Bab I PDF

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pada saat ini, perkembangan teknologi semakin pesat dan persaingan antar

negara di berbagai bidang juga semakin ketat. Akan tetapi, permasalahan-

permasalahan yang muncul juga semakin banyak dan rumit. Hal ini menuntut para

generasi muda untuk kreatif, produktif, dan kompetitif. Kondisi ini juga menuntut

keterampilan berpikir yang tidak hanya mengaplikasikan apa yang sudah

dipahami, melainkan menganalisis, mengevaluasi dan mensintesis suatu

permasalahan untuk mendapatkan solusi yang terbaik dari permasalahan tersebut.

Di dalam dunia pendidikan, menganalisis, mengevaluasi dan mengaplikasikan ini

termasuk ke dalam keterampilan berpikir tingkat tinggi.

Keterampilan berpikir tingkat tinggi atau dalam bahasa Inggris higher

order thinking skills (HOTS) ialah hal yang penting dan sekarang menjadi

perhatian dalam bidang pendidikan. Bahkan, keterampilan berpikir tingkat tinggi

sudah menjadi tujuan kurikulum secara internasional (Tan dan Halili, 2015).

Partnership for 21st Century Skills (P21) juga menyebutkan bahwa keterampilan

berpikir tingkat tinggi seperti berpikir kritis dan kreatif dapat membantu

kesuksesan siswa dalam karir masa depannya (Alismail dan McGuire, 2015).

Pentingnya HOTS bagi siswa mengakibatkan HOTS diajarkan dan

dilatihkan dalam setiap pembelajaran di sekolah, termasuk dalam pembelajaran

matematika. Sebenarnya, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem

Pendidikan Nasional Pasal 3 yang berbunyi “Pendidikan nasional berfungsi

1
mengembangkan dan membentuk watak serta peradaban bangsa, bertujuan untuk

berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan

bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,

kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung

jawab” secara tersirat menginginkan agar HOTS peserta didik dikembangkan dan

salah satunya melalui proses pembelajaran (Riadi dan Retnawati, 2014).

Pada proses pembelajaran, buku teks merupakan salah satu hal yang

penting untuk diperhatikan baik pada saat mempersiapkan maupun melaksanakan

pembelajaran. Dalam kaitan melatihkan HOTS, buku teks yang baik tentu

merupakan buku teks yang melatihkan HOTS (Susanti, Kusumah, dan Sabandar,

2014). Akan tetapi, buku-buku teks di Indonesia khususnya buku teks matematika

belum ada yang dianalisis muatan HOTS-nya.

Muatan HOTS dalam buku teks matematika urgen untuk dilakukan karena

HOTS sudah menjadi tujuan utama dari pendidikan (Abosalem, 2016). Selain itu,

kebanyakan guru setuju bahwa mengajarkan HOTS adalah hal yang penting

terutama untuk membimbing ide siswa (Tan dan Halili, 2015). HOTS sangat

diperlukan oleh siswa karena permasalahan yang akan mereka hadapi dalam

kehidupan sesungguhnya bersifat kompleks, tidak terstruktur, rumit, dan

memerlukan keterampilan berpikir yang bukan sekedar menerapkan apa yang

sudah dipelajari (Riadi dan Retnawati, 2014). Sedangkan dalam pembelajaran

matematika sendiri, HOTS merupakan salah satu keterampilan yang penting untuk

dikembangkan (Apino dan Retnawati, 2017) dan sangat diperlukan karena mata

pelajaran matematika akan membekali siswa kemampuan berpikir logis, analitis,

2
sistematis, kritis, kreatif, serta kemampuan bekerja sama (Riadi dan Retnawati,

2014). Selain itu, permasalahan nyata yang tidak rutin dalam pembelajaran

matematika memerlukan keterampilan berpikir kritis dan kreatif atau dengan kata

lain memerlukan keterampilan berpikir tingkat tinggi (HOTS) siswa (Susanto dan

Retnawati, 2016).

Jika dilihat dari tingkatan kognitif Taksonomi Bloom Revisi, tiga level

teratas dari ranah kognitif yaitu menganalisis (C4), mengevaluasi (C5), dan

mencipta (C6) tergolong dalam kategori HOTS. Tiga level terbawah yaitu

mengingat (C1), memahami (C2), dan mengaplikasikan (C3) tergolong dalam

kategori lower order thinking skills (LOTS). Namun demikian, tidak berarti

bahwa LOTS tidak penting. LOTS harus dilalui terlebih dahulu untuk dapat naik

ke tingkat berikutnya (Utari, 2013). Dengan kata lain, untuk dapat sampai pada

tujuan yang lebih tinggi, level yang lebih rendah harus dipenuhi lebih dahulu.

