Anda di halaman 1dari 19

13

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pelayanan Kesehatan Polri

2.1.1. Pengertian Pelayanan Kesehatan Polri

Pelayanan kesehatan adalah upaya, pekerjaan atau kegiatan kesehatan yang

ditujukan untuk mencapai derajat kesehatan perorangan/ masyarakat yang optimal/

setinggi-tingginya (Pusdokkes Polri, 2006). Pelayanan Kesehatan Polri adalah

upaya-upaya tersebut yang dilakukan pada fasilitas kesehatan yang dimiliki Polri

maupun non Polri terutama melayani masyarakat lingkungan Polri serta masyarakat

umum yang ada disekitarnya. Pelayanan yang tersedia dalam bentuk rawat jalan,

gawat darurat dan rawat inap.

Pelayanan kesehatan Polri pada tingkat Markas Besar Kepolisian Negara

Republik Indonesia dikoordinir oleh satuan organisasi penunjang yaitu Pusat

Kedokteran dan Kesehatan Polri (Pusdokkes Polri). Di tingkat kewilayahan/ Polda,

fungsi ini diemban oleh Bidang Kedokteran dan Kesehatan Polri (Biddokkes).

2.1.2. Jenis Pelayanan Kesehatan Polri di Tingkat Propinsi

Pelayanan kesehatan oleh instansi Polri terdiri dari :

2.1.2. 1. Pelayanan Rawat jalan termasuk Unit Gawat Darurat meliputi : (1)

Poliklinik rumah sakit Polri; (2) Poliklinik induk di Polda; (3) Poliklinik tingkat

Poltabes/Polres.

2.1.2. 2. Pelayanan Rawat inap : Rumah sakit Polri

13

Universitas Sumatera Utara


14

2.1.3. Tugas dan Fungsi Rumah Sakit Polri

Sama seperti rumah sakit lainnya di Indonesia tugas sekaligus fungsi dari

rumah sakit Polri adalah :

1. Melaksanakan pelayanan medis, pelayanan penunjang medis,


2. Melaksanakan pelayanan medis tambahan,
3. Melaksanakan pelayanan penunjang medis tambahan,
4. Melaksanakan pelayanan medis khusus,
5. Melaksanakan pelayanan rujukan kesehatan,
6. Melaksanakan pelayanan kedokteran gigi,
7. Melaksanakan pelayanan kedokteran sosial,
8. Melaksanakan pelayanan penyuluhan kesehatan,
9. Melaksanakan pelayanan rawat jalan,
10. Melaksanakan pelayanan gawat darurat,

11. Melaksanakan pelayanan rawat inap,

12. Melaksanakan pelayanan administratif,

13. Melaksanakan pelayanan administrasi Rekam Medis

14. Melaksanakan pendidikan Medis dan Para medis,

15. Membantu penelitian dan pengembangan kesehatan,

16. Membantu kegiatan penyelidikan epidemiologi,

17. Melaksanakan pelayanan Kedokteran Kehakiman / Kedokteran


Kepolisian ( Spesifikasi layanan Rumah Sakit Polri )

Universitas Sumatera Utara


15

2.2. Pembiayaan Pelayanan Kesehatan Polri

Pelayanan kesehatan Polri dilaksanakan dengan menggunakan dana APBN

dan dana pemeliharaan kesehatan yang ditanggung oleh negara melalui sistem iuran

Personil Polri serta dana non APBN yang berasal dari hasil pemanfaatan fasilitas

pelayanan polri oleh masyarakat umum.

Seluruh personil Polri baik Anggota maupun Pegawai Negeri Sipil (PNS) di

lingkungan Polri adalah termasuk pegawai negeri (UU RI No. 43 TAHUN 1999).

Oleh karena itu juga tunduk pada aturan pemerintah. Dalam hal ini Pemerintah telah

menetapkan bahwa seluruh Pegawai Negeri termasuk Personil Polri wajib membayar

iuran untuk pembiayaan pemeliharaan kesehatan yang dikutip setiap bulannya yang

besar serta tata cara pemungutannya ditetapkan dengan peraturan pemerintah.

