Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH KEBIDANAN KOMUNITAS

“MASALAH KEBIDANAN ANC, INC, PNC DAN BBL”

DOSEN MATA KULIAH :

Bd. Erwani, M. Kes,-

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK IV :

PROGRAM STUDI MAGISTER KEBIDANAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
2014

1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kebidanan berasal dari perawatan yang diberikan kepada ibu melahirkan oleh
ibu lain dari komunitas atau keluarganya sendiri. Walaupun profesionalisasi
kebidanan dengan registrasi bidan sudah ada, sebagian besar berdasarkan pada
komunitas. Mayoritas persalinan dirumah, dengan perbandingan antara
persalinan di rumah sakit mengalami perubahan selama setengah abad terakhir.
Hal ini menyebabkan terjadinya pemisahan antara kebidanan di rumah sakit dan
kebidanan komunitas; ketika bidan berada di rumah sakit, mereka
diorganisasikan berdasarkan model asuhan kebidanan, oleh karena itu, perawatan
yang diberikan menjadi semakin terpecah-pecah. Selain itu, karena asuhan
maternitas menjadi semakin bersifat teknis dan medis, semakin sulit pula bagi
bidan untuk berpraktik secara otonom. Akibatnya, potensi terciptanya hubungan
yang kontinu antara bidan dan ibu semakin sedikit, dan kemampuan bidan untuk
menggunakan semua keterampilan dan pengetahuannya dan menatalaksanakan
perawatan juga semakin kecil (Frase M Diane and Cooper A Margaret, 2009).
Masalah kerusakan lingkungan hidup manusia di bumi telah diketahui secara
umum dan berdampak merugikan kesehatan ibu dan bayi sehingga
mengakibatkan kematian. Masalah kebidanan komunitas terdiri dari kematian ibu
dan bayi, kehamilan remaja, unsafe abortion, berat badan lahir rendah (BBLR),
tingkat kesuburan, asuhan antenatal (ANC) yang kurang di komunitas,
pertolongan persalinan non-kesehatan, sindrom pra-menstruasi, perilaku dan
social budaya yang berpengaruh pada pelayanan kebidanan yang komprehensif
dan menyeluruh kepada semua lapisan masyarakat. Bidan dapat mengetahui
kebutuhan pelayanan kebidanan (Syafrudin, 2009).
Faktor yang mempengaruhi kesehatan ibu dan anak sangat luas dan rumit.
Dampaknya muncul jauh sebelum kehamilan dan akan terus berlanjut setelah
pemulangan wanita dari layanan maternitas. Oleh karena itu, layanan kesehatan
komunitas dan social berperan penting dalam siklus kehidupan keluarga di
banyak masyarakat (Frase M Diane and Cooper A Margaret, 2009).

1
Menurut McCharty dan Maine (1992) dalam kerangka konsepnya
mengemukakan bahwa peran determinan sebagai landasan yang melatarbelakangi
dan menjadi penyebab langsung dan tidak langsung dari identifikasi kematian ibu
dan bayi, kehamilan remaja, unsafe abortion, BBLR, dan tingkat kesuburan yang
ada di komunitas (Syafrudin, 2009).
Setiap menit, setiap hari, dimanapun di dunia, seorang ibu meninggal dunia
akibat komplikasi yang muncul selama masa hamil dan persalinan, sebagian
besar kematian ini tidak bisa dihindari (Varney et al, 2007).

1.2 Tujuan
Untuk mengetahui masalah-masalah kebidanan antenatal care, intranatal care,
postnatal care dan bayi baru lahir di Indonesia

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Asuhan Antenatal (Antenatal Care)


a.Definisi
Asuhan antenatal adalah asuhan yang diberikan kepada ibu hamil sejak
konfirmasi konsepsi hingga awal persalinan. Bidan akan menggunakan
pendekatan yang berpusat pada ibu dalam memberikan asuhan kepada ibu dan
keluarganya dengan berbagi informasi untuk memudahkannya membuat pilihan
tentang asuhan yang akan diterima (Frase M Diane and Cooper A Margaret,
2009).
Tujuan asuhan antenatal adalah memantau perkembangan kehamilan dalam
meningkatkan kesehatan ibu dan perkembangan janin normal. Penting bagi
bidan untuk secara kritis mengevaluasi dampak fisik, psikologis, dan sosiologi
kehamilan terhadap ibu dan keluarganya. Bidan dapat melakukan hal ini
dengan :
1) Mengembangkan hubungan kemitraan dengan ibu
2) Melakukan pendekatan yang holistic dalam memberikan asuhan kepada ibu
yang dapat memenuhi kebutuhan individualnya.
3) Meningkatkan kesadaran terhadap masalah kesehatan masyarakat bagi ibu
dan keluarganya.
4) Bertukar informasi dengan ibu dan keluarganya dan membuat mereka
mampu menentukan pilihan berdasarlam informasi tentang kehamilan dan
kelahiran.
5) Menjadi advokat bagi ibu dan keluarganya selama kehamilan, mendukung
hak-hak ibu untuk memilih asuhan yang ssesuai dengan kebutuhannya
sendiri dan keluarganya.
6) Mengetahui kesulitan kehamilan dan merujuk ibu dengan tepat dalam tim
multidisiplin
7) Memfasilitasi ibu dan keluarga dalam mempersiapkan kelahiran, dan
membuat rencana persalinan
8) Memfasilitasi ibu untuk membuat pilihan berdasarkan informasi tentang
metode pemberian makan untuk bayi dan memberikan saran yang tepat dan
sensitive untuk mendukung keputusannya

