TUGAS Ketenagakerjaan

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 9

1.

Arti Pemagangan

Pemagangan adalah bagian dari system pelatihan kerja yang diselenggarakan secara terpadu antara

pelatihan di lembaga pelatihan dengan bekerja secara langsung dibawah bimbingan dan pengawasan

instruktur atau pekerja/buruh yang lebih berpengalaman, dalam proses produksi barang dan/atau jasa di

perusahaan dalam rangka menguasai keterampilan atau keahlian tertentu.

2. Pihak-Pihak yang ada dalam hhubungan ketenagakerjaan

A. PEKERJA

Istilah pekerja secara yuridis terdapat dalam UU No. 25 Tahun 1997 tentang Ketenagakerjaan yang

membedakan dengan istilah tenaga kerja. Dalam UU ini disebutkan bahwa tenaga kerja ialah “Setiap

orang laki-laki atau wanita yang sedang dalam dan/atau akan melakukan pekerjaan baik di dalam maupun

di luar hubungan kerja guna menghasilkan barang atau jasa untuk memenuhi kebutuhan

masyarakat”(Pasal 1 ayat 1 angka 2 UU No. 25 Tahun 1997). Sedangkan pengertian pekerja ialah

“Tenaga kerja yang bekerja di dalam hubungan kerja pada pengusaha dengan menerima upah”. Untuk

kepentingan santunan jaminan kecelakaan kerja dalam perlindungan Jaminan Sosial Tenaga Kerja

(Jamsostek) berdasarkan UU No. 3 Tahun 1992, pengertian “pekerja” diperluas yakni: 1. Magang dan

murid yang bekerja pada perusahaan baik menerima upah atau tidak; 2. Mereka yang memborong

pekerjaan kecuali jika yang memborong ialah perusahaan; 3. Narapidana yang dipekerjakan di

perusahaan. Berdasarkan UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan sebagai pengganti UU No. 25

Tahun 1997 tentang Ketenagakerjaan pengertian Tenaga kerja ialah setiap orang yang mampu melakukan

pekerjaan guna menghasilkan barang dan/atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun

untuk masyarakat. Sedangkan pekerja/buruh adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah

atau imbalan dalam bentuk lain.


B. PENGUSAHA

Menurut UU No. 22 Tahun 1957 tentang Penyelesaian Perselisihan Perburuhan disebutkan bahwa

majikan adalah “orang atau badan hukum yang mempekerjakan buruh”. Sama halnya dengan buruh,

istilah majikan juga kurang sesuai dengan konsep Hubungan Industrial Pancasila karena istilah majikan

berkonotasi sebagai pihak yang selalu berada di atas sebagai lawan atau kelompok penekan dari buruh,

padahal antara buruh dan majikan secara yuridis merupakan mitra kerja yang mempunyai kedudukan

sama. Karena itu lebih tepat disebut dengan istilah “Pengusaha”(Lalu Husni, 1999:23). Pasal 1 angka 4

UU No. 25 Tahun 1997 menjelaskan pengertian pengusaha yaitu: a) Orang perseorangan, persekutuan,

atau badan hukum yang menjalankan suatu perusahaan milik sendiri; b) Orang perseorangan,

persekutuan, atau badan hukum yang secara berdiri sendiri menjalankan perusahaan bukan miliknya; c)

Orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang berada di Indonesia mewakili perusahaan

sebagaimana dimaksud dalam huruf a, b yang berkedudukan di luar wilayah Indonesia. Sedangkan

pengertian perusahaan ialah “setiap bentuk usaha yang berbadan hukum atau tidak yang mempekerjakan

pekerja dengan tujuan mencari keuntungan atau tidak, milik orang perorangan, persekutuan, atau badan

hukum, baik milik swasta maupun milik negara”(Pasal 1 angka 5 UU No. 25 Tahun 1997). Dari

pengertian ini jelaslah bahwa pengertian pengusaha menunjuk pada orangnya sedangkan perusahaan

menunjuk pada bentuk usaha atau organnya.