(PP RI No. 28 TAHUN 2003 dan Skep Kapolri No.Pol : Skep / 245/ II/ 2006 ). Dana

tersebut dikumpulkan langsung oleh kantor pusat Menteri Keuangan kemudian

diserahkan kepada pengelola yang sudah ditetapkan pemerintah (Tjiptoherijanto P,

Soesetyo B, 1994).

Namun dalam pengelolaannya, dana pembiayaan kesehatan yang dalam

lingkungan kepolisian dikenal dengan istilah DPK (Dana Pemeliharaan kesehatan)

berbeda dengan PNS non Personil Polri. Dana pemeliharaan kesehatan PNS non

Personil Polri dikelola oleh PT. Askes sedangkan Personil Polri dikelola oleh Polri

sendiri melalui unit kerja organisasi Polri yang mengurusi masalah kesehatan yaitu

Pusdokkes Polri di tingkat Mabes Polri dan Bidang Kedokteran dan Kesehatan

(Biddokkes) di tingkat Polda.

Universitas Sumatera Utara


16

2.2.1. Dana Pemeliharaan Kesehatan Polri

Dana DPK Polri adalah hasil dari potongan gaji anggota Polri dan PNS Polri

sebesar 2% dari gaji bruto (gaji pokok) yang diterima langsung oleh Polri dari

Departemen Keuangan. DPK digunakan untuk pengadaan obat-obatan dan alat

kesehatan terbatas, restitusi dan peningkatan kemampuan pelayanan kesehatan Polri.

Distribusi DPK tersebut saat ini adalah 25% untuk Mabes Polri, 5% Rumah Sakit

Kepolisian Pusat RS. Soekanto dan 70% untuk kewilayahan / Polda.

Mekanisme pendistribusian kepada Biddokkes Polda dan RS. Bhayangkara

akan ditentukan dengan perbandingan/persentase tertentu berdasarkan penilaian atas

beban/kinerja Biddokkes dan RS. Bhayangkara. Penggunaannya diatur sebagai

berikut:

a. DPK bagi Biddokkes Polda penggunaannya untuk :

1. Pengadaan Obat dan Alkes/ bahan habis pakai, yang tidak terpenuhi dari

pengadaan pusat untuk pelayanan kesehatan di luar RS. Bhayangkara

termasuk Poliklinik di tingkat Polres maksimal 75%

2. Restitusi minimal 25%.

b. DPK bagi RS. Bhayangkara Polda penggunaannya untuk :

1. Pengadaan obat dan alkes / bahan habis pakai minimal 80%

2. Regulasi apotik untuk penggantian biaya pembelian obat-obatan yang

karena keadaan tertentu tidak tersedia di fasilitas kesehatan polri maksimal

20% (Skep Kapolri No.Pol : Skep / 245/ II/2006).

Universitas Sumatera Utara


17

2.2.2. Restitusi pada DPK Polri

Restitusi adalah penggantian pelayanan kesehatan anggota Polri/ PNS Polri

dan keluarganya yang berobat di luar fasilitas kesehatan Polri berdasarkan rujukan

dari Pusdokkes Polri dan jajarannya. Restitusi adalah semacam asuransi kesehatan

Polri. Restitusi berlaku pada pembiayaan yang telah dikeluarkan oleh peserta di luar

kemampuan fasilitas kesehatan Polri, dengan perkataan lain pembiayaan ditanggung

dahulu oleh anggota /PNS Polri pada pelayanan kesehatan di luar fasilitas kesehatan

Polri. Kemudian diajukan klaim penggantian dan pembayarannya oleh Dokkes Polri.

Besarnya penggantian biaya adalah sampai batas maksimal seperti yang tertera dalam

daftar jaminan. Ketentuan besarnya pembiayaan merujuk pada standar pemerintah

dalam hal ini standar PT. Askes Indonesia (Biddokkes Polda Sumut, 2006).

2.2.3. Perbedaan dan Persamaan Askes Sosial dengan DPK Polri

Askes Sosial adalah sumber dana pemeliharaan kesehatan yang berasal dari 2

% pemotongan gaji bruto seluruh PNS Republik Indonesia ( kecuali PNS TNI/Polri)

dan seluruh pensiunan PNS dan Purnawirawan TNI/Polri yang pengelolaannya

dipercayakan kepada PT. Askes yang disalurkan dari Departemen Keuangan. Dari

Tabel 2.1 terlihat perbedaan antara Askes Sosial dan DPK Polri.