3
9) Memberikan penyuluhan tentang peran menjadi orang tua dalam suatu
program terencana atau secara perseorangan
10) Bekerja sama dengan organisasi lain.

b. Standard Asuhan Antenatal Care


Sebagai profesional bidan, dalam melaksanakan prakteknya harus sesuai
dengan standard pelayanan kebidanan yang berlaku. Standard mencerminkan
norma, pengetahuan dan tingkat kinerja yang telah disepakati oleh profesi.
Penerapan standard pelayanan akan sekaligus melindungi masyarakat karena
penilaian terhadap proses dan hasil pelayanan dapat dilakukan atas dasar yang
jelas. Kelalaian dalam praktek terjadi bila pelayanan yang diberikan tidak
memenuhi standard dan terbukti membahayakan. Terdapat 6 standar dalam
standar pelayanan antenatal seperti sebagai berikut:
1) Standar 3; Identifikasi ibu hamil Bidan melakukan kunjungan rumah
dengan berinteraksi dengan masyarakat secara berkala untuk memberikan
penyuluhan dan memotivasi ibu, suami dan anggota keluarganya agar
mendorong ibu untuk memeriksakan kehamilannya sejak dini dan secara
teratur.
2) Standar 4: Pemeriksaan dan pemantauan antenatal Bidan memberikan
sedikitnya 4 x pelayanan antenatal. Pemeriksaan meliputi anamnesa dan
pemantauan ibu dan janin dengan seksama untuk menilai apakah
perkembangan berlangsung normal. Bidan juga harus mengenal kehamilan
risti/ kelainan, khususnya anemia, kurang gizi, hipertensi, PMS/ infeksi
HIV; memberikan pelayanan imunisasi, nasehat dan penyuluhan kesehtan
serta tugas terkait lainnya yang diberikan oleh puskesmas. Mereka harus
mencatat data yang tepat pada setiap kunjungan. Bila ditemukan kelainan,
mereka harus mampu mengambil tindakan yang diperlukan dan merujuknya
untuk tindakan selanjutnya.
3) Standar 5: Palpasi Abdominal. Bidan melakukan pemeriksaan abdominal
secara seksama dan melakukan plapasi untuk memperkirakan usia
kehamilan, serta bila umur kehamilan bertambah, memeriksa posisi, bagian
terendah janin dan masuknya kepala janin ke dalam rongga panggul, untuk
mencari kelainan serta melakukan rujukan tepat waktu.

4
4) Standar 6: pengelolaan anemia pada kehamilan. Bidan melakukan tindakan
pencegahan, penemuan, penanganan dan / atau rujukan semua kasus anemia
pada kehamilan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
5) Standar 7: Pengelolaan Dini Hipertensi pada Kehamilan. Bidan menemukan
secara dini setiap kenaikan tekanan darah pada kehamilan dan mengenali
tanda tanda serta gejala preeklamsia lainnya, seta mengambil tindakan yang
tepat dan merujuknya.
6) Standar 8: Persiapan Persalinan. Bidan memberikan saran yang tepat
kepada ibu hamil, suami serta keluarganya pada trimester ketiga, untuk
memastikan bahwa persiapan persalinan yang bersih dan aman serta
suasana yang menyenangkan akan direncanakan dengan baik, disamping
persiapan transportasi dan biaya untuk merujuk, bila tiba tiba terjadi
keadaan gawat darurat. Bidan hendaknya melakukan kunjungan rumah
untuk hal ini (Standard Pelayanan Kebidanan, IBI, 2002).

c.Tipe Pelayanan Asuhan Kehamilan


1) Independent Midwive/ BPS
Center pelayanan kebidanan berada pada bidan. Ruang lingkup dan
wewenang asuhan sesuai dengan Permenkes1416/ 2010. Dimana bidan
memberikan asuhan kebidanan secara normal dan asuhan kebidanan “bisa
diberikan” dalam wewenang dan batas yang jelas. Sistem rujukan dilakukan
apabila ditemukan komplikasi atau resiko tinggi kehamilan. Rujukan
ditujukan pada sistem pelayanan kesehatan yang lebih tinggi.
2) Obstetrician and Gynecological Care
Center pelayanan kebidanan berada pada Sp.OG. Lingkup pelayanan
kebidanan meliputi fisiologi dan patologi. Rujukan dilakukan pada tingkat
yang lebih tinggi dan mempunyai kelengkapan sesuai dengan yang
diharapkan.

