Anda di halaman 1dari 14

DIKLAT GIZI

KEPATUHAN PERSONAL HIGIENE DAN SANITASI


TENAGA PENGOLAH MAKANAN DI INSTALASI GIZI RSUD
ULIN BANJARMASIN

DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 1
Fitria Elma (16S10174)
Nina Cahya Saputri (16S10191)
Nor Hidayah (16S10195)
Ria Ervina (16S10209)
Siti Rahmatina (16S10204)
Tiya Norjannah (16S10206)

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN HUSADA BORNEO


PROGRAM STUDI S1 GIZI
BANJARBARU
2019
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Rumah sakit merupakan institusi yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan
bagi masyarakat dengan memberikan pelayanan paripurna berupa pelayanan rawat
inap dan rawat jalan. Pelayanan di rumah sakit mengutamakan upaya penyembuhan,
pemulihan serta pencegahan penyakit (Depkes RI,2003).
Pelayanan gizi di rumah sakit merupakankegiatan penyelenggara pelayanan
makanan yangdiberikan dan disesuaikan dengan keadaan pasien. Penyelenggaraan
makanan yang higienis dan sehat menjadi prinsip dasar penyelenggaraan makanan di
rumah sakit karena pelayanan makanan rumah sakit diperuntukkan untuk orang sakit
dengan ancaman penyebaran kuman pathogen yang tinggi. Penyelenggaraan makanan
yang aman dan sehat berkaitan erat kaitanya dengan pengetahuan, sikap dan perilaku
higiene perorangan penjamah makanan (Yosvita,2011).
Salah satu upaya higiene sanitasi makanan adalah dengan meningkatkan higiene
perorangan penjamah makanan yang merupakan kunci keberhasilan dalam pengolahan
makanan yang amana dan sehat (Yosvita,2011). Higiene perorangan pengelola makanan
dapat tercapai bila mereka memiliki kesadaran akan penjamah makanan yang
merupakan kunci keberhasilan dalam pengolahan makanan yang aman dan sehat.
Higiene perorangan yang terlibat dalam pengolahan makanan akan pentingnya
menjaga kesehatan dan kebersihan diri (Kemenkes RI,2012).
Faktor kebersihan penjamah atau petugas makanan dalam istilah populernya
disebut higiene perorangan merupakan prosedur menjaga kebersihan dalam
pengelolaan makanan yang aman dan sehat untuk mencegah kontaminasi pada
makanan yang ditangani, seperti pencucian tangan, kebersihan dan kesehatan diri
(Maria, 2011). Masalah sanitasi makanan sangat penting, terutama ditempat-tempat
umum yang erat kaitannya dengan pelayanan untuk orang banyak. Rumah sakit
merupakan salah satu tempat umum yang memberikan pelayanan kesehatan
masyarakat dengan inti pelayanan medis. Agar dapat menunjang kegiatan pelayanan
medis diperlukan tempat pengolahan makanan yang kegiatannya berada di instalasi
gizi rumah sakit (Djarismawati, 2004).
Berdasarkan latar belakang di atas prilaku kepatuhan higiene dan sanitas
perorangan bagi penjamah makanan sangat penting diperhatikan untuk mencegah
terjadinya kontaminasi yang disebabkan dari berbagai faktor. Di instalasi gizi RSUD
Ulin Banjarmasin penjamah makanan kepatuhan akan higiene sanitasi perorangan
masih tergolong rendah sehingga perlu adanya pelatihan untuk meningkatkan
kepatuhan penjamah makanan terhadap higeine dan sanitasi.
1.2 Tujuan
1.2.1. Tujuan Umum
Meningkatkan kepatuhan personal higeine dan sanitasi tenaga pengolah makanan di
instalasi gizi RSUD Ulin Banjarmasin.
1.2.2. Tujuan Khusus
1. Meningkatkan kepatuhan penggunaan Alat perlindungan diri (APD) tenaga
pengolah makanan
2. Meningkatkan pengetahuan tentang cara menghindari kontaminasi makanan yang
terjadi akibat cemaran biologi, kimia dan fisik.
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Penjamah Makanan


