Anda di halaman 1dari 12

RELASI BAHASA SASAK SAMAWA, MBOJO DAN TETUN: STUDI SEMANTIK PADA

KEKERABATAN BAHASA SUKU BANGSA

Nurkomariah
Universita Muhammadiyah Mataram, NTB
e-mail : nurkomariah627@gmail.com

Abstrak :

Bahasa dapat diartikan sebagai alat untuk menyampaikan sesuatu yang terlintas di dalam hati . Namun lebih
jauh bahasa adalah alat untuk berinteraksi atau alay untuk berkomunikasi , dalam arti alat untuk menyampaikan
pikiran, gagasan, konsep atau perasaan. Negara indonesia memiliki keberagaman bahasa. Sangat kaya dengan
keberagaman bahasa. Namun keberagaman bahasa yang ada di Negara indonesia, bukan berarti antara
keberagaman bahasa tersebut tidak memiliki kekerabatan bahasa. Dengan demikian pada penelitian ini
permasalahan yang ditelaah pengidentifikasian kekerabatan bahasa Nusa Tenggara ( NTB dan NTT ) yaitu suku
Sasak, Samawa, suku Mbojodan suku Tetun. Disamping itu kekerabatan bahasa dapat memunculkan rasa
solidaritas kebahasaan sehingga dapat memperkuat kesatuan dan persatuan antara berbagai etnis bangsa
indonesia. Data yang terkumpul diperoleh melalui dengan metode simak dan cakap (wawancara) serta teknik
dasar dan turunannya, metode observasi (berpedoman pada kosakata swades), dan metode dokumentasi.Sumber
data diperoleh dari para penutur Sasak, samawa, mbojo dan Tetun yang sedang berkomunikasi.Data yang
terkumpul dianalisis dengan metode kombinasi, yakni deskriptif kualitatif dan kuantitatif guna mendeskripsikan
penelitian secara sistematis, kategorisasi, terpola, dan dialektometri.Data disajikan secara formal dan
informal.Pada akhirnya, penelitian ini menghasilkan kekerabatan bahasa antar keempat etnis, sehingga dapat
memperkuat nilai kebersamaan dan kesatuan antar suku bangsa di Indonesia.

Kata kunci:kekerabatan bahasa,nusa tenggara,lingustik historis komparatif

1. PENDAHULUAN

Keberagaman bahasa di Nusa Tenggara ( NTB dan NTT ) telah menjadikan ke dua
provinsi ini sebagai daerah yang multi variatif bahasa dan daerah yang unik akan budaya
yang ada didalamnya.Keunikan kedua daerah ini membuat banyak wisatawan yang dari luar
negeri mengunjunginya.Hal ini di karenakan NTB di huni oleh Tiga etnis mayoritas yaitu
etnis Sasak, etnis Samawa dan etnis Mbojo.Begitupun dengan NTT, di huni oleh latar
belakang geografis yang terdiri dari berbagai pulau maka ragam bahasa dan etnisnya pun
menyebar jenis bahasa yang ada di Nusa Tenggara Timur. Salah satu bahasa yang di ambil
sebagai objek penelitian disisni adalah bahasa Tetun, dalam kehidupan sehari – hari,
masyarakat setempat memiliki kecendrungan menggunakan bahasa etnisnya seperti
masyarakat samawa menggunakan bahasa sumbawa, dan masyarakat mbojo menggunakan
bahsa bima, begitupun dengan masyarakat NTT menggunakan bahasa Tetun. Realitas ini
sebagian besar dipicu rasa kekaguman terhadap identitas dan nuansa kelokalan daerahnya
masing-masing.
Sejalan dengan pernyataan Berry et al (dalam Mahsun, 1997:2) tentang teori jati diri
yang dikenal sebagai teori jati diri sosial.Menurutnya, jati diri sosial merupakan bagian
konsepsi diri-individual yang berasal dari pengetahuan tentang keanggotaanya dalam suatu
kelompok atau kelompok-kelompok sosial bersama dengan nilai dan signifikasi emosional
yang dilekatkan pada keanggotaannya itu.ini artinya seseorang yang berasal dari etnis jati
diri sosial merupakan bagian konsepsi diri-individual yang berasal dari pengetahuan tentang
keanggotaanya dalam suatu kelompok atau kelompok-kelompok sosial bersama dengan nilai
dan signifikasi emosional yang dilekatkan pada keanggotaannya itu. Ini artinya, seseorang
yang berasal dari ketiga etnis di NTB dan NTT, memiliki kemungkinan melekatkan nilai dan
keterhubungan emosional terhadap bahsa tuturan yang digunakan disetiap etnisnya.

