Anda di halaman 1dari 46

TUGAS MAKALAH KEPERAWATAN HIV/AIDS

ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN DHF

(DENGUE HEMORRAGIC FEVER)

DISUSUN OLEH :
KELAS 4 B / KELOMPOK 6 :

1. Sulich Roudhotil Jannah (1130018010)


2. Dinda Rimyatul (1130018012)
3. Pralistya indah (1130018017)
4. Friska Naryosi Putri (1130018041)
5. Erika Ayu (1130018057)

Fasilitator:

Erika Martining Wardani.,S.Kep.,Ns.,M.Ked.Trop

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN DAN KEBIDANAN
UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA SURABAYA
2020

1
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya haturkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa yang telah
melimpahkan rahmat-Nya kepada kami sehingga kami dapat
menyelesaikan penyusunan makalah dengan judul “DHF”.

Kami menyadari sepenuhnya bahwa ada kekurangan baik dari segi


penyusun bahasanya maupun segi lainnya. Oleh karena itu dengan lapang
dada dan tangan terbuka kami membuka selebar-lebarnya bagi pembaca
yang ingin memberi saran dan kritik kepada saya sehingga saya dapat
memperbaiki makalah ini.

Akhir kata semoga nantinya makalah ini dapat membawa manfaat bagi
pengembangan ilmu.

Surabaya, 15 Maret 2020

2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ................................................................................i
DAFTAR ISI ..............................................................................................ii
BAB 1 PENDAHULUAN..........................................................................1
1.1 Latar Belakang ......................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah .................................................................................3
1.3 Tujuan ...................................................................................................3
1.4 Manfaat .................................................................................................3
BAB 2 TINJAUAN TEORI ......................................................................4
2.1 Definisi DHF ........................................................................................4
2.2 Etiologi DHF ........................................................................................4
2.3 Epidemiologi DHF ...............................................................................5
2.4 Patofisiologi DHF ................................................................................8
2.5 Manifestasi Klinis DHF .......................................................................9
2.6 Pemeriksaan penunjang DHF ...................................................10
2.7 Penatalaksanaan DHF.........................................................................12
2.8 Pencegahan DHF ................................................................................12
BAB 3 KONSEP ASUHAN KEPPERAWATAN TEORI ..................20
3.1 Pengkajian ..........................................................................................20
3.2 Diagnosa ............................................................................................22
3.3 Intervensi ............................................................................................22
3.4 Implemmentasi ...................................................................................24
3.5 Evaluasi ..............................................................................................25
BAB 4 APLIKASI KASUS ....................................................................26
4.1 Kasus semu ..........................................................................................26
4.2 Asuhan keperawatan ...........................................................................29
BAB 5 PENUTUP ....................................................................................40
5.1 Kesimpulan .........................................................................................40
5.2 Saran ....................................................................................................40

3
DAFTAR PUSTAKA

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 latar belakang


Penyakit demam berdarah dengue (DBD) atau lebih dikenal dengan
dengue hemorrhagic fever (DHF) merupakan penyakit yang disebabkan oleh
virus yang sangat menular dengan vektor nyamuk aedes aegypti. Penyakit ini
banyak menimbulkan kematian didaerah tropis dan subtropis serta merupakan
ancaman kesehatan bagi dunia karna lebih dari 100 negara terjangkit penyakit
ini (Ranjit,2011).
Beberapa pasien DHF mengeluh sakit tenggorokan dan faring merah
mungkin ditemukan pada pemeriksaan. Ketidaknyamanan pada epigastrik,
nyeri tekan di tepi rusuk kanan, serta nyeri perut yang biasa terjadi. Suhu
tubuh biasanya tinggi dan kebanyakan kasus akan tetap tinggi selama 2 atau 7
hari berikutnya, baru kemudian turun kembali menjadi normal atau
subnormal. (Marni,2016)
Jumlah kasus DBD tidak pernah menurun di beberapa daerah tropik dan
subtropik bahkan cenderung terus meningkat dan banyak menimbulkan
kematian pada anak 90% diantarannya menyerang anak dibawah 15 tahun.
Diindoneisa setiap tahunnya selalu terjadi KLB di beberapa provinsi, yang
terbesar terjadi tahun 1998 dan 2004 dengan jumlah penderita 79.480 orang
dengan kematian sebanyak 800 orang lebih. Pada tahun-tahun berikutnya
jumlah kasus terus naik tapi jumlah kematian turun secara bermakna
dIbandingkan tahun 2004. Misalnya jumlah kasus tahun 2008 sebanyak
137.469 orang dengan kematian 1.18K7 orang atau case fatality rate (CFR)
0,86% Serta kasus tahun 2009 sebanyak 154.855 orang dengan kematian
1.384 orang atau CFR 0,89%. (Aryu,2010)

4
Nyamuk Aedes spp yang sudah terinfeksi virus dengue, akan tetap infektif
sepanjang hidupnya dan terus menularkan kepada individu yang rentan pada
saat menggigit dan menghisap darah. Setelah masuk ke dalam tubuh manusia,
virus dengue akan menuju organ sasaran yaitu sel kuffer hepar, endotel
pembuluh darah, nodus limpaticus, sumsum tulang serta paru-paru. Beberapa
penelitian menunjukkan, sel monosit dan makrofag mempunyai peran pada
infeksi ini, dimulai dengan menempel dan masuknya genom virus ke dalam
sel dengan bantuan organel sel dan membentuk komponen perantara dan
komponen struktur virus. Setelah komponen struktur dirakit, virus dilepaskan
dari dalam sel.Infeksi ini menimbulkan reaksi immunitas protektif terhadap
serotipe virus tersebut tetapi tidak ada cross protective terhadap serotipe virus
lainnya.Secara invitro, antobodi terhadap virus dengue mempunyai 4 fungsi
biologis yaitu netralisasi virus, sitolisis komplemen, antibody dependent cell-
mediated cytotoxity (ADCC) dan ADE. Berdasarkan perannya, terdiri dari
antobodi netralisasi atau neutralizing antibody yang memiliki serotipe spesifik
yang dapat mencegah infeksi virus, dan antibody non netralising serotype
yang mempunyai peran reaktif silang dan dapat meningkatkan infeksi yang
berperan dalam pathogenesis DBD dan DSS (Kusriastuti, 2010)
Di indonesia pada tingkat nasional ataupun daerah dikenal beberapa
program pencegahan DBD yaitu : management lingkungan, pengendalian
biologis, pengendalian kimiawi, partisipasi masyarakat, perlindungan individu
dan peraturan perundangan, kegiatan 3M (menguras, menutup, memanfaatkan
kembali/ mendaur ulang) yang merupakan bagian dari PSN dipercaya efektif
untuk penanggulangan DBD. Pemberantasan sarang nyamuk dapat dilakukan
melalui management lingkungan, pengendalian kimiawi dengan didukung
peran serta masyarakat secara aktif. Pemberantasan sarang nyamuk merupakan
cara yang paling efektif dalam pemberantasan DBD. (Tairas,2015)

1.2 Rumusan masalah :


1. Apa pengertian dari DHF?
2. Apa etiologi dari DHF?
3. Bagaimana epidemiologi DHF?

5
4. Bagaimana patofisiologi dari DHF?
5. Bagaimana manifestasi klinis dari DHF?
6. Bagaimana pemeriksaan penunjaang dengan pasien DHF?
7. Bagaimana penatalaksanaan pada pasien penderita DHF?
8. Bagaimanah cara pencegahan penyakit DHF?
9. Bagaimana Asuhan Keperawatan pada pasien dengan DHF?

