ETIKA KEPERAWATAN
“Permasalahan Etika dalam Praktik Keperawatan”
Dosen Pengampu :
DISUSUN OLEH :
ISABELLA P07220119127
KALIMANTAN TIMUR
TAHUN AJARAN
2020
a
Kata Pengantar
Puji dan Syukur senantiasa kita panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang
Maha Esa yang telah melimpahkan Rahmat dan Karunia-Nya kepada kita
semua, sehingga saya dapat menyelesaikan Makalah ini yang berjudul
Permasalahan Etika dalam Praktik Keperawatan.
Penyusun
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR 2
DAFTAR ISI 3
BAB 1 PENDAHULUAN 4
Latar Belakang 4
Rumusan Masalah 4
Tujuan 5
BAB II PEMBAHASAN 6
Etik dan Hukum Pada Kasus Covid-19 6
Permasalahan Etik Dalam Praktik Keperawatan 6
DAFTAR PUSTAKA 12
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kemajuan pengetahuan dan teknologi di bidang kesehatan berdampak besar terhadap
peningkatan mutu pelayanan keperawatan. Pelayanan keperawatan yang dilaksanakan oleh
tenaga profesional, dalam melaksanakan tugasnya dapat bekerja secara mandiri dan dapat
pula bekerja sama dengan profesi lain.
Perawat dituntut untuk melaksanakan asuhan keperawatan untuk pasien/klien baik
secara individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat dengan memandang manusia secara
biopsikososial spiritual yang komperhensif. Sebagai tenaga yang profesional, dalam
melaksanakan tugasnya diperlukan suatu sikap yang menjamin terlaksananya tugas tersebut
dengan baik dan bertanggungjawab secara moral.
Begitupun dalam praktik keperawatan, terdapat beberapa isu yang bisa jadi
merupakan masalah dalam praktik keperawatan kita. Baik merupakan perbuatan dari pihak
yang tidak bertanggung jawab, ataupun segala hal yang terjadi disebabkan oleh pertimbangan
etis. Keperawatan merupakan salah satu profesi yang mempunyai bidang garap pada
kesejahteraan manusia yaitu dengan memberikan bantuan kepada individu yang sehat maupun
yang sakit untuk dapat menjalankan fungsi hidup sehari-hariya. Salah satu yang mengatur
hubungan antara perawat pasien adalah etika. Istilah etika dan moral sering digunakan secara
bergantian.
Etika dan moral merupakan sumber dalam merumuskan standar dan prinsip-prinsip
yang menjadi penuntun dalam berprilaku serta membuat keputusan untuk melindungi hak-hak
manusia. Etika diperlukan oleh semua profesi termasuk juga keperawatan yang mendasari
prinsip-prinsip suatu profesi dan tercermin dalam standar praktek profesional. (Doheny et all,
1982). Profesi keperawatan mempunyai kontrak sosial dengan masyarakat, yang berarti
masyarakat memberi kepercayaan kepada profesi keperawatan untuk memberikan pelayanan
yang dibutuhkan. Konsekwensi dari hal tersebut tentunya setiap keputusan dari tindakan
keperawatan harus mampu dipertanggungjawabkan dan dipertanggunggugatkan dan setiap
penganbilan keputusan tentunya tidak hanya berdasarkan pada pertimbangan ilmiah semata
tetapi juga dengan mempertimbangkan etika.
B. Rumusan Masalah
Adapun masalah yang akan dibahas dalam makalah ini, yaitu sebagai berikut:
1. Bagaimana etik dan hukum pada kasus Covid-19 bila ditinjau dari
permasalahan etik?
