoritas aliran yang ada di desa Krajan
01 adalah NU. Di desa ini juga menyediakan sarana peribadatan Agama Islam seperti
mushala dan masjid. Walaupun terdapat perbedaan aliran Islam namun toleransi yang ada di
masyarakat krajan 01 masih dijunjung tinggi, tidak pernah ada perselisihan antar aliran di
desa Krajan 01. Desa Krajan 01 juga memberi sarana pengajian TPA untuk mengajarkan
kepada anak membaca al-Qur’an yang sesuai dengan makharijul huruf.
5. Kondisi Pemerintahan Masyarakat
Terkait dengan kondisi pemerintah di desa Krajan 01, di desa ini dipimpin oleh pak
dukuh yang dipilih oleh masyarakat. Pak dukuh menjabat di desa, maka terdapat perda atau
dibatasi oleh sebuah undang-undang. Akan tetapi pak Rt adalah jabatan yang tidak memiliki
perda jadi pak Rt dapat bertahan bertahun-tahun dan akan diganti jika sudah merasa tidak
sanggup menjabat lagi. Di dalam masyarakat Krajan 01 terdapat program pemerintah untuk
mensejahterakan masyarakat Krajan 01. Karena sekarang sedang musim hujan, pemerintah
Krajan 01 mengadakan perawatan drainasse untuk memperlancar aliran air hujan. Selain itu
mengadakan kegiatan lingkungan sehat seperti menanam pohon dipekarangan rumah. Selain
kegiatan tersebut pemerintah juga mengadakan kegiatan kerjabakti, namun kegiatan
kerjabakti akan terlaksana saat dirasa membutuhkan atau saat rumput panjang. Kegiatan yang
lain seperti merawat warga yang kurang kecukupan yaitu membagikan beras miskin tiap
bulan.
BAB III
TRADISI RITUAL NGAPATAN DI DESA KERAJAN 01 MAGELANG
Kalau sejarahnya itu kemungkinan sejak jaman walisongo, mengganti ritual zaman
dahulu yang cenderung kepada hal-hal yang negatif dan kurang berfaedah, kemudian
dialihkan secara perlahan ke hal yang lebih positif. Misal, dulu itu kalau ada yang sedang
hamil, dirayakan dengan minum-minuman, judi, nyanyi-nyanyi, naruh sesajen di pojok-pojok
rumah dan sebagainya. Nah, waktu ada walisongo kemudian melihat yang semacam itu,
walisongo membuat siasat gimana caranya supaya kebiasaan buruk itu hilang, namun tidak
menyingung perasaan orang-orang. “eh, pak, buk, ayok kumpul, ini saya punya lagu baru
yang lebih enak” padahal itu bacaan-bacaan do’a atau surat tapi dibaca pakek lagu biar
lebih menarik. “Nah, itu makanan yang di pojok-pojok mending di taruh di tengah aja biar
dimakan bareng-bareng, eman-eman to nanti malah basi udah dimasak tapi nggak ada yang
makan”. Ya kurang lebih seperti itu caranya walisongo mengganti kebiasaan yang kurang
baik tadi.[21]
Demikian yang diungkapkan oleh Kyai Afif berkaitan dengan sejarah kemunculan
tradisingapatan di Dukuh Kerajen 01. Jadi, tradisi ngapatan ini merupakan suatu bentuk
respon dari seorang wali atas perilaku masyarakat ketika menyikapi kehamilan seseorang,
yang mana pada waktu itu masyarakat Jawa justru merayakannya dengan kegiatan semacam
yang sudah disebutkan di atas. Yang mana tradisi ngapatan ini merupakan suatu bentuk
transformasi yang dilakukan oleh walisongo dari tradisi yang sudah ada sebelumnya.
Seiring berjalannya waktu, unsur-unsur kejawen yang terdapat di dalam acara
ngapatan di Dukuh Kerajan 01 ini menghilang dengan sendirinya. Yang tersisa hanyalah
pembacaan surat-surat tertentu. Namun tidak menutup kemungkinan jika di dukuh-dukuh
lainnya yang berada di sekitar Dukuh Kerajan 01 masih terdapat unsur-unsur kejawen di
dalam tradisi ngapatan ini.
