Anda di halaman 1dari 20

BAGIAN ANESTESIOLOGI LAPORAN KASUS

FAKULTAS KEDOKTERAN OKTOBER 2019


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

MANAJEMEN GENERAL ANESTESI PADA TONSILEKTOMI

Disusun Oleh :
Siti Wahyuni Maharani.R, S.Ked.
10542 0547 14

Pembimbing :
dr. Zulfikar Tahir, M. Kes, Sp. An

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK

BAGIAN ANESTESIOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

2019

1
LEMBAR PENGESAHAN

Yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa:

Nama :Siti Wahyuni Maharani.R, S.Ked.


Stambuk :10542 054714
Judul Laporan kasus :Manajemen General Anestesi pada Tonsilektomi
Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada bagian Ilmu
Anestesiologi Fakultas kedokteran Universitas Muhammadiyah Makassar.

Makassar, Oktober 2019


Pembimbing

dr. Zulfikar Tahir, M. Kes, Sp. An

2
KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirobbil’alamin. Puji syukur atas kehadirat Allah SWT atas segala


limpahan rahmat dan hidayah-Nya serta segala kemudahan yang diberikan dalam setiap
kesulitan hamba-Nya sehingga penulis bisa menyelesaikan Laporan Kasus dengan judul
Manajemen General Anestesi pada Tonsilektomi. Tugas ini ditulis sebagai salah satu
syarat dalam menyelesaikan Kepaniteraan Klinik di Bagian Ilmu Anesthesiology.
Berbagai hambatan dialami dalam penyusunan tugas Laporan Kasus ini, namun
berkat bantuan saran, kritikan, dan motivasi dari pembimbing serta teman-teman sehingga
tugas ini dapat terselesaikan.
Secara khusus penulis menyampaikan terima kasih kepada, dr. Zulfikar Tahir,
M. Kes, Sp. An, selaku pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu dengan tekun
dan sabar dalam membimbing, memberikan arahan dan koreksi selama proses
penyusunan tugas ini hingga selesai.
Penulis menyadari bahwa Laporan Kasus ini masih jauh dari yang diharapkan
oleh karena itu dengan kerendahan hati penulis akan senang menerima kritik dan saran
yang bersifat membangun demi perbaikan dan kesempurnaan tugas ini. Semoga Laporan
Kasus ini dapat bermanfaat bagi pembaca umumnya dan penulis secara khusus.

Makassar, Oktober 2019

Penulis

3
DAFTAR ISI

Halaman Judul.............................................................................................
LEMBAR PENGESAHAN.........................................................................i
KATA PENGANTAR..................................................................................ii
DAFTAR ISI.................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN.............................................................................1
BAB II LAPORAN KASUS........................................................................
A. IDENTITAS PASIEN......................................................................2
B. ANAMNESIS....................................................................................2
C. PEMERIKSAAN FISIK..................................................................3
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG....................................................5
E. KESAN ANESTESI.........................................................................5
F. PENATALAKSANAAN PRE OPERATIF...................................5
BAB III LAPORAN ANESTESI................................................................
A. PRE OPERATIF..............................................................................6
B. TINDAKAN ANESTESI.................................................................6
C. PENATALAKSANAAN ANESTESI.............................................6
D. INTRA OPERATIF.........................................................................7
E. PASCA OPERATIF.........................................................................8
BAB IV PEMBAHASAN............................................................................9
BAB V PENUTUP........................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................16