Oleh karena itu, kebanyakan dari tiap etnis lebih menonjolkan sikap ataupun karakter
khas dari daerahnya masing – masing. Hal ini akan memicu timbulnya suatu konflik, karena
antara etnis yang satu dengan etnis yang lainya, saling mempertahankan karakter etisnya
sendiri.Tidak ada yang mau mengalah.Dalam artikel ini juga akan ditemukan seberapa dekat
kekerabatan bahasa yang ada pada etnis di NTB dengan bahasa yang ada di NTT. Kita
memang terkadang berpikir bahwa, antara bahasa yang ada di NTB dengan bahasa yang ada
di NTT tidak memiliki kekerabatan sama sekali. Akan tetapi ketika kita turun langsung
kelapangan, kita akan menemukan kekerabatan tersebut.

Untuk itu kita perlu meneliti kekerabatan bahasa Nusa Tenggara yaitu (NTB dan NTT)
sehingga pada penelitian ini. Akan terungkap seberapa dekat bahasa ketiga suku tersebut,
sehingga akan mempererat persaudaraan antara ketiga suku tersebut, dan akan mengurangi
konflik yang ada pada tiap – tiap daerah tersebut.

2. LANDASAN TEORI

Bahasa Sasak merupakan bahasa asli etnis Sasak yang mendiami pulau Lombok (NTB).
Etnis Sasak sebagai etnnis mayoritas di Pulau Lombok (terdapat beberapa etnis minoritas,
seperti: Jawa, Bali, dsb.). Bahasa Sasak memiliki varian dialek, Toir (dalam Mahsun, 1997:3)
membagi ke dalam lima sub dialek, yakni dialek Ngeno-Ngene, Meno-Mene, Mriak-Meriku,
Kuto-Kute, dan Ngeto-Ngete. Kelima subdialek tersebut tersebar ke dalam lima wialayah
administratif kota/kabupaten di pulau Lombok.

Bahasa Samawa merupakan bahasa asli etnis Sawama yang mendiami Pulau Sumbawa
(NTB). Mahsun (1997) dalam penelitiannya membagi varian dialek etnis Samawa ke dalam
empat dialek, yakni dialek Jereweh, dialek Taliwang, dialek Tongo, dan dialek Sumbawa
Besar. Keseluruhan dialek ini tersebar dalam dua wilayah adiministratif kabupaten di pulau
Sumbawa.

Bahasa Mbojo merupakan bahasa asli etnis Mbojo yang mendiami pulau Sumbawa
( NTB). Bahasa ini dikenal di daerah dan kalangan penuturnya dengan sebutan “ Ngahi
Mbojo “. Terdapat empat buah dialek yang mencolok pada bahasa itu; di alek Donggo
disekitar Gunung Tambora,dialek kuta di sebelah selatan, dialek kolo dan dialek manggarai
Flores barat.

Bahasa Tetun merupakan bahasa asli etnis yang mendiami pulau Kupang ( NTT ).
Bahasa ini di kenal didaerah dan kalangan penuturnya, sehingga bahasa ini bisa bertahan
sampai pada saat ini.

