Anda di halaman 1dari 22

BIOSTATISTIK

DISTRIBUSI SAMPLING

OLEH

KELOMPOK V (ALIH JENJANG SEMESTER II)

1. ANDREAS YANSEN NAHAK (NIM. 191112007)

2. AYU RONALITA TAKENE (NIM. 191112009)

3. DOMINIKA SIN LAMAKADU (NIM. 191112011)

4. MARIA ALINCE MORUK (NIM. 191112017)

5. NURHAYATY A. N. N. ODJA (NIM. 191112022)

FAKULTAS KESEHATAN PRODI SARJANA KEPERAWATAN

UNIVERSITAS CITRA BANGSA

2020
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat

dan bimbinganNya, kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik dan tepat pada

waktunya. Kami juga mengucapkan banyak terimakasih kepada dosen pembimbing yang

telah banyak memberikan masukkan untuk penyelesaian makalah ini. Makalah ini

menjelaskan tentang Distribusi Sampling.

Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Karena itu, penulis

sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari pembaca sekalian demi

penyempurnaan makalah ini.

Kupang, Maret 2020

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Ketersediaan sumber belajar yang makin banyak sangat diperlukan oleh para
mahasiswa pada jenjang sarjana. Para mahasiswa semua jenjang pendidikan harus
memiliki pengetahuan dan kemampuan dalam penelitian. Penelitian ditujukan untuk
memperoleh kesimpulan tentang kelompok yang besar dalam lingkup wilayah yang
sangat luas tetapi hanya meneliti kelompok kecil dalam daerah yang sempit. Dasar-dasar
dalam statistik inferens adalah distribusi sampling (Eko Budianto, 2002).
Distribusi sampling adalah distribusi dari mean-mean sampel yang diambil secara
berulang kali dari suatu populasi. Untuk memahami distribusi sampling ini perlu
diketahui suatu ketentuan yang dapat membedakan beberapa ukuran antara sampel dan
populasi.Dalam suatu penelitian yang menjadi dasar pertimbangan pengambilan sampel
adalah memperhitungkan masalah efisien (waktu dan biaya), oleh karena itu sampel yang
diambil harus benar - benar representasi atau mewakili populas (Luknis Sabri &
Susanto Priyo H, 2014).
Penelitian ilmiah boleh dikatakan hampir hanya selalu dilakukan tehadap hanya
sebagian saja dari hal hal yang sebenarnya mau diteliti. Jadi penelitian hanya dilakukan
tehadap sampel, tidak terhadap populasi. Generalisasi dari sampel ke populasi
mengandung resiko bahwa akan terdapat kekeliruan dan ketidaktepatan, karena sampel
tidak mecerminkan secara tepat keadaan populasi. Sehingga sebagai mahasiwa atau
tenaga kesehatan khususnya perawat yang akan melakukan penelitian harus mengetahui
distribusi sampling untuk mencegah terjadinya kesalahan dalam pemilihan dan penarikan
sampel dalam penelitian, agar memperoleh hasil kesimpulan yang benar (Eko Budianto,
2002).

1.2. Tujuan
1.2.1. Tujuan Umum
Untuk memahami memahami tentang Distribusi Sampling
1.2.2. Tujuan Khusus
1. Mahasiswa mengetahui dan memahami pengertian Populasi, Sampel dan
Distribusi Sampling
2. Mahasiwa mengetahui dan memahami pengertian Standar Eror
3. Mahasiswa mengetahui dan memahami Sentral Limit Theorem
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Populasi, Sampel dan Distribusi Sampling


2.1.1. Populasi
Populasi adalah keseluruhan dari unit di dalam pengamatan yang akan kita
lakukan (Luknis Sabri & Susanto Priyo H, 2014 :4).
Populasi adalah kelompok besar dan wilayah yang menjadi lingkup penelitian
(Nana Syaodih Sukmadinata, 2010: 250).
Populasi target adalah populasi yang menjadi sasaran keberlakuan kesimpulan
penelitian. (Nana Syaodih Sukmadinata, 2010: 250).
Populasi secara umum adalah kumpulan semua individu dalam suatu batas
tertentu. Populasi studi adalah kumpulan individu yang akan diukur atau diamati
ciri cirinya (Eko Budianto, 2002: 7).
Berdasarkan besarnya populasi dibagi menjadi :
a). Populasi besar / populasi tak terhingga
Adalah populasi yang memiliki jumlah individu sedemikian banyaknya
sehingga sulit atau tidak mungkin diketahui jumlahnya.
b).Populasi kecil
Populasi dengan jumlah unit dasar yang tidak banyak hingga mudah untuk
dihitung . untuk populasi ini tidak terdapat suatu patokan yang baku. Contoh:
Penelitian tentang pengalaman akseptor KB dalam pemakaian alat kontrasepsi
di suatu kabupaten, maka populasi umum adalah semua penduduk dalam
kabupaten tersebut, sedangkan semua ibu ibu pasangan usia subur peserta KB
yang terdapat di kabupaten tersebut adalah populasi studi.