Penjamah makanan adalah orang yang secara langsung berhubungan dengan
makanan dan peralatan mulai dari tahap persiapan, pembersihan, pengolahan,
pengangkutan sampai dengan penyajian. Hygiene tenaga penjamah makanan dengan
tujuan untuk mewujudkan penyehatan perorangan yang layak dalam penyelenggaraan
makanan. Sedangkan sumber utama penularan penyakit bawaan makanan adalah
pencemaran bahan makanan, dimana peran manusia sebagai vektor pembawa kuman
sangat tinggi (Depkes, 2006).
Personal hygiene adalah cermin keberhasilan dari setiap individu, yang mengarah
kepada kebiasaan-kebiasaan dan kebersihan pribadi. Untuk menjaga personal hygiene
dalam kehidupan sehari-hari harus selalu berusaha mencegah datangnya penyakit yang
dapat mengganggu kesehatan (Depkes, 2006).
1. Syarat Tenaga Penjamah makanan
Berdasarkan keputusan menteri kesehatan nomor 1204/Menkes/SK/X/2004 Tentang
Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit. Penjamah makanan harus memenuhi
persyaratan sebagai berikut: harus sehat dan bebas dari penyakit menular, secara
berskala minimal dua kali setahun memeriksa kesehatanya oleh dokter yang
berwewenang, harus menggunakan pakaian kerja dan perlengkapan pelindung
pengolahan makanan dapur, selalu mencuci tangan sebelum bekerja dan setelah keluar
dari kamar kecil (Depkes, 2006).
Hal yang perlu diperhatikan penjamah makanan untuk mencegah penularan penyakit
dan atau kontaminasi mikroba patogen melalui makanan adalah tenaga penjamah
makanan harus memiliki kesehatan yang baik. Untuk itu disarankan pekerja melakukan
tes kesehatan, terutama tes darah, dan pemotretan rontgen pada dada untuk melihat
kesehatan paru-paru dan saluran pernafasan (Purnawijayanti, 2001).
Pemeriksaan kesehatan dilakukan bagi pekerja sebelum diterima sebagai karyawan
dan kepada seluruh karyawan sebaiknya dilakukan minimal sekali setiap tahun atau
setiap enam bulan sekali. Apabila ada karyawan sakit maka harus diobati terlebih
dahulu sebelum diperkerjakan kembali atau dengan kata lain tidak diperkerjakan lagi.
Penderita yang menderita luka-luka terbuka, luka bakar, dan penyakit infeksi bacterial
tidak diperkenankan untuk bekerja diruang pengolahan pangan. Pekerja tersebut
hendaknya tidak menyentuh bahan makanan atau peralatan yang kemungkinan akan
kontak dengan pangan dan bahan bakunya selama pengolahan (Fathonah, 2006).
2.2. Higiene Sanitasi dan Alat pelindung diri bagi tenaga Pengolahan Makanan
1. Keadaan bahan makanan
Semua jenis bahan makanan perlu mendapat perawatan agar bahan makanan terjaga
baik kesegaran maupun kualitasnya sehingga tidak mudah rusak dan membusuk.
Kualitas bahan makanan yang aman dapat dilihat dari warna, konsistensi, kebersiahan,
kesegaran dan bau. Kalau tidak bisa terliahat, maka dapat diperiksa dengan
menggunakan standar bahan makanan oleh WHO.
2. Cara penyimpanan bahan-bahan makanan
Yang perlu diperhatikan dalam penyimpanan bahan makanan adalah keadaan
kebersihan ruangan dan tempat penyimpanana yang sesuai dengan karakter bahan
makanan. Kalau memungkinkan digunakan lemari pendingin.
3. Cara pengolahan makanan
Cara pengolahan makanan adalah cara-cara mempersiapkan bahan makanan dan
memasak makanan.
Ada 3 hal yang perlu diperhatikan yaitu:
a) Tempat dan peralatan pengolahan makanan