Menurut Robins ( 1975 ) Linguistik Komperatif termasuk pada bidang kajian lingistik
yang memiliki peran yang sangat penting dalam memberikan sumbangan berharga bagi
pemahaman tentang hakekat kerja bahasa dan perkembangan ( perubahan ) bahasa – bahasa
di dunia. Linguistik historis komparatif cabang dari linguistik ( teoritis ) yang menyelidiki
perkembangan bahasa dari satu masa ke masa yang lain. Serta menyelidiki perbandingan
suatu bahasa dengan bahsa yang lain ( bandingkan Kridalaksana 1993 dengan keraf, 1991
dalam Mahsun : 2007:5 ) kajian linguistik historis komparatif yang bertujuan
mengidentifikasikan relasi kekerabatan antara lebih dari satu bahasa yang berkerabat maka
pada hakikatnya kajian linguistik historis komparatif merupakan kajian tentang kajian variasi
bahasa. Hanya saja variasi bahasa yang menjadi fokus perhatiannya adalah kajian variasi
bahasa yang berada pada level bahasa – bahasa yang berkerabat.Berbeda dengan kajian
dialektologi diakronis dan sosiolinguistik.Yang keduanya mengkaji variasi bahasa yang
terdapat dalam satu bahasa. Apabila dialektologi daikronis mengkaji variasi dalam satu
bahasa yang didebabkan faktor geografis ( dan historis ) , maka sosiolinguistik mengkaji
variasi yang terdapat dalam satu bahasa yang disebabkan faktor sosial. ( Mahsun : 2007 : 6 )
Penentuan status bahasa yang diperbanding dalam kajian linguistik historis komparatif,
sejauh ini biasanya dilakukan serentak dengan upaya penentuan kekerabatan atau
pengelompokan bahasa. Dalam banyak penelitian bahasa – bahasa di Indonesia, misalnya
periksa Nothofer , 1975; fernandez , 1998; Mbete, 1990 dll. Penentuan status bahasa
dilakukan serempak dengan penentuan hubungan kekerabatan atau pengelompokan bahasa
melalui penerapan leksikostatistik, yang selanjutnya berdasarkan pengelompokan itulah
ditentukan eviden bahasa pada simpai/cabang manakah yang akan dijadikan bukti untuk
melakukan rekonstruksi bahasa purbanya. Padahal jika dilihat dari kategori penentuan
ekuivalensi persentase kekerabatan denga status kebahasaan language, jamily, stock,
microphilun, mesopilum, makrophilum )yang ditentukan . leksikostatik lebih cocok
digunakan untuk pengelompokan bahasa bukan menentukan status apakah suatu isolek
bahasa, dialek/subdialek. Karena persentase yang disediakan untuk kategori tersebut relevan
untuk mendeteksi relasi kekerabatan bahasa – bahasa bukan kekerabatan isolek yang berada
dilevel bahasa.Oleh karena itu, leksikostatistik lebih merupakan lanjutan dari analisis lanjutan
dari analisis kuantitatif yang dilakuka dengan diatometri atau metode homals.( Mahsun :
2007: 8 )