2.2.4. Dana Non APBN Rumah Sakit di Lingkungan Polri

Dana Non APBN Rumah Sakit adalah dana yang merupakan hasil penerimaan

dari pelayanan kesehatan kepada masyarakat umum yang dikelola sesuai dengan

Universitas Sumatera Utara


18

ketentuan-ketentuan pengelolaan APBN (Skep Kapolri No.Pol : Skep / 1665/

XII/2000). Pelayanan kesehatan yang diberikan dapat berasal dari Tenaga Medis dan

Paramedis baik oleh Personil Organik maupun Dokter Konsulen Tamu di RSBM.

Hasil dari pelayanan ini pengendalian penggunaannya diatur dengan

persentase menurut perbandingan yaitu 60% untuk operasional pelayanan masyarakat

umum, 20% untuk peningkatan pelayanan pasien dinas dan 20% untuk peningkatan

kemampuan operasional rumah sakit, termasuk peningkatan pelayanan pasien dinas,

diantaranya adalah honor dan tambahan biaya rujukan. Dalam hal ini pemanfaatannya

dapat digunakan untuk membiayai dokter spesialis yang dilakukan terhadap pasien

tanggungan Polri.

Tabel 2.1. Persamaan dan perbedaan Askes Sosial dan DPK Polri

Askes Sosial DPK Polri


Sumber Dana 1.Pemerintah (Departemen 1.Pemerintah (Departemen
Keuangan ) Keuangan)
2.Pemotongan 2% Gaji Bruto 2. Pemotongan 2% Gaji Bruto
PNS dan 5% pensiunan Anggota/PNS Polri
TNI/Polri
Sifat Compulsary ( wajib ) Compulsary ( wajib )

Pengelola PT. Askes Indonesia ( BUMN ) Mabes Polri / Pusdokkes Polri


(masih sentralistik )
Tempat pelayanan Bisa dipergunakan pada fasilitas Hanya bisa dipergunakan
yang sudah ditentukan PT. Askes, khususnya pada fasilitas
umumnya seluruh fasilitas kesehatan milik Polri serta
kesehatan pemerintah (jumlahnya non Polri atas persetujuan dan
lebih bervariasi) wewenang pusat (jumlahnya
terbatas)
Jumlah Pelayanan Banyak dan lebih bervariasi Terbatas

(Dimodifikasi dari Sumber : Raharja E, 2006, Muninjaya,2004 dan Azwar A, 1996)

Universitas Sumatera Utara


19

2.3. Kinerja

2.3.1. Definisi Kinerja

Kinerja berasal dari pengertian performance. Menurut Kamus Besar Bahasa

Indonesia kinerja adalah sesuatu yang dicapai; prestasi yang diperlihatkan;

kemampuan kerja (tentang peralatan). Sedang menurut istilah, kinerja adalah tentang

melakukan pekerjaan dan hasil yang dicapai dari pekerjaan tersebut. Kinerja adalah

tentang apa yang dikerjakan dan bagaimana cara mengerjakannya (Wibowo, 2007).

Kinerja mencakup beberapa variabel yang berkaitan; input, perilaku-perilaku

(proses), output dan outcome (dampak). Variabel variabel tersebut tidak dapat

dipisahkan dan saling berkaitan. Dalam satu organisasi yang terdiri dari individu-

individu yang memiliki karakteristik yang berbeda, perilaku individu dalam

organisasi berpengaruh terhadap output dan outcome yang akan diraih oleh

organisasi. Organisasi akan berhasil mencapai tujuannya apabila perilaku-perilaku

individu dapat diarahkan dan dimotivasi untuk mencapai output tertentu (Laurensius

F, 2005)

Kinerja suatu organisasi dipengaruhi faktor-faktor internal dan eksternal. Faktor

internal antara lain kecerdasan, keterampilan, kestabilan emosi, motivasi, persepsi

peran, kondisi keluarga, kondisi fisik dan karateristik kelompok kerja. Sedang faktor

eksternal antara lain peraturan, keinginan pelanggan, pesaing, nilai-nilai sosial,

serikat buruh, kondisi ekonomi, perubahan lokasi kerja, dan kondisi pasar (Tika MP,

2006 ).