Tingkatan tersebut hanya menunjukkan bahwa semakin tinggi, semakin sulit

keterampilan berpikirnya (Utari, 2013). Akan tetapi, dari penilaian hasil belajar

yang banyak dibuat di sekolah, ternyata persentase butir soal yang paling banyak

diajukan hanya meminta siswa untuk mengutarakan hapalan, siswa belum

diarahkan pada keterampilan berpikir tingkat tinggi (Musfiqi dan Jailani, 2014).

HOTS padahal harus dicapai agar dalam proses pembelajaran dapat menghasilkan

siswa yang berkompeten di bidangnya (Utari, 2013). Oleh karena itu, siswa perlu

dibiasakan dengan kegiatan pembelajaran yang dapat melatihkan HOTS siswa

(Arifin dan Retnawati, 2017). Salah satu hal yang dapat membiasakan siswa

3
dengan kegiatan HOTS adalah buku teks yang digunakan dalam proses

pembelajaran di kelas.

Buku teks merupakan salah satu komponen penting dalam proses

pembelajaran, termasuk dalam proses melatihkan dan meningkatkan HOTS

(Susanti et al., 2014). Buku teks sebenarnya menggambarkan usaha minimal yang

harus dilakukan oleh guru dan siswa dalam proses pembelajaran serta bukan

merupakan satu-satunya sumber yang dapat digunakan untuk belajar (As’ari,

Tohir, Valentino, Imron, dan Taufiq, 2017). Guru dan siswa dapat menggunakan

sumber lain yang terpercaya selain buku teks dalam proses pembelajaran. Akan

tetapi, buku teks matematika yang digunakan di sekolah mencerminkan apa yang

dipelajari oleh siswa (Valverde, Bianchi, Wolfe, Schmidt, dan Houang, 2002).

Dengan kata lain, buku teks merepresentasikan proses tindakan nyata pengajaran

dan pembelajaran (Valverde et al., 2002).

Menurut Permendikbud Nomor 8 Tahun 2016 tentang Buku yang

Digunakan oleh Satuan Pendidikan, buku yang digunakan oleh satuan pendidikan

baik berupa buku teks pelajaran maupun buku non teks pelajaran merupakan

sarana proses pembelajaran bagi guru dan siswa. Freeman et al. (Wijaya, Heuvel,

dan Doorman, 2015) mengatakan bahwa keputusan guru dalam memilih materi

dan strategi pengajaran secara langsung sering dipengaruhi oleh buku teks yang

digunakan oleh guru. Schimdt et al. (Wijaya et al., 2015) juga menyebutkan

bahwa buku teks dapat menjadi pertimbangan dalam menentukan tingkat

kesempatan belajar siswa. Tornroos (Wijaya et al., 2015) bahkan menyebutkan

bahwa terdapat hubungan yang kuat antara buku teks yang digunakan dengan

4
hasil belajar matematika siswa. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa

semakin banyak muatan HOTS pada sebuah buku teks pelajaran, maka akan

semakin besar pula kesempatan HOTS untuk dilatihkan dan diajarkan kepada

siswa. Oleh karena itu, diperlukan analisis muatan HOTS pada buku teks

matematika Indonesia yang digunakan oleh guru dan siswa di sekolah, khususnya

buku teks matematika setingkat SMP dikarenakan pembelajaran matematika di

SMP sangat diprioritaskan untuk peningkatan dan pengembangan HOTS (Riadi

dan Retnawati, 2014).

Malaysia yang merupakan negara tetangga dari Indonesia memiliki sistem

pendidikan yang relatif sama dengan Indonesia. Tingkatan sekolah di Malaysia

terdiri dari Pendidikan Prasekolah, Pendidikan Rendah, dan Pendidikan

Menengah. Pendidikan Prasekolah terdiri dari anak usia 4 hingga 5 tahun.

Pendidikan Prasekolah ini jika di Indonesia setingkat dengan Pendidikan Anak

Usia Dini (PAUD) dan Taman Kanak-Kanak (TK). Pendidikan Rendah

diperuntukan bagi anak usia 6 hingga 11 tahun. Jika di Indonesia, Pendidikan

Rendah ini setingkat dengan Sekolah Dasar (SD). Sedangkan Pendidikan

Menengah diperuntukan bagi anak usia 12 hingga 17 tahun. Pendidikan

Menengah ini terdiri dari tingkatan 1 hingga tingkatan 5. Jika di Indonesia,

Pendidikan Menengah tingkatan 1 hingga tingkatan 3 ini setingkat dengan

Sekolah Menengah Pertama (SMP) sedangkan tingkatan 4 hingga tingkatan 5

setingkat dengan Sekolah Menengah Atas (SMA). (Kementerian Pendidikan

Malaysia, 2012)