b) Pengolahan/ penjamah makanan: status kesehatan dan cara kerjanya yang dapat
berpengaruh terjadinya kontaminasi / pencemaran terhadap makanan.
c) Cara mengolah makanan itu sendiri
4. Cara pengangkutan
Pengankutan dengan cara benar, menggunakan alat angkut yang bersih, tertutup
dari kemungkinan tercemarnya oleh debu kotoran, serangga dan binatang lain.
5. Cara penyimpanan makanan
Penyimpanan makanan yang sudah dimasak disimpan di etalase atau almari yang
bersih dan tertutup untuk menghindari pencemaran oleh debu, kotoran, lalat atau
binatang lain.
6. Cara penyajian makanan
Makanan yang disajikan diwadahi di tempat / piring yang bersih dan tertutup di
meja yang bersih atau jika di rumah sakit di sajikan seperlunya saja. Kalau sudah cukup
segera di tutup atau dimasukan di tempat penyimpanan untuk menghindari pencemaran
oleh debu, kotoran, lalat dan binatang lain. Keadaan perorangan yang perlu diperhatikan
penjamah makanan untuk mencegah penularan penyakit dan atau kontaminasi mikroba
patogen melalui makanan adalah sebagai berikut:
a) Mencuci Tangan
Menurut Depkes (1992) hendaknya tangan selalu dicuci sebelum bekerja, sesudah
menangani bahan makanan kotor/mentah atau terkontaminasi, setelah dari kamar
kecil , setelah tangan digunakan untuk menggaruk, batuk atau bersin dan setelah
makanan atau merokok. Menurut direktorat surveilan dan penyuluhan keamanan
pangan deputi III-BPOM (2003) Kebersihan tangan pekerja yang bekerja mengolah
dan memproduksi pangan sangat pernting karena itu perlu mendapatkan perhatian
khusus. Setiap saat akan menjamah makanan jika tangan kotor, maka perlu dicuci
dengan air mengalir. Karena itu fasilitas air mengalir, sabun dan pengering hurus
selalu tersedia dilokasi-lokasi pembersihan yang mudah dijangkau. Pekerja
diharuskan memelihara kebersihan tangannya dengan cara tidak menggunakan untuk
membersihkan mulut, hidung dan bagian badan lainnya atau tangan harus dicuci
kembali dengan menggunakan air bersih dan sabun setiap kali digunakan untuk
melakukan sesuatu atau memegang sesuatu yang tidak saniter. Menurut Depkes
(2003) mencuci tangan secara baik dan benar akan membunuh lebih dari 80% kuman
ditangan. Tangan yang kotor atau terkontaminasi dapat memindahkan bakteri dan
virus patogen dari tubuh, feses atau sumber lain kemakanan. Oleh karena itu
kebersihan tangan tangan perlu mendapatkan prioritas yang tinggi walaupun hal itu
sering disepelekan. Cuci tangan merupakan langkah yang dapat mencegah penularan
penyakit melalui makanan, karena tangan yang kotor dapat menjadi media
penyebaran mikroorganisme dari tangan ke makanan (Purnawijayaanti, 2001).
b) Sarung Tangan
Menurut direktorat surveilen dan penyuluhan keamanan pangan deputi IIIBPOM
(2003) pekerja yang menderita luka ditangan tetapi tidak infeksi masih
diperbolehkan bekerja tetapi harus menggunakan sarung tangan (glove). Selain itu
pekerja disarankan tidak menggunakan cat kuku jika terpaksa harus memakai cat
kuku maka penggunaan sarung tangan karet menjadi keharusan. Menurut Depkes
(2006) Berdasrkan keputusan menteri kesehatan Republik Indonesia nomor
715/Menkes/SK/V/2003 tentang persyaratan hygiene dan sanitasi jasa boga tanggal
23 Mei yang menyatakan sarung tangan berfungsi sebagain perlindungan kontak
langsung dengan makanan, sarung tangan yang baik dalam tempat pengolahan