3) Public Health Center/ Puskemas


Center pelayanan kebidanan berada pada team antara bidan dan dokter
umum. Lingkup pelayanan kebidanan meliputi fisiologi dan patologi sesuai
dengan pelayanan yang tersedia. Rujukan dilakukan pada system yang lebih
tinggi.
4) Hospital

5
Center pelayanan kebidanan berada pada team antara bidan dan SPOG.
Lingkup pelayanan kebidanan meliputi fisiologi dan patologi yang
disesuaikan dengan pelayanan kebidanan yang tersedia. Rujukan ditujukan
pada rumah sakit yang lebih tinggi tipenya.

2.2 Asuhan Intranatal (Intranatal Care)


a.Definisi
Asuhan intranatal adalah asuhan pada proses dalam pengeluaran hasil
konsepsi yang dapat hidup dari dalam uterus melalui vagina ke dunia luar.
Persalinan dan kelahiran adalah akhir kehamilan dan titik dimulainya
kehidupan di luar rahim. Persalinan adalah proses pengeluaran hasil konsepsi
(janin dan uri) yang telah cukup bulan atau dapat hidup di luar kandungan
melalui jalan lahir atau melalui jalan lain, dengan bantuan atau tanpa bantuan
atau kekuatan sendiri (Manuaba, 2008 : 164).
Tujuan asuhan intranatal adalah 1) memastikan persalinan yang telah
direncanakan, 2) memastikan persiapan persalinan bersih, aman, dan dalam
suasana yang menyenangkan, 3) mempersiapkan transportasi, serta biaya
rujukan apabila diperlukan.

b. Standar Pelayanan Kebidanan


1) Asuhan saat persalinan
Bidan menilai secara tepat bahwa persalinan sudah mulai, kemudian
memberikan asuhan dan pemantauan yang memadahi, dengan
memperhatikan kebutuhan klien, selama proses persalinan berlangsung

2) Persalinan yang aman


Bidan melakukan pertolongan persalinan yang aman dengan sikap
sopan dan penghargaan terhadap klien serta memperhatikan
tradisi setempat.
3) Pengeluaran plasenta dengan penegangan tali pusat

6
Bidan melakukan penegangan tali pusat dengan benar untuk membantu
pengeluaran plasenta dan selaput ketuban secara lengkap
4) Penanganan kala II dengan gawat janin melalui episiotomi.
Bidan mengenali secara tepat tanda-tanda gawat janin pada kala II yang
lama, dan segera melakukan episiotomi dengan aman untuk memperlancar
persalinan, diikuti dengan penjahitan perineum

c.Kegawatdaruratan Persalinan
1) Jangan menunda untuk melakukan rujukan
2) Mengenali maslah dan memberikan instruksi yang tepat
3) Selama proses merujuk dan menunggu tindakan selanjutnya lakukan
pendampingan secara terus menerus
4) Lakukan observasi Vital Sing secara ketat
5) Rujuk segera bila terjadi Fetal Distress
6) Apabila memungkinkan, minta bantuan teman untuk mencatat riwayat
kasus dengan singkat

2.3 Asuhan Postnatal (Postnatal Care)


a.Definisi
Masa nifas merupakan masa selama persalinan dan segera setelah kelahiran
yang meliputi minggu-minggu berikutnya pada waktu saluran reproduksi
kembali ke keadaan tidak hamil yang normal. (Cunningham, 2012).
Asuhan kebidanan di komunitas adalah pemberian asuhan secara
menyeluruh tidak hanya kepada ibu nifas akan tetapi pemberian asuhan yang
melibatkan seluruh keluarga dan anggota masyarakat di sekitar ibu nifas.
Asuhan ini merupakan kelanjutan asuhan dari rumah sakit atau pelayanan
kesehatan lainnya.
Pelayanan nifas merupakan pelayanan kesehatan yang sesuai standar pada
ibu mulai 6 jam sampai dengan 42 hari pascapersalinan oleh tenaga kesehatan.
Asuhan masa nifas penting diberikan pada ibu dan bayi, karena merupakan
masa krisis baik ibu dan bayi. Enam puluh persen (60%) kematian ibuterjadi
setelah persalinan, dan 50% kematian pada masanifas terjadi 24 jam pertama.
Demikian halnya dengan masa neonatus juga merupakan masa krisis dari

7
kehidupan bayi. Dua pertiga kematian bayi terjadi 4 minggu setelahpersalinan,
dan 60% kematian bayi baru lahir terjadi 7 hari setelah lahir.

b. Tujuan Asuhan Masa Nifas


1) Menjaga kesehatan ibu dan bayinya, baik fisik maupun psikologis.
2) Melaksanakan skrinning secara komprehensif, deteksi dini, mengobati
atau merujuk bila terjadi komplikasi pada ibu maupun bayi.
3) Memberikan pendidikan kesehatan tentang perawatan kesehatan diri,
nutrisi, KB, cara dan manfaatmenyusui, pemberian imunisasi serta
perawatan bayi sehari-hari.
4) Memberikan pelayanankeluarga berencana.
5) Mendapatkan kesehatanemosi.

