Anda di halaman 1dari 26

Keperawatan Jiwa

Asuhan Keperawatan Pada Anak


Autisme

Di Susun Oleh :

Aidil Fitrisyah (04021481518007)

Mithy Putri Gusemi (04021481518013)

Donna Violensia (04021481518015)

Alih Program 2015

UNIVERSITAS SRIWIJAYA
FAKULTAS KEDOKTERAN
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
2015 – 2016
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada kehadirat Tuhan Yang Maha Esa
atas limpahan rahmat dan karunia-Nya kepada penyusun, sehingga penyusun
dapat menyelesaikan makalah tentang “Asuhan Keperawatan Jiwa Pada Anak
Autisme ” ini dengan lancar. Penulisan makalah ini bertujuan untuk memenuhi
salah satu tugas yang diberikan oleh dosen pengampu mata kuliah Keperawatan
Jiwa.
Makalah ini ditulis dari hasil penyusunan data-data sekunder yang penulis
peroleh dari buku panduan dan hasil dari browsing internet yang berkaitan dengan
asuhan keperawatan pasien dengan katarak dan hal-hal yang berkaitan dengan hal
tersebut.
Penulis harap, dengan membaca makalah ini dapat memberi manfaat bagi
kita,dalam hal ini dapat menambah wawasan bagi para praktisi medis yang
bersangkutan dengan hal-hal ini.
Memang makalah ini masih jauh dari sempurna, maka penulis
mengharapkan kritik dan saran dari pembaca demi perbaikan menuju arah yang
lebih baik.

Penyusun

1
DAFTAR ISI
Kata pengantar....................................................................................................1
Daftar isi.............................................................................................................2
BAB I Pendahuluan
A.Latar belakang..............................................................................................3
B.Rumusan masalah.........................................................................................5
C.Tujuan...........................................................................................................5
D.Manfaat.........................................................................................................5
BAB II Pembahasan
A.Konsep Autisme...........................................................................................6
1.Definisi autisme.........................................................................................6
2.Etiologi autisme.........................................................................................6
3.Gejala klinis autisme.................................................................................8
4.Penatalaksanaan.........................................................................................11
5.Jenis terapi yang digunakan......................................................................12
B.Konsep asuhan keperawatan.........................................................................13
1.Pengkajian.................................................................................................13
2.Diagnosa keperawatan...............................................................................14
3.Intervensi...................................................................................................14
4.Implementasi.............................................................................................18
5.Evaluasi.....................................................................................................18
BAB III Penutup
A.Kesimpulan...................................................................................................19
B.Saran.............................................................................................................19
Daftar pustaka.....................................................................................................20

2
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Anak special needs atau anak dengan kebutuhan khusus merupakan
anak yang mengalami hambatan dalam perkembangan perilakunya.
Perilaku tersebut antara lain wicara, okupasi, intelegensi, emosi dan
perilaku sosial yang tidak dapat berkembang dengan baik. Jenis dari anak
dengan kebutuhan khusus ini ada bermacam-macam di antaranya autisme.
Istilah autisme pertama kali diperkenalkan pada tahun 1943 oleh Leo
kanner (Handojo, 2008 dalam Suryadi, 2014).
Menurut pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa
(PPDGJ) di Indonesia yang dikeluarkan oleh departemen kesehatan tahun
1993, yang dimaksud autisme adalah gangguan perkembangan pervasif
yang ditandai oleh adanya abnormalitas dan atau gangguan perkembangan
yang muncul sebelum usia 3 tahun, dan anak mempunyai fungsi abnormal
dalam 3 bidang yaitu interaksi sosial, komunikasi, dan perilaku yang
terbatas dan berulang (Soetjiningsih & Ranuh, 2014).
Angka kejadian Autisme di dunia setiap tahunnya cenderung
meningkat. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Center for
Disease Control and prevention (CDC) prevalensi penderita autisme di
Amerika Serikat pada tahun 2002 adalah 1 dari setiap 150 anak berusia
dibawah umur 10 tahun atau terdapat sekitar 300.000 anak. Dan pada
tahun 2006, mengalami peningkatan penderita autisme terdapat 1 dari
setiap 110 anak menderita autisme atau sekitar 730.000 (CDC , 2006
dalam margaretha, 2012). Data dari UNESCO pada tahun 2011
menunjukkan angka kejadian autisme menjadi 35 juta anak, dengan
perbandingan 6 kasus per 1000 anak (Waringin, 2014). Dan Pada tahun
2012 hasil penelitian dari CDC di Amerika serikat menyebutkan bahwa
pada tahun 2012 jumlah anak penyandang autisme menjadi 1 dari setiap
88 anak. (Willingham, 2013 dalam Utami, 2013).