Universitas Sumatera Utara


20

Konsep yang lebih sederhana adalah bahwa pelaksanaan kinerja akan sangat

dipengaruhi oleh beberapa faktor baik yang bersumber dari pekerja sendiri maupun

yang bersumber dari organisasi. Dari pekerja sangat dipengaruhi oleh kemampuan

atau kompetensinya sedang dari sisi organisasi dipengaruhi oleh seberapa baik

kepemimpinan suatu organisasi dalam hal pemberdayaan pekerja, pemberian

penghargaan dan peningkatan kemampuan pekerja (Wibowo, 2007)

Menurut Cokroaminoto (2007) ada 3 hal yang mempengaruhi unsur penilaian

kinerja yaitu karakteristik individu, prilaku dan hasil yang dicapai (Tabel 2.2).

Namun dalam menilai kinerja pelayanan dokter spesialis di RSBM hanya beberapa

indikator dari unsur- unsur tersebut yang relevan digunakan.

2.3.2. Fungsi – fungsi Pekerjaan/Kegiatan yang Terkait Kinerja

Ada beberapa fungsi pekerjaan/ kegiatan yang terkait dengan kinerja

perusahaan yaitu strategi perusahaan, pemasaran, operasional, sumber daya manusia

dan keuangan.

Bidang keuangan menurut Martin JD et al (1995) menyangkut aspek

deskriptif dan komprehensif. Aspek deskriptif meliputi peraturan pemerintah, cara-

cara meningkatkan modal serta bagaimana perusahaan dapat merger. Aspek

komprehensif meliputi aspek pencaharian dan penggunaan dana secara efisien.

Pengukuran kinerja keuangan mengarah pada perbaikan, perencanaan, implementasi

dan pelaksanaan strategis (Tika MP, 2006).

Penggunaan dana salah satunya menyangkut pembiayaan sumber daya

manusia. Pembiayaan sumber daya manusia yang terbesar adalah penghasilan

Universitas Sumatera Utara


21

pegawai/pekerja yang mengawaki suatu organisasi. Dari sudut perusahaan/organisasi

pemberian penghasilan atau imbalan jasa akan selalu dikaitkan dengan kuantitas,

kualitas dan manfaat jasa yang dipersembahkan oleh pekerja. Selain itu penghasilan

pekerja pada perusahaan/organisasi merupakan komponen biaya yang perlu

dikendalikan jika menyangkut urusan meraih laba. Sedang ditinjau dari sudut

pandang pekerja, penghasilan adalah wujud dari balas jasa karena

perusahaan/organisasi mampu memproduksi sesuatu disebabkan oleh keberadaan dan

karya nyata mereka (Wungsu J, 2003). Oleh karenanya diperlukan pengaturan

keuangan yang efektif dan efisien untuk mewujudkan kinerja organisasi.

Universitas Sumatera Utara


22

Tabel 2.2. Unsur-unsur Penilaian Kinerja ( Cokroaminoto, 2007)

1. KARAKTERISTIK INDIVIDU
Keahlian
Pengetahuan kerja
Kepemilikan sertifikat/ijin keahlian
Kemampuan
Kekuatan fisik
Koordinasi anggota badan dlm bekerja
Kemandirian
Kebutuhan
Hasrat untuk berhasil
Kebutuhan sosial
Sikap
Kejujuran
Loyalitas
Kreativitas
Kepemimpinan

2. PERILAKU
Pelaksanaan tugas pokok (berdasarkan identifikasi dan elemen kritis pekerjaan)
Menjelaskan produk kepada calon pembeli
Menjual produk
Melakukan pengepakan dan pengiriman
Menanggapi komplain dan keluhan
Mematuhi perintah
Melaporkan masalah
Merawat perlengkapan
Membuat catatan pekerjaan
Mengikuti peraturan
Hadir secara teratur
Memberi saran