Akan tetapi meskipun demikian, ternyata tidak semua masyarakat mengetahui kapan
tradisi ngapatan ini dimulai. Bahkan Kyai Afif sendiri tidak menyebutkan secara pasti
tentang waktunya, beliau hanya mengatakan bahwa tradisi ini sudah ada sejak zaman
walisongo. Istri Kya Afif mengatakan bahwa kebanyakan warga setempat hanya
“gethuktular”[22]. Jadi mereka hanya mengikuti tradisi yang sudah ada secara turun-temurun
di dukuh tersebut. Mereka hanya mengikuti apa yang mereka anggap baik.
Mengenai bacaan yang diamalkan di dalam tradisi ngapatan, tentunya juga beragam
tergantung siapa yang memulainya, atau siapa yang memberikan bacaannya.
Ulama’ mengambil dari hadis/qur’an, tapi ada juga ulama’ yang mengamalkan suatu
surat dengan amalan tertentu kemudian mendatangkan khasiat, kemudian diikuti oleh orang-
orang selanjutnya.
Untuk di Dukuh Kerajan 01 sendiri ternyata memperoleh bacaan tersebut dari Kyai
Afif, Hal ini berdasarkan keterangan dari seorang Ibu yang memimpin pembacaan di dalam
acara tersebut. Kyai Afif sendiri membenarkannya, namun beliau juga menerangkan bahwa
bacaan tersebut beliau ambil dari kitab amalan yang diberikan oleh temannya. Beliau
mengambil surat-surat yang faedahnya cocok untuk acara ngapatan. Menurut beliau selama
itu baik, maka tidak ada salahnya untuk diamalkan.
Muqaddimah ini dipimpin oleh seseorang yang ditunjuk oleh tuan rumah secara acak
kepada salah satu hadirin yang menghadiri acara ngapatan. Muqaddimah ini seperti
penyampaian kata-kata sambutan mewakili tuan rumah yang ditujukan kepada audience.
b. al-Rahman (7x)
c. al-Waqi’ah (7x)
d. Luqman
e. al-Mulk (7x)
f. Yusuf
g. Maryam
Dari semua surat yang dibaca di dalam ritual tersebut, di dalam pelaksanaannya, ada
yang dibaca bersama-sama ada pula yang dibagi-bagi ke orang-orang tertentu. Untuk surat-
surat seperti Q.S. al-Rahman, Q.S. al-Waqi’ah, Q.S. Luqman, Q.S. al-Mulk, Q.S. Yusuf, dan
Q.S. Maryam dibagi kepada hadirin. Bagi yang tidak mendapatkan bacaan surat-surat
tersebut, sisanya membaca surat Q.S. Yasin kemudian dilanjutkan membaca surat Q.S. al-
Qadar tiga kali secara bersama-sama.
Meskipun yang sedang mengandung berada di tempat yang berbeda dari
pelaksanaanngapatan tersebut, baik ibu maupun ayah dari si calon bayi juga berkewajiban
membaca surat-surat seperti yang sudah disebutkan di atas.
3. Pembacaan Do’a
Pembacaan do’a ini dipimpin oleh seseorang yang sebelumnya memimpin pembacaan
surat-surat.
4. Makan-makan
D. Motivasi Pelaksanaan
a. Diawali dengan huruf-huruf hijaiyyah muqatha’ah , dalam hal ini diwakili oleh lima surat :
1) Surat Yusuf, diawali dengan tiga huruf : alif, lam, dan ra’ “”الر
2) Surat Maryam, diawali dengan lima huruf : kaf, ha, ya, ‘ain, dan Shad “كهيعص ”
3) Surat Luqman, diawali dengan tiga huruf : alif, lam, dan mim “الم ”
4) Surat Yasin, diawali dengan dua huruf : ya’ dan sin “يس ”
b. Diawali dengan kalimat berita (), dalam hal ini diwakili oleh dua surat :
d. Diawali dengan pujian kepada Allah, dalam hal ini diwakili surat al-Mulk dengan redaksi :
Adapun jika diklasifikasikan berdasarkan pada kuantitas ayatnya maka delapan surat
di atas dapat dikategorisasikan sebagai berikut :[29]
a. Al-Mi’un (Surat-surat dalam al-Qur’an yang terdiri dari 100 ayat atau lebih), dalam hal ini
diwakili oleh surat Yusuf dengan jumlah 111 ayat.