3
Di Indonesia belum ada angka kejadian autisme yang pasti, belum ada
penelitian khusus untuk mencari angka kejadian autisme tersebut, hanya
dari pengamatan beberapa ahli, didapatkan kecenderungan peningkatan
kasus yang ditangani (Soetjiningsih & Ranuh, 2014). Pada tahun 2009
data terakhir dari Kementrian Pendidikan Nasional Republik Indonesia
menyebutkan siswa penyandang autisme yang terdaftar di Sekolah Luar
Biasa Autisme adalah 638 orang (Kementrian Kesehatan RI, 2010 dalam
Suryadi, 2014). Menurut data yang dikeluarkan oleh Badan Pusat
Statistik jumlah penderita gangguan autisme di Indonesia pada tahun 2010
diperkirakan mencapai 2,4 juta jiwa ( BPS, 2010 dalam Rahayu 2014 ).
Dan berdasarkan data dari KEMENKES pada tahun 2013 bahwa jumlah
anak penyandang autisme sampai saat ini berjumlah kurang lebih 112.000
anak, kecenderungan yang ada jumlahnya setiap tahun meningkat
(Waringin, 2014).
Autisme lebih sering terjadi pada anak laki-laki dari pada anak
perempuan, dengan perbandingan 4:1 sekitar 70% anak autisme menderita
retardasi mental. Autisme dapat terjadi pada setiap anak tidak tergantung
pada ras, etnik, atau sosial ekonomi (Soetjiningsih & Ranuh,2014).
Autisme membawa dampak pada anak berupa anak dapat berupa
prestasi sekolah yang buruk, gangguan sosisalisasi, status pekerjaan yang
rendah, dan resiko kecelakaan meningkat. Oleh karena gangguan autisme
ini bersifat kronik, yang memerlukan tenaga dan biaya yang tidak ringan
dalam usaha penaggulangannya, dan tidak dapat memberikan garansi akan
tercapainya hasil pengobatan yang diharapkan. Hal ini akan menimbulkan
ketakutan dan pukulan yang luar biasa bagi ortang tua yang mempunyai
anak autisme tersebut (Autsm Society of America, 2005 dalam Griadhi
dkk, 2006 ).

4
B. Rumusan Masalah
Adapun masalah yang akan ddibahas pada makalah ini adalah :
1. Bagaimana Konsep Autisme secara teoritis
2. Bagaimana konsep asuhan keperawatan jiwa pada anak autisme secara
teoritis

C. Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan laporan tugas akhir ini adalah :
a. Tujuan Umum
Diharapkan mahasiswa mampu mengetahui dan melaksanakan proses
asuhan keperawatan jiwa pada anak Autisme.
b. Tujuan Khusus
1. Mampu menjelaskan konsep autisme berupa definisi, etiologi,
gejala klinis, penatalaksanaan dan jenis terapi yang digunakan pada
anak autisme
2. Mampu menjelaskan proses pengkajian asuhan keperawatan jiwa
pada anak autisme.

D. Manfaat
Adapun manfaat dari penyusunan laporan tugas akhir ini adalah :
1. Untuk Penulis
Untuk menambah wawasan ilmu keperawatan dalam memberikan
asuhan keperawatan jiwa pada anak Autisme.
2. Untuk Institusi Pendidikan Jurusan Keperawatan Palembang
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan referensi
perpustakaan untuk menambah wawasan dan pengetahuan serta
meningkatkan kualitas bagi mahasiswa Jurusan Ilmu Keperawatan
Universitas Sriwijaya

5
BAB II
PEMBAHASAN

A. Konsep Autisme
a. Definisi Autisme
Menurut pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa
di Indonesia yang dikeluarkan oleh departemen kesehatan 1993 dan
merupakan terjemah dari international classification of Dissease-X
(ICD-IV) yang diterbitkan WHO 1992, yang dimaksud autisme adalah
gangguan perkembangan perpasif yang ditandai oleh adanya
abnormalitas yang muncul sebelum usia 3 tahun, dan anak mempunyai
fungsi abnormal dalam 3 bidang yaitu interaksi sosial, komunikasi, dan
perilaku yang terbatas dan berulang. (Soetjiningsih & Ranuh, 2014)
Autisme adalah kumpulan kondisi kelainan perkembangan yang
di tandai dengan kesulitan berinteraksi sosial, masalah komunikasi
verbal, dan nonverbal, disertai dengan penggulangan tingkah laku dan
ketertarikan yang dangkal dan obesif. (Autsm Society of America, 2005
dalam Griadhi dkk, 2006 )

b. Etiologi Autisme
Berbagai teori yang di perkirakan menjadi penyebab terjadinya
autisme adalah sebagai berikut :
1. Faktor psikososial
Yaitu pengasuhan yang kaku dan obesif dalam suasana
emosional yang dingin. Pendapat lain adalah sikap ibu yang
kurang memperhatikan anak atau yang tidak
menghendaki/menolak kehadiran anak tersebut, sehingga
mengakibatkan penarikan diri dari anak tersebut.
2. Faktor prenatal, perinatal , dan pascanatal
Yaitu komplikasi prenatal, perinatal, dan pascanatal, sering
ditemukan pada anak yang menderita autisme , seperti perdarahan
setelah kehamilan trimester pertama serta mekoneum pada cairan
amnion sebagai tanda adanya fetal distress dan preeklamsia.