makanan menggunakan sarung tangan sekali pakai. Karena sarung tangan kadang-
kadang robek atau berlubang dan kerugian lain lebih dari sarung tangan adalah
umumnya jarang dicuci sesering tangan, sarung tangan plastik/karet, sekali pakai
biasanya berguna untuk menangani makanan masak atau makanan yang tidak
dipanaskan lebih lanjut. Jadi penggunaannya untuk tujuan tertentu dan dibuang bila
telah kotor dan robek.
c) Masker (Penutup Mulut)
Penutup muka dapat menahan kontaminasi yang berasal dari udara. Akan tetapi
penutup muka ini tidak praktis digunakan dalam kebanyakan pengolahan makanan
dan pekerjaan pelayanan. Penutup muka ini tidak nyaman dipakai, terutama dalam
lingkup uap panas. Penangganan makanan setelah menyentuh penutup muka dapat
mengkontaminasi makanan lebih besar dari pada mikroorganisme yang jatuh dari
hidung dan mulut. Perpindahan dari udara biasanya kurang penting peranannya
dalam mengkontaminasi makanan (Herdiansyah dan Rimbawan, 2000).
Menurut direktorat surveilan dan penyuluhan keamanan pangan, deputi IIIBPOM
(2003). Penggunaan masker penting dilakukan karena daerah-daerah mulut, hidung
dan tenggorokan dari manusia normal penuh dengan mikroba dari berbagai jenis.
Beberapa mikroba yang ada salah satunya adalah mikroba staphyloccus aureus yang
berada dalam saluran pernapasan dari manusia.
d) Penutup Kepala/air cap (Topi)
Semua penjamah makanan hendaknya memakai topi untuk mencegah kebiasan
mengusap dan menggaruk rambut, penutup kepala membantu mencegah rambut
masuk kedalam makanan, membantu menyerap keringat yang ada didahi, mencegah
kontaminasi staphylococci, menjaga rambut bebas dari kotoran rambut, dan
mencegah terjeratnya rambut dari mesin (Purnawijayanti, 2001). Sedangkan
pencucian rambut dilakukan secara teratur, rambut kotor akan menimbulkan rasa
gatal pada kulit kepala yang dapat mendorong karyawan untuk menggaruknya dan
dapat mengakibatkan kotoran atau ketombe atau rambut dapat jatuh kedalam
makanan dan kuku menjadi kotor. Pada saat bekerja diharuskan menggunakan
penutup kepala (hair cap) atau jala rambut (hair net). (fathonah 2006).
e) Kebersihan Pakaian, Kuku dan Perhiasan
Menurut direktorat surveilan dan penyuluhan keamanan pangan deputi IIIBPOM
(2003) pekerja harus mengenakan pakaian khusus untuk bekerja yang bersih dan
sopan. Umumnya pakaian yang bewarna terang (putih) sangat dianjurkan terutama
untuk pekerja dibagian pengolahan, pakaian kerja yang usang jangan dipakai
kembali. Hal ini disebabkan karena dengan warna putihb naka akan lebih mudah
dideteksi adanya kotoran-kotoran yang mungkin terdapat pada baju dan berpotensi
untuk menyebar pada produk pangan yang sedang diolah/diproduksi. Pekerja
hendaknya memakai pakaian dengan ukuran yang pas tidak terlalu besar. Ukuran
pakaian yang pakaian yang terlalu besar bisa membahayakan karena dapat
melambai-lambai tidak terkontrol sehingga dapat berperan sebagai pembawa kotoran
yang akan menyebabkan kontaminasi atau berbahaya bagi keselamatan pekerja
terutama jika berdekatan dengan mesin-mesin yang bergerak atau mempunyai bagian
yang berputar. Pekerja pengolahan pangan hendaknya tidak mengenakan jam tangan,
kalung, anting, cincin, dan lain-lain benda kecil yang mudah putus dan hilang
(Herdiansyah dan Rimbawan, 2000).
f) Tidak Merokok