2.1.2. Sampel
Sampel adalah kelompok kecil yang secara nyata diteliti dan ditarik
kesimpulan dari padanya (Nana Syaodih Sukmadinata, 2010: 250).
Sampel adalah sebagian dari populasi yang nilai / karakteristiknya kita ukur
dan yang nantinya kita pakai untuk menduga karakteristik dari populasi (Luknis
Sabri & Susanto Priyo H, 2014: 4).
Sampel adalah sebagian individu dari populasi yang diteliti/ bila penelitian
tidak dilakukan terhadap terhadap seluruh individu dalam populasi, tetap hanya
diambil sebagian (Eko Budianto, 2002:7).
Contoh :
a). Penelitian tentang pengalaman akseptor KB dalam pemakaian alat kontrasepsi
di suatu kabupaten, maka populasi umum adalah semua penduduk dalam
kabupaten tersebut, sedangkan semua ibu ibu pasangan usia subur peserta KB
yang terdapat di kabupaten tersebut adalah populasi studi. Bila kita mengambil
sebagian dari akseptor yang akan diteliti pengalaman pemakain kontrasepsinya
maka sebagian ibu ibu tersebut disebut sampel dan ibu pasangan usia subur
disebut unit dasar.
b). Kita ingin mengetahui kadar haemoglobin (HB) ibu hamil dikabupaten
Tangerang. Populasi kita dalah seluruh inu hamil di kabupaten tangerang. Kita
tidak mungkin mengukur Hb seluruh ibu hamil tersebut. Untuk itu kita ambil
saja sebagian ibu hamil (sample) yang mewakili keseluruhan (populasi ) ibu
hamil di kabupaten Tangerang.

Penentuan sampel dari suatu populasi disebut penarikan sampel atau


“sampling”. Penelitian menggunakan sampel lebih menguntungkan dibanding
dengan penelitian terhadapa populasi, kalau jumlah populasinya sedikit atau
lingkupnya sangat sempit. Penelitian terhadap sampel lebih menguntungkan karena
lebih menghemat tenaga, waktu , dan juga biaya. Meskipun kita hanya meneliti
sampel, tetapi kesimpulannya berlaku bagi populasi karena baik dari jumlah
maupun karakteristiknya sampel tersebut mewakili populasi (Nana Syaodih
Sukmadinata, 2010).

Hal yang sangat menggangu dalam pelaksanaan penelitian berkenaan dengan


masalah populasi dan sampel karena adanya kesalahan dalam pemilihan dan
penarikan sampel. Kesalahan ini sering menimbulkan bias atau penyimpangan
sehingga bisa menggambarkan kesimpulan yang keliru atau menyesatkan (Eko
Budianto, 2002).
1. Metode Pengambilan Sampel
Secara umum, pegambilan sampel dapat dilakukan dengan cara acak
(random sampling) dan tanpa acak (non-random sampling).
a). Probability Sampling
1) Pengambilan Sampel Acak Sederhana (Simple Random Sampling)
Pengambilan sampel acak sederhana ialah pengambilan acak
sedemikian rupa sehingga setiap unit dasar (individu) mempunyai
kesempatan yang sama untuk diambil sebagai sampel. Menurut
Sugiyono (2001: 57) dinyatakan simple (sederhana) karena pengambilan
sampel anggota populasi dilakukan secara acak tanpa memperhatikan
strata yang ada dalam populasi itu. Margono (2004: 126) menyatakan
bahwa simple random sampling adalah teknik untuk mendapatkan
sampel yang langsung dilakukan pada unit sampling Dengan demikian
setiap unit sampling sebagai unsur populasi yang terpencil memperoleh
peluang yang sama untuk menjadi sampel atau untuk mewakili populasi.
Cara demikian dilakukan bila anggota populasi dianggap homogen.
Teknik ini dapat dipergunakan bilamana jumlah unit sampling di dalam
suatu populasi tidak terlalu besar. Misal, populasi terdiri dari 500 orang
mahasiswa program S1 (unit tampling). Untuk memperoleh sampel
sebanyak 150 orang dari populasi tersebut, digunakan teknik ini, baik
dengan cara undian, ordinal, maupun tabel bilangan random. Teknik ini
dapat digambarkan di bawah ini.