6
3. Teori imunologi
Yaitu ditemukan antibody ibu terhadap antigen tertentu yang
menyebabkan penyumbatan sementara aliran darah otak janin.
sehingga antibody ibu dapat merusak jaringan otak janin.
4. Teori infeksi
Yaitu peningkatan angka kejadian autisme terjadi pada anak-anak
yang lahir dengan rubela kongenital, esnsefalitis herpes simpleks,
dan infeksi sitomegalovirus, sebagai akibat dari kerusakan otak
anak.
5. Faktor genetik
Yaitu terdapat bukti yang kuat bahwa faktor genetik berperan
pada autisme. Pada pasangan anak kembar satu telor (monozygot),
ditemukan kejadian auitsme sebesar 36-95%, sedangkan pada
anak kembar 2 telor (dizygot) kejadiannya 0-23%. Pada penelitian
keluarga dari anak yang autisme, ditemukan autisme pada saudara
kandungnya 2,5-3%. Dikatakan pula bahwa autisme adalah salah
satu dari kemungkinan yang timbul pada anak yang secara
genetik pada keluarganya terdapat masalah belajar dan
komunikasi.
6. Faktor neuroanatomi
Yaitu telah ditemukan adanya kerusakan yang khas didalam
system limbik (pusat emosi) , yaitu pada bagian otak yang disebut
hipokampus dan amigdala. Mereka menemukan bahwa pada anak
autisme, neuron didalam hipokampus dan amigdala sangat padat
dan kecil-kecil.
7. Faktor neurokimiawi/neurotransmiter
Yaitu teori ini mengacu pada ditemukannya peningkatan kadar
serotonin pada sepertiga anak autisme. Sejak itu, peranan
neunotransmiter pada autisme mendapat banyak perhatian.
Diduga gangguan fungsi neurotransmitter inilah yang mendasari
terjadinya gangguan fungsi perilaku dan kognitif pada autisme.

7
Neurotransmiter yang diduga menimbulkan gangguan autisme
adalah :
a. Serotonin
Hiperserotoninemia didapatkan pada anak austisme, separuh
anak austisme dengan retardasi mental, serta pada keluarga
anak austisme.
b. Dopamin
Adanya hiperdopaminergik pada susunan saraf pusat diduga
sebagai penyebab hiperaktivitas dan stereotipi pada autisme.
c. Opiat endogen
dikatakan bahwa penderita autisme memproduksi ensefalin dan
beta-endorfin dalam jumlah banyak.
(Soetjiningsih & Ranuh, 2014)

c. Gejala Klinis Autisme


Gejala autisme dibagi berdasarkan umur anak, yaitu :
1. Pada masa bayi
Gejala utama yang khas adalah selalu membelakangi/ tidak berani
menatap mata pengasuhnya untuk menghindari kontak
fisik/kontak mata. Agar tidak diangkat, bayi memperlihatkan sikap
yang diam atau asyik bermain sendiri berjam-jam diranjangnya
tanpa menangis atau membutuhkan pengasuhnya, sehingga pada
awalnya orang tua mengira sebagai bayi yang manis dan mudah
diatur . Sebaliknya sebagian bayi lainnya sering tampak agresif,
pada bayi yang agresif ini, bayi sering menangis berjam-jam
tanpa sebab yang jelas pada waktu mereka sedang terjaga, pada
beberapa kasus, bayi mulai membentur-benturkan kepalanya pada
ranjang, tetapi keadaan ini tidak selalu terjadi.
2. Pada masa anak
Sekitar setengah anak-anak autisme mengalami perkembangan
yang normal sampai umur satu setengah sampai tiga tahun. Setelah

8
itu barulah tampak gejala autisme. Anak-anak ini disebut sebagai
regressive autisme.
Selama masa ini, perkembangan anak autisme anak dibawah
rata-rata anak sebayanya dalam bidang komunikasi, interaksi
sosial, kongnitif, dan gangguan perilaku mulai tampak.
a. Gangguan perilaku
Gangguan perilaku tersebut antara lain dalah stimulasi diri
(gerakan aneh yang diulang-ulang atau perilaku yang tanpa
tujuan, seperti menggoyangkan-goyangkan tubuhnya ke depan
dan kebelakang, tepuk-tepuk tangan, dll.), Mencederai diri
sendiri (mengigit tangannya, melukai diri, membentur-
benturkan kepalanya, timbul masalah tidur dan makan, tidak
sensitive terhadap rasa nyeri, hiper/hipoaktivitas, gangguan
pemusatan perhatian, terutama pada masa anak dini, kadang-
kadang terdapat kelekatan yang aneh terhadap benda yang
tidak lembut.
b. Gangguan interaksi sosial
Gangguan interaksi sosial antara lain adalah tidak ada reaksi
bila anak di panggil sehingga orang tua mengira anaknya tuli.
Anak senang menyendiri, tidak tertarik bergaul/bermain
dengan anak lain, tidak mampu memahami aturan-aturan yang
berlaku dan menghindari kontak mata.
c. Gangguan komunikasi
Sekitar 40-50% anak autisme tidak memiliki kemampuan
bekomunikasi, baik verbal maupun nonverbal. Gangguan ini
nampak pada kurangnya pengguunaan bahasa untuk kegiatan
sosial, seperti kendala dalam permainan imaginative dan
imitasi, buruknya keserasian dan kurangnya interaksi timbal
balik dalam percakapan, buruknya fleksibilitas dalam bahasa
ekspresif dan relative kurangnya kreativitas dan fantasi pada
proses berfikir, kurangnya respon emosional terhadap
ungkapan verbal dan non verbal orang lain, kendala dalam