Berdasarkan UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan terdapat istilah pemberi kerja yaitu orang

perseorangan, pengusaha, badan hukum, atau badan-badan lainnya yang mempekerjakan tenaga kerja

dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain. Pengusaha ialah:

a. Orang perseorangan, persekutuan atau badan hukum yang menjalankan perusahaan milik sendiri;

b. Orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang secara benrdiri sendiri menjalankan

perusahaan bukan miliknya;


c. Orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang berada di Indonesia mewakili perusahaan

sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan b yang berkedudukan di luar wilayah Indonesia. Perusahaan

ialah:

a. setiap bentuk usaha yang berbadan hukum atau tidak, milik orang perseorangan, milik persekutuan atau

milik badan hukum, baik milik swasta maupun milik negara yang mempekerjakan pekerja/buruh dengan

membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain;

b. usaha-usaha sosial dan usaha-usaha lain yang mempunyai pengurus dan mempekerjakan orang lain

dengan membayar uppah atau imbalan dalam bentuk lain.

C. ORGANISASI PEKERJA

Sebagai implementasi dari amanat ketentuan pasal 28 UUD 1945 tentang kebebasan berserikat dan

berkumpul mengeluarkan pikiran dengan lisan maupun tulisan yang ditetapkan dengan UU, maka

pemerintah telah meratifikasi konvensi ILO No. 18 Tahun 1956 mengenai Dasar-dasar Hak Berorganisasi

dan berunding Bersama. Sejalan dengan babak baru pemerintahan Indonesia yakni era reformasi yang

menuntut pembaharuan disegala bidang kehidupan berbangsa dan bernegara, karena itu pemerintah

melalui Kepres No. 83 Tahun 1998 telah mengesahkan Konvensi ILO No. 87 Tahun 1948 tentang

Kebebasan Berserikat dan Perlindungan Hak Untuk Berorganisasi (Convention Concorning Freedo mof

Associationand Protecting of the right to Organise).

Konvensi ini pada hakekatnya memberikan jaminan yang seluasluasnya kepada organisasi buruh/pekerja

untuk mengorganisasikan dirinya dan untuk bergabung dengan federasi-federasi, konfederasi dan

organisasi apapun dan hukum negara tidak boleh menghalangi jaminan berserikat bagi buruh

sebagaimana diatur dalam konvensi tersebut. Pengembangan serikat pekerja kedepan harus diubah

kembali bentuk kesatuan menjadi bentuk federatif dan beberapa hal yang perlu mendapat penanganan
dalam UU serikat pekerja ialah: 1. Memberi otonom yang seluas-luasnya kepada organisasi pekerja di

tingkat Unit/Perusahaan untuk mengorganisasikan dirinya tanpa campur tangan pihak pengusaha maupun

pemerintah dengan kata lain serikat pekerja harus tumbuh dari bawah ( Battum up policy ); 2. Serikat

pekerja di tingkat Unit/Perusahaan ini perlu diperkuat untuk meningkatkan “bargaining position” pekerja,

karena serikat pekerja tingkat ini selain sebagai subyek/yang membuat Kesepakatan Kerja Bersama

(KKB) dengan pengusaha, juga sebagai lembaga Bipartit; 3. Jika serikat pekerja di tingkat

unit/perusahaan ingin menggabungkan diri dengan serikat pekerja dapat dilakukan melalui wadah federasi

serikat pekerja, demikian pula halnya gabungan serikat pekerja dapat bergabung dalam konfederasi

pekerja; 4. Untuk membantu tercapainya hal-hal tersebut di atas, perlu pemberdayaan pekerja dan

pengusaha. Pekerja perlu diberdayakan untuk meningkatkan keahlian/ketrampilan dan penyadaran

tentang arti pentingnya serikat pekerja sebagai sarana meperjuangkan hak dan kepentingannya dalam

rangka meningkatkan kesejahteraannya. Pengusaha perlu diberdayakan agar memahami bahwa