Populasi Diambil secara Sampel yang


homogen Random representatif

Gambar. Teknik Simpel Random Sampling (Sugiyono, 2001)

2) Disproportionate Stratified Random Sampling


Proportionate Stratified Random Sampling Margono (2004: 126)
menyatakan bahwa stratified random sampling biasa digunakan pada
populasi yang mempunyai susunan bertingkat atau berlapis-lapis.
Menurut Sugiyono (2001: 58) teknik ini digunakan bila populasi
mempunyai anggota/unsur yang tidak homogen. Dan berstrata secara
proporsional. Suatu organisasi yang mempunyai pegawai dari berbagai
latar belakang pendidikan, maka populasi pegawai itu berstrata.
Misalnya jumlah pegawai yang lulus S1 = 45, S2 = 30, STM = 800, ST =
900, SMEA = 400, SD = 300. Jumlah sampel yang harus diambil
meliputi strata pendidikan tersebut yang diambil secara proporsional
jumlah sampel.

3) Disproportionate Stratified Random Sampling


Sugiyono (2001: 59) menyatakan bahwa teknik ini digunakan
untuk menentukan jumlah sampel bila populasinya berstrata tetapi
kurang proporsional. Misalnya pegawai dari PT tertentu mempunyai
mempunyai 3 orang lulusan S3, 4 orang lulusan S2, 90 orang lulusan S1,
800 orang lulusan SMU, 700 orang lulusan SMP, maka 3 orang lulusan
S3 dan empat orang S2 itu diambil semuanya sebagai sampel. Karena
dua kelompok itu terlalu kecil bila dibandingkan denan kelompok S1,
SMU dan SMP.

4) Cluste Sampling (Area Sampling)


Teknik ini disebut juga cluster random sampling. Menurut
Margono (2004: 127), teknik ini digunakan bilamana populasi tidak
terdiri dari individu-individu, melainkan terdiri dari kelompok-kelompok
individu atau cluster. Teknik sampling daerah digunakan untuk
menentukan sampel bila objek yang akan diteliti atau sumber data sangat
luas, misalnya penduduk dari suatu negara, propinsi atau kabupaten.
Untuk menentukan penduduk mana yang akan dijadikan sumber data,
maka pengambilan sampelnya berdasarkan daerah populasi yang telah
ditetapkan.
Sugiyono (2001: 59) memberikan contoh, di Indonesia terdapat 27
propinsi, dan sampelnya akan menggunakan 10 propinsi, maka
pengambilan 10 propinsi itu dilakukan secara random. Tetapi perlu
diingat, karena propinsi-propinsi di Indonesia itu berstrata maka
pengambilan sampelnya perlu menggunakan stratified random sampling.
Contoh lainnya dikemukakan oleh Margono (2004: 127). Ia
mencotohkan bila penelitian dilakukan terhadap populai pelajar SMU di
suatu kota. Untuk random tidak dilakukan langsung pada semua pelajar-
pelajar, tetapi pada sekolah/kelas sebagai kelompok atau cluster. Teknik
sampling daerah ini sering digunakan melalui dua tahap, yaitu tahap
pertama menentukan sampel daerah, dan tahap berikutnya menentukan
orang-orang yang ada pada daerah itu secara sampling juga.

b). Non- Probability Sampling


Menurut Sugiyono (2001:60) Non- Probability Sampling adalah
teknik yang tidak memberi peluang/kesempatan yang sama bagi setiap
unsur atau anggota populasi untuk dipilih menjadi sampel. Teknik sampel
ini meliputi:
1) Quota Sampling (Pengambilan Sampel Berjalan)
Menurut Sugiyono (2001:60) menyatakan bahwa sampling kuota
adalah teknik untuk menentukan sampel dari populasi yang mempunyai
ciri-ciri tertentu sampai jumlah (kuota) yang diinginkan. Cara
pengambilan sampel dengan jatah hampir sama dengan pengambilan
sampel seadanya, tetapi dengan kontrol yang lebih baik
untukmengurangi terjadinya bias. Pelaksanaan pengambilan sampel
dengan jatah sangat tergantung pada peneliti, tetapi dengan kriteria dan
jumlah yang telah ditentukan sebelumnya.
Contoh: Penelitian tentang tingkat pendidikan masyarakat. Dalam
hal ini telah ditentukan jumlahnya yaitu sebanyak 100 orang dengan
kriteria 50 orang laki-laki dan 50 orang wanita yang berumur antara 20
sampai dengan 35 tahun, tetapi 50 orang laki-laki dan 50 orang wanita
mana yang akan diwawancarai tergantung sepenuhnya pada peneliti.