2. Apa metode pembahasan yang digunakan pada penanganan kasus Covid-19?
3. Apa permasalahan etik dalam praktik keperawatan?
4
C. Tujuan
Tujuan makalah ini dibuat adalah sebagai berikut:
1. Agar mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan etik dan
hukum dalam keperawatan
2. Agar memperoleh gambaran tentang permasalahan praktik
keperawatan
5
BAB II
PEMBAHASAN
6
evaluasi diri dan kelompok, tanggung jawab terhadap peralatan dan barang,
memberikan rekomendasi pasien pad dokter, menghadapi asuhan keperawatan yang
buruk, masalah peran merawat dan mengobati.
1. Malpraktek
Malpraktek adalah kesalahan dalam menjalankan profesi sebagai dokter,
dokter gigi, dokter hewan.Malpraktek adalah akibat dari sikap tidak peduli,
kelalaian, atau kurang keterampilan, kurang hati-hati dalam melaksanakan tugas
profesi, berupa pelanggaran yang disengaja, pelanggaran hukum atau pelanggaran
etika.
Sedangkan Veronica Komalawati menyebutkan malpraktek pada hakekatnya
adalah kesalahan dalam menjalankan profesi yang timbul akibat adanya
kewajiban-kewajiban yang harus dilakukan dokter. Selanjutnya Herman Hediati
Koeswadji menjelaskan bahwa malpraktek secara hafiah diartikan sebagai bad
practice atau praktik buruk yang berkaitan dengan penerapan ilmu dan teknologi
medik dalam menjalankan profesi medik yang mengandunf ciri-ciri khusus.
Malpraktek merupakan istilah yang sangat umum sifatnya dan tidak selalu
berkonotasi yuridis. Secara harfiah “mal” mempunyai arti “salah” sedangkan
“praktek” mempunyai arti “pelaksanaan” atau “tindakan”, sehingga malpraktek
berarti “pelaksanaan atau tindakan yang salah”. Meskipun arti harfiahnya
demikian tetapi kebanyakan istilah tersebut dipergunakan untuk menyatakan
adanya tindakan yang salah dalam rangka pelaksanaan suatu profesi. Sedangkan
difinisi malpraktek profesi kesehatan adalah “kelalaian dari seseorang dokter atau
tenaga keperawatan (perawat dan bidan) untuk mempergunakan tingkat
kepandaian dan ilmu pengetahuan dalam mengobati dan merawat pasien, yang
lazim dipergunakan terhadap pasien atau orang yang terluka menurut ukuran
dilingkungan yang sama” (Valentin v. La Society de Bienfaisance Mutuelle de
Los Angelos, California, 1956).
a. Jenis Malpraktek
Berpijak pada hakekat malpraktek adalah praktik yang buruk atau tidak
sesuai dengan standar profesi yang telah ditetepkan, maka ada bermacam-
macam malpraktek yang dapat dipiah dengan mendasarkan pada ketentuan
hukum yang dilanggar, walaupun kadang kala sebutan malpraktek secara
langsung bisa mencakup dua atau lebih jenis malpraktek.Secara garis besar
malprakltek dibagi dalam dua golongan besar yaitu mal praktik medik
(medicalmalpractice) yang biasanya juga meliputi malpraktik etik
(etichalmalpractice) dan malpraktek yuridik (yuridicalmalpractice).Sedangkan
malpraktik yurudik dibagi menjadi tiga yaitu malpraktik perdata
(civilmalpractice), malpraktik pidana (criminalmalpractice) dan malpraktek
administrasi Negara (administrativemalpractice).
1) Malpraktik Medik (medicalmalpractice)
John.D.Blum merumuskan: Medical malpractice is a form of
professional negligence in whice miserable injury occurs to a plaintiff
patient as the direct result of an act or omission by defendant practitioner.
(malpraktik medik merupakan bentuk kelalaian professional yang
7
menyebabkan terjadinya luka berat pada pasien / penggugat sebagai akibat
langsung dari perbuatan ataupun pembiaran oleh dokter/terguguat).