keberadaan organisasi pekerja adalah sebagai mitra kerja bukan sebagai lawan yang dapat menentang

segala kebijaksanannya(Lalu Husni, 1999:28). Di dalam UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan

dikenal juga Serikat pekerja/serikat buruh adalah organisasi yang dibentuk dari, oleh, dan untuk

pekerja/buruh baik di perusahaan maupun di luar perusahaan, yang bersifat bebas, terbuka, mandiri,

demokratis, dan bertanggung jawab guna memperjuangkan, membela serta melindungi hak dan

kepentingan pekerja/buruh serta meningkatkan kesejahteraan pekerja/buruh dan keluarganya.

D. ORGANISASI PENGUSAHA

1. KADIN Untuk meningkatkan peran serta pengusaha nasional dalam kegiatan pembangunan, maka

pemerintah melalui Undang-undang No. 49 tahun 1973 membentuk Kamar Dagang dan Industri (Kadin)

yang merupakan wadah bagi pengusaha Indonesia dan bergerak di bidang perekonomian.. Tujuan kadin

adalah:
a. Membina dan mengembangkan kemampuan, kegiatan dan kepentingan pengusaha Indonesia di bidang

usaha negara, usaha koperasi dan usaha swasta dalam kedudukannya sebagai pelaku-pelaku ekonomi

nasional dalam rangka mewujudkan kehidupan ekonomi dan dunia usaha nasional yang sehat dan tertib

berdasarkan pasal 33 UUD 1945.

b. Menciptakan dan mengembangkan iklim dunia usaha yang memungkinkan keikutsertaan yang seluas-

luasnya bagi pengusaha Indonesia sehingga dapat berperan serta secara efektif dalam pembangunan

nasional.

2. APINDO Organisasi pengusaha yang khususnya mengurus masalah yang berkaitan dengan

ketenagakerjaan adalah Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO). Tujuan APINDO:

a. Mempersatukan dan membina pengusaha serta memberikan layanan kepentingan di dalam bidang

sosial ekonomi

b. Menciptakan dan memelihara keseimbangan, ketenangan dan kegairahan kerja dalam lapangan

industrial dan ketenagakerjaan

c. Mengusahakan peningkatan produktifitas kerja sebagai program peran serta aktif untuk mewujudkan

pembangunan nasional menuju kesejahteraan sosial, spiritual dan materiil

d. Menciptakan adanya kesatuan pendapat dalam melaksanakan kebijaksanaan/ketenagakerjaan dari para

pengusaha yang disesuaikan dengan kebijakan pemerintah.

E. PEMERINTAH

Campur tangan pemerintah dalam hukum perburuhan/ketenagakerjaan dimaksudkan untuk terciptanya

hubungan ketenagakerjaan yang adil, karena jika hubungan antara pekerja dengan pengusaha yang sangat
berbeda secara sosial ekonomi diserahkan sepenuhnya kepada para pihak, maka tujuan untuk

menciptakan keadilan dalam hubungan ketenagakerjaan akan sulit dicapai, karena pihak yang kuat akan

selalu ingin menguasai yang lemah. Imam Soepomo (38: 1983) memisahkan antara penguasa dan

pengawas sebagai pihak yang berdiri sendiri dalam hukum ketenagakerjaan, namun keduanya merupakan

satu kesatuan sebab pengawasan bukan merupakan instusi yang berdiri sendiri tetapi merupakan bagian

dari Depnaker. Depnaker sebagai institusi yang bertanggung jawab dalam bidang ketenagakerjaan

dilengkapi dengan berbagai lembaga yang secara tehnis membidangi hal-hal khusus yaitu:

1. Balai Latihan Kerja

2. Balai Antar Kerja Antar Negara

3. Panitia Penyelesaian Perburuhan (P4) Pengawasan terhadap pelaksanaan ketentuan hukum (law

enforcement) di bidang ketenagakerjaan akan menjamin pelaksanaan hak-hak normatif pekerja, yang pada

gilirannya mempunyai dampak terhadap stabilitas usaha. Pelaksanaan hak-hak normatif pekerja di