1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Khusus
1. Mengetahui dan memahami pengertian DHF
2. Mengetahui dan memahami etiologi dari DHF
3. Mengetahui dan memahami epidemiologi dari DHF
4. Mengetahui dan memahami patofisiologi dari DHF
5. Mengetahui apa saja manifestasi klinis dari DHF
6. Mengetahui pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada pasien DHF
7. Mengetahui dan dapat melaksanakan penatalaksanaan pada pasien DHF
8. Mengetahui cara pencegahan penyakit DHF
9. Mengetahui penerapan kasus pada pasien penderita DHF
1.3.2 Tujuan umum
Mahasiswa memahami tentang DHF pada pasien dengan DHF.
1.4 Manfaat
1.4.1 Bagi mahasiswa
Mahasiswa mampu memahami tentang asuhan keperawatan pada pasien
DHF
1.4.2 Bagi FKK
Menjadi sumber pengambangan Ilmu dan Terapan bagi pembaca serta
klinis.

6
BAB 2

TINJAUAN TEORI

2.1 Definisi

Dengue Haemoragic Fever (DHF) merupakan penyakit infeksi


virus akut yang disebabkan oleh virus dengue yang tergolong
Arthropod-Borne virus, genus flavivirus, famili flaviviridae. DHF
ditularkan melalui gigitan nyamuk aedes spp, aedes aegypti, dan aedes
albopictus merupakan vektor utama penyakit DHF. Penyakit DHF
dapat muncul sepanjang tahun dan dapat menyerang seluruh
kelompok umur. Penyakit ini berkaitan dengan kondisi lingkungan
dan perilaku masyarakat (Dinkes, 2015).

2.2 Etiologi

Penyakit DHF merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh


virus dengue dan disebarkan oleh nyamuk terutama spesies nyamuk
Aedes aegypti. Nyamuk penular dengue tersebut hampir ditemukan di
seluruh pelosok Indonesia, kecuali di tempat yang ketinggiannya lebih
dari 1.000 meter di atas permukaan laut (Rahayu & Budi, 2017).

Penyebab penyakit adalah virus dengue kelompok Arbovirus B,


yaitu arthropod-borevirus atau virus yang disebabkan oleh artropoda.

7
Virus ini termasuk genus Flavivirus dan family Flaviviridae. Sampai
saat ini dikenal ada 4 serotipe virus yaitu:

1. Dengue 1 diisolasi oleh Sabin pada tahun 1944.


2. Dengue 2 diisolasi oleh Sabin pada tahun 1944.
3. Dengue 3 diisolasi oleh Sather.
4. Dengue 4 diisolasi oleh Sather.

Keempat virus tersebut telah ditemukan di berbagai daerah di


Indonesia dan yang terbanyak adalah tipe 2 dan tipe 3. Penelitian di
Indoneisa menunjukkan Dengue tipe 3 merupakan serotipe virus yang
dominan menyebabkan kasus DHF yang berat (Masriadi, 2017).
Infeksi salah satu serotipe akan menimbulkan antibody terhadap
serotipe yang bersangkutan, sedangkan antibody yang terbentuk
terhadap serotipe lain sangat kurang, sehingga tidak dapat
memberikan perlindungan yang memadai terhadap serotipe lain
(Wijaya, 2013).

Nyamuk Aedes aegypti dapat hidup dan berkembang biak sampai


ketinggian daerah 1.000 m dari permukaan air laut. Di atas ketinggian
tersebut suhu udara terlalu rendah, sehingga tidak memungkinkan bagi
kehidupan nyamuk tersebut.

8
Contoh gambar nyamuk Aedes aegypti

2.3 Epidemiologi

2.3.1 Penyebaran Kasus

Sampai saat ini penyakit Demam berdarah Dengue masih menjadi


masalah kesehatan masyarakat Indonesia. Hal ini di dukung oleh
data-data berikut ini.

9
1. Sejak ditemukan kasus DBD pada tahun 1968 di Surabaya dan
Jakarta, angka kejadian penyakit DBD meningkat dan menyebar
ke seluruh daerah kabupaten di wilayah republik Indonesia
termasuk kabupaten yang berada di wilayah Provinsi Timor
Timor.
2. Pada pengamatan selama kurun waktu 20-25 tahun sejak awal
ditemukan kasus DBD, angka kejadian luar biasa penyakit DBD
diestimasikan setiap 5 tahun dengan angka kematian tertinggi
pada tahun 1968 awal diketemukan kasus DBD dan angka
kejadian penyakit DBD tertinggi pada tahun 1988.
3. Angka kematian kasus DBD masih tinggi, terutama penderita
DBD yang datang terlambat dengan derajat IV.
4. Vektor penyakit DBD nyamuk Aedes aegypti dan Aedes
albopictus masih banyak dijumpai di wilayah Indonesia.
5. Kemajuan teknologi dalam bidang transportasi disertai mobilitas
penduduk yang cepat memudahkan penyebaran sumber penularan
dari satu kota ke kota lainnya.

Demam berdarah dengue banyak ditemukan di daerah


tropis dan subtropis. Data dari seluruh dunia menunjukkan
Asia menempati urutan pertama dalam jumlah penderita
demam berdarah dengue setiap tahunnya. Sementara itu,
terhitung sejak tahun 1968 hingga tahun 2009, World Health
Organization (WHO) mencatat negara Indonesia sebagai
negara dengan kasus demam berdarah dengue tertinggi di
Asia Tenggara. Di Indonesia demam berdarah pertama kali
ditemukan di kota Surabaya pada tahun 1968, dimana
sebanyak 58 orang terinfeksi dan 24 orang di antaranya
meninggal dunia (Angka Kematian/AK= 41,3%). Sejak saat
itu, penyakit ini menyebar luas ke seluruh Indonesia
(Kementrian Kesehatan, 2017).

10
Penderita penyakit demam berdarah dengue (DBD) di
wilayah jawa timur pada januari 2019 meningkat hingga 47% di
banding bulan yang sama di tahun sebelumnya di katakan
penderita DBD di jawa Timur pada januari 2019 sebanyak 1.634
orang dan 32 diantaranya meninggal dunia sementara di bulan
yang sama tahun sebelumnya hanya 1.114 orang penderita di
kabupaten Tulungagung dengan 223 kasus di januari 2019. Di
Kediri dengan 160 kasus 10 orang diantaranya dinyatakan
meninggal dunia. Di kabupaten Ngawi berada di peringkat ke 4
dan angka 99 kasus penyakit DBD dimsns 2 orang di antaranya
dinyatakan meninggal dunia. Peringkat kelima adalah kabupaten
Blitar dengan angka 82 kasus dimana 1 orang diantaranya
meninggal dunia. Hanya di kota Batu yang tercatat tidak ada
kasus penyakit DBD selama januari 2019.