c.Peran dan Tanggung Jawab Bidan dalam Masa Nifas


Bidan memiliki peranan yang sangat penting dalam pemberian asuhan post
partum. Adapun peran dan tanggung jawab dalam masa nifas antara lain:
1) Memberikan dukungan secara berkesinambungan selama masa nifas sesuai
dengan kebutuhan ibu untuk mengurangi ketegangan fisik dan psikologis
selama masa nifas.
2) Sebagai promotor hubungan antara ibu dan bayi serta keluarga.
3) Mendorong ibu untuk menyusui bayinya dengan meningkatkan rasa
nyaman.
4) Membuat kebijakan, perencana programkesehatan yang berkaitan ibu dan
anak dan mampu melakukan kegiatan administrasi.
5) Mendeteksi komplikasi dan perlunya rujukan.
6) Memberikan konseling untuk ibu dan keluarganya mengenai cara mencegah
perdarahan, mengenali tanda-tanda bahaya, menjaga gizi yang baik, serta
mempraktekkan kebersihan yang aman.
7) Melakukan manajemen asuhan dengan cara mengumpulkan data,
menetapkan diagnosa dan rencana tindakan serta melaksanakannya untuk
mempercepat proses pemulihan, mencegah komplikasi dengan memenuhi
kebutuhan ibu dan bayi selama priode nifas.
8) Memberikan asuhan secara professional.

8
Peran bidan adalah menjaga hubungan dengan ibu dan bayi sejak persalinan
hingga pemeriksaan 4-6 minggu post partum. Asuhan kebidanan ibu nifas salah
satunya yaitu support system dalam pelayanan post natal meliputi breast
feeding, peran menjadi orang tua dan kelompok ibu post partum atau
postpartum group.

d. Kebijakan Program Nasional Masa Nifas


Kebijakanprogram nasional pada masa nifas yaitu paling sedikit empat kali
melakukan kunjungan pada masa nifas, dengan tujuan untuk :
1) Menilai kondisi kesehatan ibu dan bayi.
2) Melakukan pencegahan terhadap kemungkinan-kemungkinan adanya
gangguankesehatan ibunifas dan bayinya.
3) Mendeteksi adanya komplikasi atau masalah yang terjadi pada masa nifas.
4) Menangani komplikasi atau masalah yang timbul dan mengganggu
kesehatan ibunifas maupun bayinya.
5) Asuhan yang diberikan sewaktu melakukan kunjungan masa nifas:
Kunjungan Waktu Asuhan
Mencegah perdarahan masa nifas oleh karena atonia uteri.
Mendeteksi dan perawatan penyebab lain perdarahan serta melakukan rujukan
bila perdarahan berlanjut.
Memberikan konseling pada ibu dan keluarga tentang cara mencegah
6-8 jam perdarahan yang disebabkan atonia uteri.
I post Pemberian ASI awal.
partum Mengajarkan cara mempererat hubungan antara ibu dan bayi baru lahir.

Menjaga bayi tetap sehat melalui pencegahanhipotermi.


Setelah bidan melakukan pertolongan persalinan, maka bidan harus menjaga
ibu dan bayi untuk 2 jam pertama setelah kelahiran atau sampai keadaan ibu
dan bayi baru lahir dalam keadaan baik.
Memastikan involusiuterus barjalan dengan normal, uterus berkontraksi
dengan baik, tinggi fundus uteri di bawah umbilikus, tidak ada perdarahan
abnormal.
Menilai adanya tanda-tanda demam, infeksi dan perdarahan.
6 hari
II post Memastikan ibu mendapat istirahat yang cukup.
partum Memastikan ibu mendapat makanan yang bergizi dan cukup cairan.
Memastikan ibu menyusui dengan baik dan benar serta tidak ada tanda-tanda
kesulitan menyusui.
Memberikan konseling tentang perawatan bayi baru lahir.
III 2 Asuhan pada 2 minggu post partum sama dengan asuhan yang diberikan pada
minggu kunjungan 6 hari post partum.
post

9
partum
6 Menanyakan penyulit-penyulit yang dialami ibu selama masa nifas.
minggu
IV
post Memberikan konselingKB secara dini.
partum

2.4 Asuhan bayi baru lahir (BBL)


a. Definisi
Bayi baru lahir atau neonatus meliputi umur 0 - 28 hari. Kehidupan pada
masa neonatus ini sangat rawan oleh karena memerlukan penyesuaian
fisiologik agar bayi di luar kandungan dapat hidup sebaik-baiknya .