2) Purposive Sampling (Pengambilan Sampel Berdasarkan Pertimbangan)


Sugiyono (2001:61) menyatakan bahwa sampling purposive adalah
teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu. Dikatakan
pengambilan sampel berdasarkan pertimbangan apabila cara
pengambilan sampel dilakukan sedemikian rupa sehingga
keterwakilannya ditentukan oleh peneliti berdasarkan pertimbangan
orang-orang yang telah berpengalaman. Cara ini lebih baik dari dua cara
sebelumnya karena dilakukan berdasarkan pengalaman berbagai pihak.
Contoh: Pengambilan sampel satu desa dalam suatu kabupaten
yang dapat mewakili seluruhnya akan sangat sulit dilakukan secara acak.
Dalam kondisi demikian maka cara yang memadai adalah dilakukan
pengambilan sampel dengan pertimbangan orang-orang yang telah
berpengalaman sehingga didapat sampel yang cukup dapat mewakili
kabupaten tersebut.

3) Accidental Sampling (Pengambilan Sampel Seadanya)


Sampling aksidental adalah teknik penentuan sampel berdasarkan
kebetulan, yaitu siapa saja yang secara kebetulan bertemu dengan
peneliti dapat digunakan sebagai sampel, bila dipandang orang yang
kebetulan bertemu dengan peneliti dapat digunakan sebagai sampel, bila
di pandang orang kebetulan ditemui itu cocok sebagai sumber data.
Pengambilan sampel ini dilakukan secara subjektif oleh peneliti ditiap
dari sudut kemudahan, tempat pengambilan sampel, dan jumlah sampel
yang akan diambil. Cara ini tidak dipergunakan lagi dalam bidang
kedokteran, tetapi masih dipergunakan dalam bidang sosial ekonomi dan
politik untuk mengetahui opini masyarakat terhadap suatu hal
(Sugiyono, 2001:60).
Contoh: Bila kita akan meneliti tentang pendapat masyarakat
terhadap larangan merokok karena merugikan kesehatan, maka untuk
pengambilan sampel peneliti cukup berdiri di pinggir jalan dan
menanyakan pada orang-orang yang kebetulan lewat tergantung
keinginan peneliti dengan jumlah yang seadanya sampai oleh peneliti
dipandang cukup.
Data yang dikumpulkan diolah dan dianalisis lalu ditarik
kesimpulan-kesimpulan yang ditarik dari hasil penelitian tersebut akan
menghasilkan bias yang sangat besar.
4) Sampling Sistematis
Sugiyono (2001: 60) menyatakan bahwa sampling sistematis
adalah teknik penentuan sampel berdasarkan urutan dari anggota
populasi yang telah diberi nomor urut.
Contoh: anggota populasi yang terdiri dari 100 orang. Dari semua
anggota itu diberi nomor urut, yaitu nomor 1 sampai dengan nomor 100.
Pengambilan sampel dapat dilakukan dengan nomor ganjil saja, genap
saja, atau kelipatan dari bilangan tertentu, misalnya kelipatan dari
bilangan lima. Untuk itu maka yang diambil sebagai sampel adalah 5,
10, 15, 20 dan seterusnya sampai 100.

5) Sampling Jenuh
Menurut Sugiyono (2006:61) sampling jenuh adalah teknik
penentuan sampel bila semua anggota populasi digunakan sebagai
sampel. Hal ini sering dilakukan bila jumlah populasi relatif kecil,
kurang dari 30 orang. Istilah lain dari sampel jenuh adalah sensus,
dimana semua anggota populasi dijadikan sampel.

6) Snowball Sampling
Snowball sampling adalah teknik penentuan sampel yang mula-
mula jumlahnya kecil, kemudian sampel ini disuruh memilih teman-
temannya untuk dijadika sampel (Sugiyono, 2001: 61). Begitu
seterusnya, sehingga jumlah sampel semakin banyak. Ibarata bola salju
yang menggelinding, makin lama makin besar. Pada penelitian kualitatif
banyak menggunakan sampel purposive dan snowball.