Peningkatan dan penyebaran kasus DBD tersebut


kemungkinan disebabkan oleh mobilitas penduduk yang tinggi,
perkembangan wilayah perkotaan, perubahan iklim, perubahan
kepadatan dan distribusi penduduk serta faktor epidemiologi
lainnya yang masih memerlukan penelitian lebih lanjut

2.3.2 Angka Insiden (AI) atau Incidence Rate (IR)

Insiden DBD terjadi peningkatan yang cukup signifikan


pada tahun 1973 yaitu peningkatan sekitar 8.789 kasus dari 1.400
kasus pada tahun 1972. Selanjutnya, pada tahun 1988, 1998 juga
terjadi peningkatan insiden demam dengue. Meski ada penurunan
di beberapa tahun namun terjadi peningkatan dari tahun ke tahun
yaitu mulai 2002, 2003, 3004, 2005, 2006 dan puncaknya pada
tahun 2007, yaitu insiden mencapai 158.912 kasus. Berdasarkan
situasi tersebut, terjadi tren yang terus meningkat dari tahun 1968
sampai tahun 2009. Hal ini dapat disebabkan oleh faktor-faktor
yang mempengaruhi peningkatan kasus, termasuk lemahnya
upaya program pengendalian DBD, sehingga upaya program

11
pengendalian DBD perlu lebih mendapat perhatian terutama pada
tingkat kabupaten/kota dan Puskesmas. (Kementrian kesehatan,
2010)

Angka kejadian DBD pada tahun 2011 yang paling tinggi


terjadi di Provinsi Bali dengan incidence rate 56 kasus per
100.000 penduduk dan yang terendah adalah Sulawesi Tenggara.
Sedangkan pada tahun 2012 IR yang terbanyak terjadi di Provinsi
Sulawesi Tengah sebanyak 85 per 100.000 penduduk. Sehingga
angka Nasional menunjukkan angka kejadian sebanyak 53 kasus
per 100.000 penduduk.

Kasus Demam Berdarah yang paling banyak terjadi di


Provinsi Jawa Timur dengan jumlah kasus 3.152, dan daerah yang
tidak menunjukkan adanya data kasus DBD yaitu Kepulauan
Riau, Sumatera Selatan, Jawa Barat, Sulawesi Barat, Maluku,
Maluku Utara, Papua Barat, dan Papua. (kementrian kesehatan,
2010)

2.3.3 Angka Kematian

Angka Kematian (AK)/Case Fatality Rate (CFR) pada


tahun awal kasus DBD merebak di Indonesia cukup tinggi.
Kemudian dari tahun ke tahun mulai menurun dari 41,4% pada
tahun 1968 terus menurun sampai menjadi 0,89% pada tahun
2009. Pada tahun 2009, provinsi dengan AK tertinggi adalah
Bangka Belitung (4,58%), Bengkulu (3,08%) dan Gorontalo
(2,2%) sedangkan AK yang paling rendah adalah Sulawesi Barat
(0%), DKI Jakarta (0,11%) dan Bali (0,15%). AK nasional telah
berhasil mencapai target di bawah 1%, namun sebagian besar
provinsi (61,3%) mempunyai AK yang masih tinggi di atas 1%.
(kementrian kesehatan, 2010)

12
2.4 Patofisiologi

DHF Setelah virus dengue masuk ke dalam tubuh, pasien akan


mengalami keluhan dan gejala karena viremia, seperti demam, sakit
kepala, mual, nyeri otot, pegal seluruh tubuh, hyperemia di
tenggorokan, timbulnya ruam dan kelainan yang mungkin terjadi pada
system retikolo endhothelial seperti pembesaran kelenjar- kelenjar
getah bening, hati dan limpa. Reaksi yang berbeda nampak bila
seseorang mendapatkan infeksi berulang dengan tipe virus yang
berlainan. Berdasarkan hal itu, akan timbul the secondary
heterologous infection atau the sequential infection of hypothesis.

Re-infeksi akan menyebabkan suatu reaksi anamnetik antibody,


sehingga menimbulkan konsentrasi kompleks antigen antibody
(kompleks virus antibody) yang tinggi. Terdapatnya kompleks virus
antibody dalam sirkulasi darah mengakibatkan hal sebagai berikut :

1. Kompleks virus antibody akan mengaktivasi system komplemen,


yang berakibat dilepasnya anafilatoksin C3a dan C3a. C3a
menyebabkan meningginya permeabilitas dinding pembuluh darah
dan menghilangnya plasma melalui endotel dinding tersebut, suatu
keadaan yang sangat berperan terjadinya renjatan.
2. Timbulnya agregasi trombosit yang melepas ADP akan mengalami
metamorphosis. Trombosit yang mengalami kerusakan
metamorphosis akan dimusnahkan oleh system retikuloendotelial
dengan akibat trombositopenia hebat dan perdarahan. Pada
keadaan agregasi, trombosit akan melepaskan vasoaktif (histmin
dan serotonini) yang bersifat meningkatkan permeabilitas kapiler
dan melepaskan trombosit faktor III yang merangsang koagulasi
intravascular.
3. Terjadinya aktivasi faktor Hageman (faktor III) dengan akibat
akhir terjadinya pembekuan intravaskular yang meluas. Dalam
proses aktivasi ini, plasminogen akan menjadi plasmin yang
berperan dalam pembentukan anafilatoksin dan penghancuran

13
fibrin menjadi fibrinogen degradation product. Disamping itu
aktivas akan merangsang sistim klinin yang berperan dalam proses
meningginya permeabilitas dinding pembuluh darah (Wijaya,
2013).

2.5 Manifestasi klinis

Diagnosis penyakit DHF bias ditegakkan jika ditemukan tanda dan


gejala seperti : Demam tinggi mendadak tanpa sebab yang jelas,
berlangsung terus-menerus

1. selama 2-7 hari.


2. Manifestasi perdarahan :
a. Uji turniket (Rumple leede) positif berarti fragilitas
kapiler meningkat. Dinyatakan positif apabila terdapat
>10 petechie dalam diameter 2,8cm (1 inchi persegi)
dilengan bawah bagian volar termasuk fossa cubiti.
b. Petekie, ekimosis, epistaksis, perdarahan gusi, melena
dan hematemesis.
c. Trombositopenia yaitu jumlah trombosit dibawah
150.000/mm3, biasanya ditemukan antara hari ke 3-7
sakit.
d. Monokonsentrasi yaitu meningkatnya hematocrit,
merupakan indicator yang peka terhadap jadinya renjatan
sehingga perlu dilaksanakan penekanan berulang secara
periodic. Henaikan hematocrit 20% menunjang
diagnosis klinis DHF (Masriadi, 2017).
2.6 Pemeriksaan Penunjang
Dilakukan pemeriksaan laboratorium yaitu : (Aru W
sudoyo,2016)
1. Darah
Pada DHF akan dijumpai leukopenia yang akan terlihat
pada hari ke-2 atau ke-3 dan titik terendah pada saat
peningkatan suhu kedua kalinya. Pada saat suhu