2) Malpraktik Etik (ethicalmalpractice)
Malpraktik etik adalah tindakan dokter yang bertentangan dengan etika
kedokteran, sebagaimana yang diatur dalam kode etik kedokteran
Indonesia yang merupakan seperangkat standar etika, prinsip, aturan,
norma yang berlaku untuk dokter.
3) Malpraktik Yuridis (juridicalmalpractice)
Malpraktik yuridik adalah pelanggaran ataupun kelalaian dalam
pelaksanaan profesi kedokteran yang melanggar ketentuan hukum positif
yang berlaku.
4) Malpraktik Yuridik meliputi:
- Malpraktik Perdata (CivilMalpractice)
Malpraktik perdata terjadi jika dokter tidak melakukan kewajiban
(ingkar janji) yaitu tidak memberikan prestasinya sebagaimana yang
telah disepakati.
- Malpraktik Pidana (criminalmalpractice)
Malpraktik pidana terjadi, jika perbuatan yang dilakukan maupun
tidak dilakukan memenuhi rumusan undang-undang hukum pidana.
Perbuatan tersebut dapat berupa perbuatan positif (melakukan
sesuatu) maupun negative (tidak melakukan sesuatu) yang merupakan
perbuatan tercela (actus reus), dilakukan dengan sikap batin yang
salah (mens rea) berupa kesengajaan atau kelalauian.
- Malpraktik Administrasi Negara (administrative malpractice)
Malpraktik administrasi terjadi jika dokter menjalankan profesinya
tidak mengindahkan ketentuan-ketentuan hukum administrasi Negara.
2. Reproduksi Manusia
Kesehatan Reproduksi adalah keadaan sehat secara fisik, mental, dan
sosial secara utuh, tidak semata-mata bebas dari penyakit atau kecacatan yang
berkaitan dengan sistem, fungsi, dan proses reproduksi. Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia Nomor 61 Tahun 2014 Tentang Kesehatan Reproduksi
adalah aturan pelaksanaan dari Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009
tentang Kesehatan. Pemahaman kesehatan reproduksi tersebut termasuk pula
adanya hak-hak setiap orang untuk memperoleh pelayanan kesehatan
reproduksi yang aman, efektif dan terjangkau.
Untuk menjamin pemenuhan hak kesehatan reproduksi melalui
pelayanan kesehatan yang aman, efektif, dan terjangkau tersebut diwujudkan
berbagai upaya kesehatan, diantaranya reproduksi dengan bantuan, aborsi
berdasarkan indikasi kedaruratan medis dan perkosaan sebagai pengecualian
atas larangan aborsi, upaya kesehatan ibu, dan kehamilan diluar cara alamiah
yang diatur dalam Pasal 74 ayat (3), Pasal 75 ayat (4), Pasal 126 ayat (4), dan
Pasal 127 ayat (2) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.
8
Ruang lingkup pelayanan kesehatan Repoduksi menurut International
Conference Population and Development (ICPD) tahun 1994 di Kairo terdiri
dari kesehatan ibu dan anak, keluarga berencana, pencegahan dan penanganan
infeksi menular seksual termasuk Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan
Acquired Immuno Deficiency Syndrome (AIDS), kesehatan reproduksi
remaja, pencegahan dan penanganan komplikasi aborsi, pencegahan dan
penanganan infertilitas, kesehatan reproduksi usia lanjut, deteksi dini kanker
saluran reproduksi serta kesehatan reproduksi lainnya seperti kekerasan
seksual, sunat perempuan dan sebagainya.
Reproduksi dengan bantuan atau kehamilan diluar cara alamiah
berkembang sebagai pemecahan terhadap permasalahan infertilitas. Pada
awalnya teknologi tersebut muncul untuk membantu pasangan suami istri
yang benar-benar membutuhkan bantuan untuk mendapatkan
keturunan.Seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang
kedokteran dan ilmu-ilmu pendukungnya, teknologi ini berkembang begitu
pesat. Reproduksi dengan bantuan atau kehamilan di luar cara alamiah tidak
sekedar prosedur mempertemukan spermatozoa dengan ovum agar terjadi
pembuahan serta prosedur pemindahan zygot atau embrio tetapi telah
berkembang beberapa prosedur yang perlu dikaji secara etik, moral, dan
hukum seperti frozen embryo, fetal reduction, donor sperma, surrogate
mother, dan sex selection. Bahkan saat ini telah dikenal teknik human cloning
yang merupakan teknologi reproduksi manusia.
Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi khususnya di bidang
reproduksi manusia yang begitu pesat, tidak dapat diimbangi kecepatannya
oleh hukum untuk mengatur pelaksanaannya. Hukum harus dengan tegas
memberikan batasan mana yang boleh dan mana yang tidak boleh dalam
pelaksanaan pelayanan reproduksi dengan bantuan agar apa yang pada
awalnya ditujukan untuk kebaikan tidak menimbulkan efek, atau hal-hal lain
yang menyertai, yang sebenarnya tidak diperbolehkan, seperti fetal reduction.
3. Euthanasia
Euthanasia berasal dari bahasa yunani “euthanathos”.Eu-artinya baik,
tanpa penderitaan 6 sedangkan thanathos artinya mati ataukematian.Dengan
demikian secara etimologis, euthanasia dapatdiartikan kematian yang baik
atau mati dengan baik tanpa penderitaan.Ada pula yang menerjemahkan
bahwa euthanasia secaraetimologis adalah mati cepat tanpa penderitaan.
Banyak ragam pengertian euthanasia yang sudah muncul saat ini. Ada
yang menyebutkan bahwa euthanasia merupakan praktek pencabutan
kehidupan manusia atau hewan melalui cara yangdianggap tidak menimbulkan
rasa sakit atau menimbulkan rasa sakityang minimal, biasanya dilakukuan
dengan cara memberikan suntikanyang mematikan. Saat ini yang
dimaksudkan dengan enthanasia adalah bahwa seorang dokter mengakhiri
kehidupan pasien terminal denganmemberikan suntikan yang mematikan atas
9
permintaan pasien itu sendiri, atau dengan kata lain euthanasia merupakan
pembunuhan legal.
10
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Perkembangan dan perubahan yang terjadi pada ruang lingkup keperawatan
mengakibatkan terjadinya konflik antara nilai-nilai yang dimiliki perawat dengan
pelaksanaan praktik keperawatan yang dilakukan setiap hari.
Pihak atasan membutuhkan perawat dalam memberikan pelayanan keperawatan
tertentu, tetapi seorang perawat mempunyai hak untuk menerima ataupun menolak
tugas tersebut sesuai dengan nilai-nilai yang dianutnya.
Sebagai contoh kasus dalam kehidupan sehari – hari atau dalam lingkungan kerja kita
sering berkaitan dengan kasus etik dan bioetik. Diantaranya ketika kita bekerja
sebagai tenaga keperawatan, kemudian seorang pasien dianjurkan untuk di rujuk ke
rumah sakit lebih tinggi, dengan alasan tindakan tidak bisa dilakukan di rumah sakit
setempat, padahal perawat tahu alasan sebenarnya kenapa dokter tersebut merujuk,
misal karena statusnya orang miskin, cerewet dan sebagainya.
11
DAFTAR PUSTAKA
Yusuf, T. (2020). Gaya hidup orang percaya berlandaskan Mazmur 91: 1-16 dalam menyikapi
masalah virus corona (Covid-19) masa kini.
Arthani, N. L. G. Y., & Citra, M. E. A. (2013). Perlindungan Hukum Bagi Pasien Selaku Konsumen
Jasa Pelayanan Kesehatan yang Mengalami Malpraktek. Jurnal Advokasi, 3(2), 206-214.
Efendi, F., & Makhfudli, M. (2009). Keperawatan Kesehatan Komunitas: teori dan praktik dalam
keperawatan.
12