Menurut Margono (2004: 128-130) penentuan sampel perlu memperhatikan


sifat dan penyebaran populasi. Berkenaan hal itu, dikenal beberapa kemungkinan
dalam menetapkan sampel dari suatu populasi berikut ini:
1. Sampel Proporsional
Sampel proporsional menunjuk kepada perbandingan penarikan sampel
dari beberapa subpopulasi yang tidak sama jumlahnya. Dengan kata lain unit
sampling pada setiap subsampel sebanding jumlahnya dengan unit sampling
dalam setiap subpopulasi.
Contoh: Penelitian dengan menggunakan murid SLTA Negeri sebagai unit
sampling yang terdiri dari 3.000 murid SMA Negeri dan 1.500 murid STM
Negeri. Dengan demikian perbandingan subpopulasi adalah 2:1. Dari populasi
ini akan diambil sebanyakn 150 murid. Sesuai dengan proporsi setiap
subpopulasi, maka harus diambil sebanyak 100 murid SMA Negeri dan 50
murid STM Negeri sebagai sampel.
2. Area Sampel
Sampel ini memilki kesamaan dengan proporsional sampel. Perbedaannya
terletak pada subpopulasi yang ditetapkan berdasarkan daerah peneybaran
populasi yang hendak diteliti. Perbandingan besarnya sub populasi menurut
daerah penelitian dijadikan dasar dalam menentukan ukuran setiap sub sampel.
Contoh: Penelitan yang menggunakan Guru SMP Negeri sebagai unit
sampling yang tersebar pada lima kota kabupaten. Setiap kabupaten memiliki
populasi guru sebanyak 500, 400, 300, 200 dan 100. Melihat populasi ini,
perbandingannya adalah 5:4:3:2:1. Jumlah sampel yang akan diambil 150.
Dengan demikian dari setiap kabupaten harus diambil sampel sebesar 50, 40,
30, 20 dan 10 orang guru.
3. Sampel Ganda
Penarikan ganda atau sampel kembar dilakukan dengan maksud
menanggulangi kemungkinan sampel minimum yang diharapkan tidak masuk
seluruhnya.untuk itu jumlah atau ukuran sampel ditetapkan dua kali lipat itu
dilakukan terutama apabila alat pengumpul data yang dipergunakan adalah
kuesioner atau angket yang dikirimkan melalui pos. Dengan mengirim dua set
kuesioner pada dua unit sampling yang memiliki persamaan, maka dapat
diharapkan salah satu diantaranya akan dikembalikan, sehingga jumlah atau
ukuran sampel yang telah ditetapkan terpenuhi.
4. Sampel Majemuk
Sampel majemuk merupakan perluasan dari sampel ganda. Pengambilan
sampel dilakukan lebih dari dua kali lipat, tetap memilki kesamaan dengan unit
sampling yang pertama. Dengan sampel multiple ini kemungkinan masuknya
data sebanyak jumlah sampel yang telah ditetapkan tidak diragukan lagi.
Penarikan sampel majemuk ini hanya dapat dilakukan apabila jumlah populasi
cukup besar.
2. Ukuran Sampel
a. Beberapa Pertimbangan
Pemilihan dan pengambilan sampel merupakan hal yang sangat penting
dalam penelitian. Ketepatan jenis dan jumlah anggota sampel yang diambil
akan sangat mempengaruhi keterwakilan sampel terhadap populasi.
Keterwakilan popupasi akan sangat menentukan kebenaran kesimpulan dari
hasil penelitian. Secara umum ada kecendrungan bahwa semakin besar
ukuran sampel akan semakin mewakili populasi.
b. Kebutuhan Sampel Besar
 Jika terdapat sejumlah variabel yang tidak bisa dikontrol.
 Banyak penelitian yang tidak mungkin mengontrol semua variabel, dala
situasi seperti ini para peneliti dapat mengatasinya dengan menggunakan
sampel besar.
 Jika dalam penelitian terantisipasi adanya hubungan atau perbedaan yang
sangat kecil. Adanya perbedaan atau hubungan yang kecil bisa terabaikan
jika ukuran sampelnya kecil. Dengan sampel besar perbedaan atau
hubungan-hubungan yang kecil dapat terukur kebermaknaannya.
 Jika dalam penelitian dibentuk kelompok-kelompok kecil.
 Dalam beberapa penelitian eksperimental, tujuan penelitian tidak hanya
diarahkan pada penguji perbedaan pengaruh dari beberapa perlakuan yang
diberikan, tetapi juga menguji perbedaan pengaruh satu atau lebih
perlakuan tersebut terhdap beberapa kelompok yang berbeda.
 Menghindari penyusutan.
 Dalam proses penelitian seringkali terjadi penyusutan jumlah sampel.
Makin panjang masa penelitian berlangsung kemungkinan terjadinya
penyusutan jumlah sampel semakin besar.
 Jika diharapkan syarat-syarat keabsahan secara statistik dipenuhi.
 Jika dalam penelitian dihadapkan pada populasi yang sangat heterogin.