4
BAB I
PENDAHULUAN

Anestesiologi adalah cabang ilmu kedokteran atau ilmu penngetahuan yang


meliputi pemberian tindakan anestesi, perawatan dan terapi intensif pada pasien tertentu
di ruang perawatan intensif (intensive care unit, ICU), terapi dan perawatan nyeri pada
pasien degan nyeri pascaoperasi atau pasien nyeri kanker, dan terapi inhalasi seperti
pemberian gas oksigen untuk bantuan pernapsan. Anestesi adalah hilangnya seluruh
modalitas dari sensasi yang meliputi sensasi sakit/nyeri, rabaan, suhu,
posisi/proprioseptif, sedangkan analgesia yaitu hilangnya sensasi sakit/nyeri, tetapi
modalitas yang lain masih tetap ada.1
Masalah anestesi yang berhubungan dengan jalan napas, tertutama pada pasien
pediatrik, harus mendapat perhatian lebih dari seorang anestesiologis. Perbedaan anatomi
jalan napas antara anak dan dewasa mempengaruhi kesuliyan intubasi.2
Tonsilitis kronis merupakan peradangan kronik pada tonsil yang biasanya
merupakan kelanjutan dari infeksi akut berulang atau infeksi subklinis dari tonsil. Pada
tonsillitis kronis, ukuran tonsil dapat membesar sedemikian sehingga disebut tonsillitis
kronis hipertrofi. Mengingat dampak yang ditimbulkan maka tonsilitis kronis hipertrofi
yang telah menyebabkan sumbatan jalan napas harus segera ditindak lanjuti dengan
pendekatan operatif tonsilektomi.2
Tonsilektomi yang didefinisikan sebagai metode pengangkatan tonsil berasal dari
bahasa latin tonsilia yang mempunyai arti tiang tempat menggantungkan sepatu serta dari
bahasa yunani ectomy yang berarti eksisi.
Pemilihan jenis anestesi untuk tonsilektomi ditentukan berdasarkan usia pasien,
kondisi kesehatan dan keadaan umum, sarana prasarana serta keterampilan dokter bedah,
dokter anestesi dan perawat anestesi. Di Indonesia, tonsilektomi masih dilakukan di
bawah anestesi umum, teknik anestesi lokal tidak digunakan lagi kecuali di rumah sakit
pendidikan dengan tujuan untuk pendidikan. 2

5
BAB II
LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS PASIEN
Nama : An Mw
Jenis Kelamin : Laki-laki
Usia : 6 tahun
Berat Badan : 20 kg
Agama : Islam
Alamat : Bontoa
No. RM : 462720
Diagnosis : Tonsilitis Kronik

B. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis dan alloanamnesis dengan ibu kandung
pasien pada tanggal 10 Oktober 2019, pukul 19.00 WIB di perawatan V RSUD Syeh
Yusuf Gowa
a. Keluhan utama : Nyeri Tenggorokan
b. Riwayat penyakit sekarang :
Pada anamnesis didapatkan pasien mengeluh nyeri menelan sejak 5 hari.
Nyeri telan dirasakan saat makan, minum ataupun menelan ludah. Menurut
orangtuanya, keluhan nyeri telan dirasakan setelah beberapa hari, sebelumnya
sempat mengalami demam dan pilek. Nyeri telan tidak disertai dengan ngorok
maupun nafas tersengal-sengal saat tidur. Pasien sering mengalami demam,
batuk, pilek yang kumat-kumatan hampir tiap bulan dalam 1 tahun terakhir.
Saat ini pasien tidak mengeluhkan pilek, hidung tersumbat, nyeri di kedua
telinga, kurang pendengaran, gemerebek maupun sakit kepala .
4 bulan sebelum masuk rumah sakit (SMRS) pasien periksa ke dokter
umum dengan keluhan yang sama dan dikatakan mengalami radang amandel.
Dalam 1 bulan terakhir kambuh 2 kali. Bila kambuh pasien merasakan nyeri
tenggorokan, susah menelan, disertai demam dan batuk pilek. Keluhan terasa
setelah mengkonsumsi minuman dingin, jajan sembarangan dan berminyak.
Saat ini pasien tidak mengalami batuk dan pilek. Pasien juga tidak
mengeluhkan demam.
6
c. Riwayat penyakit dahulu :
1) Riwayat asma disangkal
2) Riwayat alergi makanan dan obat disangkal
d. Riwayat penyakit keluarga:
Riwayat asma, alergi dan riwayat penyakit yang sama dengan pasien
disangkal.