Penjamah makanan sama sekali tidak diizinkan merokok selam bekerja, baik waktu
mengolah maupun mencuci peralatan. Merokok merupakan mata rantai dari bibir dan
tangan dan kemudian ke makanan, di samping sangat tidak etis (Depkes, 2006).
Semua kegiatan pengolahan makanan harus dilakukan dengan cara terlindung dan
kontak langsung dengan tubuh
 Perlindungan kontak langsung dengan makanan jadi dapat dilakukan dengan
menggunakan sarung tangan plastik, penjepit makanan, sendok garpu, dan
sejenisnya
 Setiap tenaga pengolah makanan pada saat bekerja harus memakai celemak/apron,
tutup rambut, sepatu dapur, tidak merokok, tidak makan atau mengunyah, selalau
mencuci tangan sebelum bekerja, selalau mencuci tangan sebelum dan setelah
keluar dari kamar mandi, selalu memakai pakaian kerja yang bersih yang tidak
dipakai diluar rumah sakit.
 Tenaga pengolah makanan harus memiliki sertifikat dan baku kesehatan yang
berlaku. Sanitasi mempunyai definisi yang bermacam-macam, menurut keputusan
materi kesehatan republik Indonesia Nomor 965 tahun 1992, sanitasi didefinisikan
sebagai segala upaya yang dilakukan untuk menjamin terciptanya kondisi yang
memenuhi persyaratan kesehatan. Dalam memenuhi persyaratan kesehatan ini,
maka dalam setiap upaya membangun fasilitas sanitasi ini harus terencana dan
teratur. Fasilitas-fasilitas sanitasi ini antara lain adalah: sarana penyediaan air
bersih, kamar kecil, tempat cuci tangan, kamar ganti pakaian, tempat sampah, dan
sarana pembuangan air limbah (Kementrian Kesehatan RI, 1992). Sarana yang
diperlukan bagi penjamah makanan hendaknya disediakan, sehingga tenaga
penjamah makanan dimungkinkan untuk berperilaku sehat. Sarana tersebut antara
lain: (ruang ganti, pakaian kerja, ruang istirahat yang memadai, toilet untuk
karyawan, tempat cuci tangan yang cukup banyak dan mudah dijangkau, alat
pelindung diri (topi, sarung tangan, celemek, masker, dan alas kaki atau sepatu)
dan tempat sampah.
 Ruang ganti pakaian, sehingga mereka dapat menukar baju dengan baju kerja
sebelum bekerja
 Pakaian kerja
 Ruang istirahat, setiap tempat penyelenggaraan makanan harus menyediakan
tempat istirahat yang memadai (Depkes, 1992).
 Penyediaan jamban
 Penyediaan tempat mencuci tangan
Tersedianya tempat cuci tangan yang terpisah dengan tempat cuci peralatan
maupun bahan makanan yang dilengkapi dengan air kran, saluran pembuangan
tertutup, bak penampungan, sabun dan pengering. Jumlah tempat cuci tangan
disesuaikan dengan banyaknya karyawan sebagai berikut: 1-10 orang = 1 buah
dengan tambahan satu buah untuk setiap penambahan 10 orang atau kurang.
Tempat cuci tangan diletakkan sedekat mungkin dengan tempat bekerja (Depkes,
2003).
 Alat Pelindung diri (Masker, celemek, topi/pengikat kepala, sarung tangan, alas
kaki atau sepatu)
 Tempat sampah menurut karakter sampah
2.3. Kontaminasi/bahaya dalam makanan
Bahaya-bahaya yang bisa terkandung dalam makanan:
1. Bahaya biologis (Mikroorganisme seperti bakteri, kapang/khamir, parasit
yang bersifat patogen dan virus).
2. Bahaya kimiawi (seperti zat-zat yang berbahaya bagi kesehatan
(melamin,formalin, boraks, pewarna tekstil, gula buatan dll), residu obat
ternak (hormon,antibiotika, pestisida dll)).
3. Bahaya fisik (batu, logam, pasir, kayu, isi stepler, rambut, pecahan gelas
dll)
BAB 3