Indonesia saat ini masih jauh dari harapan atau dengan kata lain terjadi kesenjangan yang jauh antara

ketentuan normatif ( law in books ) dengan kenyataan di lapangan (law in society/action) dimana salah

satu penyebab adalah

belum optimalnya pengawasan perburuhan/ketenagakerjaan, hal ini disebabkan karena keterbatasan baik

secara kuantitas maupun kualitas dari aparat pengawasan ketenagakerjaan. Peranan pemerintah di bidang

ketenagakerjaan tercermin dalam Hubungan industrial yang merupakan sistem hubungan yang terbentuk

antara para pelaku dalam proses produksi barang dan/atau jasa yang terdiri dari unsur pengusaha,

pekerja/buruh, dan pemerintah yang didasarkan pada nilai nilai Pancasila dan Undang Undang Dasar

Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Berdasarkan UU No. 13 Tahun 2003 pemerintah memiliki peran

juga di dalam menetapkan kebijaksanaan dan penyusunan perencanaan tenaga kerja serta pemberian

informasi ketenagakerjaan. Perencanaan tenaga kerja disusun atas dasar informasi ketenagakerjaan yang

meliputi:
a. penduduk dan tenaga kerja

b. kesempatan kerja;

c. pelatihan kerja termasuk kompetensi kerja;

d. produktivitas tenaga kerja;

e. hubungan industrial

f. kondisi lingkungan kerja pengupahan dan kesejahteraan tenaga kerja; dan

h. jaminan sosial tenaga kerja.

3.Syarat Utama dalam suatu perjanjian kerja

a. Kesepakatan kedua bela pihak

b. Kemampuan atau kecakapan melakukan perbuatan hukum

c. Adanya pekerjaan yang diperjanjikan

d. Pekerjaan yang diperjanjikan tidak bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan, dan peraturan

perundang-undangan yang berlaku.

4. Pokok utama yang wajib dicantumkan dalam peraturan perusahaan

1. hak dan kewajiban pengusaha;


2. hak dan kewajiban pekerja/buruh;
3. syarat kerja;
4. tata tertib perusahaan; dan
5. jangka waktu berlakunya Peraturan Perusahaan.

5.Apa perbedaan Peraturan Perusahaan dan perjanjian kerja bersama

DEFINISI

- Peraturan Perusahaan: Peraturan yang dibuat secara tertulis oleh pengusaha yang memuat syarat

syarat kerja dan tata tertib perusahaan (Pasal 1 angka 20 UU 13/2003)

- Perjanjian Kerja Bersama: Perjanjian hasil perundingan anatara serikat pekerja dan buruh dan

beberapa serikat pekerja dan buruh yang tercatat pada instani yang bertanggung jawab di bidang

ketenagakerjaan dengan pengusaha atau beberapa pengusaha atau perkumpulan pengusaha yang

memuat syarat syarat kerja hak dan kewajiban kedua belah pihak.(Pasal 1 angka 21 UU 13/2003).

INISIATIF PEMBUATAN

- Peraturan Perusahaan: Disusun oleh dan menjadi tanggung jawab dari pengusaha (Pasal 109 UU

13/2003

- Perjanjian Kerja Bersama: Serikat pekerja/buruh dan beberapa serikat pekerja/buruh yang telah

tercatat pada instansiyang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan dengan pengusaha atau

beberapa pengusaha melalui musyawarah. (Pasal 116 ayat (1) dan ayat (2) UU 13/2003)
PERSELISIHAN

- Peraturan Perusahaan: Pembuatan PP tidak dapat di persilisihkan. Masukan yang disampaikan

oleh serikat pekerja/serikat wakil pekerja dlam penyusunan PP hanya bersifat saran dan

pertimbangan artinya tidak harus dipenuhi.

- Perjanjian Kerja Bersama: Pembuatan PKB dapat dipersilisihkan manakal kedua bela pihak tidak

mencapai kesepakatan.

Anda mungkin juga menyukai