C. PEMERIKSAAN FISIK
Dilakukan pada 10 Oktober 2019
Status Generalisata

1. Keadaan Umum : Sakit sedang

2. Kesadaran : Composmentis GCS 15 (E4M6V5)

3. Status Gizi : Baik

4. Tanda Vital :

Tekanan darah : 100/60 mmHg

Nadi : 96 x/menit, reguler

Suhu : 37,0 0C

Pernapasan : 24 x/menit

5. Wong-Baker FACES Pain Rating Scale :4

B1 (Breath) :

• Airway : bebas, gerak leher bebas, tonsil (T3-T3) tenang, faring hiperemis (-),

frekuensi pernapasan : 24 kali/menit, suara pernapasan : vesikular (+/+), suara

pernapasan tambahan ronchi (-/-), wheezing (-/-), skor Mallampati : 2, massa (-),

gigi goyang (-).

B2 (Blood) :

• Akral hangat pada ekstremitas atas (+/+) dan ekstremitas bawah (+/+), tekanan

darah : 100/60 mmHg, denyut nadi : 96 kali/menit, reguler, kuat angkat, bunyi

jantung S1/S2 murni regular.


7
B3 (Brain) :

• Kesadaran : Composmentis, Pupil : isokor dextra/sinistra, defisit neurologi (-),

suhu: 370C.

B4 (Bladder) :

• Pada pasien tidak dipasangkan kateter.

B5 (Bowel) :

• Abdomen : peristaltik (+) kesan normal, massa (-), jejas (-), nyeri tekan (-)

B6 Back & Bone :

• Skoliosis (-), lordosis (-), kifosis (-), edema ekstremitas atas (-/-), edema

ekstremitas bawah (-/-)

6. Kepala :Normocephali, rambut berwarna hitam, distribusi

merata, tidak mudah dicabut, tidak rontok.

7. Mata : konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-), pupil isokor

8. Leher : Pembesaran KGB (-), pembesaran tiroid (-)

9. Thorax

Paru : Suara nafas vesikuler, rhonki (-), wheezing (-)

Jantung : Bunyi jantung I dan II reguler, murmur (-), gallop (-)

10. Abdomen : Ikut gerak napas, peristaltik (+) kesan normal.

11. Ektremitas : Akral hangat, edema (-), sianosis (-)

12. Terpasang kateter : Tidak terpasang

13. Berat Badan : 20 kg

14. Tinggi Badan : 120 cm

Status Lokalis

Regio mulut : sianosis (-/-),T3-T3 tenang, Uvula dan palatum mole dan durum

terlihat.

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
8
 Laboratorium
Pemeriksaan Nilai normal
Hematologi
Hemoglobin 11,3 11,5-16 g/Dl
Leukosit 9,3 4.0-10.0 103/mm3
Eritrosit 4,28 3.80-5.80x106/m
Trombosit 390000 150000-500000/mL
CT/BT 7’15”/2’30”

Kimia Klinik
SGOT 15 <32 U/L
SGPT 3 <31 U/L
Ureum 34 0-50 mg/dL
Creatinin 0,9 <1,1 mg/dL

Seroimmunologi
HbsAg Non Reaktif Negatif

E. KESAN ANESTESI
Laki-laki 6 tahun menderita Tonsilitis Kronik dengan ASA II

F. PENATALAKSANAAN PRE OPERATIF


Informed consent mengenai tindakan operasi yang akan dilakukan.

Informed consent mengenai pembiusan dengan anestesi umum.

Menyampaikan pada pasien mengenai persiapan operasi yaitu puasa ± 8 jam

mulai pukul 00.00 WITA.

G. KESIMPULAN
Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik, maka :
Diagnosis pre operatif : Tonsilitis Kronis
Status Operatif : ASA II, Mallampati II
Jenis Operasi : Tonsilektomi
Jenis Anastesi : Anastesi Umum
BAB III
LAPORAN ANESTESI

Tanggal Operasi : 11 Oktober 2019


9
Diagnosa Pre Operasi : Tonsiliti kronik, ASA PS II

Tindakan : Tonsilektomi

Jenis anestesi : Anestesi Umum

Teknik Anestesi : Semi open modifikasi sistem pipa T dari Ayre yaitu

peralatan dari Jakson-Rees dengan ETT No.4,5.