14
meningkat kedua kalinya sel limposit relatif sudah
bertambah sel-sel eusinofil sangat berkurang. Pada DHF
umunya dijumpai trombositopenia (<100.000/mm³)
danhaemokonsentrasi (kadar DCT ≥20% dari normal).
Uji tourniquet yang positif merupakan pemeriksaan
penting pada pemeriksaan kimia darah tampak
hipokalemia, SGOT, SGPT, ureum dan PH darah
mungkin meningkat.
2. Air seni
Mungkin ditemukan albuminuria ringan
3. Sumsum tulang belakang
Pada awal sakit biasanya hiposelular, kemudian menjadi
hiperselular pada hari kelima dengan gangguan maturasi
sedangkan pada hari kesepuluh biasanya sudah kembali
normal untuk semua data.
4. Serologi
Uji serorlogi untuk infek dengue dapat dikatogorikan
menjadi :
a. Uji serologi memakai serum ganda, yaitu serum
yang diambil pada masa akut dan konvalesen
b. Uji sorologi memakai serum tunggal, yaitu uji
dengue blood yang mengukur antibodi.
5. Pemeriksaan laboratorium
Pada pemeriksaan darah klien DHF akan dijumpai :
a. Hb dan PCV meningkat (>20%)
b. Trombositpenia (<100.000/ml)
c. Leukopenia
d. Ig.D. dengue positif
e. Hasil pemeriksaan kimia darah menunjukkan :
hipoproteinemia,hipokloremia, dan hiponatremia.
f. Urium dan Ph darah mungkin meningkat
g. Asidosis metabolic : Pco2<35-40 mmHg

15
h. SGOT/SGPT mungkin meningkat.

2.7 Klasifikasi
1. Derajat I (ringan) : Demam disertai gejala tidak khas atau
non-spesifik dan satu-satunya uji perdarahan yaitu uji
turniket positif dan mudah memar.
2. Derajat II (sedang) : Seperti derajat 1 disertai dengan
perdarahan spontan pada kulit dan atau perdarahan lainnya.
3. Derajat III : Ditemukannya kegagalan sirkulasi
dimanisfestasikan seperti nadi cepat dan lemah, tekanan nadi
menurun, dengan adanya kulit dingin dan lembab serta
gelisha.
4. Derajat IV : Terdapat Dengue Shock Sindrome (DSS)
dengan nadi tak teraba dan tekanan darah tidak dapat diukur
(Wijaya, 2013).

2.8 Penatalaksanaan
Pengobatan penderita Demam Berdarah Dengue bersifat
simptomatik dan suportif yaitu adalah dengan cara:
1. Penggantian cairan tubuh.
2. Penderita diberi minum sebanyak 1,5 liter - 2liter dalam
24 jam (air teh dan gula sirup atau susu).
3. Gastroenteritis oral solution/kristal diare yaitu garam
elektrolit (oralit), kalau perlu 1 sendok makan setiap 3-5
menit.
Apabila cairan oral tidak dapat diberikan oleh karena muntah
atau nyeri perut yang berlebihan maka cairan intravena perlu
diberikan. Medikamentosa yang bersifat simptomatis :
1. Untuk hiperpireksia dapat diberikan kompres es di
kepala, ketiak, inguinal.

16
2. Antipiretik sebaiknya dari asetaminofen, eukinin atau
dipiron.
3. Antibiotik diberikan jika ada infeksi sekunder.

2.9 Pencegahan
2.8.1 Manajemen Lingkungan
Manajemen lingkungan mencakup semua perubahan
yang dapat mencegah atau meminimalkan
perkembangan vektor sehingga kontak antara manusia
dan vektor berkurang. (Widyastuti Palupi, 2005)
1. Modifikasi lingkungan
a. Perbaikan persediaan air
b. Tanki atau reservoir di atas atau bawah tanah
anti-nyamuk
2. Manipulasi lingkungan
a. Drainase instalasi persediaan air
b. Penyimpanan air rumah tangga
c. Pot/vas bunga dan jebakan semut
d. Bagian luar bangunan
2.8.2 Perlindungan diri
1. Pakaian pelindung
2. Tikar, obat nyamuk bakar, dan aerosol
3. Penolak serangga
4. Insektisida untuk kelambu dan korden
2.8.3 Pengendalian biologis
Di Asia Tenggara, penggunaan preparat biologis
untuk mengendalikan populasi nyamuk vektor penyakit
dengue terutama pada tahap larvanya, entah bagaimana,
hanya menjadi kegiatan lapangan yang berskala kecil.
(Widyastuti Palupi, 2005).

17
1. Ikan
2. Bakteri
3. Siklopoids
2.8.4 Pengendalian kimiawi
Semenjak pergantian abad, zat kimia sudah banyak
digunakan untuk mengendalikan nyamuk Ae. Aegypti.
Saat kekebalan terhadap DDT muncul di awal tahun
1960-an, insektisida organofosfat, yang mencakup
fention, malation, dan fenitrotion dipakai untuk
mengendalikan populasi nyamuk Ae aegypti dewasa dan
temefos sebagai larvasida. Metode yang ada saat ini
untuk menerapkan insektisida mencakup penggunaan
larvasida dan wpengasapan ruangan. (Widyastuti Palupi,
2005)
1. Pemberian larvasida
2. Pengasapan wilayah

18
2.10 Jurnal 1

PERILAKU KESEHATAN DALAM PENCEGAHAN


DENGUE HEMORRHAGIC FEVER (DHF)

HEALTH BEHAVIOR IN PREVENTING DENGUE


HEMORRHAGIC FEVER (DHF)

Risma Astuti Teuku Samsul Bahri

Mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Keperawatan


Universitas Syiah Kuala Banda Aceh

"Bagian Keilmuan Keperawatan Medikal Bedah Fakultas


Keperawatan Universitas Syiah Kuala Banda Aceh

Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) merupakan penyakit infeksi


oleh virus yang masih menjadi masalah di masyarakat dan perhatian
disebabkan oleh satu dari 4 virus Dengue internasional. Penyakit
DHF berbeda dan ditularkan melalui nyamuk terutama Aedes
aegypti dan Aedes albopictus yang ditemukan di daerah tropis dan
subtropis di antaranya kepulauan di Indonesia hingga bagian utara
Australia (Jatin, 2013). Indonesia merupakan daerah tropis, menurut
Centers for Disease Control and Prevention (2010) pada banyak
daerah tropis dan subtropis, penyakit DHF adalah endemik yang
muncul sepanjang tahun, terutama saat musim hujan ketika kondisi

19
optimal untuk nyamuk berkembang biak, biasanya sejumlah besar
akan terinfeksi dalam waktu orang yang singkat (wabah).

Perilaku merupakan faktor terbesar kedua setelah faktor


lingkungan yang mempengaruhi kelompok, atau masyarakat
(Notoatmodjo, 2003 p.12). kesehatan individu, Pengalaman
bertahun-tahun pelaksanaan pendidikan, baik di negara maju
maupun negara berkembang mengalami berbagai hambatan dalam
rangka pencapaian tujuannya, yakni mewujudkan perilaku hidup
sehat bagi masyarakatnya, hambatan yang paling besar adalah
faktor pendukungnya (enabling factor). Meskipun kesadaran dan
pengetahuan masyarakat sudah tinggi tentang kesehatan, namun
praktek tentang kesehatan atau perilaku hidup sehat masih rendah
(Notoatmodjo, 2003, p.19).