b. Al-Matsani (Surat-surat dalam-al-Qur’an yang terdiri kurang dari atau mendekati 100 ayat),
dalam hal ini diwakili oleh surat Maryam dengan jumlah 98 ayat, al-Waqi’ah dengan 96 ayat,
Yasin dengan 83 ayat, al-Rahman dengan 78 ayat, Lukman dengan 34 ayat, dan surat al-Mulk
dengan 30 ayat
c. Al-Mafshal (Surat-surat pendek dalam al-Qur’an), dalam hal ini diwakili oleh surat al-Qadar
dengan 5 ayat.
Dari penjabaran terkait struktur luar di atas maka dapat diketahui bahwa masing-
masing surat secara eksplisit memiliki simbol-simbol yang sudah dapat diketahui dari bentuk
dzahirnya. Sedangkan makna (significance) dari delapan surat pilihan yang ada dalam
ritual Ngapatan dapat diketahui melalui fadlilah-fadlilah atau keutamaan-keutamaan dari
masing-masing surat pilihan.
2) Struktur Dalam
a. Surat Yasin
Telah disabdakan oleh Nabi SAW yang artinya kurang lebih: “Hendaklah kalian
membaca surat Yasin, karena surat Yasin mengandung 20 keberkahan: barang siapa yang
membaca surat Yasiin, jika orang tersebut sedang lapar maka akan menjadi kenyang, jika
orang tersebut susah membeli pakaian maka akan bisa membeli pakaian, jika orang tersebut
masih jomblo maka akan segera memperoleh jodoh, jika orang tersebut di tahan/ disandra
maka akan cepat bebas, jika orang tersebut bepergian maka akan diberi pertolongan, jika
orang tersebut kehilangan barangnya akan segera ditemukan, jika ada mayyit yang dibacakan
surat Yasiin maka akan diringankan siksanya, jika orang tersebut kehausan maka akan hilang
hausnya, jika orang tersebut sakit maka akan cepat sembuh”.[31]
Intinya, banyak sekali hikmah maupun ke-khas-an dari surat Yasiin. Oleh karena itu, surat ini
diharapkan dapat memberi keberkahan bagi ahlul hajatdengan berharap semoga diberi
kelancaran dan keselamatan sampai proses kelahiranya.
3. Dapat memberi syafa’at atau pertolongan
Nabi SAW bersabda yang artinya: “ Sesungguhnya di dalam al-Qur’an ada surat yang
apabila dibaca oleh seseorang, maka orang tersebut bisa memberi syafa’at atau pertolongan,
dan orang yang mendengarkan mendapatkan ampunan dari Allah SWT, Shahabat bertanya:
“surat apakah itu? Nabi menjawab: yaitu surat Yasiin”.[32]
Maka, dalam prakteknya di tradisi ngapatan , masyarakat krajan 01 yang membaca
surat Yasiin berkeyaqinan bahwa bacaannya (surat Yasiin) dapat memberikan pertolongan
yang dimaksud ialah diberi kesehatan, keselamatan dan kelancaran bagi si ibu dan bayi,
selama masa hamil sampai melahirkan.
4. Diberi kelancaran dan kemudahan segala urusannya
Sebagian ulama’ berkata: “Barang siapa yang sedang dilanda kesusahan atau kesulitan
kemudian membaca surat Yasin maka Allah SWT akan meringankan segala urusannya”.