b. Pelayanan kesehatan neontaus


Pelayanan kesehatan neonatus adalah pelayanan kesehatan sesuai standar
yang diberikan oleh tenaga kesehatan yang kompeten kepada neonatus
sedikitnya 3 kali, selama periode 0 sampai dengan 28 hari setelah lahir, baik di
fasilitas kesehatan maupun melalui kunjungan rumah.
Pelaksanaan pelayanan kesehatan neonatus :
1) Kunjungan Neonatal ke-1 (KN 1) dilakukan pada kurun waktu 6 – 48 Jam
setelah lahir. Hal yang dilaksanakan :
a) Jaga kehangatan tubuh bayi
b) Berikan Asi Eksklusif
c) Rawat tali pusat
2) Kunjungan Neonatal ke-2 (KN 2) dilakukan pada kurun waktu hari ke 3
sampai dengan hari ke 7 setelah lahir.
a) Jaga kehangatan tubuh bayi
b) Barikan Asi Eksklusif
c) Cegah infeksi
d) Rawat tali pusat
3) Kunjungan Neonatal ke-3 (KN 3) dilakukan pada kurun waktu hari ke 8
sampai dengan hari ke 28 setelah lahir.
a) Periksa ada / tidak tanda bahaya dan atau gejala sakit
b) Lakukan :
1. Jaga kehangatan tubuh
2. Beri ASI Eksklusif
3. Rawat tali pusat
Kunjungan neonatal bertujuan untuk meningkatkan akses neonatus
terhadap pelayanan kesehatan dasar, mengetahui sedini mungkin bila terdapat
kelainan/masalah kesehatan pada neonatus. Risiko terbesar kematian neonatus

10
terjadi pada 24 jam pertama kehidupan, minggu pertama dan bulan pertama
kehidupannya. Sehingga jika bayi lahir di fasilitas kesehatan sangat
dianjurkan untuk tetap tinggal di fasilitas kesehatan selama 24 jam pertama.
Pelayanan Kesehatan Neonatal dasar dilakukan secara komprehensif dengan
melakukan pemeriksaan dan perawatan Bayi baru Lahir dan pemeriksaan
menggunakan pendekatan Manajemen Terpadu Bayi Muda (MTBM).

2.5 Masalah Kebidanan (ANC, INC, PNC,BBL)


2.5.1 Umum (Dunia)
Menurut World Health Organization (WHO), Angka Kematian Ibu
(AKI) di Asia Tenggara menyumbang hampir sepertiga jumlah kematian
ibu global. Angka Kematian Ibu (AKI) di negara-negara Asia Tenggara
seperti Malaysia (29/100.000 kelahiran hidup), Thailand (48/100.000
KH),Vietnam (59/100.000 KH), serta Singapore (3/100.000 KH).
Dibandingkan dengan negara-negara maju, angkanya sangat jauh berbeda
seperti Australia (7/100.000 KH) dan Jepang (5/100.000 KH) (WHO,
2011).
Indonesia kini menjadi salah satu dari 13 negara dengan angka
kematian ibu tertinggi di dunia. Menurut WHO (2010) sekitar 287.000 ibu
meninggal karena komplikasi kehamilan dan kelahiran anak, seperti
perdarahan 28%, preeklampsi/eklampsi 24%, infeksi 11%, dan penyebab
tidak langsung (trauma obstetri) 5%. Dan sebagian besar kasus kematian
ibu didunia terjadi di negara-negara berkembang termasuk Indonesia
(WHO, 2011)
2.5.2 Indonesia
Masalah kematian ibu yang tinggi tetap di bagian atas agenda
kesehatan di Indonesia. Studi yang berbeda laporan berbagai perkiraan
MMRatio, dari beberapa ratus sampai empat kali tingkat, namun berbagai
perkiraan 300 - 400 kematian ibu per 100.000 kelahiran hidup telah umum
diterima sebagai tingkat yang berlaku. Tingkat ini berarti bahwa di
Indonesia seorang wanita meninggal setiap jam dari kehamilan, komplikasi
selama persalinan, rujukan terlambat untuk layanan rumah sakit dan darurat

11
miskin kebidanan. Dengan tren saat ini, target MDGs tidak mungkin
dicapai kecuali upaya tambahan yang dilakukan untuk mengurangi MMR.
Data dari berbagai sumber menunjukkan bahwa ada variasi
substansial dalam MMR antar propinsi. Meskipun sulit untuk
memperkirakan MMR di tingkat kabupaten (kadang-kadang bahkan pada
tingkat provinsi), UNFPA telah mendukung CBS (Biro Pusat Statistik)
untuk memperkirakan MMR di 34 kabupaten di Sumatra Selatan, Jawa
Barat, Kalimantan Barat, dan NTT. Rasio bervariasi dari 266 di Sumba
Barat (NTT) untuk 561 di Ciamis (Jawa Barat).
Penyebab utama kematian ibu adalah perdarahan (28%), eklampsia
(24%), sepsis (11%), komplikasi aborsi (6%), gangguan pada saat
melahirkan (5%), dan lain-lain (26%). Mereka komplikasi tidak
diperlakukan dengan baik karena kebanyakan dari mereka tidak menerima
perawatan yang berkualitas.
Reproduksi morbiditas dan penyebab kematian ibu. Dimensi lain dari
kesehatan ibu di Indonesia adalah masalah Kesehatan Reproduksi yang
mempengaruhi wanita sebelum, selama dan setelah tahun mereka
melahirkan anak. Mereka termasuk infeksi saluran reproduksi dan
morbiditas kehamilan lain yang terkait, yang menerima kurang perhatian
dibandingkan dengan penyebab utama kematian ibu. Kekurangan energi
kronis adalah faktor lain yang berkontribusi terhadap kematian ibu
Setiap kehamilan dapat menimbulkan risiko kematian ibu.
Pemantauan dan perawatan kesehatan yang memadai selama kehamilan
sampai masa nifas sangat penting untuk kelangsungan hidup ibu dan
bayinya. Dalam upaya mempercepat penurunan kematian ibu, Kementerian
Kesehatan menekankan pada ketersediaan pelayanan kesehatan ibu di
masyarakat.
A. Pemeriksaan Kehamilan dan Bersalin di Dukun (ANC & INC)
1. Permasalahan
Di banyak daerah pedesaan di Indonesia, cara-cara tradisional
melahirkan bayi tetap populer. Sebagai contoh, di Ugaikagopa di
bagian timur Negara Indonesia, dukun tradisional membawa wanita