Penelitian yang dilakukan oleh Tamza, Suhartono, dan


Dharminto (2013) tentang Hubungan Faktor Lingkungan Dan
Perilaku Dengan Kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD) di
Wilayah Kelurahan Perumnas Way Halim Kota Bandar Lampung,
dari 68 responden yang dibagi ke dalam kelompok kontrol dan
kelompok kasus didapatkan bahwa ada hubungan antara keberadaan
jentik pada tempat penampungan air dengan kejadian DBD dan ada
hubungan antara keberadaan resting place potensial di dalam dan
diluar rumah dengan kejadian DBD di Wilayah Kelurahan
Perumnas tersebut.

Perilaku yang baik didasari atas pengetahuan seseorang terhadap


stimulus yang berupa materi atau obyek tertentu. Pengetahuan
seseorang mengenai DHF, vektor penyebabnya mempengaruhi
keberadaan jentik Aedes aegypti sangat diperlukan untuk mencegah
terjadinya penularan penyakit DHF ini serta menekan
perkembangan dan pertumbuhan jentik. Kurangnya pengetahuan
berpengaruh pada tindakan yang dilakukan karena pengetahuan
merupakan salah satu faktor pendukung untuk terjadinya perilaku

20
(Yudhastuti dan Vidiyani, 2005). serta faktor yang dapat akan
Perubahan perilaku manusia memerlukan proses yang panjang dan
berkelanjutan. Penyuluhan perorangan maupun kelompok untuk
pengetahuan dan meningkatkan kesadaran masyarakat dalam
berperilaku untuk mencegah terjangkitnya DHF perlu
diprioritaskan, terutama di daerah endemis.

Penelitian lain oleh Pantouw, Siagian dan Lampus (2016)


dengan judul hubungan pengetahuan dan sikap masyarakat dengn
pencegahan penyakit demam berdarah dengue. Penelitian ini
dilakukan pada 95 kepala keluarga di Kelurahan Tuminting Kota
Manado. Hasil penelitian ini didapatkan bahwa sebagian besar
responden (69,5%) sudah memiliki tindakan yang baik tentang
pencegahan demam berdarah dengue, namun masyarakat masih
mengeluhkan pembagian bubuk abate yang tidak merata
mempengaruhi tindakan pencegahan DHF oleh masyarakat,
sehingga perlu adanya perhatian dari petugas kesehatan.

Hasil observasi perilaku kesehatan dalam pencegahan DHF,


beberapa diantaranya masih perlu ditingkatkan seperti tempat
kurangnya kesadaran masyarakat untuk mengubur penampungan air
terbuka, barang bekas yang dapat menampung air di sekitar rumah,
masih terdapat pakaian yang tergantung yang dapat menjadi faktor
pemicu perkembangbiakan nyamuk. penggunaan kelambu, lotion
anti nyamuk, bubuk larvasida (abate) dan memelihara ikan pemakan
jentik juga masih sangat kurang di masyarakat sehingga peran
petugas kesehatan sangat dibutuhkan untuk meningkatkan
pengetahuan nyamuk. Penggunaan dan kesadaran masyarakat akan
bahaya DHF. Selain itu peran serta masyarakat dalam menjaga
kebersihan lingkungan juga menjadi yang penting dalam mencegah
DHF.

Jurnal 2

21
Jurnal Kesehatan

Volume 10, Nomor 2, Agustus 2019

ISSN 2086-7751 (Print), ISSN 2548-5695 (Online)


http://ejurnal.poltekkes-tjk.ac.id/index.php/JK

Manajemen Discharge Planning pada Klien dengan


Demam Berdarah Dengue (DBD)

Fransisca Putry Novitasari, Maria Dyah K, David Nakka Gasong ,


Arwyn Weynand Nusawakan

Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas Kristen Satya


Wacana, Indonesia

Menurut yang mempunyai World Health Organization (WHO),


Demam Berdarah Dengue (DBD) sering ditemukan di daerah tropis
dan subtropis. Data World Health Organization (WHO)
menunjukan bahwa Asia menempati urutan pertama dari jumlah
penderita Demam Berdarah Dengue (DBD) tiap tahunnya (WHO,
2012).

Discharge planning merupakan suatu proses dimana pasien


mendapatkan pelayanan dari awal masuk rumah sakit hingga pulang
ke rumah. Discharge planning dapat mengurangi lamanya
perawatan pasien, meningkatkan pasien, mencegah kesehatan
kekambuhan, menurunkan angka mortalitas dan morbiditas. Dalam
proses keperawatan, discharge planning merupakan keperawatan.
Intervensi yang dilakukan pada discharge planning yaitu
perencanaan pulang, salah satu dari intervensi memberikan edukasi
mengenai pola makan, pola istrihat dan kontrol setelah pasien
pulang dari rumah sakit.

Discharge planning dilakukan dengan melibatkan beberapa tim


kesehatan seperti perawat, dokter, ahli gizi, discharge planning

22
dilaksanakan di setiap tim kesehatan dimana dari pasien masuk
maka discharge planning harus direncanakan dan dilakukan sesuai
prosedur yang di terapkan di rumah sakit. Keberhasilan setelah
dilakukan discharge planning, pasien dapat mengetahui dan
memahami tentang masalah kesehatan yang diderita, pengobatan
ketika pulang, perawatan lanjutan pengetahuan khusus kepada
pasien dan keluarga untuk memastikan perawatan yang sesuai
ketika pasien Berkoordinasi juka terjadi kegawatdaruratan, sudah
pulang dari dengan terdekat rumah sakit. tempat pelayanan
kesehatan unuk memantau status kesehatan pasien.

Melihat banyaknya jumlah kasus penyakit Demam Berdarah


Dengue (DBD) di Rumah Sakit Umum Daerah Ambarawa, pihak
rumah sakit menerapkan program discharge planning untuk
mengurangi resiko penyakit baru. Dalam hal ini perawat berperan
penting dalam melakukan discharge planning pada penyakit DBD.
Program ini baru dimulai pada bulan Juli 2016 di Rumah Sakit
Umum Daerah Ambarawa dan terlihat bahwa jumlah kasus DBD
mengalami penurunan dari tahun 2016 sampai tahun 2017. Pada
tahun 2016 terdapat 126 penderita dan 2 pasien yang meninggal
kemudian pada tahun 2017 tercatat 75 penderita dan tidak ada
pasien yang meninggal.

Teknik analisa data menggunakan analisa data deskripsi isi


konten analisis data primer atau hasil wawancara mendalam. Tahap
analisa data yang dilakukan pada penelitian kualitatif yaitu: reduksi
data atau penambahan data yang dirasa data tersebut penting
sebagai bahan informasi. Kedua, proses pengumpulan informasi
akan di analisa dengan metode analisis konten. Tahap terakhir yaitu,
penarikan kesimpulan. Uji keabsahan data dilakukan dengan metode
member check untuk melakukan konfirmasi data.