9
menggunakan irama dan tekanan modulasi komunikasi dan
kurangnya isyarat tubuh untuk menekankan dan mengartikan
komunikasi lisan.
d. Gangguan kongnitif
Semua tingkatan IQ dapat di perlihatkan pada anak autisme,
tetapi sekitar 70% anak autisme mengalami retardasi mental,
derajat retardasi mental sejalan dengan beratnya gejala
autisme. Kemampuan memahami apa yang dipikirkan orang
lain sangat rendah, dan kondisi ini menetap sepanjang
hidupnya. Kreativitasnya sangat terbatas. Gangguan kongnitif
pada anak autisme tidak terjadi pada semua sektor
perkembangan kongnitif, karena ada sebagian kecil anak
autisme mempunyai kemampuan yang luar biasa, misalnya
dalam bidang musik, matematik, di samping kekurangannya
yang berat dibidang lain. Anak ini disebut sebagai autistic
savant .
e. Respon abnormal terhadap perangsangan indera
pada anak autisme, mungkin terjadi respons yang hipo/
hipersensitif terhadap perangsangan penglihatan,
pendengaran, perabaan, penciuman, dan pengecapan.
f. Gangguan masa pubertas
Manifestasi autisme berubah sejalan dengan tumbuh kembang
anak, tetapi defisit tetap berlanjut sampai /melewati usia
dewasa dengan pola yang sama dalam hal sosialisasi,
komunikasi, dan pola minat, kadang-kadang anak autisme
mengalami kesulitan pada masa transisi ke pubertas, sekitar
sepertiga mendapatkan kejang untuk pertama kalinya pada
masa pubertas, yang mungkin disebabkan oleh adanya
pengaruh hormonal. Disamping itu, banyak masalah perilaku
yang menjadi lebih sering dan lebih berat pada masa ini.
Namun, sebagian anak autisme yang ringan dapat melewati
masa pubetas dengan relatif mudah.

10
(Soetjiningsih & Ranuh,2014)

d. Penatalaksanaan Autisme
Penatalaksanaan anak autisme harus melibatkan berbagai ahli,
seperti dokter anak, psikiater, ahli rehabilitas medis, psikolog, ahli
terapi wicara dan pendidik. Penatalaksanaan anak autisme
memerlukan waktu yang lama, bersifat paliatif , dan tidak
menyembuhkan ,karena autisme itu “ not curable “ . Peran aktif orang
tua dan dukungan dari lingkungan sangat di perlukan.
Adapun Tujuan utama penatalaksanaan autisme adalah :

1. Memaksimalkan kualitas hidup, kemandirian dan tanggung jawab


2. Meminimalkan gejala-gejala autisme, mengurangi masalah
komunikasi, interaksi sosial, perilaku maladaptif dan stereotipi
3. Memfasilitasi perkembangan anak dan belajar
4. Memberi pengertian, dukungan dan mentoring kepada keluarga
untuk intervensi tambahan dirumah.
Ada 3 cara pendekatan utama pada anak autisme yang dapat
memerlukan waktu bertahun-tahun yaitu , terapi psikodinamik,
terapi medis/biologis dan terapi perilaku :
1. Terapi psikodinamik dilakukan ketika autisme diduga sebagai
kelainan emosi akibat dari pola asuh yang salah.
2. Terapi medis /biologis termasuk obat-obatan dan vitamin-
vitamin. Obat-obatan diberikan pada anak autisme dengan
kondisi tertentu, misalnya autisme yang disertai hiperaktivitas,
agresivitas, dan mencederai diri sendiri.
3. Terapi perilaku mengikuti prinsip teori belajar , yang terdiri
dari operant learning, cognitive dan social learning yaitu
bagaimana mengajarkan perilaku yang layak dalam melakukan
aktivitas sehari-hari dan mengurangi hal-hal yang tidak
berkenan pada anak autisme, serta memberikan pendidikan
khusus yang difokuskan pada keterampialan berkaitan dengan
perkembangan akademik dan sekolah.