3. METODE PENELITIAN

Pada penelitian ini dipegunakan dua paradigma atau pendekatan penelitian, yakni
kualitatif dan kuantitatif.Hal ini dikarenakan ada kekehawatiran peneliti jika penelitian
dengan satu paradigma saja, maka hasil yang didapat kurang komprehensif, sehingga
mendorong peneliti untuk memakai dua pendekatan. Hal ini sejalan dengan pernyataan
Creswell (2012a:535;2012b:311); (Brannen, 2005); bandingkan dengan (Denzin & 4 Lincoln,
2000) penggunaan dua pendekatan (mixed methods) dipergunakan bersamaan dengan asumsi
dasar sebagai upaya terbaik untuk mendapatkan pemahaman terhadap permasalahan
penelitian Seting penelitian yang dipergunakan pada penelaahan relasi bahasa antar keempat
etnis, tidak mempergunakan penentuan populasi dan sampel seperti pada penelitian pada
umumnya, melainkan penelitian ini mendasari objek telaahnya berdasarkan kosakata dasar
(pada tata bahasa Swades) yang kemudian dipilah dan ditetapkan untuk dijadikan data acuan
telaah atau sampel penelitian yang dalam hal ini ditetapkan peneliti sebanyak 25 data sampel
kosakata yang diperbandingkan. Terkait ketentuan sampel, perlu dicermati penyataan terkait
dengan data penelitian, diperlukan beberapa sampel data yang representatif guna
keterwakilan keseluruhan data, karena perlu untuk diperhatikan bahwa sampel data
penelitian, cukup seseorang atau satu data tetapi representatif, sebaliknya, terlalu riskan jika
data sampel hanya seseorang atau satu data saja, karena data yang diperoleh tidak bisa
dikorelasikan silang demi keabsahannya. (Samarin, 1988); bandingkan dengan (Mahsun,
2007:29).Metode dan teknik pengumpulan dan analisis data dilakukan dengan (Mahsun,
2007:92) metode simak (teknik simak libat cakap dan teknik bebas libat cakap), metode
cakap (teknik pancing dan teknik lanjutan cakap semuka) dan dokumentasi untuk
memperjelas keakuratan data itu sendiri.Metode analisis data dilakukan dengan metode
deskripsi dan dianalisis dengan teknik kualitatif untuk melakukan kategorisasi dan pemolaan
terhadap data temuan.Prosedur penganalisisan dilakukan dengan menggunakan pendekatan
induktif yakni data yang didapat di lapangan dianalisis dengan pemikiran yang didasarkan
atas hal yang spesifik kemudian ditarik kesimpulan atas hal yang bersifat general.Dengan
demikian, data yang didapat dapat mewakili keseluruhan objek penelitian.

4. HASIL PEMBAHASAN

Pada tahap hasil dan pembahasan akan diuraikan beberapa hal yang terkait dalam
penelitian ini yang memperlihatkan relasi bahasa antar bahasa Sasak dan Samawa. Di
antaranya, deskripsi perihal data telaah, realisasi BSs dan BSw, realsasi BMj dan BT,
realisasi BM dan B. Adapun deskripsinya sebagai berikut :

4.1. Deskripsi Data

Data yang dipergunakan pada penelitian ini ditetapkan secara acak, yaitu menggunakan
25 sampel data yang diambil dari 200 kosa kata swades, dengan mencermati tata bahasa dasar
(swades) antara bahasa etnis Sasak, Samawa, Mbojo dan Tetun. Kosa kata tersebut dapat
dicermati pada tabel 4.0 di bawah ini.

DATA PENGAMATAN
1 2 3 4

No Glos Bahasa Sasak (BSs) Bahasa Bahasa Bahasa Tetun


Samawa (BSw) Mbojo (BT)
(BMj)

1 Panas Panas Panas Pana Manas


2 Panjang Belo Beloq Naru Naruk
3 Pasir Pasir Gersik Sarae Raihenek
4 Pegang Tegel Nti Nenti Kaer
5 Pendek Dendek Peneq Poro Badak
6 Peras Peras Peraq Pua Dulas
7 Dengan, Nine, Soawi Siwe
Perempuan Veto
Dedare
8 Perut Tian Tian Loko Kabun
9 Pikir Meker Pikir Fiki Hanoin
10 Pohon Kayuk Puinkayu Fu’uhaju Ai hun
11 Potong Peleng Polak Dompo Ta’a/ko’a
12 Pungung Toaqk Bokong Kontu Kabas
13 Pusar Poset Pusat Woke Hussar
14 Putih Potek Puti Bura Mutin
15 Rambut Bulu Bulu Honggo Vuk
16 Rumput Kupak Rebu Mpori Dut
17 Satu Sekek Seke/sopo Ica ,sa’bua Ida
18 Sayap Keletek Keletek Kalete Liras
19 Sedikit Sekecot, Sekedik Sediq Sato’i Oituan
20 Siang Tengari Tengari Ama rai Meudia
21 Siapa Sai Ne, Sai No Sai Cou Se
22 Sempit Keselet Sekat Seke Klot
23 Semua Selapuk Sarea Sara’a Hotu
24 Suami Semame Selaki Rahi La’in
25 Sungai Kokoh Berang/kokar Sori Mota