A. PRE OPERATIF

1. Informed consent kepada pasien tentang tindakan anestesi yang akan dilakukan.

2. Pasien puasa selama ± 8 jam sebelum operasi dimulai.

3. Kandung kemih tidak terpasang kateter.

4. Sudah terpasang cairan infus RL.

5. Keadaan umum: compos mentis.

6. Tanda vital:

- Tekanan darah : 100/60 mmHg

- Nadi : 82 x/menit

- Frekuensi napas : 24 x/menit

- Suhu : 36,5 celcius

B. TINDAKAN ANESTESI

Anestesi Umum

C. PENATALAKSANAAN ANESTESI

Memastikan alat-alat dan medikasi yang dibutuhkan selama proses anestesi sudah

lengkap seperti:

1. Stetoskop dan laringoskop.

2. Endotracheal tube no.4.5.

3. Gudel.

4. Plester.

10
5. Mandrin.

6. Resusitator.

7. Suction.

8. Kasa steril.

9. Sarung tangan steril.

10. Spoit 10 cc.

11. Lampu.

12. Monitor tanda vital.

13. Alat-alat resusitasi.

14. Obat-obat anestesi yang dibutuhkan seperti midazolam, Fentanyl, Propofol,

Rokoronium (Noveron), Dexamethason.

D. INTRA OPERATIF

Pasien diposisikan pada posisi yang nyaman yaitu posisi ekstensi leher

menggunakan ganjal di dasar bahu. Pastikan posisi endotracheal tube tidak bergeser

saat dilakukan ekstensi leher. Pasien dipasangkan manset dan monitor, premedikasi

pasien diinjeksikan obat midazolam 0,5 mg/kgBB, fentanyl 1-2 mcg/kgBB yang

diharapkan cukup memberikan analgesi terhadap tindakan intubasi orotracheal

tersebut.Agen anestesi induksi intravena dapat menggunakan Propofol ( 1,5 – 2,5

mg/kgBB), Rocoronium (Noveron) sebagai muscle relaxants dengan dosis (0,5-

0,6/kgBB) dimasukkan IV. Sesudah tenang dilakukan intubasi dengan endotrakeal

tube no.4,5 dan Guedel, balon ETT dikembangkan. Setelah terpasang baik

dihubungkan dengan mesin anestesi untuk mengalirkan sevofluran. Penggunaan

sevofluran disini dipilih karena sevofluran mempunyai efek induksi dan pulih dari

anestesi lebih cepat dibanding dengan gas lain, dan sevofluram baik untuk induksi

pada anak-anak maupun dewasa. Sevofluran dikenal dengan obat single breath

induction, yaitu hanya dalam satu tarikan napas dapat membuat pasien laangsung
11
terinduksi/tertidur dan otot rangka lemas sehingga memudahkan untuk melakukan

intubasi. Kedalaman anestesi dinilai dari tanda-tanda mata (bola mata menetap), nadi

tidak cepat dan terhadap rangsangan operasi tidak banyak berubah.

Monitoring tanda-tanda vital (monitor):

1. Kesadaran : Composmentis

2. TD : 90/50mmHg

3. Nadi : 83 x/meit

4. Pernapasan : 24 x/menit

5. SpO2 : 100%

E. PASCA OPERATIF

1) Pasien masuk diruang pemulihan.

2) Monitoring tanda-tanda vital post operasi.

3) Evaluasi keluhan post operasi.

4) Pasien dipindahkan ke ruang perawatan V RSUD Syekh Yusuf.

BAB IV

PEMBAHASAN

12
Sebelum dilakukan tindakan pembedahan Tonsilektomi pada pasien. Penting

untuk dilakukan persiapan pre-operasi yang harus disiapkan dengan baik. Kunjungan

pra anestesi pada pasien yang akan menjalani operasi dan pembedahan baik elektif

dan darurat mutlak harus dilakukan untuk keberhasilan tindakan tersebut meliputi

anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang untuk menentukan status