[33] Dan pada akhirnya tujuan di bacakannya surat Yasiin kepada si ibu hamil ialah agar
selalu terjaga dari segala hal yang tidak diingankan selama masa hamil-melahirkan, dan
berharap semoga Allah senantiasa memberi kelancaran dan kemudahan dalam masa hamil-
melahirkan.
b. Surat al-Qadar
Alasan mengapa surat ini termasuk dalam salah satu bacaan yang wajib di baca
(dibaca bareng-bareng sebagaimana pembacaan pada surat Yasiin) saat acara
tradisi ngapatan ialah bahwasanya surat ini turun pada bulan Ramadlan yaitu bulan
kemuliaan yang penuh keberkahan, kerahmatan dan ampunan; bulan di mana al-Qur’an
diturunkan (inna anzalnahu hu= al-Qur’an), yang mempunyai malam terbaik (1000
bulan) yaitu malam yang diturunkan para malaikat yang mengatur segala urusan dan malam
yang penuh kesejahteraan sampai fajar tiba. Oleh karena itu, ahlul hajat berharap dengan
dibacakanya surat ini, semoga kelak anaknya lahir pada suatu malam (hari) yang mulia
(anzalnahu fi lailatil Qadr) sebagaimana saat al-Qur’an diturunkan untuk pertama kalinya.
[34]
c. Surat Yusuf
Hampir setiap muslim selalu mempraktekan surat Yusuf ini ketika si istri pada masa
kehamilan. Yang mana motiv membacanya didasari rasa harapan yang kuat agar kelak
anaknya yang pas kebetulan laki-laki bisa menyerupai seluk-beluk diri nabi Yusuf, baik itu
ketampananya, kesabarannya, kecerdasannya dan jiwa kepemimpinannya.
Diantara khasiat dari surat Yusuf ialah dapat melahirkan bayi laki-laki (atas kehendak
Allah) yang tampan nan rupawan serta sudah dijaga oleh Allah SWT dari segala hal
tercela. [35] Hal ini, bisa dikaitkan sebagaimana intisari dari kisah nabi Yusuf yang terdapat
dalam surat tersebut, yang dikisahkan bahwa selama dalam perjalanan karier hidupnya nabi
Yusuf selalu dijaga oleh Allah dari segala hal yang tercela mulai dari niat buruk saudaranya,
godaan dari ibu angkatnya, dan fitnahketampanannya.
d. Surat Maryam
Dalam aplikasinya, surat ini selalu dibaca bareng bersamaan dengan membaca surat
Yusuf saat si istri sedang masa kehamilan. Hal ini merujuk pada kandungan kisah-kisah yang
disebutkan didalamnya yang menjadikan seorang Maryam sebagai tokoh utama, yaitu sosok
wanita yang dikenal mempunyai kemulyaan kesucian pada masanya, kecantikan, kelembutan,
keramahan serta kesabaran yang kuat dalam menghadapi segala fitnahmaupun cobaan yang
dialaminya. Ia termasuk salah satu wanita yang dimulyakan oleh Allah terbukti namanya
terabadikan dalam al-Qur’an (jadi nama salah satu surat al-Qur’an).
Oleh karena itu, motif pembacaan surat Maryam kepada si cabang bayi dalam
tradisi ngapatan ialah berharap bahwa si anak nantinya yang pas kebetulan perempuan bisa
menyerupai hal ihwal kepribadian Maryam terutama dalam kecantikannya (dzahiran wa
bathinan).
e. Surat Luqman
Dalam hal ini, surat Luqman mempunyai nilai-nilai pendidikan yang terbentuk dalam
sebuah ungkapan berupa nasihat dari seorang ayah (Lukman) kepada anaknya yaitu yang
terkandung dalam ayat 12-19. Yang di mana diantara nilai-nilai pendidikan yang bisa diambil
sebagai sebuah nasihat kepada si cabang bayi yaitu rasa syukur kepada Allah dan kedua
orang tua,mempunyai aqidah berupa iman yang teguh dan pasti hanya pada Allah semata
(tidak menyekutukan Allah), berbuat baik dan berbakti kepada kedua orang tua, menegakkan
shalat, amar ma’ruf nahi munkar, akhlakul karimah seperti sabar, jangan memalingkan muka
saat diajak berbicara, tidak bersikap takabbur, berjalan sederhana, jangan terlalu keras ketika
berbicara.