12
hamil ke tengah hutan untuk melahirkan bayi. Mereka mungkin
menggunakan serat yang diambil dari bambu untuk memotong tali
pusar dan menyeka tubuh bayi baru lahir 'dengan daun jambu biji.
Instrumen yang digunakan tidak steril dan dapat menyebabkan
infeksi. Para penyembuh tradisional, atau dukun dalam bahasa
Indonesia atau Bahasa, mungkin tidak dapat menangani komplikasi
selama persalinan, dan pada saat ibu sampai ke sebuah klinik lokal
mungkin sudah terlalu terlambat. Akibatnya, angka kematian ibu di
Indonesia tinggi dibandingkan dengan negara – negara Asia Tenggara
paling selatan. Pemeriksaan Kehamilan dan Bersalin di dukun masih
merupakan fenomena yang biasa terjadi di Indonesia dan hal tersebut
dikhawatirkan menjadi salah satu penyebab tingginya tingkat kematian
ibu di Indonesia.
Penyebab utama kematian ibu di Indonesia adalah perdarahan,
diikuti oleh eklampsia, infeksi, dan komplikasi dari aborsi dan
persalinan lama. Sebagian besar kematian terjadi dengan kelahiran
ditangani oleh bidan tradisional daripada oleh pemberi perawatan
kesehatan profesional yang terlatih.
Banyak keluarga memilih untuk menggunakan dukun karena
keyakinan dan kamerupakan pilihan yang lebih murah daripada
menggunakan seorang bidan atau pergi ke rumah sakit. Selain itu,
dukun beranak melakukan pekerjaan rumah tangga selama ibu pulih

2. Bentuk Pemecahan Masalah Berdasarkan Jurnal


Salah satu kabupaten di Jawa Timur telah memperkenalkan
skema baru untuk mengurangi Angka Kematian Ibu
Sebuah skema di Ngawi Kabupaten di Jawa Timur telah dimulai
untuk mencoba memastikan bahwa bidan atau petugas yang terlatih
lainnya membantu proses persalinan. Yaitu dengan memanfaatkan
tenaga dukun yang sangat dipercaya oleh masyarakat sekitar.
Bentuk-bentuk tindakan yang dilakukan antara lain:

13
1. Sejak tahun 2006, dukun diberikan insentif sampai dengan Rp
100.000 untuk merujuk ibu hamil ke bidan terlatih atau bidan
komunitas. Pendanaan berasal dari anggaran pemerintah daerah
2. Selain itu, dukun menerima sejumlah kecil uang ketika mereka
membantu bidan
3. Mereka (bidan) bertanggung jawab untuk merawat tali pusat bayi
dan untuk memandikan bayi baru lahir - diawasi oleh bidan - selama
minggu pertama. Dengan cara ini, dukun tidak merasa terancam
oleh kedatangan petugas kelahiran terampil atau bidan berbasis
komunitas di daerah mereka, tetapi senang untuk bekerja sama.

Kesadaran akan risiko menunda merujuk wanita hamil ke pusat-


pusat kesehatan juga telah tumbuh sebagai hasil dari Program Gerakan
Sayang Ibu (Program Mencintai Ibu dalam Bahasa Indonesia).
Program informasi ini mendorong banyak desa untuk menyediakan
transportasi untuk merujuk wanita hamil ke pusat kesehatan
masyarakat (puskesmas ) atau pondok persalinan bidan (polindes)
Inisiatif ini merupakan bagian dari strategi Membuat Persalinan
Lebih Aman (Making Pregnancy Safer), yang diluncurkan WHO pada
tahun 1999 dengan dukungan dari United Nations Population Fund
(UNFPA), United Nations Children Fund (UNICEF) dan Bank Dunia.