3. Perlindungan Besarnya Sampel


Untuk menentukan sampel besar dalam penelitian-penelitian survei dapat
saja dilakukan perhitungan secara kasar berdasarkan perkiraan, dengan prinsip
pengambilan sampel maksimal.
Penentuan besarnya sampel total, seluruh strata menggunakan rumus :
( ÂNhSh)2
n≥
N2V + ÂNhSh2

((265x28)+(253x24)+(240x23))2 361456144
n≥ = =
(7582x(0.05x2.58)2 + (265x282+253x242+240x232) 354008,744

n≥ 107,768 = 108

Penentuan besarnya sampel pada tiap strata menggunakan rumus:

Nhsh
nh ≥ X n
Σ NhSh

265x28 7420
n1 ≥ X 108 = x 108 = 41
265x28+253x24+240x23 19.012

253x24
n2 ≥ X 108 = 35
19.012 Keterangan :
N = keseluruhan sumber data populasi

240x23 Nh = sumber data populasi pada setiap strata

N3≥ X 108 = 32 n = ukuran sampel keseluruhan

19.012 nh = ukuran sampel setiap strata


Sh = simpangan baku skor pada setiap strata
Sh 2 = variasi skor pada setiap strata
V = variasi rata-rata hitung taksiran yang bernilai sama
dengan ( d/t )2
2.1.3. Distribusi Sampling
Distribusi sampling adalah distribusi dari mean-mean sampel yang diambil
secara berulang dari suatu populasi. Untuk itu perlu kita ketahui suatu ketentuan
yang dapat membedakan beberapaa ukuran antara sampel daan populasi.
Ukuran-ukuran untuk sampel dan populasi adalah sebagai berikut:

Sampel Populasi
Nilai (karakteristik) Statistik Parameter
Mean rata-rata hitung) X 
Standar deviasi s 
Jumlah unit n N

Beberapa notasi :
n : ukuran sampel N : ukuran populasi
x : rata-rata sampel μ : rata-rata populasi
s : standar deviasi sampel σ : standar deviasi populasi
μx: rata-rata antar semua sampel
σx : standar deviasi antar semua sampel = standard error = galat baku

1. Sifat-sifat Distribusi Sampling


Sifat-sifat distribusi ini disebut dengan Cenral limit Theorem (teorema limit
pusat). Sifat inilah yang mendasari teori inferens. Sifat-sifat tersebut sebagai
berikut:
a). Sifat 1
Apabila sampel-sampel random dengan elemen masing-masing diambil dari
suatu populasi normal, yang mempunyai mean =  varian 2, distribui
sampling harga mean akan mempunyai mean sama dengan  dan varian 2/ n
atau standar deviasi /√.n. standar deviasi distribusi sampling dari mean ini
dikenal sebagai “Standar Eror” (SE).
b). Sifat 2
Apabila populasi distribusi normal distribusi sampling harga mean juga akan
berdistribusi normaal. Mean berlaku sifat seperti persamaan di bawah ini (z
score adalah nilai deviasi relatif antara sampel dan populasi = distribusi
normal standar):
c). Sifat 3 ¿
Z = ᵡ − SE ¿
Walaupun populasi distribusi sembarang, kalau diambil sampel berulang kali
secara random , distribusi harga meannya akan membentuk distribusi normal.

Bila sampel-sampel yang dihasilkan dihitung rata-ratanya maka akan


menghasilkan nilai rata-rata yang berbeda hingga dapat disusun menjadi suatu
distribusi yang disebut distribusi rata-rata sampel. Bila dihitung deviasi standarnya
dinamakan deviasi standar distribusi rata-rata sampel atau kesalahan baku rata-rata
(standar eror rata-rata). Demikian pula dengan porsi disebut kesalahan baku
proporsi (standar eror proporsi).
Distribusi sampel diberi nama sesuai dengan statistik yang dihitung dari
pengambilan sampel yang dilakukan uang-ulang, sedngkan dalam praktik hal
tersebut tidak pernah dilakukan. Oleh karena itu, distribusi sampel disebut
distribusi teoritis atau distribusi probabilitas.
a). Distribusi Rata-rata
Distribusi rata-rata diperoleh dengan pengambilan sampel yang dilakukan
berulang hingga semua kemungkinan sampel yang dapat diambil dari populasi
tersebut terpenuhi. Selanjutnya rata-rata masing-masing sampel dihitung:

ᵡ1, ᵡ2, ᵡ3,...... ᵡ5,


Nilai rata-rata yang dihasilkan berbeda-beda sehngga dapaat disusun
menjadi distribusi yang disebut distribusi rata-rata sampel. Rata-rata dari
distribusi: rata-rata sampel akan sama dengan rata-rata populasi dan deviasi
standar distribusi rata-rata dinamakan kesalahan baku (standar eror = SE) sama
dengan deviasi standar populasi dibagi dengan akan n.