Tabel: 4.0: Kosakata Dasar sebagai Data Acuan Penelitian

Berdasrakan tabel 4.0 di atas, dapat dicermati data acuan yang dipergunakan peneliti
dalam merkonstruksi relasi bahasa antarkempat etnis. Terkait dengan data acuan tersebut,
BSs, BSw, BMj dan BT memiliki beberapa kesamaan kosakata, yakni:
1. BSs dengan BSw terkait dengan data acuan tersebut, BSs dan BSw memiliki empat
kesamaan kosakata, yakni pada kosakata;/panas/, /perut/, /rambut/, dan /sayap/. Secara
sederhana, terdapat empat kosakata yang sama dan dua puluh satu kosakata yang serupa
dan tidak sama, sehingga demikian tingkat kesamaan data antara BSs dan BSw berada
pada persentase sama (16%) dan serupa serta tidak sama (84%).
2. BMj dengan Bss terkait dengan data acuan tersebut. tidak terdapat kesamaan pada kosa
kata, dan memiliki dua kemiripan kata yakni: /panas/ dan /sayap/. Dan dua puluh tiga
kosa kata yang berbeda. Sehingga tingkat kesamaan data antara Bmj dan Bss (0%),
kemiripan (8%) dan perbedaan (92%).
3. BMj dengan Bsw terkait dengan data acuan tersebut. Tidak terdapat kesamaan kosa kata,
dan memiliki kemiripan pada satu kata yakni: /pegang/, dan terdapat dua puluh empat
kosa kata yang berbeda. Sehingga tingkat kesamaan data antara Bmj dan Bsw (0%),
kemiripan (4%) dan perbedaan (96%).
4. BMj dengan Bt terkait dngan data acuan tersebut. Tidak terdapat kesamaan kosa kata,
dan memiliki kemiripan pada satu kata yakni: /panas/, dan terdapat dua puluh empat kosa
kata yang berbeda. Sehingga tingkat kesamaan data antara Bmj dan Bst (0%), kemiripan
(4%) dan perbedaan (96%).
4.2 Relasi Kekerabatan BSs, BSw, BMj, dan Bt
Relasi sebagai bentuk keterhubungan antara BSs dan BSw sebagai bahasa dalam satun
rumpun Nusantara Barat dan timur.Keterhubungan antara BSs dan BSw terlihat dalam tiga
wujud atau bentuk relasi. Hal ini diperoleh berdasarkan hasil analisis keterhubungan bahasa
pada kosakata dasar dengan keterangan sama sebanyak 4 kosakata, yakni pada kata /panas/,
/saya /, /siang /, /siapa / Sedangkan itu, pada kosakata yang relasinya serupa atau berkerabat
terdapat pada 5 kosakata dasar, seperti; /panjang/ (Ø~q/# V- ) /peras / (S~q / # V- ), /pikir/ (M
~ p / # - v), /pusar/ (= o~u / # K-K dan / # e~a / # K-K) dan /sayap / (= # Ø~k / # v-). Di
samping itu, juga terdapat kosakata dasar yang berbeda antara BSs dan BSw yang berjumlah
14 kosakata, seperti; /pasir/, /pegang/, /pendek/, /perempuan/, /pohon/, /potong/,
/punggung/, /putih/, /rumput/, / sedikit/, / semua/, / suami/, /sungai/, / sempit/. Sedangkan
keterhubungan antara BMj dan BT terlihat dalam dua wujud relasi. Hal ini diperoleh
berdasarkan analisis keterhubungan bahasa pada kosakata dasar dengan relasinya yang serupa
atau berkerabat terdapat dua kosa kata dasar seperti ; /panas/ (P~m/#-v dan Ø~s/-#) dan /satu/
(# c~d / # V-V) .Disamping itu, juga terdapat kosa kata dasar yang berbeda antara BMj dan
BT yang berjumlah 23 kosakata, seperti : / panjang/, / pasir/, / pegang/, / pendek/, / peras/, /
perempuan/, / perut/, / piker/, / pohon/, / potong/, dan sebagainya.