11
(Soetjiningsih & Ranuh, 2014)

e. Jenis Terapi Pada Anak Autisme

1. ABA ( Applied behavior analysis) Terapi ini merupakan intervensi


pendidikan untuk mengubah perilaku anak secara sistematis dan
digunakan untuk perbaikan perilaku.
2. TEACCH ( Treatment and Education of Autisticand related
communication handicapped children ) Terapi ini dirancang untuk
meningkatkan kemampuan anak autisme, dan memodifikasi
lingkungan sesuai dengan kelainan pada anak, terapi ini disebut
sebagai pendidikan yang berstruktur.
3. Developmental, individual-difference,relationship-based (DIR)
“floortime model “ . Terapi ini membantu professional, guru,
orang tua untuk membuat penilaian yang potensi dan kelainan
setiap anak.
4. Terapi wicara komunikasi alternative seperti bahasa tubuh, tanda-
tanda (sign), dan gambaran lebih efktif untuk anak autisme dalam
pembelajaran bahasa non vervbal.
5. social skill instruction tujuann terapi ini adalah anak memberikan
respon terhadap perilaku sosial dari anak lain, diharapkan anak
akan mulai mempunyai perilaku sosial, dan perilaku repetisi
menjadi minimal.
6. Terapi okupasi dan sensori integrasi
1. Terapi okupasi
Diguanakan untuk meningkatkan regulasi diri, seperti memakai
baju, mengguanakan sendok, menulis.
2. Terapi sensori integrasi
Terapi sensori integasi dilakukan berdiri sendiri atau menjadi
bagian dari terapi okupasi
Tujuannya:
Memperbaiki kelainan diotak dan itegrasi informasi sensori
untuk membantu anak menjadi lebih adaftif terhadap

12
lingkungannya. Membuat anak lebih tenang, memperbaiki
perilaku, dan membantu perubahan aktivitas.
7. Terapi lain
sekitar 70% anak autisme mengalami gangguan kongnitif, 40%
diantaranya adalah gangguan kongnitif berat, untuk anak yang
dicurigai mengalami retardasi mental, perlu diberikan dukungan
untuk pemecahan masalah, regulasi diri, sesuai umurnya dan perlu
dilakukan tes IQ.
(Soetjiningsih & Ranuh,2014)

B. Konsep Asuhan Keperawatan


a. Pengkajian
Pengkajian dilakukan dengan wawancara dan observasi kepada
klien dan keluarga. Pengkajian pertama kali dilakukan secara lengkap
guna menggali informasi yang dibutuhkan untuk terapi guna kesembuhan
klien.
Beberapa hal yang dapat dikaji antara lain :
a. Identitas kilen dan penanggung jawab
b. Alasan masuk
c. Faktor Predisposisi
 Riwayat gangguan psikiatri/jiwa pada keluarga.
 Riwayat keluarga yang terkena autisme.
 Riwayat kesehatan ketika anak dalam kandungan.
· Sering terpapar zat toksik, seperti timbal.
· Cedera otak
d. Pemeriksaan fisik
 Tanda tanda vital
 TB / BB
 Keluhan fisik
 Status perkembangan anak.
 Anak kurang merespon orang lain.

13
 Anak sulit fokus pada objek dan sulit mengenali bagian
tubuh.
 Anak mengalami kesulitan dalam belajar.
 Anak sulit menggunakan ekspresi non verbal.
 Keterbatasan Kongnitif.
 Tidak ada kontak mata pada anak.
 Anak tertarik pada sentuhan (menyentuh/disentuh).
 Terdapat Ekolalia.
 Tidak ada ekspresi non verbal.
 Sulit fokus pada objek semula bila anak berpaling ke objek
lain.
 Anak tertarik pada suara tapi bukan pada makna benda
tersebut.
 Peka terhadap bau.
e. Psikososial
 Genogram
 Konsep diri
 Hubungan sosial
 Spiritual
f. Status mental
g. Kebutuhan persiapan pulang
 Makan
 BAK / BAB
 Mandi
 Berpakaian
 Pemeliharaan kesehatan di dalam rumah
h. Mekanisme koping
i. Masalah psikososial dan lingkungan

14
b. Pohon Masalah

Resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan

Autisme

Isolasi sosial : menarik diri

c. Diagnosa Keperawatan
Kemungkinan diagnosa yang muncul
1. Resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan
berhubungan dengan perilaku kekerasan, ketidakmampuan
mendeteksi bahaya
2. Isolasi sosial : menarik diri berhubungan dengan gangguan proses
pikir, pola asuh orangtua
d. Intervensin
Diagnosa I
Resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan berhubungan
dengan perilaku kekerasan, ketidakmampuan mendeteksi bahaya

Risiko SP 1 k
SP 1 p
Perilaku        Mengidentifikasikemampuan keluarga dalam
Kekerasa1.        Mendiskusikan penyebab PK anak merawat pasien
n        Menjelaskan  peran serta keluarga dalam
2.        Mendiskusikan tanda dan gejala PKanak merawat pasien
3.        Mendiskusikan PK yang biasanya        Menjelaskan cara merawat anak PK

dilakukan oleh anak SP 2 k


4.        Mendiskusikan akibat PK        Melatih keluarga merawat anak PK
       Menjelaskan tentang obat untuk mengatasi
5.        Melatih anak mencegah PK dengan cara PK*
fisik:  nafas dalam
SP 3 k
6.        Membimbing memasukkan ke jadwal        Menjelaskan sumber rujukan yang tersedia

