Anda di halaman 1dari 9

MAKALAH "PEMBERANTASAN KORUPSI"

 bimo seno  08:27

PENDAHULUAN

A.Latar belakang

     Korupsi sudah ada di tengah – tengah kita sejak awal manusia mulai membentuk organisasi.Korupsi

adalah bagian dari kegiatan kolektif kita. Namun demikian, tidak berarti kita boleh bersikap acuh tak acuh

menngenai korupsi. Korupsi merusak kehidupan ekonomi dan landasan moral tata kehidupan kita.

    Benar memanng, sulit untuk melihat korupsi ada atau tidak, karna korupsi berlangsung dalam selubung

kerahasiaan. Selain itu kesulitan itu karena kata Aristoteles ‘’Hal yang biasa terjadi sehari – hari mendapat

perhatian paling kecil dari masyarakat[1]’’. Bahkan hingga detik ini sekalipun, sebagian besar korupsi terjadi

di sektor pemerintah. Kita harus membangkitkan dorongan yang lebih kuat dalam diri kita masing – masing

untuk membasmi korupsi. Meskipun pemerintah sudah membentuk sebuah organisasi yang bertujuan

besar untuk membebaskan Negara kita  ini dari kasus korupsi yaitu komisi pemberantasan korupsi (KPK)

namun kenyataanya korupsi masih meraja lela di negeri kita.

B.Rumusan masalah

    Berdasarkan latar belakang diatas maka muncul rumusan masalah yaitu :

1.      Bagaimana penangannan korupsi di Indonesia paska pembentukan Komisi Pemberantasan Korupsi

(KPK).

2.      Bentuk – bentuk korupsi di Indonesia

3.      Upaya penangannanya

PEMBAHASAN

1. Penanganan Korupsi di Indonesia paska pembentukan (KPK)

A.Korupsi di Indonesia

     Berdasarkan tulisan dari Amien Rahayu, seorang analis sejarah LIPI dalam ‘’Jejak Sejarah Korupsi

Indonesia’’ bahwa mulai zaman kerajaan – kerajaan lawas, budaya korupsi di Indonesia pada prinsipnya

dilatarbelakangi oleh adanya kepentingan atau motif kekuasaan dan kekayaan. Sebenarnya kehancuran

kerajaan – kerajaan besar (Sriwijaya,Majapahit dan Mataram) adalah karena prilaku korup dari sebagian

besar para bangsawanya. Sejarah sebelum Indonesia merdeka sudah diwarnai oleh ‘’budaya – tradisi

korupsi’’ yang tiada henti karna di dorong oleh kekuasaan,kekayaan dan wanita.

    Sering kita mendengar bahwasanya strategi jitu Belanda (VOC) menguasai politik pecah belah (devide et

impera), tapi pernahkah kita bertanya atau meneliti persoalan atau penyebab utama mudahnya Bangsa

asing (Belanda) mampu menjajah indonesia sekitar 350 tahun (versi sejarah nasional), lebih karena prilaku

elit bangsawan yang korup, lebih suka memperkaya pribadi dan keluarg, kurang mengutamakan aspek

pendidikan moral, kurang memperhatikan’’character building’’, mengabaikan hukum apabila demokrasi.


Terlebih lagi sebagian besar penduduk di nusantara tergolong miskin, mudah dihasut provokasi atau mudah

termakan isu, dan yang lebih parah mudah diadu domba[1].

B.Komisi pemberantas Korupsi (KPK)

    Perlu diketahui sebelumnya bahwa sejak Indonesia merdeka, sudah terdapat berbagai lembaga yang

khusus dibentuk untuk melakukan tugas khusus pemberantasan korupsi. Tapi hampir bisa dikatakan bahwa

semua lembaga tersebut  mengalami kegagalan. Lembaga – lembaga tersebut adalah sebagai berikut :

1.Era Orde Lama

    Pada masa orde lama, tercatat dua kali dibentuk badan pemberantas korupsi, yaitu :

A.    ‘’panitia Retooling Aparatur Negara’’(paran) yang di bentuk dengan perangkat aturan Undang – undang

keadaan bahaya. Badan ini dipimpin oleh A.H.Nasution dan dibantu oleh dua orang anggota, yakni professor

M.yamin dan Roeslan Abdulgani. Namun dalam perjalananya, terdapat perlawan atau reaksi keras dari para

penjabat yang korup pada saat itu dengan dalih yuridis bahwa berbekal alasan doktrin pertanggung jawaban

secara langsung kepada president, formulir itu tidak diserahkan kepada paran, tapi langsung kepada

president. Ditambah lagi dengan kekacauan politik, paran berakhir tragis, dead lock, dan akhirnya

menyerahkan kembali tugasnya kkepada kabinet djuanda.