5
Benchmarking internasional seperti PISA (Program for International

Student Assessment) dari OECD (Organisation for Economic Co-operation and

Development) yang secara periodik mengukur dan membandingkan kemajuan

pendidikan matematika di beberapa negara memperlihatkan bahwa terdapat

perbedaan kemampuan matematika di Indonesia dan Malaysia. Rangking dan skor

matematika Malaysia lebih tinggi dibandingkan dengan Indonesia. Hasil PISA

pada tahun 2012 menunjukan bahwa Indonesia menempati peringkat 64 dari 65

negara yang menjadi peserta dan memperoleh skor 375 untuk kompetensi

matematika, sedangkan Malaysia menempati peringkat 52 dari 65 negara yang

menjadi peserta dan untuk kompetensi matematika memperoleh skor 421 (OECD,

2012).

Perbedaan hasil pencapaian PISA antara Indonesia dan Malaysia tentu

dipengaruhi oleh banyak faktor, salah satunya ialah faktor keterampilan berpikir

tingkat tinggi siswa Indonesia dan Malaysia. Hal ini karena soal matematika PISA

tidak hanya membutuhkan kemampuan berpikir tingkat rendah siswa, tetapi juga

membutuhkan kemampuan berpikir tingkat tinggi (HOTS) siswa (Setiawan, Diah,

dan Lestari, 2014). Dengan melihat hasil PISA, maka kita dapat mengatakan

bahwa HOTS siswa Malaysia lebih tinggi dibandingkan dengan HOTS siswa

Indonesia. Ditambah lagi menurut OECD, kemampuan siswa Indonesia untuk

menyelesaikan soal-soal yang membutuhkan kemampuan berpikir tingkat tinggi

ini masih rendah (OECD, 2012).

Selain PISA, studi Internasional lainnya yaitu TIMSS (Trends in

International Mathematics and Science Study) juga menunjukkan terdapat

6
perbedaan prestasi matematika antara Indonesia dan Malaysia. Hasil TIMSS tahun

1999 memperlihatkan bahwa Indonesia menduduki peringkat 34 dari 38 negara

dengan skor rata-rata yang diperoleh adalah 403 sedangkan skor rata-rata

Malaysia 519 dan menempati peringkat 16 dari 38 negara. Selanjutnya pada tahun

2003 Indonesia menduduki peringkat 35 dari 46 negara dengan skor rata-rata yang

diperoleh adalah 411, sementara skor rata-rata Malaysia adalah 508 dan

menempati peringkat 10 dari 46 negara. Kemudian pada tahun 2007 siswa

Indonesia menduduki peringkat 36 dari 49 negara dengan skor rata-rata yang

diperoleh adalah 397, sementara skor rata-rata Malaysia adalah 474 dan

menempati peringkat 20 dari 49 negara. Pada tahun 2011, Indonesia berada di

peringkat 38 dari 42 negara peserta dengan skor rata-rata 386, sedangkan

Malaysia menduduki peringkat 26 dengan skor rata-rata 440 (Halim, 2017;

Cahyono dan Adilah, 2016).

Soal-soal matematika dalam penelitian TIMSS mengukur tingkatan

kemampuan siswa dari hanya mengetahui fakta, prosedur, atau konsep hingga

menggunakannya untuk memecahkan masalah yang sederhana sampai masalah

yang memerlukan penalaran tinggi. Sehingga, hasil TIMSS ini dapat

menggambarkan bahwa siswa Indonesia belum terbiasa menghadapi soal-soal

yang membutuhkan keterampilan berpikir tingkat tinggi seperti soal kontekstual

dan soal yang menuntut penalaran, argumentasi, serta kreativitas dalam

menyelesaikannya (Cahyono dan Adilah, 2016). Hasil TIMSS ini juga

menggambarkan bahwa prestasi matematika siswa Indonesia masih tertinggal

dibandingkan dengan Malaysia.

7
Malaysia juga merupakan salah satu negara yang sudah lama menekankan

HOTS dalam kurikulum dan proses pembelajaran di sekolah. Di Malaysia,

keterampilan berpikir kritis dan kreatif yang merupakan bagian dari keterampilan

berpikir tingkat tinggi (HOTS) telah ditekankan sejak penyusunan kurikulum

terintegrasi untuk sekolah menengah pada tahun 1988 (Heong, Othman, Yunos,

Kiong, Hassan, & Mohamad, 2011). Hal ini berarti, Malaysia sudah menekankan

HOTS pada sistem pendidikannya selama 30 tahun. Di Indonesia, HOTS baru

mulai ditekankan pada proses pembelajaran sejak keluarnya hasil Program for

International Student Assessment (PISA) dari tahun 2000, 2003, 2006, 2009, 2012

hingga 2015. Hasil ini mengindikasikan bahwa ternyata HOTS siswa Indonesia

masih terbilang rendah sehingga pemerintah mengeluarkan kebijakan agar HOTS

perlu diajarkan dan dilatihkan di sekolah (BSNP, 2018).