Keputusan pasien sudah diperbolehkan pulang dan mendapatkan


discharge planning diputuskan oleh dokter. Selanjutnya yang

23
terlibat dalam pelaksanaan discharge planning adalah keluarga yang
memberikan dukungan atau support supaya cepat sembuh dan
membantu dalam perawatan di rumah, perawat yang memberikan
pendidikan kesehatan kepada pasien dan keluarga untuk
mempersiapkan pemulangan dan kebutuhan untuk perawatan
tindakan lanjut di rumah, dokter memberikan terapi pengobatan
selama perawatan di rumah dan ahli gizi memberikan pendidikan
kesehatan tentang gizi makanan yang konsumsi selama perawatan di
rumah. Namun yang paling dominan adalah dokter karena dokter
yang menentukan diagnosa penyakit dan dalam pemberian obat,
sedangkan perawat sebagai pelaksana.

Penerapan absolute discharge (pulang mutlak atau selamanya)


ini baik karena secara kondisi memungkin pasien untuk pulang.
Sejalan dengan penelitian yang dilakukan Suprapti, Nur, & Madya
(2013), pasien dikatakan siap untuk pulang bila pasien dan keluarga
dapat melakukan perawatan di rumah secara mandiri. Dalam hal ini,
perawat mempunyai peranan yang penting dalam perencanaan
pulang, dalam berkomunikasi harus terarah agar hal yang sudah di
sampaikan dapat di mengerti pasien maupun keluarga pasien untuk
perawatan di rumah. Penelitian yang dilakukan oleh Siahaan (2010),
sebelum dilakukan discharge planning, pasien sudah mempunyai
motivasi yang tinggi untuk sembuh. Dalam hal ini perawat harus
berkomunikasi dengan pasien maupun keluarga pasien secara jelas
agar mereka dapat mengerti untuk perawatan di rumah. Discharge
planning yang kurang tepat juga bisa berdampak kepada pasien
yang kembali lagi ke rumah sakit pasca perawatan dan akhirnya
pasien menanggung biaya rawat inap serta obat selama di rumah
sakit. Pasien yang memerlukan perawatan di rumah atau
penyuluhan kesehatan, dan pelayanan komunitas tetapi tidak
dibantu oleh petugas rumah sakit terkhususnya perawat di rumah
sakit, pada saat sebelum pemulangan pasien akan berakibat pasien
kembali lagi kerumah sakit untuk dirawat. Menurut Rofi'i, M.

24
(2011) mengatakan ada beberapa faktor yang bisa mempengaruhi
discharge planning yaitu komunikasi, keterlibatan keluarga dan
pasien, dan faktor personil discharge planning. Dapat ditarik
kesimpulan pasien siap pulang apabila mampu melakukan
perawatan lanjutan secara mandiri.

BAB 3
TINJAUAN KASUS

3.1 Pengkajian keperawatan


Tahap pengkajian dari proses keperawatan merupakan proses
dinamis yang terorganisasi yang meliputi tiga aktifitasdasar yaitu :
pertama mengumpulkan data, kedua memilah dan mengatur data yang
dikumpulkan, ketiga mengdokumentasikan dalam format yang dapat
dibuka kembali, ( Hasyi M, 2014 ).
Pengkajian pada klien dengan penyakit infeksi DHF adalah :
3.1.1 Identitas klien
1. Nama, umur (DHF biasanya menyerang pada anak umur di
bawah 15th), jenis kelamin (DHF kebanyakan menyerang pada
wanita), alamat tinggal, tanggal lahir, tanggal masuk (RS),
tanggal pengkajian, agama, status pekerjaan (DHF banyak

25
menyerang pada anak sekolah), nomor medikal record,
diagnosa medis.
2. Identitas penanggung jawab : nama, umur, pekerjaan, agama,
hubungan dengan klien, dan alamat.
1.1.2 Riwayat kesehatan klien
1. Keluhan utama
Biasanya pasien datang dengan keluhan demam tinggi
mendadak dan terus-menerus selama 2-7 hari, terdapat
petechia pada seluruh kulit, perdarahan gusi, nyeri epigastrium,
epistaksis, nyeri pada sendi-sendi, sakit kepala, lemah, nyeri
ulu hati, mual, dan nafsu makan menurun.
2. Riwayat kesehatan sekarang
Riwayat kesehatan menunjukan adanya sakit kepala, nyeri
otot, pegal seluruh tubuh, sakit pada waktu menelan, lemah,
panas, mual, dan nafsu makan menurun.

3. Riwayat kesehatan dahulu


Ada kemungkinan klien yang telah terinfeksi penyakit DHF
bisa terulang terjangkit DHF lagi, tetapi penyakit ini tidak ada
hubungan dengan penyakit yang pernah diderita dahulu.
4. Riwayat kesehatan keluarga
Riwayat adanya penyakit DHF pada anggota keleuarga yang
lain sangat menentukan, penyakit DHF dibawa oleh nyamuk
jadi bila terdapat anggota keluarga yang menderita penyakit ini
dalam satu rumah.
3.1.2 Pemeriksaan fisik
1. Keadaan umun : Tampak sakit sedang
2. Kesadaran : Compos mentis

26
3. Pemeriksaan tanda-tanda vital (Tekanan darah, suhu tubuh,
nadi, respirasi)
3.1.3 Pengkajian persistem
a. Sistem pernafasan
Sesak, perdarahan melalui hidung, pernafasan dangkal,
epistaksis, pergerakan dada simestris, perkusi sonor, pada
auskultasi terdengar ronci, krakles.
b. Sistem kardiovaskuler
Pada grade I dapat terjadi hemokonsentrasi, uji torniquet
positif, trombositipeni, pada grade III dapat terjadi kegagalan
sirkulasi, nadi cepat, lemah, hipertensi, cyanosis sekitar mulut,
hidung dan jari jari pada grade IV nadi tidak teraba dan
tekanan darah tidak dapat diukur
c. Sistem persyarafan
Pada grade III pasien gelisah dan terjadi penurunan kesadaran
serta pada grade IV dapat terjadi DSS
d. Sistem pencernaan
Selaput mukosa kering, kesulitan menelan, nyeri tekan pada
epigastric, pembesaran limpa, pembesaran hati, abdomen
terenggang, penurunan nafsu makan, mual, muntah, nyeri saat
menelan, dapat hematemesis.

e. Sistem perkemihan
Produksi urine menurun, kadang kurang dari 30cc/jam, akan
mengungkapkan nyeri saat kencing, kencing bewarna merah.
f. Sistem integumen
Terjadi peningkatan suhu tubuh, kulit kering, pada grade I
terdapat positif pada uji torniquet, terjadi pethike, pada grade
III dapat terjadi perdarahan spontan warna kulit.