B.     Pada tahun 1963,melalui keputusan president No.275 Tahun 1963, pemerintah menunjuk lagi

A.H.Nasution, yang saat itu menjabat sebagai menteri koordinator pertahanan dan keamanan/kasab,dibantu

oleh Wiryono Prodjodikusumo uuntuk memimpin lembaga baru yang lebih dikenal dengan ‘’Operasi Budhi’’.

Kalai ini dengan tugas yang lebih berat, yakni menyeret pelaku korupsi kepengadilan dengan sasaran utama

perusahaaan – perusahaan Negara serta lenbaga – lembaga Negara lainya yang dianggap rawan prakteik

korupsi dan kolusi. Namun lagi- lagi operasi ini juga berakhir, meski berhasil menyelamatkan uang Negara

kurang lebih 11 milyar. Operasi Budhi ini dihentikan oleh Soebandrio kemudian diganti menjadi Komando

Tertinggi Retooling Aparat Revolusi (kontrar) dengan presiden soekarno menjadi ketuanya serta dibantu oleh

Soebandrio dan Letjen Ahmad Yani. Bohari pada tahun 2001 mencatatkan bahwasanya seiring dengan

lahirnya lembaga ini, pemberantasan korupsi dimasa orde lama pun kembali masuk ke jalur lambat,bahkan

macet.

2.Era Orde Baru

    Pada masa orde baru, dibawah kepemimpinan soeharto minimal ada 4 lembaga yang dipasrahi tugas untu

melakukan pemberantasan korupsi. Lembaga – lembaga tersebut adalah sebagai beerikut :

A.    Tim pemberantas korupsi (TPK)

Tim ini dibentuk dengan keputusan president Nomor 228 Tahun 1967. Pada awal orde baru melalui pidato

kenegaraan pada tanggal 16 agusstus 1967, Soeharto terang – terangan mengkritik orde lama yang tidak

mampu memberantas korupsi dalam hubungn dengan demokrasi yang terpusat ke istana.

B.     Komite Empat

Komite ini terbentuk dikarenakan adanya banyak tuduhan ketidak seriusan tim pemberantas korupsi

sebelumnya dan berjuang pada kebijakan soeharto untuk menunjuk komite empat. Komite ini dibentuk

dengan keputusan president Nomor 12 Tahun 1970 Tanggal 31 januari 1970 dengan beranggotakan tokoh –

tokoh tua yang dianggap bersih dan berwibawa, seperti prof.Johanes,I.J.Kasimo,Mr.Wilopo dan

A.Tjokrominoto. lemahnya posisi komite ini pun menjadi alasan untuk mandek dan vakum.

C.    Operasi Tertip (Opstib)

Berakhirnya Komite Empat memunculkan lembaga baru, yakni ketika laksamana Sudoso diangkat sebagai

pangkopkamtip, dibentuklah Operasi Tertip (Opstib). Lembaga ini dibentuk dengan intruksi president nomer
9 tahun 1977, Namun karna adanya perselisihan pendapat mengenai metode  pemberantasan korupsi yang

bottom up atau top down dikalangan pemberantas korupsi itu sendiri cendrung semakin melemahkan

upaya pemberantasan korupsi, sehingga Opsib pun hilang seiring dengan makin menguatnya kedudukan

para koruptor disinggasana Orde Baru.

D.    Tim pemberantas korupsi bar

Tim ini dibentuk tahun 1982 melalui modus menghidupkan kembali (reinkarnasi) tim pemmberantas korupsi

sebelumnya tanpa dibarengi dengan penerbitan keputusan president yang baru.Koruptifnya orde baru

seakan memandulkan banyaknya lembaga yang telah dibentuk untuk membrantas korupsi.Apalagi dengan

modus bahwa lembaga ini berada dibawah kendali president dalam pertanggung jawabannya. Bukan

rahasia lagi kalau memang Orde baru adalah orde korupsi dalam semua lini.