fisik ASA pasien sebelum dilakukan tindakan anestesi dan pembedahan.1

Pada kelompok anak pra sekolah dan usia sekolah, kunjungan anestesi

dilakukan selain untuk menilai keadaan umum, keadaan fisik, mental, dan menilai

masalah yang akan dihadapi penderita, juga merupakan kesempatan untuk

mendapatkan kepercayaan anak tersebut sehingga mengurangi kecemasan anak.3,4

Pada anamnesis pasien laki-laki 6 tahun, masuk RSUD Syekh Yusuf dengan

keluhan nyeri tenggorokan disertai demam yang sering di keluhkan sejak 1 tahun

terakhir. Karena sering kambuh, dokter menganjurkan untuk dilakukan operasi

tonsilektomi. Pada pemeriksaan fisik di dapatkan pembesaran tonsil T3-T3 tenang.

Setelah dilakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik maka pasien didiagnosis

Tonsilitis kronik dan segera dilakukan evaluasi untuk dilakukan tindakan

pembedahan tonsilektomi dan evaluasi untuk pemilihan jenis anestesi yang akan

dilakukan.

Tindakan pre-operatif dilakukan agar kondisi pasien akan terus membaik

ketika menghadapi operasi. Visite pre-operasi yang dilakukan oleh dokter spesialis

anestesi bertujuan untuk mempersiapkan fisik dan mental pasien secara optimal,

pasien dipuasakan sebelum operasi, tujuannya untuk pengosongan lambung sebelum

anestesi penting untuk mencegah aspirasi isi lambung karena regurgitasi dan muntah

pada pembedahan elektif.5 Sebelum dilakukan operasi pada pasien ini dipuasakan

selama 8 jam sejak pukul 00.00 WITA.

13
Persiapan pra anestesi yang dilakukan meliputi persiapan alat, penilaian dan

persiapan pasien, serta persiapan obat anestesi yang diperlukan. Penilaian pasien pre-

operatif sangat menunjang keberhasilan operasi yang akan dilakukan. Peniliaian pre-

operatif dalam hal ini meliputi: riwayat penyakit pasien sekarang dan dahulu berupa

penyakit jantung, respirasi, metabolik dan alergi.6 Persiapan operasi dilakukan pada

tanggal 10 Oktober 2019. Pemeriksaan fisik dari tanda vital didapatkan tekanan

darah 100/60 mmHg; nadi 82x/menit; respirasi 24x/menit; suhu 36,5OC. Dari

pemeriksaan laboratorium hematologi yang dilakukan tanggal 09 Oktober 2019

dengan hasil: Hb 11,3 g/dl; WBC 9.300L; PLT 390.000L dan CT/BT 7’15”/2’30”.

Dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang disimpulkan

bahwa pasien masuk dalam ASA II, dimana pada pasien didapatkan hasil lab Hb

11,3 (11,5 – 16 gr/dl) sehingga didapatkan kelainan biokimia pada pasien.

Pemberian maintenance cairan sesuai dengan berat badan pasien yaitu

3cc/kgBB/hari, sehingga kebutuhan per jam dari penderita adalah 75 cc/jam.

Sebelum dilakukan operasi pasien dipuasakan selama 6-8 jam. Tujuan puasa untuk

mencegah terjadinya aspirasi isi lambung karena regurgitasi atau muntah pada saat

dilakukannya tindakan anestesi akibat efek samping dari obat- obat anastesi yang

diberikan sehingga refleks laring mengalami penurunan selama anestesia.

Penggantian puasa juga harus dihitung dalam terapi cairan ini yaitu 6 x

maintenance.7 Sehingga kebutuhan cairan yang harus dipenuhi selama 6 jam ini

adalah 450 cc/6jam.

Operasi Tonsilektomi dilakukan pada tanggal 11 Oktober 2019. Pasien

dikirim dari perawatan V. Pasien masuk keruang OK 2 pada pukul 09.20 dilakukan

pemasangan elektroda EKG dan O2 dengan hasil Nadi 79x/menit dan SpO2 99%.