No Glos BentukRealisasi Daerah Pengamatan Ket. (BentukRelasi)

Panas 1,2 Sama


1 Panas Panas
Pana 3,4 P~m/#-v dan Ø~s/-#
Manas
Belo 1,2 Ø~q/# V-
2 Panjang Beloq
Naru 2,4 Ø~k/ # V-
Naruk
Pasir 1 Beda
3 Pasir Gersik 2 Beda
Sarae 3 Beda
Raihenek 4 Beda
Tegel 1 Beda
4 Pegang Nti 2 Beda
Nenti 3 Beda
Kaer 4 Beda
Dendek 1 Beda
5 Pendek Peneq 2 Beda
Poro 3 Beda
Badak 4 Beda
Peras 1,2 S~q / # V-
6 Peras Peraq
Pua 3 Beda
Dulas 4 Beda
Dengan, nine, dedare 1 Beda
7 Soawi 2 Beda
Perempuan
Siwe 3 Beda
Veto 4 Beda
Tian 1,2 Sama
8 Perut Tian
Loko 3 Beda
Kabun 4 Beda
Mikir 1,2 M~p/#-v
9 Pikir Piker
Fiki 3 Beda
Hanoin 4 Beda
Kayuk 1 Beda
10 Pohon Puinkayuk 2 Beda
Fu’uhuja 3 Beda
Ai hun 4 Beda
Peleng 1 Beda
11 Potong Polak 2 Beda
Dompo 3 Beda
Ta’a/ko’a 4 Beda
Toaqk 1 Beda
12 Bokong 2 Beda
Pungung
Kontu 3 Beda
Kabas 4 Beda
Poset 1, 2 = o~u / # K-K dan / # e~a / #
13 Pusar Pusat K-K
Woke 3 Beda
Pussar 4 Beda
Potek 1 Beda
14 Putih Puti 2 Beda
Bura 3 Beda
Mutin 4 Beda
Bulu 1,2 Sama
15 Rambut Bulu
Honggo 3 Beda
Vuk 4 Beda
Kupak 1 Beda
16 Rumput Rebu 2 Beda
Mpori 3 Beda
Dut 4 Beda
Seke 1,2 Sama
17 Seke
Satu
Ica 3. 4 # c~d / # V-V
Ida
Keletek 1,2,3 # Ø~k / # v-
18 Sayap Keletek
Kelete
Liras 4 Beda
Sekedik 1 Beda
19 Sedikit Sediq 2 Beda
Sato’i 3 Beda
Uituan 4 Beda
Tengari 1,2 Sama
20 Siang Tengari
Aii ma rai 3 Beda
Meudia 4 Beda
Sai 1, 2 Sama
21 Siapa Sai
Cou 3 Beda
Se 4 Beda
Keleset 1 Beda
22 Sekat 2, 3 = # a~e / # K- dan /# t~Ø / #
Sempit
Seke V-
Klot 4 Beda
Selapuk 1 Beda
23 Semua Sarea 2. 3 = # e~a / # K-V
Saraa
Hotu 4 Beda
Semame 1 Beda
24 Suami Selaki 2 Beda
Rahi 3 Beda
Lain 4 Beda
Kokoh 1 Beda
25 Sungai Kokar 2 Beda
Sori 3 Beda
Mota 4 Beda