3. HASIL
Jenis/kuantitas Produk
Nilai jual Produk
Tingkat Produksi
Pelanggan yang dilayani
Kualitas Produksi
Efektivitas penggunaan bahan
Efektivitas penggunaan alat
Tingkat keselamatan kerja
Kepatuhan terhadap prosedur
Kepuasan pelanggan

Universitas Sumatera Utara


23

2.3.3. Hubungan Kompensasi dan Kinerja

Kompensasi adalah kontra prestasi terhadap penggunaan tenaga atau jasa yang

telah diberikan oleh tenaga kerja. Werther dan Davis (1996) mendefinisikan

kompensasi sebagai apa yang diterima pekerja sebagai tukaran atas kontribusinya

kepada organisasi.

Seorang pekerja memberikan waktu dan tenaganya kepada organisasi dan

sebagai kontra prestasinya, organisasi memberikan imbalan atau kompensasi yang

bentuknya dapat bervariasi. Sistem yang digunakan organisasi dalam memberikan

imbalan tersebut dapat mempengaruhi motivasi kerja dan kepuasan kerja karyawan.

Penerapan sistem yang salah dalam pemberian penghargaan akan berakibat

timbulnya demotivasi dan tidak adanya kepuasan kerja dikalangan pekerja yang

akhirnya dapat menyebabkan turunnya kinerja baik pekerja maupun organisasi itu

sendiri (Wibowo, 2007).

Menurut Werther dan Davis (2001) yang dikutip dari Wibowo (2007)

menyebutkan bahwa tujuan manajemen kompensasi diantaranya adalah memperoleh

personil berkualitas, mempertahankan karyawan yang ada, memastikan keadilan,

menghargai perilaku yang diinginkan serta memfasilitasi saling pengertian.

2.4. Landasan Teori

Grand teori untuk menjadi landasan penelitian adalah Model Teori Kinerja

Gibson. Teori ini memadukan 4 komponen penting yang dapat disebut sebagai faktor-

faktor. Tiga (3) faktor diantaranya adalah (1) Variabel Individu (2) Variabel

Universitas Sumatera Utara


24

Psikologis dan (3) Variabel Organisasi yang dapat dikategorikan sebagai variabel

kausa (independen) terhadap 1 faktor ke empat yaitu Variabel Prilaku Individu yang

identik sebagai Variabel Kinerja. (Gambar 2.1) .

Variabel

Individu

Variabel
Variabel
Kinerja
Psikologis
Individu

Variabel

Organisasi

Gambar 2.1. Model Teori Kinerja Gibson (2008).

Pada model tersebut dinyatakan ada pengaruh 3 faktor (variabel) utama

terhadap kinerja / pencapaian seseorang baik di dalam produk kerja yang tampak

dalam prestasi kerja per target ataupun dapat dicermati dari bentuk perubahan prilaku

pegawai menyesuaikan diri di jalur ketetapan, peraturan serta budaya komunitas

organisasi yang menjadi tempatnya bersekutu.

Di dalam kerangka konsep grand teori ini akan diperkaya dan disederhanakan

menyesuaikan materi penelitian dengan garis besar tujuan penelitian. (1) Pada

Universitas Sumatera Utara


25

Variabel Individu dibahas mengenai faktor-faktor pengetahuan dan keterampilan. (2)

Pada Variabel Psikologis akan dicermati beberapa butir utama terkait masalah

motivating factor (faktor motivasi F.Herzberg; 1966) yang disebut oleh Gibson

(2008) sebagai intrinsic variable. Pada kesempatan berikutnya di variabel organisasi

dicermati komponen Hygiene variable (hygiene teori F. Herzberg; 1966) yang disebut

Gibson (2008) sebagai faktor ekstrinsik, dalam hal ini berfokus pada masalah

imbalan ( pembiayaan).

Data-data yang diukur dalam kuesioner yang terstruktur untuk mencermati

persepsi responden menilai apa yang mereka rasakan selama bekerja di RSBM,

kemudian dianalisis bagaimana regresinya dikaitkan dengan variabel kinerja/prilaku

dari responden satu demi satu. Dari analisis semacam ini diharapkan akan dapat

diketahui besar koefisien pengaruh dari masing-masing variabel independen terhadap

variabel dependen yaitu perubahan prilaku atau disebut sebagai kinerja dokter

spesialis di dalam pelayanan mereka di RSBM.