Berawal dari pemahaman tersebut, maka dalam prakteknya di
tradisi ngapatan pembacaan surat tersebut dimaksudkan untuk menasehati si cabang bayi
(yang pada saat itu ruhnya sudah ditiupkan = mengerti) agar kelak bisa menjadi seperti
anaknya Lukman, maksudnya diharapkan kelak menjadi anak yang shaleh/ shalihah.
f. Surat al-Rahman
Khasiat atau fadhilah surat ini memang tidak disebutkan dalam kitabal-Khashaish al-
Kafiyah, namun bukan berarti dalam hal ini (tradisingapatan di Krajan 01 Magelang) ahlul
hajat tidak mau menggunakan surat tersebut untuk dibacakan kepada si cabang bayi karena
tradisi pembacaan surat ini sudah ada dari pendahulu-pendahulu (istilah yang dipakai bapak
KH. Ahmad Afif: ulama’) sebelumnya, maka tetap dipakai atau dipraktekan dalam tradisi ini.
Alasanya ialah pertama,mempertahankan dan melestarikan budaya sebelumnya (yang
penting tidak ada unsur kejawennya dan hal ini (membaca surat al-Rahman) termasuk baik
dan berpahala. Kedua, diharapkan anak yang dikandung kelak menjadi hamba yang selalu di
sayang oleh Allah (inisiatif dari lafadz al-Rahman). Ketiga, pengingat untuk tidak
mendustakan nikmat Allah yang ada (amanah berupa: anak).
g. Surat al-Waqi’ah[36]
Surat al-Waqi’ah merupakan surat yang diturunkan di Makkah, kecuali ayat: 81-96
(akhir surat) yang diturunkan di Madinah, jumlah ayatnya ada 96, waqila: 95 & 99.
. من قرأ سورة الواقعة كل ليلة لم تصبه فاقة ابدا:قال رسول هللا صلى هللا عليه وسلم
“ Rasulullah SAW bersabda: Barang siapa yang membaca surat al-Waqi’ah setiap malam,
maka orang tersebut tidak akan faqir selamanya”.
من قرأ سورة الواقعة كل ليل{{ة لم تص{{به فاق{{ة وس{{ورة الواقع{{ة:قال رسول هللا صلى هللا عليه وسلم
.سورة الغنى فاقرؤها وعلموها اوالدكم
“ Rasulullah SAW bersabda: Barang siapa yang membaca surat al-Waqi’ah setiap malam,
maka orang tersebut tidak akan faqir, surat al-Waqi’ah bisa disebut juga dengan surat al-
Ghina. Maka hendaklah kalian membaca surat ini serta ajarkanlah kepada anak-anak kalian”
Adapun khasiat dari surat al-Waqi’ah diantaranya:
1. Terkabulnya Hajat
Berkata sebagian ulama’: “Barang siapa yang membaca surat al-Waqi’ah 40 kali
dalam satu majelis, maka akan dikabulkan hajat atau keinginan/kebutuhannya, terlebih dalam
masalah rizki”. Dan waktu yangmujarrab ialah dibaca ketika setelah shalat ashar dengan
jumlah 14 kali.
2. Melancarkan proses melahirkan bayi
Diantara khasiat dari surat al-Waqi’ah ialah melancarkan proses saat melahirkan bayi.
Adapun langkah-langkahnya ialah surat tadi di baca kemudian ditiupkan ke dalam benda lalu
di kalungkan kepada si ibu yang hendak melahirkan.
h. Surat al-Mulk
4. Bukti-bukti Faktual
Bukti faktual yang dimaksud di sini adalah keberlangsungan tradisi pembacaan
delapan surat pilihan dari generasi ke generasi dikarenakan makna personal yang dimiliki
oleh setiap individu telah menjadi makna yang diinternalisasi secara social (makna sosial).
Dan dari hal inilah setiap individu yang menjadi bagian dari masyarakat Krajan secara
langsung maupun tidak langsung berarti telah melestarikan budaya pembacaan delapan surat
pilihan karena makna personal telah menjadi makna social dalam artian dalam
pelaksanaannya, pelaksanaan ritual ngapatan bukan hanya milik satu atau dua orang saja
melainka milik bersama yang dalam pelaksanaannyapun harus dilakukan secara bersama-
sama (melibatkan individu lain).