x= x = √n

Pengambilan sampel dari populasi tak terhingga dibedakaan berdasarkaan


bentuk ditribusi yaitu populasi yng berdistribusi norml dan populasi yang tidak
berdistribusi normal. Pengambilan sampel yang dilakukan berulang dari
populasi yang berdistribsi normal memiliki ciri sebagai berikut:
- Kesalahan baku (SE) lebih kecil dibandingkan dengan simpang baku
(deviasi standar) populasinya.
- Makin besar sampel makin besar kesalahan baku SE).
b). Dalil Limit Pusat (Central Limit Theorem)
Dalil limit pusat adalah hubungan antara bentuk distribusi populasi dengan
bentuk distribusi sampling rata-rata. Hubungan tersebut ialah sebagai berikut:
1. Rata-rata dari distribusi rat-rata sampel sama dengan rat-rata populasi dan
tidak bergantung pada besarnya sampel dan bentuk distribusi populasi.
x =
2. Dengaan penambahan jumlah sampel makan distribusi rata-rata sampel
akan mendekati distribusi normal dan tidak bergantung pada bentuk
distribusi populasi.
Dalil ini diketahui bahwa untuk pendekatan ke distribusi normal distribusi
rata-rata sampel tidak membutuhkan sampel yang besar. Dengan sampel
sebesar 30 telah terjadi pendekatan ke distribusi normal. Bahkan untuk
distribusi rata-rata dengan sampel sebesar 15 pun telah terjadi pendekatn ke
distribusi normal .

c). Hubungan Antara Besarnya Sampel Dengan Kesalahan Baku


Telah dijelaskan bahwa kesalahan baku (standar eror) digunakan untuk
mengukur sebaran rata-rata besaran sampel terhadap rata-rata populasi. Ini
berarti ila kesalahan baku kecil maka nilai rata-rata sampel akan mendekati
rata-rata populasi (). Sebaliknya, bila kesalahan baku besar maka rata-rata
sampel akan menjauhi rata-rata populasi. Dengan kata lain, bahwa makin kecil
kesalahan baku maka nilai rata-rata sampel akan mendekati rata-rata populasi
atau makin kecil simpang baku atau estimasi rata-rata sampel terhadap rata-
rata populasi makin tepat.
Bila pada rumus kesalahan baku, x = /√n, besarnya n bertambah maka
kesalahan baku akan mengecil yang berarti bahwa besaarnya kesalahan baku
berbanding terbalik dengan besrnya sampel, tetapi penambahan besarnya
sampel tidak seimbang dengan penurunan kesalahan baku. Fenomena ini
dikenal sebagai law of deminishing return yang berarti output lebih kecil
daripada input.
d). Faktor Perkalian Pada Populasi Terbatas
Dalam bidang kedokteran kita sering berhadapan dengan populasi yang
kecil, misalnya jumlah penderita penyakit jantung yang dirawat di rumah sakit
atau jumlah penderita penyakit demam berdarah yang dirawat di agian ilmu
kesehatan anak. Pengunaan rumus kesalahan baku yang telah kita pelajari
mnjadi kurang tepat untuk digunakan pada kasus-kasus tersebut. Agar rumah
kesalahan baku yang telah kita pelajari dapat digunakan maka rumus tersebut
harus dikalikan dengan suatu faktor yang dikenal dengan faktor perkalian
pada populasi terbatas. Faktor perkalian tersebut sebagai berikut:

Hingga rumus kesalahan baku menjadi:

Pengarh Faktor Perkalian Terhadap Kesalahan Baku:

1. Bila besarnya sampel sangat kecil yaitu fraksi sampel (n/N) lebih kecil dari
0,5, maka faktor perkalian tidak perlu digunakan karena tidak berpengaruh
terhadap penurunan kesalahan baku
2. Bisal sampel sangat besar hingga mendekati jumlah populasi maka faktor
perkalian akan menajdi nol, yang berarti tidak terjadi kesalahan baku hal
ini benar karena praktis tidak terjadi pengambilan sampel.

e). Distribusi Proporsi


Distribusi sampel tidak berbeda dengan distribusi rata-rata. Oleh karena
itu semua ketentuan yang berlaku untuk distribusi rata-rata sampel berlaku
pula untuk distribusi proporsi.
Bila variabel X terdapat apad populai N maka proporsi variabel X
terhadap populasi adalah X/N = p. Bial dari populasi tersebut diambil sampel
sebesar n maka akan gterdapat variabel x dan prporsi variabe tersebut adalah
x/n = p. Bila pengambilan sampel dilakukan berulang dan masing-masing
sampel dihitung proporsinya maka akan diperoleh nilai proporsi yang berbeda-
beda.
 prop = p
Rumus di atas berlaku bila fraksi sampel x/n lebih kecil dari 5% atau bila
 prop = √pq/n
populasi tak terhingga dengan sampel yang reatif kecil dibanding populasi.
Bila fraksi sampel lebih besar dari 5% atau populasi teratas maka rumus di
atas harus dikalikan dengan faktor perkalian seperti pada distribusi rata-rata
hingga rumus kesalahan baku proporsi menjadi sebagai berikut.

 prop = (√pq/n) x (√N-n/N-1)