Pemberian kompensasi yang adil dan layak melalui sistem pengupahan akan

mendorong setiap pekerja meningkatkan kinerjanya (Simanjuntak PJ, 2005). Upah

diberikan pada pekerja sebagai kompensasi atas waktu dan tanggung jawab yang

telah diserahkan. Menurut Wibowo (2007), ada dua sistem pembayaran upah yaitu

Team – based pay dan Skill-based pay. Team –based pay adalah pembayaran berbasis

tim menghubungkan pembayaran dengan perilaku kelompok kerja. Dalam hal ini

individu menerima penghargaan atas dasar kerja sama kelompok dan /atau tim

menerima penghargaan atas hasil kolektif. Sedangkan menurut Gibson, Ivancevich

dan Donally (2000) Skill-based pay merupakan upah yang dibayar pada tingkat yang

Universitas Sumatera Utara


26

diperhitungkan dan berdasar pada keterampilan dimana pekerja menguasai,

menunjukkan dan berkembang dalam mewujudkan pekerjaan mereka . Tabel 2.3 akan

memperlihatkan kerugian dan keuntungan skill-based pay.

Menurut pengamatan penulis sistem Skill – based pay merupakan sistem yang

sering dipakai dalam penerapan pengupahan pada dokter spesialis yang bekerja di

rumah sakit pemerintah non Depkes/Pemda serta rumah sakit swasta, di mana banyak

terdapat tenaga spesialis konsulen dari luar yang berasal dari rumah sakit pemerintah

Depkes/Pemda yang mengabdikan diri secara paruh waktu.

Tabel 2. 3. Keuntungan dan Kerugian Sistem Skill-based pay

Keuntungan Kerugian
Memberikan motivasi yang kuat pada Pekerja hanya menyukai pekerjaan
pekerja tingkat tinggi karena rata-rata
upahnya lebih tinggi
Memperkuat rasa percaya diri Diperlukan investasi dalam training
pekerja
Tenaga kerja yang fleksibel Tidak semua pekerja menyukai,
karena ditekan terus untuk semakin
meningkatkan keterampilan
(Sumber: Widodo, 2007)

Menurut Gibson dkk (2000) tujuan utama program penghargaan (dalam hal

ini kompensasi) adalah untuk menarik orang yang cakap untuk bergabung dalam

organisasi, menjaga pekerja agar datang untuk bekerja dan memotivasi pekerja untuk

mencapai kinerja yang tinggi. Hal tersebut dituangkan dalam bentuk model sebagai

berikut ( Gambar 2.2) :

Universitas Sumatera Utara


27

Gambar 2.2. Proses Penghargaan (Gibson dkk, 2006)

Proses penghargaan merupakan integrasi antara motivasi, kinerja, kepuasan

dan penghargaan. Kinerja merupakan hasil dari kombinasi usaha dari individu dan

kemampuan, keterampilan dan pengalaman orang. Penghargaan diharapkan dapat

meningkatkan motivasi pekerja karena merasa bahwa pekerjaannya dihargai sehingga

meningkatkan kinerja pekerja. Di samping itu, penghargaan dan kinerja tinggi akan

meningkatkan kepuasan kerja pekerja.

Hal yang penting diperhatikan dalam pemberian penghargaan :

1. Penghargaan harus cukup untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia

2. Individu cenderung membandingkan penghargaan dengan yang lainnya, jika

terjadi ketidak adilan akan terjadi ketidak puasan

Universitas Sumatera Utara


28

3. Manajer yang membagikan penghargaan harus mengenal perbedaan

individu

(Widodo, 2007, Winarni,F dan Sugiyarso,G., 2000 )

Gambar 2.3. Model Sistem Penghargaan (Kreitner dan Kinicki , 2001)

Hasil atau manfaat yang diharapkan dapat diperoleh dari pemberian

penghargaan adalah untuk menarik, memotivasi, mengembangkan, memuaskan dan

mempertahankan pekerja agar tidak meninggalkan organisasi. Sementara itu sebagai

norma penghargaan adalah memaksimalkan keuntungan, memberikan keadilan,

kesamaan perlakuan dan pemenuhan kebutuhan. Tipe penghargaan terdiri dari unsur

ekstrinsik yaitu finansial, material dan sosial, sedang unsur intrinsik adalah psikis.