15
kegiatan harian untuk mengatasi anak PK
       Mendorong
untuk memanfaatkan sumber
rujukan yang tersedia
SP 2 p 
1.        Memvalidasi masalah dan latihan
sebelumnya.
2.        Melatih cara sosial untuk
mengekspresikan marah
3.        Memimbing memasukkan ke jadwal
kegiatan harian

SP 3 p
1.        Memvalidasi masalah dan latihan
sebelumnya.
2.        Melatih cara spiritual untuk mencegah
PK
3.        Membimbing memasukkan ke jadwal
kegiatan harian

SP 4 p*
1.        Memvalidasi masalah dan latihan
sebelumnya
2.        Mendiskusikan manfaat obat  
3.        Menjelaskan kerugian jika tidak patuh
obat
4.        Menjelaskan 5 benar dalam pemberian
obat
5.        Membimbing memasukkan ke jadwal
kegiatan harian

16
Tujuan dan kriteria
Intervensi Rasional
hasil
Tujuan: 1. Sediakan lingkungan 1. Anak yang austik
Sasaran Jangka kondusif dan sebanyak dapat berkembang melalui
Pendek mungkin rutinitas lingkungan yang kondusif
Pasien tampak tenang, sepanjang periode dan rutinitas, dan biasanya
mendemonstrasikan perawatan di RS tidak dapat beradaptasi
perilaku - perilaku terhadap perubahan dalam
alternatif (misalnya : hidup mereka.
memulai interaksi Mempertahankan program
antara diri dengan yang teratur dapat
perawat) sebagai mencegah perasaan
respon terhadap frustasi, yang dapat
kecemasan. menuntun pada ledakan
Sasaran Jangka kekerasan
Panjang 2. Lakukan intervensi 2. Sesi yang singkat dan
Pasien tidak akan keperawatan dalam sering memungkinkan anak
melukai diri, orang sesingkat dan sering. mudah mengenal perawat
lain dan lingkungan Dekati anak dengan sikap serta lingkungan rumah
Kriteria Hasil : lembut, bersahabat dan sakit. Mempertahankan
Menunjukan mencari jelaskan apa yang anda sikap tenang, ramah dan
bantuan ketika ingin akan lakukan dengan mendemontrasikan
merasa mecederai kalimat yang jelas, dan prosedur pada orang tua,
diri ,tidak membawa sederhana. Apabila dapat membantu anak
peralatan untuk dibutuhkan, menerima intervensi
mencederai diri demontrasikan prosedur sebagai tindakan yang
kepada orang tua. tidak mengancam, dapat
mencegah perilaku
destruktif
3. Gunakan restrain 3. Restrain fisik dapat
fisik selama prosedur mencegah anak dari
ketika membutuhkannya, tindakan mencederai diri
untuk memastikan sendiri. Biarkan anak

17
keamanan anak dan untuk terlibat dalam perilaku
mengalihkan amarah dan yang tidak terlalu
frustasinya, misalnya membahayakan, misalnya
untuk mencagah anak dari membanding bantal,
membenturkan kepalanya perilaku semacam ini
ke dinding berulang-ulang, memungkinkan
restrain badan anak pada menyalurkan amarahnya,
bagian atasnya, tetapi serta mengekpresikan
memperbolehkan anak frustasinya dengan cara
untuk memukul bantal yang aman
4. Gunakan teknik 4. Pemberian imbalan
modifikasi perilaku yang dan hukuman dapat
tepat untuk menghargai membantu mengubah
perilaku positif dan perilaku anak dan
menghukum perilaku yang mencegah episode
negatif. Misalnya, hargai kekerasan
perilaku yang positif
dengan cara memberi anak
makanan atau mainan
kesukaannya, beri
hukuman untuk perilaku
yang negatif dengan cara
mencabut hak
istimewanya
5. Ketika anak 5. Setiap peningkatan
berperilaku destruktif, perilaku agresif
tanyakan apakah ia menunjukkan perasaan
mencoba menyampaikan stres meningkat,
sesuatu, misalnya apakah kemungkinan muncul dari
ia ingin sesuatu untuk kebutuhan untuk
dimakan atau diminum mengomunikasikan
atau apakah ia perlu pergi sesuatu.