Dilakukan injeksi midazolam 10mg sebagai obat penenang. Untuk anak pra sekolah

14
dan usia sekolah yang tidak bisa tenang dan cemas, pemberian penenang dapat

dilakukan dengan pemberian midazolam. Dosis yang dianjurkan adalah

0,5mg/kgBB. Efek sedasi dan hilangnya cemas dapat timbul 10 menit setelah

3,6
pemberian. dan pemberian fentanyl 60mcg. Penggunaan premedikasi pada pasien

ini betujuan untuk menimbulkan rasa nyaman pada pasien dengan pemberian

analgesia dan mempermudah induksi dengan menghilangkan rasa khawatir.

Selanjutnya diberikan obat induksi intravena, pada anak yang tidak takut

pada suntikan atau pada mereka yang sudah terpasang infus. Induksi dapat dilakukan

dengan menggunakan propofol 2-3 mg/kg 4 yaitu 40 mg propofol .3,4 Diikuti dengan

pemberian pelumpuh otot non depolarizing seperti atrakurium 0,3 -0,6 mg/kg atau

Noveron (Rokuronium Bromida) 3,4

Pasien disungkupkan dengan sungkup muka yang telah terpasang pada mesin

anestesi yang menghantarkan gas (sevoflurane) dengan oksigen dari mesin ke jalan

napas pasien sambil melakukan bagging selama kurang lebih 2 menit untuk menekan

pengembangan paru dan juga menunggu kerja dari pelemas otot sehingga

mempermudah dilakukannya pemasangan endotrakheal tube. Penggunaan sevofluran

karena hanya dengan satu tarikan napas dapat membuat pasien langsung

terinduksi/tertidur sehingga memudahkan untuk tindakan intubasi.5

Pada saat ingin mulai melakukan intubasi pada anak, perlu diperhatikan hal-

hal dan kesiapan alat dan bahan sebelum dilaukan intubasi, dan harus memahami

bahwa terdapat perbedaan intubasi antara anak dan dewasa. Dimana pada anak

memiliki anatomi yang berbeda dengan dewasa. Yaitu pada anak memiliki memiliki

saluran napas atas yang lebih pendek dibandingkan orang dewasa karenannya lebih

mungkin menyebabkan masalah dengan obstruktif. Lidah anak relatif lebih besar,

15
letak laring pada anak setinggi C3-C4 lebih anterior sempi, kaku dan diameter

krikoid yang kecil.3

Gambar 1. Perbedaan Anatomi Anak dan Dewasa.4

Pada anak-anak, digunakan blade laringoskop yang lebih kecil dan lurus,

jenisnya tergantung pada pilihan ahli anestesi dan adanya gangguan saluran

pernapasan. Pipa trakea dipilih berdasarkan prinsip babwa pipa yang dapat

dibengkokkan tidak digunakan di bawah nomor 7, dan dua nomor lebih rendah harus

disiapkan bila diperlukan.3,7

Setelah pasien di intubasi dengan mengunakan endotrakheal tube, maka

dialirkan sevofluran sebagai anestesi rumatan. Ventilasi dilakukan dengan bagging

dengan laju napas 24 x/ menit. Sesaat setelah operasi selesai gas anestesi diturunkan

untuk menghilangkan efek anestesi perlahan-lahan dan untuk membangunkan pasien.

Juga diharapkan agar pasien dapat melakukan nafas spontan menjelang operasi

hampir selesai.

Operasi selesai tepat jam 10.00 WITA. Lalu mesin anestesi diubah ke manual

supaya pasien dapat melakukan nafas spontan. Gas sevofluran dihentikan karena

16
pasien sudah nafas spontan dan adekuat. Kemudian dilakukan ekstubasi endotracheal

secara cepat untuk menghindari penurunan saturasi lebih lanjut.

Pada pukul 09.50 WITA, sebelum selesai pembedahan dilakukan pemberian

analgetik, injeksi dexamethason 1 mg diindikasikan untuk penatalaksanaan jangka

pendek terhadap nyeri akut sedang sampai berat setelah prosedur pembedahan.

Pada pukul 10.00 WITA, pembedahan selesai dilakukan, dengan pemantauan

akhir Nadi 85x/menit, dan SpO2 99%. Pembedahan dilakukan selama 40 menit

dengan perdarahan ± 125 cc. Pasien kemudian dibawa ke ruang pemulihan

(Recovery Room). Selama di ruang pemulihan, jalan nafas dalam keadaan baik,

pernafasan spontan dan adekuat serta kesadaran compos mentis.