Berdasarkan fakta-fakta yang telah dijelaskan di atas, dimana Malaysia

yang merupakan negara tetangga Indonesia dan sistem pendidikannya yang tidak

berbeda jauh dengan Indonesia mampu menempati urutan PISA dan TIMSS di

atas Indonesia, kemudian sudah sejak lama menerapkan HOTS dalam kurikulum

pendidikannya, dan belum ada data komparasi muatan HOTS di buku matematika

Indonesia dan Malaysia, maka perlu dilakukan analisis muatan HOTS pada buku

teks matematika Indonesia dan Malaysia. Hal ini dilakukan untuk melihat

bagaimana muatan HOTS pada buku teks matematika di Indonesia dan bagaimana

muatan HOTS pada buku teks matematika Malaysia. Oleh karena itu,

dilakukanlah penelitian Analisis Muatan Higher Order Thinking Skills (HOTS)

pada Buku Teks Matematika SMP (Komparasi Buku Indonesia dan Malaysia).

8
B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, identifikasi

masalah yang muncul adalah sebagai berikut:

1. Keterampilan berfikir tingkat tinggi (HOTS) siswa di Indonesia masih

terbilang rendah.

2. Belum adanya data mengenai muatan HOTS pada buku teks matematika SMP

di Indonesia.

3. Belum adanya data tentang komparasi muatan HOTS di buku teks

matematika Indonesia dan buku teks matematika Malaysia.

C. Fokus dan Rumusan Masalah

Berdasarkkan identifikasi masalah yang telah diuraikan di atas, penelitian

ini fokus pada analisis buku teks matematika Indonesia kelas VIII dan buku teks

matematika Malaysia Tingkatan 2 Sekolah Menengah (setingkat SMP) ditinjau

dari muatan HOTS (Higher Order Thinking Skill). Berdasarkan fokus masalah

tersebut, maka rumusan masalah dalam penelitian ini ialah sebagai berikut:

1. Bagaimana muatan HOTS pada buku teks matematika Indonesia kelas VIII

SMP?

2. Bagaimana muatan HOTS pada buku teks matematika Malaysia tingkatan 2

Sekolah Menengah?

3. Bagaimana perbandingan muatan HOTS pada buku teks matematika

Indonesia kelas VIII SMP dan Malaysia tingkatan 2 Sekolah Menengah?

9
D. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini ialah

sebagai berikut:

1. Mendeskripsikan muatan HOTS pada buku teks matematika Indonesia kelas

VIII SMP.

2. Mendeskripsikan muatan HOTS pada buku teks matematika Malaysia

tingkatan 2 Sekolah Menengah.

3. Mendeskripsikan perbandingan muatan HOTS pada buku teks matematika

Indonesia kelas VIII SMP dan Malaysia tingkatan 2 Sekolah Menengah.

E. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoretis

Manfaat teoretis dari penelitian ini ialah hasil analisis muatan HOTS

(Higher Order Thinking Skill) pada buku teks matematika Indonesia SMP kelas

VIII dan buku teks matematika Malaysia Tingkatan 2 Sekolah Menengah dapat

menambah wawasan di bidang pendidikan khususnya tentang bahan ajar. Selain

itu, hasil penelitian ini dapat memberikan inspirasi untuk melakukan penelitian

serupa maupun berbeda yang berangkat dari hasil penelitian ini.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Pemerintah

Penelitian ini dapat menjadi bahan evaluasi untuk lebih memperhatikan

muatan HOTS (Higher Order Thinking Skill) pada buku teks. Hal ini dapat

digunakan sebagai acuan pada penerbitan buku selanjutnya.

10
b. Bagi Guru SMP

Penelitian ini dapat menjadi bahan pertimbangan bagi guru, khususnya

guru SMP dalam menggunakan buku teks pada proses pembelajaran. Guru dapat

memindai kekurangan dan kelebihan buku serta menyiapkan pembelajaran dengan

beradasarkan pada kekurangan dan kelebihan buku tersebut.

c. Bagi Sekolah

Penelitian ini dapat menjadi bahan diskusi pada Musyawarah Guru Mata

Pelajaran (MGMP) dalam upaya perbaikan dan peningkatan kompetensi

pedagogik guru.

11

Anda mungkin juga menyukai