18
ke kamar man

Diagnosa II
Isolasi sosial : menarik diri berhubungan dengan gangguan konsep diri
autisme
Keluarga
Isolasi Sosial Pasien
SP I k
SP I p 1.        Mendiskusikan
B. Mengidentifikasi masalah yang dirasakan
penyebab isolasi keluarga dalam merawat
sosial  pasien pasien
C. Mengidentifikasi 2.        Menjelaskan
keuntungan pengertian, tanda dan
berinteraksi dengan gejala isolasi sosial yang
orang lain.  dialami pasien beserta
D. Mengidentifikasi proses terjadinya
kerugian tidak 3.        Menjelaskan cara-
berinteraksi dengan cara merawat pasien isolasi
orang lain. sosial
E. Melatih pasien
berkenalan dengan SP II k
satu orang. 1.        Melatih keluarga
F. Membimbing pasien mempraktekkan cara
memasukkan dalam merawat pasien dengan
jadwal kegiatan isolasi sosial
harian. 2.        Melatih keluarga
melakukan cara merawat
G. SP II p langsung kepada pasien
H. Memvalidasi isolasi sosial
masalah dan latihan
sebelumnya. SP III
I. Melatih pasien 1.        Membantu keluarga
berkenalan dengan membuat jadual aktivitas di
dua orang atau rumah termasuk minum
lebih.    obat (discharge planning)
J. Membimbing pasien 2.        Menjelaskan  follow
memasukkan dalam up pasien setelah pulang
jadwal kegiatan
harian.

K. SP III p
L. Memvalidasi
masalah dan latihan
sebelumnya.

19
M. Melatih pasien
berinteraksi dalam
kelompok.   
N. Membimbing pasien
memasukkan dalam
jadwal kegiatan
harian.
 
Tujuan dan kriteria
Intervensi Rasional
hasil
Tujuan:          Kaji pola interaksi antara         Mengetahui pola
Jangka pendek pasien dan orang lain interaksi agar dapat
Pasien akan memberikan intervensi
mendemonstrasikan yang tepat
kepercayaan pada         Berikan informasi
seorang pemberi tentang sumber-sumber         Membantu pasien atau
perawatan dikomunitas meningkatkan interaksi
Jangka panjang sosial setelah pemulangan
Pasien akan memulai         Berikan anak benda-
interaksi-interaksi benda yang dikenal         Benda-benda ini
sosial (fisik, verbal, (misalnya mainan kesukaan memberikan rasa aman
nonverbal) dengan dalam waktu-waktu aman
pemberi perawatan saat bila anak merasa distres
pulang
         Sampaikan sikap yang
Kriteria hasil : hangat,dukungan,dan          Karakteristik-
1. Menunjukan kebersediaan ketika pasien karakteristik ini
partisipasi bermain berusaha untuk memenuhi meningkatkan
2. Menunjukan kbutuhan-kebutuhan pembentukan dan
keterampilan dasarnya. mempertahankan hubungan
interaksi sosial saling mempercayai
3. Menunjukan          Mulai dengan penguatan
perkembangan anak yang positif pada kontak         Pasien autistik dapat
4. Menunjukan mata ,perkenalkan secara merasa terancam oleh suatu
keterlibatan sosial berangsung-angsur dengan rangsangan yang gencar
sentuhan,pelukan . pada pasien tidak terbiasa

Tingkatkan kontak fisik Agar tidak dapat


secara tahap demi tahap diinterprestasikan sebagai
menggunakan sntuhan suatu ancaman oleh pasien
sampai kepercayaan anak

20
telah terbentuk Dapat meningkatkan
pencapaian harga diri
Beritahu orang tua tentang
pentingnya perhatian dan
dukungan mereka terhadap
konsep diri yang positif
pada perkembangan
anaknya

e. Implementasi
Implementasi tindakan keperawatan disesuaikan dengan rencana
tindakan keperawatan. Pada situasi nyata, implementasi seringkali jauh
berbeda dengan rencana. hal itu terjadi karena perawat belum terbiasa
menggunakan rencana tertulis dalam melaksanakan tindakan
keperawatan. Yang biasa dilakukan perawat adalah menggunakan
rencana tidak tertulis, yaitu apa yang dipikirkan, dirasakan, itu yang
dilaksanakan. hal itu sangat membahayakan klien dan perawat jika
tindakan berkibat fatal, dan juga tidak memenuhi aspek legal.
Sebelum melaksanakan tindakan yang sudah direncanakan, perawat
perlu memvalidasi dengan singkat, apakah rencana tindakan masih
sesuai dan dibutuhkan oleh klien saat ini (here and now). perawat juga
menilai diri sendiri, apakah mempunyai kemampuan interpersonal,
intelektual, dan teknikal yang diperlukan untuk melaksanakan tindakan.
Perawat juga menilai kembali apakah tindakan aman bagi klien. Setelah
tidak ada hambatan maka tindakan keperawatan boleh dilaksanakan.
Dokumentasikan semua tindakan yang telah dilaksanakan beserta
respons klien (Keliat, Herawati, Panjaitan dan Helena, 1998).