Tabel 4.1 : Relasi Antar BSs, BSw, BMj , dan BT

Berdasarkan tabel 4.1 di atas, bentuk relasi terbagi tiga, yakni bentuk relasi yang sama,
serupa (berkerabat), dan tidak ada relasi. Sehingga demikian, dapat dikonstruksikan bahwa
keterhubungan BSs dengan BSw memiliki ikatan relasi yang sangat identik, dalam artian
sangat bekerabat. Hal ini didukung data yang berstatus sama dan bekerabat. Namun, perihal
ini belum dapat digeneralisasikan sebelum dicermati status isolek dalam perhitungan
dialektometri, yakni perhitungan tingkat perbedaan atau relasi isolek antardua dialek atau
lebih yang dalam hal ini antara BSs dan BSw. Sedangkan pada BMj dan Bt hanya memiliki
bentuk relasi dua saja sehingga dapat dikonstruksikan bahwa antara BMj dan Bt tidak
memiliki kekerabatan.

4.2 Status Isiolek BSs, BSw, BMj dan, BT

Perlu diketahui perbedaan status isolek dalam suatu bahasa akan menentukan
kedudukan satu bahasa terhadap bahasa lain, yakni antara BSs,BSw,BSj dan Bt. Isolek
sebagai petanda atau pembeda pada struktur suatu bahasa itu sendiri, apakah bersatus satu
bahasa, berkerabat, atau bahkan beda bahasa. Perhitungan relasi antarkeempat bahasa ini
dapat dilihat pada tabel 4.2 di bawah ini.

DP PETA DAERAH SAMA ƩSAMA %


DB
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25
1-2 + + - - - + - - + + - - + - + - + + - + + - - - + 12 4
X 100 %
25
1-3 + - - - - - - - - - - - - - - - - + - - - - - - - 2 8
X 100 %
25
1-4 + + - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - 2 8
X 100 %
25

2-3 + + - - - - - - - - - - - - - - - + - - - + + - - 5 2
X 100 %
25
2-4 + + - - - - - - - - - - + - - - - - - - - - - - - 3 1
X 100 %
25

3-4 + + - - - - - - - - - - - - - - + - - - - - - - - 3 1
X 100 %
25

Keterangan: (+) ada beda, (-) tidak ada beda, DP (daerah pengamatan), dan Peta DB (Daerah Beda)
Tabel 4.2: Persentase Beda Isolek antara BSs dan BSw
Berdasarkan tabel 4.2 di atas, persentase beda leksikon antara BSs dan BSw hanya 48%
yang artinya status isolek berkeluarga . Hal ini menandakan bahwa kedudukan dan
keberadaan BSs dan BSw terkelompok dalam satu grup proto bahasa, yakni Nusantara Barat,
sehingga tidak ada alasan dinyatakan bahwa kedua bahasa (BSs dan BMj) sebagai bahasa
yang berbeda. Sedangkan BSs dengan BMj memiliki setatus isolek hanya 8% artinya
tingkatan setatus isoleknya mikrofilum, BSs dengan Bt hanya 8% , sedangkan BSw dengan
BSj persentasenya sampai 20% artinya memiliki kekerabatan bahasa, BSw dengan Bt hanya
12%, dan BMj dengan Bt persentasi persamaan leksikonnya 12%.
Lebih lanjut, apabila hasil perhitungan tingkat beda leksikon ini direduksi tehadap
kondisi sosial masyarakat menunjukkan bahwa keempat etnis tersebut secara historis
berkeluarga dan berkerabat (apabila ditinjau dari segi kebahasaan). Alasan ini dapat
dipergunakan karena daya beda antara BSs,BSw,BMj dan Bt hampir tidak terlalu kontras atau
tinggi dan berkisar 0 – 40% (dialektometri) yang artinya dianggap tada beda dalam
leksikonnya, sedangkan bila dicermati pada aspek fonologi hasil yang diperoleh antar
keempat etnis ini berstatus berbeda dialek.

5. SIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan hasil pembahasan di atas, dapat disimpulkan bahwa BSs, BSw, BSj dan Bt
sebagai bahasa daerah dari keempat etnis yang berelasi. Alasannya, pada hasil perhitungan
dialektometri terhadap kosakata dasar menunjukkan skala beda, sebesar 48%, untuk BSs dan
BSw, 8% untuk BSs dan BSj, 8% untuk BSs dan Bt, 20% untuk BSw dan BSj,12% untuk
BSw dan Bt dan 12% untuk BSj dan Bt itu artinya, status isolek pada leksikon dianggap
tidak ada beda juga ada bedanya dan pada fonologi hanya dianggap beda dialek. Dengan
demikian, dapat kita ketahui terkorelasi bahwa keempat etnis tersebut merupakan satu
rumpun bahasa dan dalam hal ini bahwa masyarakat dari keempat etnis ini untuk saling
menghargai bahwa ada perbedaan dari bahasa-bahasa yg digunakan dan tidak saling
bersinggungan atau membuat konflik satu dengan yang lainnya bahwa dari keempat etnis ini
juga merupakan satu rumpun bahasa.
Dengan demkian, hasil kajian ini diharapkan dapat memberikan suatu gambaran bahwa
adanya relasi kekerabatan antarkeempat bahasa pada empat etnis yang berbeda di NTB dan di
NTT ini, yaitu Sasak,Samawa,Bima dan kupang. Keempat etnis ini memiliki kekerabatan
dalam satu rumpun dan pada akhirnya akan memperkuat dan mempererat tali persatuan
antarsuku bangsa di NTB dan NTT.
DAFTAR PUSTAKA

Brandes, J.L.A. 1884. Bijdragen tot de Verglijkende Klankleer der Westerse. Afdeeling van
de Meleiche Polynesische Taalfamilie Utrecht.

Mbete, Aron Meko.1990. “Rekonstruksi Protobahasa Bali-Sasak-Sumbawa”. Disertasi


Doktor, Universitas Indonesia, Jakarta.

Haris, Abdul. 1996. “Isolek Mbojo di Kecamatan Wawo: Suatu Kajian Dialektologis”.
Skripsi S1 FKIP Universitas Mataram.

Herusantoso, Suparman dkk. 1987. Pemetaan Bahasa-Bahasa di NusaTenggara Barat.


Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa.

Mahsun. 1994. “Penelitian Dialek Gografis Bahasa Sumbawa”. Disertasi Doktor, Universitas
Gadjah Mada Yogyakarta.

Nothofer, Bernd (akan terbit). “Migrasi Orang Melayu purba”.

Syamsuddin A.R. 1996. “Kelompok Bahasa Bima-Sumba: Kajian Linguistik Historis


Komparatif”. Disertasi Doktor Universitas Padjadjaran Bandung.

Teeuw, A. 1951.Dialect-Atlas van/of Lombok (Indonesia). Djakarta: Biro Reproduksi


Djawatan Topografi.

Toir, Nazir dkk. 1985. Kamus Sasak-Indonesia. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan
Bahasa.

Mahsun. 1995. Dialektologi Diakronis. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.


Mahsun. 1997. Kekerabatan Bahasa-Bahasa di Nusa Tenggara Barat: Kajian Tanah Asal
Penutur-Penuturnya. Disampaikan dalam Rangka Bulan Apresiasi Budaya IV NTB, di
Mataram 21-24 Juli 1997.
Mahsun. 2001. Konflik dan Akar Penyebabnya: Pengamatan Terhadap Potensi Konflik di
Nusa Tenggara Barat. Disampaikan dalam seminar Permasalahan Disintegrasi Bangsa
dan Upaya Pencegahannya” bersama narasumber: Dr. Imam B. Prasodjo, yang
diselenggarakan atas kerja sama Badan Informasi dan Komunikasi Daerah, Nusa
Tenggara Barat dengan Universitas Mataram pada tanggal 28 April 2001 di Hotel
Lombok Raya, Mataram.
Mahsun.2006. Kajian Morfologi Bahasa Sumbawa Dialek Jereweh. Yogyakarta: Gama
Media.
Mahsun. 2007. Edisi Revisi: Metode Penelitian Bahasa: Tahapan Strategi, Metode, dan
Tekniknya. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.

Anda mungkin juga menyukai