3.2 Diagnosa keperawatan

27
a) Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit ditandai
dengan suhu tubuh diatas nilai normal dan kulit merah
b) Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan menelan
makanan ditandai dengan nafsu makan menurun
3.2 Intervensi keperawatan

Diagnosa SLKI SDKI


1. Hipertermia Setelah dilakukan Observasi :
berhubungan tindakan 1x24 jam 1. Periksa suhu
dengan proses di harapkan suhu tubuh alat
penyakit tubuh dapat kompres
ditandai teratasi dengan 2. Identifikasi
dengan suhu kriteria hasil kondisi kulit
tubuh diatas sebagai berikut: yang akan
nilai normal 1. Suhu tubuh dilakukan
dan kulit dari skala 2 kompres
merah (cukup dingin
memburuk) Terapeutik :
menjadi 1. Pilih metode
skala 4 kompres
(cukup yang nyaman
membaik) dan mudah di
2. Takikardi dapat
dari skala 2 2. Pilih lokasi
(cukup kompres
memburuk) 3. Balut alat
menjadi kompres
skala 4 dingin
(cukup dengan alat
membaik) pelindung,
jika perlu
Edukasi :
1. Jelaskan

28
prosedur
penggunaan
kompres
dingin
Kolaborasi :
1. Kolaborasi
pemberian
antipiretik
2. Defisit nutrisi
berhubungan Setelah dilakukan Observasi :
dengan tindakan 1x24 jam 1. Identifikasi
ketidakmamp di harapkan kemampuan
uan menelan kebutuhan nutrisi menelan
makanan pada pasien Terapeutik :
ditandai terpenuhi dengan 1. Berikan
dengan nafsu kriteria hasil makanan
makan sebagai berikut: sesuai
menurun 1. Kekuatan keinginan,
otot jika
menelan memungkink
dari skala 3 an
(sedang) 2. Berikan
menjadi makanan
skala 5 hangat, jika
(meningkat diperlukan
) Edukasi :
2. Nafsu 1. Anjurkan
makan dari orang tua
skala 2 atau keluarga
(cukup membantu
memburuk) memberi
menjadi makan

29
skala 4 kepada
(cukup pasien
membaik) Kolaborasi :
I. Kolaborasi
pemberian
analgesik
yang adekuat
sebelum
makan

3.4 implementasi keperawatan

1. Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit ditandai


dengan suhu tubuh diatas nilai normal dan kulit merah

Observasi :
1. Periksa suhu tubuh alat kompres
2. Identifikasi kondisi kulit yang akan dilakukan kompres
dingin
R/ pasien kooperatif
Terapeutik :
1. Pilih metode kompres yang nyaman dan mudah di dapat
2. Pilih lokasi kompres
3. Balut alat kompres dingin dengan alat pelindung, jika perlu
R/ pasien merasa sedikit nyaman
Edukasi :
1. Jelaskan prosedur penggunaan kompres dingin
R/ pasien dapat memahami
Kolaborasi :
1. Kolaborasi pemberian antipiretik
R/ pasien mulai membaik

2. Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan

30
menelan makanan ditandai dengan nafsu makan menurun
Observasi :
1. Identifikasi kemampuan menelan
R/ pasien kooperatif
Terapeutik :
1. Berikan makanan sesuai keinginan, jika memungkinkan
2. Berikan makanan hangat, jika diperlukan
R/ pasien mau makan sedikit
Edukasi :
1. Anjurkan orang tua atau keluarga membantu memberi
makan kepada pasien
R/ keluarga dapat memahami
Kolaborasi :
1. Kolaborasi pemberian analgesik yang adekuat sebelum
makan
R/ pasien semakin membaik

3.5 Evaluasi keperawatan .

S : pasien mengatakan bahwa suhu tubuh pasien sudah kembali normal


dan nafsu makan sudah mulai meningkat.
O : Ttv
S : 36,5 ˚C
TD : 120/80 mmHg
N : 80x/ menit
RR : 24x/ menit
A : masalah teratasi
P : intervensi dihentikan

BAB 4

APLIKASI KASUS

4.1 Kasus semu

31
Seorang perempuan berusia 20th datang ke rumah sakit dengan
keluhan demam sejak 3 hari yang lalu. Pasien mengeluh mual
muntah. Pasien terlihat lemah pada pemeriksaan fisik terdapat akral
panas. BB sebelum masuk ke rumah sakit 50kg saat di rumah sakit
BB turun yaitu 47kg.
Ttv: TD 120/80 mmHg, S 38,5˚C, N 100x/ menit, RR 24x/ menit.
Pemeriksaan torniquet positif terdapat petekie, hasil lab di temukan
adanya trombosit 80.000 imunofgrobulin positif dengue.
4.2 Asuhan Keperawatan
A. Pengkajian
Biodata

Pasien Penanggung jawab


Nama : Ny. A Nama : Tn.S

Umur : 25 tahun Umur : 30 tahun

Agama : Islam Agama : islam

Pendidikan : - Pendidikan : -

Pekerjaan : wiraswasta Pekerjaan : swasta

Alamat : jl. A Alamat : jl. A

Diagnosa medis : DHF Hubungan dengan px :


suami
No.RM : 00623xxx

Tgl.masuk : 12 Januari
2020

B. Pemberiksaan Fisik

32
Keadaan Umum : Lemah, akral panas, kemerahan, mual, muntah,
takikardi, suhu meningkat, dan px mengatakan susah menelan.

Tanda-Tanda Vital :

Suhu : 38,5°C

TD : 120/80 mmHg

Nadi : 100x/menit

RR : 24x/menit

Trombosit : 80.000 Imnufgrobulin (+) dengue.

B1 (Breathing) : Pasien Nampak sesak, pernafasan dangkal, epistaksi,


frekuensi nafas RR : 24x/menit, terdengar bunyi nafas tambahan
(ronchi)

B2 (Blood) : Suhu tubuh tinggi hipertermia

B3 (Brain) : Kesadaran pasien composmentis

B4 (Bladder) : Intake cairan baik, output cairan pada pasien (BAB 5x


sehari)

B5 (Bowel) : Selaput mukosa kering, kesulitan menelan, nyeri tekan


pada epigastric, pembesaran limpa, pembesaran hati, abdomen
terenggang, penurunan nafsu makan, mual, muntah, nyeri saat
menelan, dapat hematemesis.

B6 (Bone) : Kelemahan tidak toleran terhadap aktivitas

33
ANALISA DATA

Nama klien : Ny. A No. Reg : 00623xxx

Umur : 25 tahun Diagnosa Medis :


DHF

Ruang rawat : Mawar Alamat : jl. A

Hari/ Data fokus Etiologi Masalah


Tanggal/Jam

34
Rabu / 12 DS : Ny. A Proses Hipertermia
Januari 2020 / mengatakan bahwa infeksi
08.00 WIB mengalami demam penyakit
selama 3 hari.

DO :
- KU Lemah
- Akral panas
- Kemerahan
- Takikardi
- Suhu
meningkat

Ttv :
- S : 38,5˚C
- TD : 120/80
mmHg
- N : 100x/menit
- RR :
24x/menit
- Trombosit
80.000
imunofgrobuli
n (+) dengue.

Rabu / DS : proses Defisit


12 Ny. A mengatakan mual, muntah dan infekesi nutrisi
Januari nafsu makan menurun karean susah penyakit
2020 / menelan.
08.00
WIB DO :

35
- Mual
- Muntah
- KU lemah
TTV :

- S : 38,5˚C
- TD : 120/80 mmHg
- N : 100x/menit
- RR : 24x/menit
1. (A) Pengukuran Atropemetri
 Tinggi badan : 155cm
 BB : 47 kg
 BB idel : 155-100= 55kg.
 Lila : 28,5 cm
 TSP : 17 cm
 IMT : 47 kg x 704,5
1,55m²
= 21,3
2. (B) Biokimia
 Trombosit 80.000
imunofgrobulin (+)
dengue.