Setelah operasi selesai pasien dipindahkan keruang pemulihan dan disini

dievaluasi kembali dengan melihat tanda-tanda vital dan kesadaran serta

menanyakan keluhan pasien jika ada, setelah keadaan pasien membaik kemudian

dipindahkan ke perawatan. Pasien dapat dipindahkan ke ruangan jika skor

Aldretenya mencapai 10 dan tidak ada penyulit.7

Yang Dinilai Nilai


GERAKAN
Menggerakkan 4 ekstremitas sendiri atau dengan perintah 2
Menggerakkan 2 ekstremitas sendiri atau dengan perintah 1
Tidak dapat menggerakkan ekstremitas 0
PERNAFASAN
Bernafas dalam dan kuat serta batuk 2
Bernafas berat atay dispneu 1
Apneu atau perlu dibantu 0
TEKANAN DARAH
Sama dengan nilai awal + 20% 2
Berbeda lebih dari 20-50% dari nilai awal 1
Berbeda lebih dari 50% dari nilai awal 0
WARNA KULIT
17
Merah 2
Pucat, Ikterus, dan lain-lain 1
Sianosis 0
KESADARAN
Sadar penuh 2
Tidak sadar, ada reaksi terhadap rangsangan 1
Tidak ada reaksi 0

Gambar 2. Skala Aldrete.

18
BAB V
PENUTUP

Pemeriksaan pra anestesi memegang peranan penting pada setiap operasi

yang melibatkan anestesi. Pemeriksaan yang teliti memungkinkan kita mengetahui

kondisi pasien dan memperkirakan masalah yang mungkin timbul sehingga dapat

mengantisipasinya.

Pada laporan kasus ini disajikan kasus penatalaksanaan anestesi umum

pada operasi tonsilektomi pada penderita laki-laki, usia 6 tahun, status fisik ASA

II, dengan diagnosis tonsilitis kronik yang dilakukan teknik anestesi Semi open

modifikasi sistem pipa T dari Ayre yaitu peralatan dari Jakson-Rees dengan ETT

No.4,5.

Untuk mencapai hasil maksimal dari anestesi seharusnya permasalahan

yang ada diantisipasi terlebih dahulu sehingga kemungkinan timbulnya

komplikasi anestesi dapat ditekan seminimal mungkin.

Dalam kasus ini selama operasi berlangsung tidak ada hambatan yang

berarti baik dari segi anestesi maupun dari tindakan operasinya. Selama di ruang

pemulihan juga tidak terjadi hal yang memerlukan penanganan serius.

Secara umum pelaksanaan operasi dan penanganan anestesi berlangsung

dengan baik.
DAFTAR PUSTAKA

1. Pramon, Ardi. Buku Kuliah Anestesi. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran


ECG. 2014.
2. Baugh RF et al. Clinical Practice Guideline: Tonsillectomy in Children.
Otolaryngology Head and Neck Surgery 2011; 144 (15):1-30.
3. Smith dan Aitkenhead. Pediatric Anaesthesia dalam Textbook of
Anaesthesia Sixth Edition. Churchill Livingstone Elsevier; 2013. 731-47
4. John Butterworth, David Mackey, dan Wasnick. Pediatric Anesthesia
dalam Morgan & Mikhail’s Clinical Aneshesiology Fifth Edition. Mc
Graw Hill; 2013. 877-97
5. Erin Gottlieb dan Andropoulos. Pediatrics dalam Miller’s Basic of
Anesthesia Sixth Edition. Elsevier; 2011. 546-57
6. Said A L, Suntoro A. Anestesi Pediatrik. Anestesiologi. Bagian
Anestesiologi dan Terapi Intensif FKUI.
7. Widyastuti, Yunita. General anestesi tonsilektomi pada pediatri.
Yogyakarta : PPDS I Anestesiologi dan Terapi Intensif FK UGM. 2016.

20

Anda mungkin juga menyukai