METODE KEGIATAN

3.1. Nama Kegiatan


Diklat Gizi dengan Tema “Kepatuhan personal Higiene dan
sanitasi tenaga pengolah makanan” di insatlasi gizi RSUD Ulin
Banjarmasin.
3.2. Sasaran
Sasaran dari Diklat ini adalah tenaga pengolah makanan shif subuh dan
pagi di instalasi gizi RSUD Ulin Banjarmasin dengan jumlah peserta ±15
orang.
3.3. Pelaksanaan Kegiatan
Kegiatan dilaksanakan pada :
Hari/ Tanggal : Senin, 02 Desember 2019
Tempat : Aula Instalasi Gizi RSUD Ulin Banjarmasin
Waktu : 13.00 WITA sampai selesai
3.4. Metode kegiatan
Kegiatan ini dilakukan dengan metode ceramah dan tanya jawab
menggunakan media visual.
3.5. Susunan Kepantiaan
Susunan Panitia
Acara Diklat Gizi “Kepatuhan Personal Higiene dan sanitasi tenaga
pengolah makanan” di instalasi Gizi RSUD Ulin Banjarmasin.

Penanggung Jawab : Bandawati,S.Gz.,M.Gizi,RD


Panitia Pelaksana

Ketua :Fitria Elma


Sekretaris : Nina Cahya Saputri
Bendahara : Ria Ervina
Seksi Acara : Nor Hidayah
Seksi Perlengkapan : Tiya Norjannah
Ria Ervina
Seksi Konsumsi : Siti Rahmatina
Fitria Elma
Nina Cahya Saputri
3.6. Anggaran Biaya

Anggaran Biaya
Perihal Keterangan Jumlah
Print surat undangan Rp. 1.000 x 3 lbr Rp. 3.000
Amplop Rp. 500 x 3 lbr Rp. 1.500
konsumsi Rp. 5.000 x 30 orang Rp 150.000
Doorprize Rp. 10.000 x 3 Rp 30.000
Total Rp. 184.500

3.7. Susunan Acara Diklat

No Acara Waktu
1. Pembukaan 13.00-13.05 Wita
2. Pre-test 13.05-13.15 Wita
3. Pemaparan materi 13.15-13.35 Wita
4. Tanya jawab 13.35-13.40 Wita
5. Post-test 13.40-13.50 Wita
6. Pembagian doorprize 13.50-13.55 Wita
7. Penutup 13.55-14.00 Wita
BAB 4
HASIL
A. Hasil
Diklat gizi dilaksanakan oleh mahasiswa PKL jurusan Gizi Stikes Husada
Borneo Banjarbaru pada hari kamis 05 Desember 2019. Adapun diklat ini bertema
“Kepatuhan Hygiene dan Santasi tenaga Pengolah Makanan di Instalasi Gizi
RSUD Ulin Banjarmasin” yang dilaksanakan di aula Instalasi Gizi RSUD Ulin
Banjarmasin. Peserta diklat ini berasal dari tenaga pengolah makanan yang
bekerja shif subuh dan pagi berjumlah 11 orang. Metode yang digunakan adalah
presentasi, tanyajawab, pre dan post test, serta menggunakan media visual.
Adapun hasil pre dan post test yang dilakukan dalam kegiatan ini adalah sebagai
berikut:
Tabel 4.1 Distribusi hasil Pre-test diklat gizi

No Nilai Pre test %


1. 100 5 46
2. 80 2 18
3. 60 2 18
4. 40 1 9
5. 20 0 0
6. 0 1 9
Jumlah 11 100

Berdasarkan tabel 4.1 di atas diketahui bahwa dari 11 orang responden


sebelum penyuluhan terdapat 1 orang mendapat nilai 0, 1 orang mendapat nilai
40, 2 orang mendapat nilai 60, 2 orang mendapat nilai 80 dan 5 orang mendapat
nilai 100.
Tabel 4.2 Distribusi hasil Post-test diklat gizi

No Nilai Post test %


1. 100 11 100
2. 80 0 0
3. 60 0 0
4. 40 0 0
5. 20 0 0
6. 0 0 0
Jumlah 11 100
Berdasarkan tabel 4.2 di atas diketahui bahwa dari 11 orang responden
setelah dilakukan penyuluhan terdapat 11 orang yang mendapat nilai 100. Hal ini
menunjukan bahwa ada peningkatan pengetahuan antara sebelum dan sesudah
dilakukan dilkat gizi pada petugas pengolah makanan di instalasi gizi RSUD Ulin
Banjarmasin.
Diharapkan bagi para petugas pengolah makanan yang sudah mendapatkan
penyuluhan akan banyak mendapatkan manfaat dan pengetahuan tentang
kepatuhan hygiene dan sanitasi serta dapat menerapkannya pada kegiatan
pengolahan makanan sehari-hari.

Anda mungkin juga menyukai