3. (C) Clinical
 Keadaan fisik : lesu
 BB : normal
 Otot : roksia/lemah
 Sistem saraf : reflek
menurun
 Fungsi gastrointestinal :

36
anoreksia
 Kardiovaskuler : denyut
nadi lebih dari 100x/menit
 Rambut : hitam
 Kulit : pucat, petekhei,
kering
 Bibir : kering, pecah-
pecah, membran mukosa
pucat.
 Gusi : peradangan
 Lidah : hiperremasis
 Gigi : -
 Mata : konjungtiva pucat
 Kuku : -
4. (D) Diet
 Menyajikan makanan
yang mudah dicerna,
dalam keadaan hangat,
dan memberikan makanan
sidikit-sedikit tapi sering.

 Pola makan
Waktu Porsi makan
makan
Pagi 1x
Siang 1x
Malem 1x

37
C. DIAGNOSA

N DIAGNOSA
O
1. Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit ditandai dengan suhu tubuh
diatas nilai normal dan kulit merah

2. Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan menelan makanan ditandai


dengan nafsu makan menurun

D. Intervensi keperawatan

N Diagnosa Tujuan & kriteria hasil Intervensi Paraf


O keperawatan
1. Hipertermia Setelah dilakukan tindakan 1x24 Observasi:
jam diharapkan suhu tubuh 1. Periksa suhu
dapat teratasi dengan kriteria tubuh alat
hasil sebagai kompres
berikut : 2. Identifikasi
kondisi kulit
1. Suhu tubuh dari skala 2 yang akan
(cukup memburuk) dilakukan

38
menjadi skala 4 (cukup kompres
membaik). dingin
Terapeutik:
2. Takikardi dari skala 2 1. Pilih metode
(cukup memburuk) kompres yang
menjadi skala 4 (cukup nyaman dan
membaik). -09 mudah di
dapat
2. Pilih lokasi
kompres
3. Balut alat
kompres
dingin dengan
alat pelindung,
jika perlu
Edukasi:
1. Jelaskan
prosedur
penggunaan
kompres
dingin
Kolaborasi:
1. Kolaborasi
pemberian
antipiretik
2. Defisit nutrisi Setelah dilakukan tindakan 1x24 Observasi:
jam diharapkan kebutuhan 1. Identifikasi
nutrisi pada pasien terpenuhi kemampuan
dengan kriteria hasil sebagai menelan
berikut: Terapeutik:
1. Kekuatan otot menelan 1. Berikan
dari skala 3 (sedang) makanan
menjadi skala 5 sesuai

39
(meningkat) keinginan, jika
memungkinka
2. Nafsu makan dari skala n
2 (cukup membaik) 2. Berikan
menjadi skala 4 (cukup makanan
meningkat) hangat jika di
perlukan

Edukasi:
1. Anjurkan
orang tua atau
keluarga
membantu
memberi
makan kepada
pasien
Kolaborasi:
1. Kolaborasi
pemberian
analgesik yang
adekuat
sebelum
makan, jika
perlu

40
E. Implementasi keperawatan

No. Dx Hari/Tgl/Jam Implementasi Paraf


1. Hipertermia Rabu / 26 feb Observasi:
2020 1. Identifikasi
Jam 08.00 pagi kondisi kulit
yang akan
dilakukan
kompres
dingin
2. Memeriksa
suhu alat
kompres
R/ pasien kooperatif

Jam 11.00 siang Kolaborasi :


Kolaborasi pemberian
antipiretik
R/ pasien kooperatif

41
Jam 16.00 sore Terapeutik:
1. Pilih lokasi
kompres
2. Balut alat
kompres
dingin dengan
kain pelindung
R/ pasien merasa
sedikit nyaman

Edukasi:
1. Jelaskan
prosedur
penggunaan
kompres
dingin
R/ pasien dapat
memahami

2. Defisit Rabu 26 / feb Observasi:


nutrisi 2020 1. Identifikasi
Jam 08.00 pagi kemampuan
menelan
R/ pasien kooperatif

Jam 11.00 Kolaborasi:


Siang 1. Kolaborasi
pemberian
analgesik yang
adekuat
sebelum

42
makan, jika
perlu
R/ pasien kooperatif

Terapeutik:
1. Berikan
makanan
hangat
R/ pasien mau makan
sedikit

Jam 16.00 Sore Edukasi:


1. Anjurkan
orang tua atau
keluarga
membantu
memberi
makanan
kepada pasien
R/ keluarga dapat
memahami

Terapeutik:
1. Berikan
makanan
sesuai
keinginan
R/ pasien mau makan
sedikit

43
F. Evaluasi Keperawatan

No.Dx Hari / Tanggal Evaluasi Paraf


1 Kamis / 27 S : Ny. A mengatakan bahwa
Februari 2020 suhu tubuh sudah mulai
menurun
O:
- Terdapat petekie
berkurang
- Trombosit kembali
normal
- Suhu menurun
- Akral hangat
- S: 37,5˚C
- TD: 120/80 mmHg
- N: 88x/menit
- RR: 20x/menit
A : masalah tertasi
P : Intervensi di hentikan

2 Kamis / 2 S : Ny. A mengatakan bahwa


Februari 2020 sudah bisa menelan makanan
dengan baik dan nafsu
makannya mulai meningkat
O:
- Mual dan muntah
berkurang

44
- S: 37,5˚C
- TD: 120/80 mmHg
- N: 88x/menit
- RR: 20x/menit
A : masalah tertasi
P : Intervensi di hentikan

BAB 5

PENUTUP

5.1 Kesimpulan
penyakit demam berdarah dengue (DBD) adalah
penyakit yang disebabkan oleh virus dengue yang
tergolong arthropod-bone virus, flavirus dan famili
flavivirdae. DBD ditularkan melalui gigitan nyamuk dari
genus aedes aegypti atau aedes albopictus.
5.2 Saran
sebaiknya melakukan gaya hidup sehat secara rutin
dan melakukan 3M yaitu mengubur, menguras,
membakar agar terhindar dari demam berdarah.

45
DAFTAR PUSTAKA

Kemenkes RI. 2010. Demam Berdarah Dengue. Buletin Jendela


Epidemiologi. Pusat Data dan Surveilans Epidemiologi Kemenkes RI.
Soedarto. 2012. Demam Berdarah Dengue/Dengue Haemorrhagic Fever.
Jakarta: Sagung Seto
Soegijanto, S. 2010. Demam berdarah Dengue. Surabaya: Airlangga
University Press
Widyastuti. 2014.pencegahan dan pengendalian dengue dan demam
berdarah dengue. jakarta : EGC
Wijaya, A. S. dan Putri, Y. M. 2013. Keperawatan Medikal Bedah.
Yogyakarta : Nuha Medika.

46

Anda mungkin juga menyukai