3.Era Reformasi

    pada era reformasi, usaha pembrantasan korupsi dimulai oleh B.J.Habibie yang bersih dan bebas dari

korupsi,kolusi,dan nepotisme, berikut pembentukan berbagai komisi atau badan baru,seperti komisi

pengawas kekayaan penjabat Negara (KPKPN),KPPU,maupun lembaga Ombudsman.

   President berikutnya, Abdurrahman Wahid, membentuk tim gabungan pemberantas tindak pidana korupsi

(            TGPTPK ) melalui peraturan pemerintah nomor 19 tahun 2000. TGPTPK akhirnya dibubarkan dengan

logika membenturkannya ke UU Nomor 31 Tahun 1999. Nasib serupa tapi tidak sama juga dialami oleh

KPKPN, dengan dibentuknya Komisi pemberantas korupsi, tugas KPKPN melebur masuk kedalam KPK,

sehingga KPKPN sendiri hilang dan menguap. Artinya KPK lah lembaga yang pemberantasan korupsi terbaru

yang masih exsis.

Komisi pemberantasan korupsi (KPK) dibentuk lewat undang – undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang komisi

pemberantas tindak pidana korupsi, lembaga baru ini dibentuk dalam suasana kebencian terhadap praktik

kotor korupsi.

Sejak berdirinya tertanggal 29 Desember 2003, KPK telah dipimmpin oleh 2 rezim yang berbeda.KPK jilid

pertama 2003 – 2007 terdiri dari Taufiqurachman Ruki, mantan polisi, sebagai ketua komisi. KPK jilid kedua

yang telah disumpah oleh president Susilo Bambang Yudoyono pada tanggal 19 Desember 2007, KPK jilid

kedua dipimpin oleh Antasari Azhar (mantan kepala kejaksaan negeri Jakarta selatan), sbagai ketua komisi.

Dalam perjalananya lembaga KPK masih menempati rating tertinggi keppercayaan publik dalam hal

penegakan hukum terutama kasus korupsi. Hal ini memang dipahami ddari kenyataan bahwa banyak

pencapaian positif yyang dilakukan KPK[2].

II. Bentuk – bentuk korupsi di indonesia

     Korupsi merupakan tindakan yang sangat tercela, selaain merugikan Negara, tindakan korupsi juga dapat

merugikan pelaku korupsi itu sendiri jika terbukti perbuatannya diketahui oleh penindak korupsi yang

berwenang.

     Di Indonesia, klafikasi tindakan korupsi secara garis besar dapat di golongkan   dalam beberapa macam

bentuk. Khusus untuk intansi yang melakukan administrasi penerimaan (revenue administration) yang

meliputi instansi pajak bea cukai, tidak termasuk pemda dan pengelola penerimaan pnbp, tindakan korupsi

dapay dibagikan menjadi beberapa jenis, antara lain :

A.    Korupsi kecil – kecilan (petty corruption) dan korupsi besar – besaran (grand corruption).                            

korupsi kecil – kecilan merupaakan bentuk korupsi sehari – hari dalam pelaksanaan suatu kebijakan
pemerintah. Korupsi ini biasanya cenderung terjadi saat petugas bertemu langsung dengan masyarakat.

Korupsi ini juga di sebut dengan korupsi rutin (routine corruption) atau korupsi untuk bertahan hidup

(survival corruption). Korupsi kecil – kecilan umumnya dijalankan oleh penjabat junior dan penjabat tingkat

bawah sebagai pelaksana fungsional.

Contohnya adalah pungutan untuk mempercepat pencairan dana yang terjadi di kppn.

Sedangkan korupsi besar – besaran umumnya dilakukan oleh penjabat level tinggi, karena korupsi jenis ini

melibatkan uang dalam jumlah yang sangat besar. Korupsi ini terjadi saat pembuatan, perubahan, atau

pengecualian dari peraturan.

Contohnya adalah pembbebasan pajak bagi perusahaan besar.

A.    Penyuapan (bribery)

Untuk penyuapan yang biasanya dilakukan dalam birokrasi pemerintahan di indonesia khususnya dibidang

atau intansi yang mengadministrasikan penerimaan Negara (revenue administration) dapat dibagi menjadi

empat antara lain :

1.      Pembayaran untuk menunda atau mengurangi kewajiban bayar pajak dan cukai.

2.      Pembayaran untuk meyakinkan petugas agar tutup mata terhadap kegiatan illegal.

3.      Pembayaran kembali (kick back) setelah mendapatkan pembebasan pajak, agar dimasa mendatang

mendapat perlakuan yang yang lebih ringan daripada administrasi normal.

4.      Pembayaran untuk meyakinkan atau memperlancar proses penerbitan ijin (license) dan pembebasan

(clearance).

B.     Penyalahgunaan atau penyelewengan ( misappropriation)

Penyalahgunaan atau penyelewengan dapat terjadi bila pengendalian administrasi (check and balances) dan

pemeriksaan serta supervise transaksi keuuangan tidak berjalan dengan baik.

Contoh dari korupsi jenis ini adalah pemalsuan catatan, klafikasi barang yang salah, serta kecurangan

(fraud).

C.    penggelapan (embezzlement)    

korupsi ini adalah dengan menggelapkan atau mencuri uang Negara yang dikumpilkan, menyisakan sedikit

atau tidak sama sekali.

D.    Pemerasan (extortion)

Pemerasan ini terjadi ketika masyarakat tidak mengetahui tentang peraturan yang berlaku, dan dari celah

inilah petugas melakukan pemerasan dengan menakut – nakuti masyarakat untuk membayar lebih mahal

daripada yang semestinya.

E.     Perlindungan  (patronage)

Perlidungan dilakukan dalam hal pemilihan, mutasi, atau promosi staf berdasarkan suku, kinship, dan

hubungan sosial lainnya tanpa mempertimbangkan prestasi dan kemeampuan dari seseoran tersebut[1].

III. Upaya penangan korupsi

       Seperti bentuk – bentuk kejahatan yang sering terjadi di masyarakat, perbuatan korupsi termasuk salah

satu kejahatan yang dikutuk masyarakat dan terus diperangi oleh pemerintah dengan seluruh aparatnya.

Hal ini disebabkan karena akibat serta bahaya yang ditimbulkan oleh perbuatan tindak pidana korupsi

sangat merugikan keuangan Negara, menghambat dan mengancam program pembangunan, bahkan dapat
berakibat mengurangi partisipasi masyarakat dalam tugas pembangunan dan menurunnya kepercayaan

rakyat pada jajaran aparatur pemerintah[2].

A.    Factor terjadinya korupsi

Perbuatan korupsi terjadi dimana – mana, dan justru sering terjadi di Negara berkembang seperti indonesia.

Hal tersebut di sebabkan oleh factor antara lain :

1.      Belum mantapnya sistem administrasi keuangan dan pemerintahan.

2.      Belum lengkapnya peraturan perundang – undangan yang dimiliki.

3.      Masih banyak ditemuinya celah – celah ketentuan yang  merugikan masyarakat.

4.      Lemahnya dan belum sempurnanya sistem pengawasan keuangan dan pembangunan.

5.      Serta tingkat penggajian atau pendapatan pegawai negri yang rendah .

       Di samping itu juga masih dijumpai beberapa kendala yang menyebabkan        kurang efektifnya upaya –

upaya pemberantasan korupsi, yang menyebabkan pemberantasan korupsi yang telah dilakukan belum

mencapai hasil seperti yang diharapkan[3].

      Kebijaksanaan pemerintah dalam mendorong exspor, peningkatan insvestasi melalui fasilitas – fasilitas

penanaman modal maupun kebijaksanaan dalam kelonggaran, kemudahahan dalam bidang perbankan,

sering menjadi sasaran tindak pidana korupsi, yang berkedok menggunakan fasilitas – fasilitas kemudahan

dan kelonggaran yang diberikan pemerintah tersebut dengan cara menipulasi data, menipulasi administrasi

maupun pemalsuaan – pemalsuan data, yang berakibat timbulnya keruugian Negara atau keuangan Negara.

B.     Factor  kendala dalam upaya pemberantasan korupsi

Sayangnya sejarah kampanye anti korupsi di seluruh dunia tidak menggembirakan. Di tingkat nasional dan

daerah, di tingkat kementrian, dan di tingkat organisasi seperti kepolisian, upaya anti korupsi besar –

besaran sekalipun dan telah tersebar luas dalam masyarakat cendrung tersendat – sendat, terhenti, dan

pada akhirnya mengecewakan.

Upaya anti korupsi banyak yang gagal karena pendekatan yang semata – mata bersifat pendekatan umum,

atau terlalu bertumpu pada himbauan moral. Kadang – kadang upaya anti korupsi di lakukan setengah hati,

kadang – kadang upaya anti korupsi itu sendiri berubah menjadi alat yang kotor untuk menjatuhkan lawan

atau menyeret lawan kedalam penjara.

Untungnya ada juga upaya anti korupsi yang berhasil dan kita dapat menarik pelajaran dari situ. Pelajaran ini

adalah : kunci sukses upaya anti korupsi adalah kita harus punya strategi untuk membrantas korupsi[4].

Dalam penjelasan lainnya faktor yang merupakan kendala dalam upaya pemberantasan korupsi tersebut,

yang kita jumpai selama ini meliputi : belum memadainya sarana dan skill aparat penegak hukumnya,

kejahatan korupsi yang terjadi baru diketahui setelah memakan waktu yang lama, sehingga para pelaku

telah memindahkan, menggunakan dan menghabiskan hasil kejahatan korupsi tersebut, yang berakibat

upaya pengembalian keuangan Negara relatif sangat kecil, beberapa kasus besar yang  penangannya kurang

hati – hati telah memberi dampak negatif terhadap proses penuntutan perkarannya.

C.    Ketentuan dan rumusan mengenai pemberantasan korupsi

     Di indonesia ketentuan mengenai pemberantasan korupsi telah ada sejak berlakunya undang – undang

no.24 prp.1960 tentang pengusutan penuntutan dan pemeriksaan tindak pidana korupsi. Mengingat UU
No.24 Prp. 1960 tersebut sesuai dengan perkembangan masyarakat saat itu dinilai kurang mencukupi untuk

mencapai hasil yang diharapkan, maka telah diganti dengan UU No.3 tahun 1971 tentang tindak pidana

korupsi.

     Rumusan tindak pidana korupsi berdasarkan UU No.3 tahun 1971 lebih luas dan memudahkan

pembuktiannya dibandingkan rumusan tindak pidana korupsi yang diatur dalam UU No.24 Prp, 1960. Hal  ini

sesuai dengan perkembangan masyarakat dan rasa tuntutan keadilan masyarakat terhadap pemberantas

korupsi yang sangat merugikan masyarakat, keuangan Negara dan perekonomian Negara.

    Batasan tentang tindak pidana korupsi berdasarkan undang – undang No.3 Tahun 1971 tentang batasan

tindak pidana korupsi, meliputi :

Pasal 1 ayat (1)

a.       Barang siapa degngan melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiriatau orang lain,

atau suatu badan yang secara langsung atau tidak langsung merugikan keuangan Negara atau

perekonomian negara, atau diketaahui patut disangka olehnya bahwa perbuatan tersebut merugikan

keuangan Negara atau perekonomian Negara.

b.      Barang siapa dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu badan,

menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan

yang secra langsung atau tidak langsung dapat merugikan keuangan Negara atau perekonomian Negara.

c.       Barang siapa melakukan kejahatan tercantum dalam pasal – pasal, 209, 210, 387, 388, 415, 416, 417,

418, 419, 420, 423, 425, dan 435 KUHP.

d.      Barang siapa member hadiah atau janji kepada pegawai  negeri seperti dimaksud dalam pasal 2 dengat

mengingat sesuatu kekuasaan atau sesuatu wewenang yang melekat pada jabatannya atau kedudukannya

atau oleh si pemberi hadiah atau janji dianggap melekat pada jabatan atau kedudukan itu.

e.       Barangsiapa tanpa alasan yang wajar, dalam waktu yang sesingkat – singkatnya setelah menerima

pemberian atau janji yang diberkan kepadanya seperti yang tersebut pada pasal 418, 419, dan 420, KUHP

tidak melaporkan pemberian atau janji kepada yang berwajib[5].

D.    Dampak korupsi

1.      Dampak korupsi terhadap exsistensi Negara

a.       Lesunya perekonomian

     Korupsi memperlemah investasi dan pertumbuhan ekonomi. Korupsi merintangi akses masyarakat

terhadap pendidikan dan kesehatan yang berkualitas. Korupsi memperlemah aktivitas ekonomi,

memunculkan inefisiensi, dan nepotisme. Korupsi menyebabkan lumpuhnya keuangan atau ekonomi

meluasnya praktek korupsi di suatu Negara mengakibatkan berkurangnya dukungan Negara donor, karna

korupsi menggoyahkan sendi – sendi kepercayaan pemilik modal asing.

b.      Meningkatkan keiskinan

           Efek penghancuran yang hebat terhadap orang miskin : dampak    langsung yang dirasakan oleh orang

miskin, dampak tidak langsung terhadap orng miski, dua kategori pendudk mskin di indonsia : kemiskinan

kronis ( chronic poverty ), keiskinan sementara ( transient poverty ), empat rsiko tinggi korupsi : ongkos

fiansial (financial cost) moda manusia ( human capital ) kehancuran moral ( moal decay ) hancurnya modal

social ( loss of capital socal ).

c.       Tinginya angka kriminalias


      Korupsi menyuburka bebagai macam kejahatan lain dlam masyarakat. Semakin tinggi tingkat korupsi,

semain ber pula kejahatan. Menurut transparency rasionalnya, ketika angka korupsi meningkat, maka angka

kejahatan juga meningkat. Sebalknya, ketika angka korupsi berhasil di kurangi, maka kepercayaan

masyarakat terhdap penegakan hukum ( law enforcement ) juga meningkat. Dengan mengurangi korups

dapat juga ( secara tidak lagsung ) mengurangi kejahatan yan lain.

      Idealnya, angka kjahatan akan berkurang, jika timbul kesadaran masyarakat (marginal detterrence).

Kondisi ini hanya terwujud jika tingkat kesadaran hukum dan tingkat kesejahteraan masyarakat sudah

memadai (sufficient). Soerjono soekanto menyatakan bahwa penegakan hukum dalam suatu Negara selain

tergantung dari hukum itu sendiri, profesionalisme aparat, sarana dan prasarana, juga tergantung pada

kesadaran hukum masyaraka. Kesejahteraan yang memadai mengandung arti bahwa kejahatan tidak terjadi

oleh karena kesulitan ekonomi.

d.      Demoraliasi

      Korupsi yang merajalela di lingkungan pemerintah, dalam pengelihatan masyarakat umum akan

menurunkan kredeblitas peerintah yang berkuasa, jika pemerintah justru memakmurkan praktik korupsi,

maka lenyap pula unsure hormat dan trust (kepercayan) masyarakat kepada pemerintah. Praktik korupsi

yang kronis menimbulkan demoralisasi di bagian pembangunan, korupsi pertumbuhan ekonomi. Lembaga

internasional menolak membantu Negara – Negara korup. Sun yan said : korupsi menimbulkan demoralisasi,

kersahan sosial, dan keterasingan politik.

e.       Kehancuran birokrasi

     Kehancuran birokrasi pemerintah merupakan garda depan yang berhubungan dengan pelayan umum

kepada masyarakat. Korupsi melemahkan birokrasi sebagai tulang punggung Negara, korupsi menimbulkan

ketidak efisienan yang menyeluruh di dalam birokrasi. Korupsi di dalam birokrasi dapat di katagorikan dalam

dua kecendrungan : yang menjangkiti masyarakat dan yang dilakukan dkalangan mereka sendiri.

Transparency internasional membagi kegiatan korupsi di sektor publik kedalam dua jenis yaitu : korupsi

adminisratif dan korpsi politik.

      Menurut indria samego, korupsi menimbulkan empat kerusakan di tubuh birokrasi militer indonesia :

secara formal, material anggaran pemerintah untuk menopang angaran angkatan berenjata sangat kurang,

padahal pada kenytaanya TNI memiliki sumber dana lain diluar APBN. Prilaku bisnis perwira militer dan

kolusi yang mereka lakukan dengan pengusaha menimbulkan ekonomi biaya tinggi yang lebih banyak

mudorotnya daripada manfaatnya bagi kesejahteraan rakyat dan prajurit secara keseluruhan.orientasi

komesial pada sebagian perwira militer pada giliranya juga menimbulkan rasa iri hati perwira militer lain

yang tidak memilki kesmpatan yang sama.

Orientasi komersial akan semakin melunturkan semangat profesionalisme militer pada sebagian perwira

militer yang mengenyam kenikmaan berbisnis, baik atas nama angkatan bersenjata atau nama pribadi.

f.       Tergangunya fungsi politik dan fungsi pemerintahan

     Terganggunya fungsi politik dan fungsi pemerintahan dampak negative pada suatu sistem politik : korupsi

menggangu kinerja sistem politik yang berlaku. Public cenderung meragukan citra dan kredibilitas suatu

lembaga yang di duga terkait dengan tindakan korupsi.

      Korupsi yan menghambat jalanya pemerintahan : korupsi menghambat peran Negara dalam pengaturan

alokasi, seperti penganak-emasan pembayar pajak tertentu, penentuan tidak berdasar fit dan propertest dan

promosi yang tidak berdasar kepada prestasi. Korupsi menghambat pemerataan akses dan asset. Korupsi

memperlemah peran pemerintah dalam menjaga stabilitas ekonomi dan politik.


g.      Buyarnya masa depan demokasi

     faktor penopang korupsi ditengah negara demokrasi :  tersebarnya kekuasaan di tangan banyak orang

telah meretas peluang bagi merajalelanya penyuapan. Repormasi neoriberal telah melibatkan pembukaan

sejumlah lokus ekonomi bagi penyuapan. Khususnya yang melibatkan para broker perusahaan publik,

pertambahan sejumlah pemimpin neopopulis yang memenangkan pemilu berdasarkan pada kharisma

personal melalui media, tertama televisi, yang banyak mempeaktekkan korupsi dalam mengalang dana[6].

E.     Penanganan Korupsi Paska Pembentukan KPK

   Komisi pemberantasan korupsi atau disingkat KPK adalah komisi di indonesia yang dibentuk pada tahun

2003, untuk mengatasi, menanggulangi dan membrantas korupsi di indonesia. Komisi ini didirkan

berdasakan kepada undang – undang republik indonesia Nomor 30 Tahun 2002 mengenai komisi

pemberantasan tindak pidana korupsi.

    Selama perjalananya KPK sudah menangani kasus – kasus korupsi di indonesia, dan akan kita lihat jejak

prjalanan KPK dalam penanganan korupsi di indonesia :

>  Penanganan Kasus Korupsi Oleh KPK

> Tahun 2004 tercatat ada 6 (enam) kasus korupsi besar yang ditangani oleh KPK.

> Tahun 2005 tercatat ada 6 (enam) kasus korupsi besar yang ditangani oleh KPK.

>  Tahun 2006 tercatat ada 8 (delapan) kasus korupsi besar yang ditangani oleh KPK.

> Tahun 2008 tercatat ada 10 (sepuluh) kasus korupsi besar yang ditangani oleh KPK.

> Tahun 2009 tercatat ada 1 (satu) kasus korupsi besar yang ditangani oleh KPK.

> Tahun 2010 tercatat ada 2 (dua) kasus korupsi besar yang ditangani oleh KPK.

> Tahun 2011 tercatat ada 13 (tiga belas) kasus korupsi besar yang ditangani oleh KPK[7].

     Dari uraian diatas kita dapat mengambil kesimpulan bahwa penanganan korupsi paska pembentukan KPK

dari tahun ketahun meningkat dan membaik.

PENUTUP
 

A.    Kesimpulan

    Korupsi umumnya terjadi di Negara berkembang dan merupakan faktor penghambat pembangunan

dinegara tersebut.  Korupsi merambah kesemua aspek pemerintahan mulai dari wilayah birokrasi sipil,

sistem sosial dan politik yang berlaku seiring dengan perkembangan kota yang makin maju. Artinya politik

tidak hanya terjadi disektor pemerintahan tetapi juga sektor swasta. Korupsi merupakan anaman exsistensi

dan integritas suatu bangsa. Korupsi telah membentuk suatu resistensi untuk mempertahankan setatus

mereka dengan cara apapun. Oleh karena iu kopsi adalah musuh bersama yang harus dibasmi………bukan

dilestarikan karna korupsi bukan budaya


DAFTAR PUSTAKA

  Teten Masduki, penuntun pemberantasan korupsi,Partenership For Governance Reform indonesia,2002.

  Soejono,S.H.,M.H.,kejahatan dan penegakan hukum di Indonesia,Rineka Cipta.

  Adib Bahari, S.H.- Khotibul Umam, S.H.,KPK,komisi pemberantasan korupsi dari A sampai Z,Pustaka Yustisia.

- See more at: http://muh-arsyad92.blogspot.co.id/2013/06/makalah-penanganan-korupsi-di-

indonesia.html#sthash.fXRV6Ock.dpuf

Anda mungkin juga menyukai