21
f. Evaluasi
Menurut Doenges, Toesend & Moorhouse (2006), evaluasi respon
klien terhadap perawatan yang diberikan dan pencapaian hasil yang
diharapakan (yang dikembangkan pada fase perencanaan dan
didokumentasikan dalam rencana keperawatan) merupakan tahap akhir
dari proses keperawatan. Fase evaluasi merupakan proses
berkesinambungan yang perlu dilakukan untuk menentukan seberapa
baik rencana perawatan dilakukan.
Evaluasi dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatann
S.O.A.P diantaranya sebagai berikut:
1. S : Respons subjektif klien terhadap tindakan keperawatan yang
telah dilaksanakan. Dapat diukur dengan menanyakan :”Bagaimana
perasaan Bapak setelah berlatih cara menghardik halusinasi ?”
2. O : Respons objektif klien terhadap tindakan keperawatan yang
telah dilaksanakan. Dapat diukur dengan mengobservasi perilaku
klien pada saat tindakan dilakukan, atau menanyakan kembali apa
yang telah diajarkan atau memberi umpan balik sesuai dengan hasil
observasi.
3. A : Analisis ulang atas data subjektif dan objektif untuk
menyimpulkan apakah masalah masih tetap atau muncul masalah
baru atau ada data yang kontradiksi dengan masalah yang ada.
Dapat pula membandingkan hasil dengan tujuan.
4. P : Perencanaan atau tindak lanjut berdasarkan hasil analisis pada
respons klien.

22
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Autisme adalah kumpulan kondisi kelainan perkembangan yang di
tandai dengan kesulitan berinteraksi sosial, masalah komunikasi verbal,
dan nonverbal, disertai dengan penggulangan tingkah laku dan
ketertarikan yang dangkal dan obesif. (Autsm Society of America, 2005
dalam Griadhi dkk, 2006 )
Ada 3 cara pendekatan utama pada anak autisme yang dapat
memerlukan waktu bertahun-tahun yaitu , terapi psikodinamik, terapi
medis/biologis dan terapi perilaku
Kemungkinan diagnosa yang muncul
1. Hambatan komunikasi berhubungan dengan kebingungan terhadap
stimulus
2. Resiko membahayakan diri sendiri atau orang lain yang
berhubungan dengan rawat inap di rumah sakit
3. Resiko perubahan peran orang tua berhubungan dengan gangguan

B. Saran
Besar harapan kelompok agar makalah ini dapat dijadikan salah
satu panduan memberikan asuhan keperawatan pada anak dengan autisme

23
DAFTAR PUSTAKA

Danuatmaja, Bony. 2003. Terapi Anak Autis di Rumah. Jakarta: Puspa Swara.

Griadhi, Riandewi Ovy & Ratep, Nyoman. 2014. Diagnosis Penatalaksanaan


Autisme.
https://www.google.co.id/search?q=jurnal.

Pada tanggal 08-03-2016

Haryana. 2012. Pengembangan Interaksi Sosial Dan Komunikasi pada Anak


autis.
http:// digilib.uin-suka.ac.id/3359/1/BAB%252015252CIv%25
Pada Tanggal 08-03-2016

Herdman, Heater .2014. Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi


2012-2014. Jakarta: EGC

Khotima, Siti Nur. 2009. Upaya penangganan Interaksi sosial Pada Anak
Autis Di Yayasan Autistik Fajar Nugraha Yogyakarta.
http://googleweblight.com/lite-url
Pada tanggal 08-03-2016

Lubis, Namora Lumongga & Pieter, Herri Zan. 2010. Pengantar Psikologi
dalam Keperawatan. Jakarta : Kencana

Nasir, Abdul & Munit , Abdul. 2011. Dasar-Dasar Keperawatan Jiwa. Jakarta:
Selemba Medika

Ngastiyah. 2005. Perawatan Anak Sakit Edisi 2. Jakarta : EGC

Nurarif, Amin Huda & Kusuma,Hardi. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan


Berdasarkan Diagnosa & Medis. Yogyakarta : Media Action

Rahayu, Aldela Putri. 2013. Study Kasus Pada Tiga Ayah Dari Anak Autis di
Taman Latihan dan Pendidikan Anak Autistikdan Anak dengan
Kesulitan Belajar, Pelita Hati Jakarta.
http://pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2014/09/

24
Pada tanggal 07-03-2016

Soetjiningsih & Ranuh. 2014. Tumbuh Kembang Anak Edisi 2. Denpasar: EGC

Suryadi, Indah Fitriastarina. 2014. Gambaran sttres Pada Saudara Kandung


Dengan Anak Autisme Di Kota Tangerang Selatan.
http://repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/255.
Pada tanggal 07-03-2016

Utami, Yuliza. 2013. Hubungan Fungsi Keluarga Dengan Perilaku Adaptif


pada Anak Autis Di SD Bhakti Wiyata Surabaya.
http://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source

Pada tanggal 07-03-2016

Waringin, Tung Desem. 2014. Autism is curable. Jakarta: PT Gramedia

Yatim, Faisal. 2003. Autisme Suatu Gangguan Jiwa Pada Anak-Anak. Jakarta:
Pustaka Populer Obor

25

Anda mungkin juga menyukai