Semua rumus di atas berlaku bial sampel ≥ 30 karena dengan sampel


sebesar itu terjadi pendekatan ke distribusi normal hingga semua ketentuan
untuk distribusi normal dpat digunakan. Jika sampel < 30 aka kurva akan
menjauhi distribusi normal. Sehingga perlu dilakukan peritungan nilai Z. Nilai
Z dapat diperoleh dari transformasi berikut.

x
Z = n)
( −p

pro p

f). Distribusi Selisih Rata-rata


Rata-rata sampel yang diambil dari populasi pertama dan kedua masing-
masing disusun menjadi distribusi rata-rata. Bila dari distribusi rata-rata yang
dihasilkan dihitung rata-rata dn diviasi standarnya(kesalahan baku) kemudian
kedua rata-rata tersebut dihitung selisih maka akan diperoleh selisih rat-rata
dengan rumus sebagai berikut.
(x1 – x2) = 1 - 2

(x1 – x2) = √(2/n1 + 2/n2)

Bila jumlah sampel cukup bear maka distriusi sampel akan mendekati
distribusi normal.

( x 1−x 2 )−( 1−2)


Z=
x 1−x 2

g). Distribusi Selisih Proporsi


Bila pengambiln sampel dilakukan berulang maka akan dihasilkan
sekumpula proporsi sampel dari kedua populasi yang dihasilnya berbeda
sehingga masing-masing dapat disusun menjadi distribudi sampel proporsi.
Bila dihitung selisih masing-masing proporsi maka akan dihasilkan distribusi
selisih proporsi. Data distribusi proporsi dapat dihitung rata-rata dan deviasi
standarnya sebagai berikut.
(p1 – p2) = p1 - p2

(p1 – p2) = √(p1q1/n1 + p2q2/n2)


Bila besarnya sampel dari kedua populasi ≥ 30 (n ≥ 30) mak distribusi
binomial akan mendekati distribusi normal hingga dapat digunak rumus Z
dengan transformasi menjadi distribusi normla standar.

( p 1−p 2 ) x (p 1−p 2)
Z=
p 1− p 2
BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan
1) Populasi adalah keseluruhan dari unit di dalam pengamatan yang akan kita
lakukan.
2) Sampel adalah sebagian dari populasi yang nilai / karakteristiknya kita ukur dan
yang nantinya kita pakai untuk menduga karakteristik dari populasi.
3) Secara umum, pegambilan sampel dapat dilakukan dengan cara acak (random
sampling) dan tanpa acak (non-random sampling).
4) Probability sampling) terdiri dari Pengambilan Sampel Acak Sederhana (Simple
Random Sampling), Disproportionate Stratified Random Sampling,
Disproportionate Stratified Random Sampling dan Cluste Sampling (Area
Sampling).
5) Non Probability sampling terdiri dari Quota Sampling (Pengambilan Sampel
Berjalan), Purposive Sampling (Pengambilan Sampel Berdasarkan
Pertimbangan), Accidental Sampling (Pengambilan Sampel Seadanya), Sampling
Sistematis, Sampling Jenuh dan Snowball Sampling
6) Distribusi sampling adalah distribusi dari mean-mean sampel yang diambil secara
berulang dari suatu populasi.
7) Distribusi sampel terdiri dari Distribusi Rata-rata, Dalil Limit Pusat (Central
Limit Theorem), Hubungan Antara Besarnya Sampel Dengan Kesalahan Baku
(standr eror), Faktor Perkalian Pada Populasi Terbatas, Distribusi Proporsi,
Distribusi Selisih Rata-rata dan Distribusi Selisih Proporsi.

3.2. Saran
1) Agar dapat menambah pengetahuan dan menerapkan distribusi sampling dalam
tugas-tugas yang berhubungan dengan biostatistik.
2) Agar bahan dan referensi ini dapat digunakan dan diterapkan sebagai bahan
edukasi di pendidikan khususnya tugas akhir (pembuatan skripsi) dengan
menggunakan metode distribusi sampling, terutama yang berkaitan dengan
penelitian di bidang keperawatan.
DAFTAR PUSTAKA

Budianto, Eko. 2002. Biostatistika Untuk Kedokteran dan Kesehatan Masyarakat .


Jakarta : ECG

Cahyono, Tri. 2018. Statistika Terapan dan Indikator Kesehatan. Yogyakarta: CV


Budi Utama

Luknis sabri & Susanto Priyo Hastono. 2014. Statistik Kesehatan. Jakarta : PT Raja
Gravindo Persada

Syaodih Sukmadinata, Nana. 2010. Metode Penelitian Pendidkan. Bandung : PT


Remaja RosdaKarya

Anda mungkin juga menyukai