Sementara itu kriteria distribusi menyangkut hasil, perilaku dan faktor lain. Model ini

dikemukakan oleh Kreitner dan Kinicki (2001) yang terlihat pada Gambar 2.3.

Universitas Sumatera Utara


29

2.5. Penelitian Terdahulu

Minaria pada tahun 2004 telah meneliti hubungan faktor individu, organisasi

dan psikologis dengan kinerja pegawai di Balai Pengamanan Fasilitas Kesehatan

(BPFK) Medan Tahun 2004. Tema penelitian terbilang sama dengan berfokus pada

kinerja pegawai berdasarkan kaitannya dengan faktor-faktor kinerja dari Gibson.

Penekanan tema oleh Minaria adalah masalah hubungan (korelasi) antara

faktor-faktor independen yaitu individu, psikologis dan organisasi dengan faktor

dependen yaitu aspek kinerja pegawai. Pendekatan yang dibuat Minaria sedikit

berbeda dengan penelitian ini karena di RSBM pembuktian hipotesa dominan

dilakukan dengan melihat pengaruh faktor pembiayaan oleh organisasi terhadap

kinerja individu dokter spesialis.

Pada penelitian Minaria ditemukan hasil-hasil sebagai berikut :

1. Ada hubungan yang bermakna (signifikan) antara tingkat pengetahuan,

keterampilan, sarana, kepemimpinan, imbalan dan motivasi terhadap kinerja

pegawai BPFK Medan (nilai signifikansi p < 0,05).

2. Uji logistik berganda simultan menunjukkan faktor individu memiliki

pengaruh lebih besar terhadap kinerja pegawai BPFK lebih besar dari nilai

pengaruh faktor psikologi ataupun faktor organisasi.

3. Regresi logistik parsial menunjukkan nilai keterampilan lebih dominan

mempengaruhi nilai kinerja dibandingkan dengan pengaruh oleh nilai

pengetahuan, kepemimpinan, imbalan dan motivasi.

Universitas Sumatera Utara


30

2.6. Kerangka Konsep Penelitian

Kerangka konsep penelitian adalah garis besar teoritis (grand theory) dari

penelitian yang diterapkan ke dalam proses / alur penelitian. Pemakaian kerangka

konsep kemudian dipertegas dalam ulasan definisi operasional sehingga prinsip yang

dikandung tetap berada di jalur teoritis. Pada penelitian ini, terdapat pembatasan-

pembatasan terhadap variabel penelitian. Faktor individu hanya dibatasi pada faktor

pengetahuan dan keterampilan. Faktor psikologis dibatasi pada sikap dan motivasi,

sedang faktor organisasi dibatasi pada masalah imbalan dalam hal ini adalah honor

yang diterima. Pembatasan dilakukan dengan pertimbangan penekanan pada

pembiayaan dokter spesialis di RSBM ( Gambar 3.1.).

Universitas Sumatera Utara


31

Variabel Independen Variabel Dependen

FAKTOR INDIVIDU (X1


1. Aspek pengetahuan (X1.1)

2. Kemampuan dan keterampilan (X1.2.)

FAKTOR PSIKOLOGIS (X2)

1. Aspek Motivasi (X2.1)


a. Tanggung jawab (X2.1.1)
b. Kepuasan kerja (X2.1.2) KINERJA DOKTER
c. Pengakuan prestasi kerja (X2.1.3) SPESIALIS (Y)

2. Aspek Persepsi :
Persepsi terhadap inequity (X2.2)

3. Aspek Sikap (X2.3)

FAKTOR ORGANISASI (X3)

Aspek Imbalan ( honor) (X3.1)


a. Peraturan (X3.1.1)
b. Administrasi Keuangan RSBM
(X3.1.2)
c. Jumlah Honor Diterima (X3.1.3)
d. Waktu Pembayaran Honor (X 3.1.4)

Gambar 3.1. Kerangka Konsep Penelitian

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai