Anda di halaman 1dari 30

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Kinerja pegawai pada Rumah Sakit Bantuan 05.08.03 Sidoarjo

merupakan hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh pegawai

Rumah Sakit Bantuan 05.08.03 Sidoarjo sesuai dengan bidang tugas dan

tanggung-jawabnya.

Berdasarkan pengamatan yang penulis lakukan pada Rumah Sakit

Bantuan 05.08.03 Sidoarjoternyata pegawai pada Rumah Sakit Bantuan

05.08.03 Sidoarjo masih belum juga menunjukkan kinerja sebagaimana yang

diharapkan oleh pimpinan maupun harapan masyarakat khususnya pada dunia

pendidikan.

Keadaan yang selama ini terjadi, menurunnya kinerja pegawai pada

sebagian pegawai Rumah Sakit Bantuan 05.08.03 Sidoarjo disebabkan oleh

masih rendahnya keterlibatan kerja pegawai untuk melaksanakan pekerjaan

secara bersama-sama maupun mengerjakan pekerjaan sesuai dengan bidang

tugasnya.

Fenomena berkaitan dengan keterlibatan kerja pegawai pada Rumah

Sakit Bantuan 05.08.03 Sidoarjo dapat dilihat masih banyaknya pegawai yang

masih tidak mau terlibat dalam pekerjaan yang memang bukan menjadi tugas

pokoknya, hal ini akan mempengaruhi terhadap pencapaian kinerja organisasi

Rumah Sakit Bantuan 05.08.03 Sidoarjo. Pegawai yang tidak terlibat dalam

pekerjaan biasanya mengabaikan terhadap pekerjaan yang sedang dilakukan

oleh rekan kerjanya, sehingga pada saat pegawai yang bersangkutan

mendapatkan rotasi pekerjaan, pegawai yang bersangkutan susah beradaptasi


dengan bidang atau bagian yang baru, sehingga pencapaian kinerja yang

diharapkan menjadi kurang optimal.

Kemudian selain keterlibatan kerja, salah satu faktor yang memberikan

pengaruh terhadap peningkatan kinerja pegawai adalah masalah beban kerja

yang diberikan kepada masing-masing pegawai. Beban kerja merupakan

jumlah kegiatan atau banyaknya pekerjaan yang menjadi beban pegawai yang

harus diselesaikan oleh pegawai ataupun dalam kelompok selama periode

waktu tertentu sesuai dengan tuntutan pimpinan.

Fenomena lainnya berkaitan dengan beban kerja adalah masih

terdapat perbedaan (gap) antara job qualification dan job satisfaction,

sehingga mengganggu kinerja pegawai yang bersangkutan dalam

menyelesaikan pekerjaan. Dengan adanya beban kerja yang berbeda-beda

diantara pegawai mengakibatkan sejumlah target pekerjaan atau target hasil

yang harus dicapai dalam satuan waktu tertentu banyak tidak tercapai. Namun

pada bidang tertentu beban kerja yang harus ditanggung oleh pegawai sangat

besar, sehingga menyebabkan pencapaian kinerja yang diharapkan tidak

tercapai, sedangkan pada bagian lain beban kerja yang harus ditanggung oleh

masing-masing pegawai lebih ringan, sehingga pencapaian kinerja organisasi

menjadi tidak optimal.

Sedangkan faktor lain yang turut berpengaruh terhadap peningkatan

kinerja pegawai dan kinerja organisasi adalah konflik peran diantara pegawai.

Pegawai selalu dihadapkan oleh masalah konflik peran dalam melaksanakan

tugasnya. Konflik peran muncul karena adanya ketidaksesuaian antara

pengharapan yang disampaikan pada individual di dalam organisasi dengan

orang lain di dalam dan di luar organisasi, hal ini dapat dilihat dari konflik

antara pegawai muda dengan pegawai senior dalam melakukan tugas dan
fungsinya.

Atas dasar berbagai permasalahan dan uraian yang ada diatas,

makan penulis mencoba untuk melakukan penelitian dengan judul

“Pengaruh beban kerja,keterlibatan kerja dan konflik peran

terhadap kepuasan kerja di Rumah Sakit Bantuan 05.08.03

Sidoarjo”

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah pada penilitian tersebut, maka

perumusan masalah dalam penelitian adalah :

1. Apakah ada pengaruh konflik peran terhadap kepuasan pegawai ?

2. Apakah ada pengaruh konflik peran terhadap beban kerja ?

3. Bagaimana pola penyusunan anggaran gaji pekerja terhadap keterlibatan

konflik peran tersebut ?

4. Apakah beban kerja memediasi pengaruh konflik peran ganda terhadap

semua pegawai ?

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian adalah sebagai berikut :

1. Untuk menganalisis pengaruh konflik peran terhadap kepuasan pegawai.

2. Untuk menganalisis pengaruh konflik peran terhadap beban kerja

3. Untuk menganalisis penyusunan anggaran gaji pegawai terhadap

keterlibatan konflik peran.

4. Untuk menganalisis stres kerja memediasi pengaruh konflik peran terhadap

semua pegawai.

1.4 Manfaat Penilitian

1)) Aspek akademis


Hasil dari penelitian ini diharapkan menjadi masukan bagi pihak

Rumah sakit, berkaitan dengan masalah pegawai yang mengalami

keterlibatan konflik peran terhadap kepuasan kinerja Rumah sakit.

2. Aspek pengembangan ilmu pengetahuan

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi atas

masukan bagi perkembangan ilmu ekonomi, serta kajian ilmu ekonomi

khususnya sumber daya manusia untuk mengetahui bagaimana strategi

yang harus diterapkan dalam mengatasi konflik peran pada Pegawai

Rumkitban 05.08.03 Sidoarjo.

3. Aspek Praktis

Secara praktis , hasil dari penelitian ini diharapkan menjadi masukan

bagi pihak Rumah sakit, berkaitan dengan masalah pegawai yang

mengalami keterlibatan konflik peran terhadap kepuasan kinerja Rumah

sakit. Serta Rumah sakit dapat mengambil keputusan guna menentukan

kebijakan Rumah sakit tersebut.


BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Landasan Teori

2.1.1 Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia

Suatu perusahaan akan beruntung bila bisa menggaet tenaga manajerial

yang brilyan, baik yang sudah pengalaman ataupun trainee. Kerepotannya

adalah bagaimana membuat si “Bintang” itu betah di perusahaan. Gaji

besar tak selalu menjamin ia bakal “loyal” terus.

Merekrut tenaga tingkat manajerial merupakan aktivitas yang tidak

murah. Tak jarang perusahaan harus menggunakan konsultan tenaga

kerja dari luar untuk melaksanakan rekrutmen dan seleksi calon pegawai

yang cocok. Cara yang lebih jitu lagi meojaring calon yang tepat adalah

secara aktif mencari di dalam kalangan industri dan bila perlu

membajaknya dari perusahaan lain (”headhunting” dan “hijacking”).

Semua, tentu, dengan biaya yang tidak sedikit bagi perusahaan yang

membutuhkan tenaga manajer tersebut.

Usaha yang kompleks dan tidak murah ini belum juga menjamin

kesesuaian antara calon pegawai dengan jabatan yang bakal diisinya.

Ketidakcocokan bisa karena ternyata si calon itu tidak memenuhi sejumlah

syarat kerja, atau malah si calon itu sendiri yang — setelah ia tahu lebih

banyak mengenai pekerjaannya — merasa kurang pas dengan

kedudukan barunya.

Bila ini keadaannya, maka dapat diperkirakan bahwa cepat atau

lambat si pegawai itu akan “mental” atau hengkang dari tempat kerja. Hal

yang amat merugikan perusahaan sekiranya pegawai tersebut sebenarnya

termasuk pekerja yang baik dan penuh potensi.


Gaji tinggi, fasilitas lengkap, serta jabatan / kedudukan yang jelas

tak selalu menjamin betahnya seorang pegawai, apalagi untuk tingkat

ma¬najerial ke atas. Sebagai orang baru, hal-hal itu tentu menjadi

pertimbangan, namun, selang beberapa waktu, tentu ada hal-hal lain yang

bakal dicarinya.

Upaya untuk membuat pegawai baru betah, apalagi bila diketahui

ia tipe yang penuh inisiatif, eneriik, dan ogah rutinitas, harusnya dimulai

sejak awal, kala ia baru masuk. Pada bulan pertama diperkenalkan kepada

lingkungan kerjanya serta tugas-tugasnya secara spesifik.

Bersamaan dengan itu pula sang pegawai baru di expose pada

budaya perusahaan, yakni pola perilaku segenap warga perusahaan yang

mencerminkan sistem nilai yang dianut perusahaan.

Untuk para manajer baru yang tugasnya berhubungan dengan

banyak unit lain dalam perusahaan, maka ada baiknya ia pun mengenali

fungsi dan tugas unit-unit itu. Beberapa perusahaan besar bahkan

mengharuskan para manajer tersebut untuk mengikuti hands-on training di

beberapa unit yang relevan. Ini pengalaman yang penting mengingat

bahwa dalam tugasnya kelak sang manajer bakal berhubungan banyak

dengan unit-unit tersebut sehingga perlu memahami pola kerjanya sedetail

mungkin.

Dalam proses ini, yang bisa saja berlangsung sampai setahun,

trainee yang bakal menduduki jabatan eselon manajemen ini berinteraksi

dengan banyak pihak; dengan kalangan pelaksana, penyelia, manajer, dan

tak jarang pula dengan pimpinan perusahaan. Kerapkali momen sosialisasi

seperti ini menjadi faktor yang turut mendukung kemajuan karier trainee

tersebut.Selain itu, pelatihan dalam bidang organisasi, komunikasi,

maupun bidang-bidang lain yang menunjang ketrampilan manajemen,


merupakan masukan berharga bagi calon manajer. Apalagi bila materi

pelatihan disajikan oleh praktisi-praktisi yang mengenai betul kondisi dan

iklim kerja di perusahaan. Memang, sekali lagi, ini bentuk perhatian pada

calon-calon manajer yang harganya tentu mahal.

Tetapi ini harus dipandang sebagai investasi perusahaan untuk

memiliki jajaran manajer yang trampil, mampu, dan punya wawasan yang

sejalan dengan cita-cita dan falsafah perusahaan.

Dari sudut si calon manajer sendiri, ini merupakan perlakuan yang

tentunya memperkaya pengetahuan dan kemampuan individualnya, yang

pada gilirannya bisa berperan besar dalam menumbuhkan loyalitasnya

pada perusahaan.

Ibarat bayi yang baru lahir dan memasuki dunia baru, maka enam

bulan pertama seorang pegawai baru adalah masa-masa kritis yang

menentukan sikap dan pandangannya terhadap perusahaan maupun

pekerjaannya.

Bagi pegawai baru yang dipersiapkan untuk menduduki jabatan

manajerial, tentunya ada harapan bahwa ia diberi kesempatan untuk

menunjukkan kemampuannya. Percuma mereka sekolah tinggi-tinggi

(seringkali sampai tingkat MBA) bila kesempatan itu tak kunjung tiba. Oleh

karena itu, suatu kesalahan besar bila pada saat ia masuk ia langsung

diantar ke meja atau ruangannya, lantas didiamkan.

Perusahaan mungkin menganggap bahwa pasti pegawai baru itu

akan segera bersibuk diri dalam pekerjaan. Dugaan yang cenderung

meleset karena siapa pun juga dan sehebat apa pun orangnya butuh

tuntunan dalam orientasi pekerjaan. Lantas ia butuh kesempatan untuk

mempraktikkan segala pengetahuan sekolahnya secara konkrit di tempat

kerja.
Hal lain yang dapat membuat “orang baru” dalam Instansi semakin

betah adalah apabila dalam bulan-bulan pertama ia sudah dilibatkan dalam

beberapa persoalan perusahaan yang cukup penting. Ini kesempatan pula

baginya untuk menyumbangkan pikirannya dalam rangka pemecahan

masalah. Syukur-syukur bila sumbang sarannya benar-benar diperhatikan

dan kalau memang itu usul yang pantas diterapkan.

Secara psikologis hal ini dapat diterangkan sebagai proses daur

pengalaman yang menguatkan perilaku tertentu yang dikehendaki. Dalam

proses seperti ini, urutan-urutan kejadian adalah sebagai berikut:

 ada pegawai baru dalam perusahaan,sebagai orang baru ia akan

mengacu pada atasannya dalam perusahaan,

 bila atasan atau pimpinan perusahaan itu memberi kesempatan padanya

untuk berperan aktif dalam suatu pemecahan persoalan, maka,

pegawai baru tersebut akan memperoleh rasa puas yang sifatnya

menguatkan keputusan-nya semula untuk masuk dalam perusahaan.

Untuk menciptakan kondisi kerja seperti itu, maka perusahaan

sebenarnya dapat merancangnya sejak awal. Selain tugas-tugas yang

relatif rutin yang dibebankan pada manajer baru tersebut, maka dapat pula

disisipkan beberapa tugas lain yang sifatnya khusus. Misalnya, ia si

manajer baru dapat dimasukkan ke dalam suatu tim yang menangani

proyek tertentu. Tentunya tugas-tugas khusus yang diberikan itu harus

sesuai dengan bidang keahliannya. Selain itu, tingkat kesulitan yang

dihadapi dalam tugasnya hendaknya proporsional dengan statusnya

sebagai orang baru. Jangan sampai orang baru ini mendapat “daging yang

terlalu besar dan alot baginya untuk dikunyah


Banyak pula perusahaan yang menggunakan sistem mentor

dalam program orientasi tenaga manajerial baru. Yang biasa dikaryakan

untuk tugas mentor ini adalah para eksekutif senior. Cara ini

memungkinkan manajer baru untuk lebih cepat mengenal medan. la pun

akan menyerap informasi-informasi (dan “trick-trick”) dalam tugasnya yang

mungkin tak bisa diperoleh melalui pola orientasi lain. Mentor akan

memberi tahu titik-titik bahaya yang perlu dihindari, kesempatan-

kesempatan mana yang bakal muncul dan dimanfaatkan, serta 100 hal-hal

lain (kecil maupun besar) yang bisa membuat manajer baru lebih efektif

lebih cepat.

Yang penting, si mentor memberi informasi tidak berdasarkan

kerangka teoretis belaka tetapi sudah dicampurnya dengan unsur

pengalaman dan kebijaksanaan yang diperoleh melalui proses kerja

bertahun-tahun.

Tentunya perusahaan harus selektif dalam memilih mentor.

Gunakan eksekutif-eksekutif atau tenaga senior lainnya yang benar-benar

kompeten dan punya keinginan untuk membimbing tunas baru. Ini penting

karena yang ditangani adalah kader-kader calon penerus perusahaan.

Sikap dan cara kerja yang akan tumbuh pada mereka bisa banyak

ditentukan oleh pengalaman dini yang dilewati semasa di bawah

pengawasan dan bimbingan mentor.

Penting pula bagi manajer baru yang sedang dalam masa

orientasi seperti di atas untuk memperoleh umpan balik yang cukup.

Performance appraisal (penilaian karya) terhadap aktivitas kerjanya tiap 3

bulan selama satu atau dua tahun dinilai banyak ahli perusahaan sebagai

tidak berlebihan. Tak perlu terlalu repot melaksanakan ini, cukup satu

session tatap muka untuk mengutarakan apa yang telah dilakukan selama
ini, mana yang dianggap benar atau efektif, mana yang kurang tepat, dan

kira-kira apa yang bakal dihadapinya dalam waktu yang akan datang.

Memang, tampaknya cukup rumit untuk mengurusi orang yang

baru memasuki sebuah perusahaan. Tetapi bila ini menyangkut tenaga

yang dipandang penting oleh perusahaan (”bintang” begitu), maka mau tak

mau upaya ini harus ditelusuri. Betapa tidak. Dalam suasana kompetitif

seperti sekarang, Tenaga kerja yang baik pada dasarnya tak bisa dibeli;

paling-paling hanya bisa “disewa” beberapa tahun saja. Oleh karena itu

penting menumbuhkan rasa betah dan loyal pada dirinya, agar penyewaan

terha-dapnya berlangsung terus

Dalam dunia manajemen terdapat beberapa tujuan manajemen

sumber daya manusia sesuai dengan fungsi dan peran. Sebelum

membahas tujuan manajemen sumber daya manusia, sebaiknya pahami

dahulu pengertiannya.

Manajemen Sumber Daya Manusia atau disingkat MSDM

adalah upaya mengatur sumber daya untuk mencapai tujuan organisasi.

MSDM adalah bagian penting dalam berdirinya perusahaan yang sukses.

Menurut Achmad S. Rucky manajemen sumber daya manusia

adalah bentuk aplikasi yang tepat dalam efesiensi. Hal itu berkaitan

dengan pemanfaatan, akusisi, pengembangan dan pemeliharaan SDM

yang dipunyai organisasi untuk mencapai tujuannya. Achmad S. Rucky 

adalah seorang penulis bidang manajemen dan pernah menduduki posisi

Komisaris Utama di sebuah BUMN. 

Sementara itu, menurut Henry Semamora, penulis buku

Manajemen Sumber Daya Manusia (2004), manajemen sumber daya

manusia adalah pemanfaatan, pengembanagan, pelayanan, penilaian dan


manajemen pembalasan utuk individu yang merupakan anggota organisasi

kerja.

Jadi secara umum, manajemen sumber daya manusia adalah

potensi yang merupakan aset dan berfungsi sebagai modal (non

material/non finansial) di dalam organisasi bisnis. Hal itu bisa diwujudkan

menjadi potensi nyata (real) secara fisik dan non fisik dalam mewujudkan

eksistensi organisasi 

Tujuan manajemen sumber daya manusia adalah untuk

mengoptimalkan kegunaan dari seluruh pekerja dalam sebuah perusahaan

atau organisasi. Selain itu tujuan manajemen sumber daya manusia juga

dapat diartikan sebagai sarana membantu para manajer fungsional atau

manajer lini supaya mampu mengelola seluruh pekerja dengan cara-cara

yang lebih efektif.

- Tujuan Manajemen Sumber Daya Manusia Menurut Barry Cushway,

penulis buku Human Resource Management (1996):

Terdapat lima macam tujuan manajemen sumber daya manusia

menurut Cushway, Kelima tujuan manajemen tersebut meliputi:

1. Membuat kebijakan dan pertimbangan. Tujuan manajemen adalah untuk

membuat sebuah perusahaan memiliki motivasi kerja tinggi maka

dibutuhkan suatu kebijakan dimana memberi pertimbangan yang kemudian

diputuskan oleh pihak manajer.

2. Membantu perusahaan mencapai tujuan

3. Memberikan dukungan

4. Menyelesaikan masalah

5. Media komunikasi terbaik

 
- Tujuan Manajemen Sumber Daya Manusia Menurut Sedarmayanti,

penulis buku Sumber Daya Manusia Dan Produktivitas Kerja (2009):

Tujuan manajemen sumber daya manusia terdapat 4 tujuan, yakni:

1. Tujuan Sosial

Tujuan ini adalah organisasi bertanggung jawab secara social

terhadap tantangan dan keperluan yang terjadi di masyarakat khususnya

diruang lingkup organisasi dan mengurangi efek dampak negative atau

merugikan yang akan muncul.

2. Tujuan Organisasional

Tujuan manajemen sebagai organisasional adalah sasaran-

sasaran formal yang disusun guna membantu perusahaan dalam

mencapai tujuannya. Tujuan ini mengenalkan bahwa manajemen sumber

daya manusia itu ada (exist).

3. Tujuan Fungsional

Tujuan manajemen sumberdaya manusia selanjutnya adalah

tujuan fungsional atau functional objective. Yakni untuk mempertahankan

konstribusi dari sumber daya manusia ditiap departemen perusahaan yang

dibutuhkan. Sumber daya tersebut dipelihara agar memberikan konstribusi

yang optimal.

4. Tujuan Individu Atau Tujuan Pribadi

Dalam organisasi juga harus diperhatikan oleh setiap manajer,

terutama manajemen sumber daya manusia, dan harus diarahkan dengan

tujuan organisasi secara keseluruhan (overall, organizational objectives). 

Dengan demikian tujuan personal atau individual setiap anggota

organisasi harus diarahkan pula untuk tercapainya tujuan organisasi.

Tujuan individu digunakan sebagai motivasi para karyawan untuk lebih

berkontribusi dalam melaksanakan tugasnya di dalam organisasi.


Sebagai suatu ilmu, konsep manajemen bersifat universal.

Sumber daya manusia merupakan salah satu faktor kunci dalam

perubahan dan memiliki keterampilan serta berdaya saing tinggi dalam

persaingan global yang selama ini kita abaikan.

2.1.2 Pengertian Rumah Sakit

Rumah sakit adalah instansi pelayanan kesehatan yang

menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna

yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat

(Permenkes, 2016). Sarana kesehatan berfungsi melakukan upaya

kesehatan dasar, kesehatan rujukan dan atau upaya kesehatan

penunjang. Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan untuk memelihara

dan meningkatkan kesehatan yang bertujuan untuk mewujudkan derajat

kesehatan yang optimal bagi masyarakat.

Perkembangan Rumah sakit awalnya hanya memberi pelayanan

yang bersifat penyembuhan(kuratif) terhadap pasien melalui rawat inap.

Selanjutnya Rumah Sakit karena kemajuan ilmu pengetahuan khususnya

teknologi kedokteran, peningkatan pendapatan dan pendidikan

masyarakat. Pelayanan kesehatan di Rumah Sakit saat ini tidak saja

besifat kuratif tetapi juga bersifat pemulihan (rehabilitatif). Kedua

pelayanan tersebut secara terpadu melalui upaya promosi kesehatan

(promotif) dan pencegahan ( preventif) (Susatyo,2016).

2.1.3 Tugas dan Fungsi Rumah Sakit

Menurut Undang-undang No.44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit,

fungsi Rumah Sakit adalah Penyelenggaraan pelayanan pengobatan


dan pemulihan kesehatan sesuai dengan standart pelayanan Rumah

Sakit.

a. Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui

pelayanan kesehatan yang paripurna tingkat kedua dan ketiga sesuai

kebutuhan medis.

b. Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia

dalam rangka peningkatan kemampuan dalam pemberian pelayanan

kesehatan.

c. Penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta penapisan

teknologi bidang kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan

kesehatan dengan memperhatikan etika ilmu pengetahuan bidang

kesehatan.

Rumah sakit umum mempunyai misi memberikan pelayanan

kesehatan yang bermutu dan terjangkau oleh masyarakat dalam rangka

meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Tugas Rumah Sakit umum

adalah melaksanakan upaya pelayanan kesehatan secara berdaya guna

dan berhasil guna dengan mengutamakan penyembuhan dan pemulihan

yang dilaksanakan secara serasi dan terpadu dengan peningkatan dan

pencegahan serta pelaksanaan upaya rujukan. Untuk menyelenggarakan

fungsinya, Rumah Sakit umum menyelenggarakan kegiatan:

1. Pelayanan medis

2. Pelayanan dan asuhan keperawatan

3. Pelayanan penunjang medis dan non medis

4. Pelayanan kesehatan kemasyarakatan dan rujukan

5. Pendidikan, penelitian dan pengembangan


6. Administrasi umum dan keuangan.

2.1.4 Jenis Pelayanan Rumah Sakit

Jenis pelayanan Rumah Sakit di Indonesia di atur berdasarkan

Undang-undang Republik Indonesia No. 44 tahun 2009 tentang Rumah

Sakit. Dalam pasal 19, menyebutkan bahwa Rumah Sakit dapat

dibedakan berdasarkan jenis pelayanannya menjadi dua jenis yaitu :

1. Rumah Sakit umum

2. Rumah Sakit khusus (Mata, paru, jantung, kanker, dan

sebagainya).

Rumah sakit umum yang dimaksud dalam ayat (1) Undang-

undang Republik Indonesia Nomer 44 tahun 2009 tersebut, Rumah Sakit

umum memberikan pelayanan kesehatan pada semua bidang dan jenis

penyakit.

Sedangkan Rumah Sakit khusus, memberikan pelayanan utama

pada satu bidang atau satu jenis penyakit tertentu berdasarkan disiplin

ilmu, golongan umur, organ, jenis penyakit, atau kekhususan lainnya.

Rumah Sakit berdasarkan jenis kelasnya di Indonesia dibedakan

menjadi empat kelas (Kemenkes No. 51) yaitu :

1. Rumah Sakit kelas A

2. Rumah Sakit kelas B ( pendidikan dan non kependidikan )

3. Rumah Sakit kelas C

4. Rumah Sakit kelas D

Rumah Sakit juga dibedakan berdasarkan jenis pelayanan yang

tersedia. Pada Rumah Sakit kelas A tersedia pelayanan spesialistik yang


luas termasuk subspesialistik. Rumah Sakit kelas B mempunyai pelayanan

minimal sebelas spesialistik dan subspesialistik terdaftar. Rumah Sakit

kelas C mempunyai pelayanan minimal empat spesialistik dasar ( Bedah,

penyakit dalam, kebidanan, dan anak ). Di Rumah Sakit kelas D hanya

terdapat pelayanan medis dasar.

2.1.5 Standar Pelayanan Rumah Sakit

Standar pelayanan minimal Rumah Sakit diatur dalam Peraturan Menteri

Kesehatan Nomer 129/MENKES/SK/II/2008 tentang standar pelayanan

minimal rumah sakit, dalam peraturan tersebut menyebutkan jenis-jenis

pelayanan, indikator, dan standar pencapaian kinerja pelayanan rumah

sakit.

Jenis-jenis pelayanan rumah sakit minimal yang wajib disediakan

oleh rumah sakit meliputi :

1. Pelayanan gawat darurat

2. Pelayanan rawat jalan

3. Pelayanan rawat inap

4. Pelayanan bedah

5. Pelayanan bersalin dan perinatologi

6. Pelayanan intensif

7. Pelayanan radiologi

8. Pelayanan laboratorium patologi klinik

9. Pelayanan rehabilitasi medik

10. Pelayanan farmasi

11. Pelayanan gizi

12. Pelayanan transfusi darah


13. Pelayanan keluarga miskin

14. Pelayanan rekam medis

15. Pengelolaan limbah

16. Pelayanan administrasi manajemen

17. Pelayanan ambulance

18. Pelayanan pemulasaran jenazah

19. Pelayanan laundry

20. Pelayanan pemeliharaan sarana rumah sakit

21. Pelayanan pengendalian infeksi

2.1.6 Kepuasan Kerja

Kepuasan kerja dirasakan pegawai karena ada hal-hal yang

mendasarinya. Pada dasarnya seseorang akan merasa nyaman dan tingkat

loyalitas pada pekerjaannya akan tinggi apabila dalam bekerja orang

tersebut memperoleh kepuasan kerja sesuai dengan apa yang diinginkan.

Kepuasan kerja merupakan cerminan dari perasaan pekerja terhadap

pekerjaannya. Menurut Masrukhin dan Waridin (2012) kepuasan kerja

seorang individu tergantung pada karakteristik individu dan situasi

pekerjaan.

Setiap individu akan memiliki tingkat kepuasan kerja yang berbeda

sesuai dengan kepentingan dan harapan individu tersebut sehingga tingkat

kepuasan yang dirasakan semakin tinggi, begitu pula sebaliknya.Pada

dasarnya kepuasan kerja bersifat individual, setiap individu akan memiliki

tingkat kepuasan yang berbeda-beda sesuai dengan nilai-nilai yang berlaku

pada dirinya. Hal ini ada karena perbedaan masing-masing individu

tersebut, semakin banyak aspek dalam pekerjaan yang sesuai dengan


keinginan individu tersebut, semakin tinggi pula tingkat kepuasan yang

diperoleh, dan akan memperoleh tingkat kepuasan yang rendah jika terjadi

sebaliknya.

Karyawan melewatkan sebagian besar waktunya untuk bekerja dan

bagian dari hidupnya ini harus dibuat sedemikian rupa sehingga

menyenangkan dan memuaskan. Kepuasan kerja juga merupakan

perasaan seseorang terhadap pekerjaan yang ditekuninya. Jadi kepuasan

kerja itu sendiri berkaitan antara harapan karyawan dan apa yang diperoleh

dari pekerjaan.

1) Kepuasan kerja adalah respon emosional terhadap suatu situasi

kerja. Ia tidak dapat dilihat namun hanya dapat disimpulkan

keberadaannya.

2) Kepuasan seringkali ditentukan oleh sebaik apa hasil pekerjaan

(outcome) memenuhi harapan.

3) Kepuasan kerja menggambarkan beberapa sikap yang berhubungan.

Seseorang tidak akan mengatakan puas apabila merasa puas dalam

bekerja, tetapi hal ini akan tercermin melalui sikapnya, misalnya dia

akan semakin loyal terhadap organisasi, bekerja dengan baik,

berdedikasi tinggi pada organisasi, tertib dan mematuhi aturan yang

ditetapkan serta sikap-sikap lain yang bersifat positif. Menurut

Luthans (2001), komitmen pada organisasi seringkali didefinisikan

sebagai:

(1) keinginan kuat untuk tetap menjadi anggota sebuah organisasi

tertentu,
(2) kemauan untuk menggunakan segala usaha atas nama

organisasi,

(3) keyakinan yang kuat dan penerimaan atas nilai dan tujuan

organisasi. Dengan kata lain, sikap-sikap tersebut merefleksikan

kesetiaan karyawan terhadap organisasi mereka dan merupakan

proses terus menerus dimana partisipasi organisasi

mengekspresikan perhatian mereka pada organisasi dan

keberhasilan serta kelangsungan hidupnya. Komitmen pada

organisasi menurut Luthans (2001) ditentukan oleh sejumlah

variabel personal (usia, masa kerja, dan lain-lain) dan variabel

organisasional (job design, nilai, tipe kepemimpinan, dan lain-

lain). Namun demikian faktor non keorganisasian seperti adanya

alternatif pekerjaan lain juga bisa mempengaruhi komitmen pada

tahap berikutnya. Robbins (2001) mendefinisikan komitmen pada

organisasi sebagai orientasi individu terhadap organisasi dalam

hal loyalitas, identifikasi, dan keterlibatan. Komitmen pada

organisasi merupakan suatu kondisi dimana karyawan

mengidentifikasikan dirinya dengan organisasi tertentu dan

tujuannya, dan berharap untuk memelihara keanggotaannya

dalam organisasi tersebut.

2.1.7 Beban Kerja

Menurut Haryanto, (2014) beban kerja merupakan jumlah kegiatan

yang harus diselesaikan oleh seseorang ataupun sekelompok orang

selama periode waktu tertentu dalam keadaan normal. Menurut Menpan

(Dhini Rama Dhania, 2010:16), pengertian beban kerja adalah sekumpulan


atau sejumlah kegiatan yang harus diselesaikan oleh suatu unit organisasi

atau pemegang jabatan dalam jangka waktu tertentu.

Sedangkan menurut Permendagri No. 12/2008, beban kerja adalah

besaran pekerjaan yang harus dipikul oleh suatu jabatan atau unit

organisasi dan merupakan hasil kali antara volume kerja dan norma waktu.

Widodo (2014 : 51) menyatakan bahwa dalam menyelenggarakan

pemerintahan, pembangunan dan pelayanan masyarakat, maka

memerlukan kemampuan dan kecakapan tinggi (profesionalisme) dengan

beberapa persyaratan.

2.1.8 Keterlibatan Kerja

Keterlibatan kerja akan meningkat apabila anggota dalam

organisasi menghadapi suatu situasi yang penting untuk didiskusikan

bersama. Salah satu situasi yang perlu didiskusikan bersama misalnya

adalah kebutuhan dan kepentingan pribadi yang ingin dicapai oleh

anggota. Apabila kebutuhan tersebut dapat terpenuhi maka akan

membuat anggota tersebut lebih berkomitmen terhadap organisasi.

Anggota tersebut akan menyadari pentingnya untuk berusaha dan

memberikan kontribusi bagi kepentingan organisasi (Momeni, 2012).

Keterlibatan kerja merupakan bentuk partisipasi dalam diri individu untuk

berusaha semaksimal mungkin guna mencapai komitmen yang tinggi

terhadap organisasi.

Hal ini semakin diperjelas dengan hasil-hasil penelitian sebelumnya,

misalnya penelitian yang dilakukan oleh Dwi Putra (2012), menunjukkan

bahwa keterlibatan kerja memiliki pengaruh yang positif dan signifikan

terhadap komitmen organisasi artinya bahwa dengan peningkatan

keterlibatan kerja akan meningkatkan komitmen organisasi.


Kanungo, (2012) mendefinisikan keterlibatan kerja sebagai internalisasi

nilai-nilai tentang kebaikan pekerjaan atau pentingnya pekerjaan bagi

keberhargaan seseorang. Keterlibatan kerja sebagai tingkat sampai

sejauh mana performansi kerja seseorang mempengaruhi harga dirinya

dan tingkat sampai sejauh mana seseorang secara psikologis

mengidentifikasikan diri terhadap pekerjaannya atau pentingnya pekerjaan

dalam gambaran diri totalnya.

2.1.9 Konflik Peran

Peran (role) yang dimaksudkan di sini adalah seperti yang dinyatakan

oleh Puspa (2012 : 671), yaitu seperangkat penghargaan yang ditujukan

kepada pemegang jabatan pada posisi tertentu. Peranan seorang

karyawan merupakan kelompok aktivitas yang diekspektasi oleh pihak lain

akan dilaksanakan individu tersebut dalam posisinya di dalam organisasi

yang bersangkutan.

Puspa (2012 : 671) telah memberikan batasan konflik sebagai suatu

keadaan persaingan yang terjadi pada kelompok di mana adanya

ketidaksesuaian harapan- harapan yang satu dengan yang lain.

Sedangkan konflik peran adalah suatu konflik yang timbul karena

mekanisme pengendalian birokratis organisasi tidak sesuai dengan norma,

aturan, etika dan kemandirian profesional.

Teori peran menyatakan bahwa individu akan mengalami konflik

peran apabila ada dua tekanan atau lebih yang terjadi secara bersamaan

yang ditujukan pada seseorang, sehingga apabila individu tersebut


mematuhi satu diantaranya akan mengalami kesulitan atau tidak mungkin

mematuhi yang lainnya Puspa, 2012 : 671). Menurut Fanani (2012 : 72),

konflik peran merupakan tipe konflik yang dihasilkan dari berbagai peran.

Konflik ini terjadi karena individu secara simultan memainkan berbagai

peran, beberapa memiliki harapan yang saling bertentangan.

2.2 Penelitian Terdahulu

Dalam hal ini penelitian yang terdahulu :

Ferri Alfian (2017) Hasil uji deskriptif menunjukkan bahwa

keterlibatan kerja, beban kerja, konflik peran, kepuasan kerja dan kinerja

pegawai Dinas Pendidikan Aceh sudah berjalan dengan baik, karena

diperoleh nilai rerata lebih besar daripada nilai rerata harapan,

menunjukkan bahwa keterlibatan kerja berpengaruh positif dan signifikan

terhadap kepuasan kerja pegawai, membuktikan bahwa beban kerja

berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan kerja pegawai,

membuktikan bahwa konflik peran berpengaruh positif dan signifikan

terhadap kepuasan kerja pegawai, membuktikan bahwa keterlibatan kerja

berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja pegawai, Beban kerja

yang dirasakan oleh pegawai juga berpengaruh positif dan signifikan

terhadap kinerja pegawai Dinas Pendidikan Aceh.

Madziatul Churiyah (2017) Secara umum dari hasil penelitian ini

dapat diungkapkan bahwa konflik peran mempunyai pengaruh langsung

dan signifikan terhadap kepuasan kerja perawat, demikian pula selanjutnya

kepuasan kerja perawat akan memberikan pengaruh langsung dan

signifikan terhadap komitmen mereka pada organisasi, walaupun

dikemukakan tingkat kepuasan dan komitmen perawat pada organisasi


berada pada daerah positif namun nilainya tidak terlalu tinggi (dikarenakan

ada variabel yang bernilai sangat kecil seperti gaji, dan juga pada

komitmen kelanjutan) namun didukung oleh faktor lain seperti rekan kerja

yang mendukung, tidak adanya konflik peran, pekerjaan yang dapat

mereka nikmati serta pengkondisian budaya serta iklim kerja yang sangat

kondusif dengan berpedoman pada agama, adanya keyakinan untuk

bekerja sebagai ibadah, maka adanya keinginan untuk keluar dari

organisasi bila ada peluang lain akan dapat ditekan serta dampak negatif

dari faktor yang dapat menyebabkan adanya ketidakpuasan kerja dapat

diminimalisasi.

Jaya Wahyu 22 juli 2019, Pada penelitian kali ini peneliti menarik

kesimpulan dari data-data yang ada pada bab-bab sebelumnya maka

kesimpulan yang diperoleh dari penelitian yang saya lakukan dengan judul

“Gambaran Tingkat Kepuasan Pasien BPJS Rawat Jalan Terhadap

Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit “X” Periode Bulan Juni 2019” ini

maka saya dapat menarik kesimpulan

Jatin Pandey 21 September 2015 dengan judul Mengenakan

topeng: efek strategi kerja emosional pada kelelahan dan kepuasan kerja

dalam perawatan kesehatan masyarakat, Pemberian layanan kesehatan

sebagai arena penting di mana tenaga emosional memainkan perannya.

Kami melihat interaksi antara strategi kerja emosional, kelelahan dan

kepuasan bahwa sekitar 2% responden menyatakan sangat puas, dan

79% responden menyatakan puas dengan pelayanan kefarmasian dirumah

sakit “X” tersebut. Sedangkan 19% responden lainya menyatakan kurang

puas terhadap pelayanan kefarmasian dirumah sakit “X”.

kerja bagi petugas kesehatan masyarakat. Di negara seperti India, ASHA

memainkan peran penting dalam memastikan bahwa perawatan kesehatan


menjangkau dari kelas ke massa. Temuan penting adalah hubungan

negatif antara strategi kerja emosional tingkat tinggi dan permukaan. Lebih

lanjut, temuan juga menunjukkan bahwa persalinan emosional tingkat

tinggi terkait dengan penurunan kelelahan dan peningkatan kepuasan

kerja. Perspektif yang ditawarkan melalui konservasi teori sumber daya

dan teori peristiwa afektif membantu kita lebih memahami hasil kami. Ini

memiliki implikasi penting untuk strategi tenaga kerja emosional yang harus

digunakan oleh petugas kesehatan masyarakat ketika berurusan dengan

pasien. Temuan kami juga menunjukkan bahwa aspek lembut manajemen

emosional sangat penting untuk perawatan kesehatan masyarakat dan

perlu diperkuat di tingkat akar rumput.

Risna Faizh Januari 2017, Adapun simpulan dalam penelitian yang

berjudul PengaruhWork-Life Balance(Keseimbangan Kehidupan Kerja) di

Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) Rumah Sakit Konawe Selatan

Tahun 2016 yaitu: 1. H1 di tolak dan H0 di teima. Artinya tidak ada

pengaruh yang signifikan antara keseimbangan waktu terhadap kepuasan

kerja perawat di BLUD Rumah Sakit Konawe Selatan tahun 2016. 2. H0 di

tolak dan H1di terima. Artinya ada pengaruh yang signifikan antara

keseimbangan keterlibatan terhadap kepuasan kerja perawat di BLUD

rumah Sakit Konawe Selatan tahun 2016. 3. H0 di tolak dan H1di terima.

Artinya Ada pengaruh yang signifikan antara keseimbangan kepuasan

terhadap kepuasan kerja perawat di BLUD Rumah Sakit Konawe Selatan

tahun 2016.

I Wayan Jendra Ariana Tahun 2016, Berdasarkan hasil penelitian

yang telah diuraikan, maka simpulan yang diperoleh bahwa terdapat

pengaruh yang negatif dan signifikan antara Work Family Conflict terhadap

Kepuasan Kerja Karyawan. Hal ini mengindikasikan bahwa Work Family


Conflict yang semakin tinggi akan menurunkan kepuasan kerja karyawan.

Terdapat pengaruh yang positif dan signifikan antara keterlibatan Kerja

terhadap Kepuasan Kerja Karyawan. Hal ini mengindikasikan bahwa

keterlibatan Kerja yang semakin tinggi akan meningkatkan kepuasan kerja

karyawan. Terdapat pengaruh yang negatif dan signifikan antara Stres

Kerja terhadap Kepuasan Kerja Karyawan. Hal ini mengindikasikan bahwa

Stres Kerja yang semakin tinggi akan menurunkan kepuasan kerja

karyawan.

No Judul Hasil Penelitian Persamaan Perbedaan


Penelitian
1. Pengaruh sudah berjalan Penelitian Penelitian
keterlibatan dengan baik, karena menggunaka menggunakan
kerja, beban diperoleh nilai rerata n Teknik menggunakan
kerja, konflik lebih besar daripada pengumpulan Analisis hasil
peran, nilai rerata harapan, data pengolahan data
kepuasan menunjukkan bahwa menggunaka pada tahap full
kerja dan keterlibatan kerja n metode model SEM
kinerja berpengaruh positif observasi, dilakukan dengan
pegawai dan signifikan wawancara melakukan uji
Dinas terhadap kepuasan dan kesesuaian dan uji
Pendidikan kerja pegawai, dokumentasi. statistik.
Aceh. Ferri membuktikan bahwa
Alfian (2017) beban kerja
di Aceh berpengaruh positif
dan signifikan
terhadap kepuasan
kerja pegawai,
membuktikan bahwa
konflik peran
berpengaruh positif
dan signifikan
terhadap kepuasan
kerja pegawai,
membuktikan bahwa
keterlibatan kerja
berpengaruh positif
dan signifikan
terhadap kinerja
pegawai, Beban
kerja yang dirasakan
oleh pegawai juga
berpengaruh positif
dan signifikan
terhadap kinerja
pegawai Dinas
Pendidikan Aceh.

2.3 Kerangka Berpikir

Beban Kerja (X1)

Keterlibatan Kerja (X2) Kepuasan Kerja (Y)

Konflik Peran (X3)

Riset sumber daya manusia yang dikemukakan oleh Oei

(2010:16) penelitian ini termasuk kategori penelitian kasual, yaitu

merupakan desain penelitian yang bertujuan utama untuk

membuktikan hubungan sebab akibat atau hubungan mempengaruhi

dan dipengaruhi dari variabel – variabel yang diteliti.


Variabel yang mempengaruhi ini disebut bebas, sedangkan

variabel yang dipengaruhi oleh perubahan variabel bebas disebut

variabel terikat. Variabel yang digunakan dalam penelitian dapat

diklasifikasikan menjadi tiga variabel, yaitu:

1. Variabel bebas, yaitu variabel yang menjelaskan dan

mempengaruhi variabel lain, dalam penelitian ini variabel bebas adalah

Beban kerja (X1),keterlibatan kerja (X2) dan konflik peran (X3).

2. Variabel terikat, yaitu variabel yang dijelaskan dan dipengaruhi oleh

variabel bebas, dalam penelitian ini variabel terikat adalah kepuasan

kerja (Y).
28

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian

Dalam penelitian ini desain penelitian yang digunakan adalah

deskriptif yaitu metode penelitian yang dilakukan dengan tujuan untuk

membuat gambaran atau deskriptif tentang pengukuran atau

penggambaran terhadap kepuasan kerja di Rumah Sakit Bantuan 05.08.03

Sidoarjo, dengan menggunakan kuisioner sebagai instrument

pengumpulan data.

Rancangan dalam penelitian ini meliputi tiga tahap: pertama,tahap

persiapan yaitu menentukan lokasi penelitian,populasi dan sample yang

akan digunakan dalam penelitian,menyusun daftar pertanyaan (kuesioner).

Kedua, tahap pelaksanaan kegiatan,yaitu kegiatan mengedarkan kuesioner

dan pengumpulan data. Ketiga,tahap akhir yaitu menganalisis data dan

menarik kesimpulan dan hasil penelitian.

3.2 Populasi penelitian

3.2.1 Sampel

Populasi adalah keseluruhan dari suatu variabel yang menyangkut

masalah diteliti. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh Pegawai non

Pns atau militer di Rumah Sakit Bantuan 05.08.03 sidoarjo pada bulan

desember 2019 yaitu 100 Pegawai.

Sampel adalah bagian dari populasi yang dipilih dengan sampling

tertentu untuk bisa memenuhi atau mewakili populasi,sampel dari

penelitian ini adalah pegawai (Non PNS / Militer)

a. Pegawai bersedia mengisi kuisioner,


29

b. Pegawai bersedia mengisi dengan kejujuran tanpa ada

paksaan.

3.3 Teknik Pengumpulan Data

Observasi adalah pengamatan yang dilakukan oleh peneliti

dengan cara mendengar dan melihat perilaku atau fenomena sosial

yang menjadi fokus penelitiannya dalam rangka memperoleh data

penelitian. Pada umumnya, data observasi digunakan sebagai

pelengkap data wawancara. Namun demikian, observasi sering kali

membantu peneliti mengidentifikasi masalah penelitian secara lebih

tajam terutama ketika dilakukan di awal. Observasi sebagai teknik

pengumpulan data kualitatif biasanya dibagi menjadi dua: partisipatoris

dan non-partisipatoris. Belakangan, perkembangan teknologi digital

membuka peluang untuk dilaksanakannya teknik observasi online.

a. Partisipatoris

Dengan menggunakan metode observasi partisipatoris, peneliti

memposisikan diri sebagai partisipan sebagaimana masyarakat atau

komunitas yang diteliti. Teknik ini sering digunakan karena

memudahkan peneliti berinteraksi dan menyerap langsung

pengalaman kultural yang dialami oleh partisipan.

Teknik pengumpulan data yang di ambil oleh peneliti adalah

observasi partisipartoris.

b. Kuesioner

Kuesioner merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan

dengan cara memberi seperangkat pertanyaan atau pertanyaan tertulis

kepada responden untuk dijawabnya (Sugiyono, 2012:137). Kuesioner


30

ditujukan kepada responden untuk diisi, responden pada penelitian ini

adalah Pegawai Rumah Sakit Bantuan 05.08.03 Sidoarjo.

Bobot penilaian angka hasil kuesioner dalam penelitian ini sesuai

dengan yang digambarkan dalam skala Likert yaitu skala yang dapat

dipergunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi

seseorang atau sekelompok orang tentang fenomena sosial (Djaali,

2013:28). Skala likert yang dipergunakan untuk menjawab bagian

pernyataan penelitian memiliki lima kategori sebagaimana disajikan

dalam tabel dibawah ini :

Anda mungkin juga menyukai