Making Pregnancy Safer di Indonesia memiliki tiga prinsip yaitu


1. setiap kelahiran harus ditolong oleh bidan terampil,
2. setiap komplikasi harus dirujuk dan dikelola dengan tepat, dan
3. semua perempuan usia reproduksi harus memiliki akses terhadap
pelayanan kontrasepsi dan pasca-aborsi.

3. Cara Mengatasi Masalah Berdasarkan Teori


a. Memberi pelayanan dengan tenaga terlatih.
Di Indonesia persalinan dukun sebesar 50-60% terutama di
daerah pedesaan. Pertolongan persalinan oleh dukun menimbulkan
berbagai masalah dan penyebab utama tingginya angka kematian
dan kesakitan ibu dan perinatal. Dukun tidak dapat mengetahui
tandatanda bahaya perjalanan persalinan. Akibat pertolongan

14
persalinan yang tidak adekuat dapat terjadi persalinan kasep,
kematian janin dalam rahim, ruptur uteri, perdarahan (akibat
pertolongan salah, robekan jalan lahir, retensio plasenta, plasenta
rest), dan bayi mengalami asfiksia, infeksi, atau trauma persalinan.
b. Pelayanan kesehatan yang patut dilaksanakan bidan
1) Meningkatkan upaya pengawasan ibu hamil.
2) Meningkatkan gizi ibu hamil dan ibu menyusui.
3) Meningkatkan gerakan penerimaan KB.
4) Meningkatkan kesehatan lingkungan.
5) Meningkatkan sistem rujukan.
6) Meningkatkan penerimaan imunisasi ibu hamil dan bayi.
Selain itu bidan juga melakukan pengawasan kehamilan dan
menetapkan kehamilan, persalinan, dan pascapartum dengan risiko
tinggi; kehamilan, persalinan, dan pascapartum yang meragukan;
dan kehamilan, persalinan, dan pascapartum dengan risiko rendah.
Berdasarkan penggolongannya, sikap yang dapat dilakukan bidan
adalah meningkatkan pengawasan hamil, persalinan dan
pascapartum, dan melakukan rujukan sehingga mendapat
pertolongan yang adekuat.
c. Meningkatkan pengetahuan kesehatan masyarakat
Pendidikan masyarakat memegang peranan penting yang
meliputi pentingnya arti pengawasan hamil, mengajarkan tentang
makanan yang berpedoman pada “empat sehat dan lima sempuma”,
pentingnya arti imunisasi tetanus toksoid ibu hamil, pentingnya arti
pelaksanaan keluarga berencana, mengarahkan tempat persalinan
dilakukan untuk mendapatkan well born baby, pengawasan
pascapartum dan persiapan untuk merawat bayi dan menyusui,
pentingnya memberi ASI selama 2 tahun dan rawat gabung.
Pendidikan kesehatan ibu hamil dapat dilakukan pada
waktu: Pengawasan hamil di Puskesmas atau pondok bersalin desa
dan praktik bidan swasta.Saat menyelenggarakan Posyandu.Melalui
pertemuan berkala atau kursus pada PKK (Pendidikan
Kesejahteraan Keluarga).Pada saat memberi penyuluhan khusus.
Pada saat melakukan kunjungan rumah.
Tujuan pendidikan kesehatan masyarakat ini adalah
meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang kesehatan,

15
mengarahkan masyarakat memilih tenaga kesehatan terlatih,
meningkatkan pengertian masyarakat tentang imunisasi, keluarga
berencana, dan gizi sehingga mengurangi ibu hamil dengan anemia.
d. Meningkatkan upaya penerimaan gerakan keluarga berencana
Pembangunan ekonomi diselenggarakan pemerintah bersama
masyarakat, diikuti dengan program dan gerakan keluarga
berencana, sehingga diharapkan kesejahteraan makin cepat tercapai.
Pembangunan bangsa Indonesia berorientasi pada “pembangunan
keluarga” yang pada gilirannya “meningkatkan sumber daya
manusia”. Dalam pelaksanaan gerakan keluarga berencana dapat
mengambil bagian penting:
1) Memberi KIE dan motivasi.
Mengapa mengikuti gerakan KB? Kapan waktu yang tepat ber-
KB? Metode apa yang dipakai sesuai dengan waktu: pascapartum
atau pasta-abortus, interval, pada remaja, atau wanita di atas 35
tahun. Dimana dapat menerima pelayanan KB?
2) Memberi pelayanan dan pemeriksaan peserta KB. Keberadaan
bidan di tengah masyarakat dapat memberi pelayanan KB dalam
bentuk:
1) Metode sederhana (kondom, sistem kalender, dsb).
2) Metode hormonal (pil, suntikan, susuk).
3) Metode mekan is (pemasangan IUD).
4) Melakukan pengawasan peserta.
5) Merujuk klien yang menginginkan kontap ke Puskesmas atau
RSU.
e. Pendidikan dukun beranak
Peranan dukun beranak sulit ditiadakan karena masih mendapat
kepercayaan masyarakat dan tenaga terlatih yang masih belum
mencukupi. Dukun beranak masih dapat dimanfaatkan untuk ikut
serta memberi pertolongan persalinan. Kerjasama bidan di desa
dengan dukun beranak perlu dijalin dengan baik melalui:
a. Pendidikan dukun yang berkaitan dengan tanda bahaya
kehamilan dan persalinan serta pascapartum, teknik pertolongan
persalinan sederhana tetapi bersih dan legeartis, perawatan dan
pemotongan talipusat, perawatan neonatus, perawatan ibu

16
pascapartum, meningkatkan kerjasama dalam bentuk rujukan
bidan atau Puskesmas.
b. Diikutsertakan dalam gerakan keluarga berencana: membagikan
kondom, membagikan pil KB, melakukan rujukan KB.
c. Memberi kesempatan untuk melakukan pertolongan persalinan
dengan risiko rendah.
d. Meningkatkan sistem rujukan yang mantap.
Dengan penempatan bidan di desa diharapkan peranan dukun
akan makin berkurang sejalan dengan makin tingginya pendidikan
dan pengetahuan masyarakat dan tersedianya fasilitas kesehatan.
f. Meningkatkan sistem rujukan
Salah satu kelemahan pelayanan adalah pelaksanaan rujukan
yang kurang cepat dan tepat, suatu kekurangan, tetapi tanggung
jawab yang tinggi dan mendahulukan kepentingan masyarakat.
Kelancaran rujukan dapat menjadi faktor yang menentukan untuk
menurunkan angka kematian ibu dan perinatal. Tindakan rujukan
ditujukan pada mereka yang tergolong dalam risiko tinggi. Rujukan
untuk meningkatkan pelayanan kesehatan yang lebih bermutu.

g. Kebijakan Pemerintah dalam mengurangi angka kematian ibu


dan bayi
1) Menyediakan strategi dan pedoman yang jelas untuk program
kesehatan reproduksi.
2) Menjamin akses terhadap kualitas layanan Kesehatan Reproduksi
dan KB untuk pasangan dan individu (termasuk yang belum
menikah dan remaja)
3) Menjamin akses mudah ke Perawatan Kebidanan Darurat
4) Mengembangkan strategi yang efektif untuk menjaga
keberlanjutan komunitas bidan (bidan di desa)
5) Pelatihan tentang safe motherhood; dan mengembangkan strategi
yang jelas untuk manajemen pembangunan masyarakat.

B. Cakupan Pelayanan kesehatan masa nifas (PNC)

17
Masa nifas masih merupakan masa yang rentan bagi kelangsungan
hidup ibu baru bersalin. Menurut Studi Tindak Lanjut Kematian Ibu SP
2010 (Afifah dkk, 2011), sebagian besar kematian ibu terjadi pada masa
nifas sehingga pelayanan kesehatan masa nifas berperan penting dalam
upaya menurunkan angka kematian ibu. Pelayanan masa nifas adalah
pelayanan kesehatan yang diberikan pada ibu selama periode 6 jam
sampai 42 hari setelah melahirkan. Kementerian Kesehatan menetapkan
program pelayanan atau kontak ibu nifas yang dinyatakan dalam
indikator:
1) KF1, kontak ibu nifas pada periode 6 jam sampai 3 hari setelah
melahirkan
2) KF2, kontak ibu nifas pada periode 7-28 hari setelah melahirkan dan
3) KF3, kontak ibu nifas pada periode 29-42 hari setelah melahirkan.

Gambar: Proporsi kelahiran hidup periode 1 Januari 2010 sampai saat


wawancara menurut pelayanan pemeriksaan masa nifas, Indonesia
2013

Gambar tersebut memperlihatkan bahwa cakupan pelayanan


kesehatan masa nifas seiring dengan periode waktu setelah bersalin
proporsi semakin menurun. Kelahiran yang mendapat pelayanan
kesehatan masa nifas secara lengkap yang meliputi KF1, KF2 dan KF3
hanya 32,1%.
Periode masa nifas yang berisiko terhadap komplikasi pasca
persalinan terutama terjadi pada periode 3 hari pertama setelah
melahirkan. Cakupan pelayanan kesehatan masa nifas periode 3 hari

18
pertama setelah melahirkan bervariasi menurut provinsi yaitu tertinggi di
DI Yogyakarta (93,5%) dan terendah di Papua (54,9%).

C. Defisit SDM (Sumber Daya Manusia) Tenaga Kesehatan terlatih


1. Permasalahan
Salah satu bentuk permasalahan kesehatan di Negara-negara
berkembang adalah kekurangan tenaga kesehatan. Negara-negara
berkembang saat ini sedang berjuang untuk mencapai “the Millennium
Development Goal Five” demi mengurangi angka kematian ibu antara
1990 dan 2015. Banyak sistem kesehatan menghadapi kekurangan
petugas kesehatan yang dibutuhkan untuk menyediakan asuhan
kehamilan, kehadiran petugas persalinan terampil dan pelayanan
kegawatdaruratan obstetrik yang penting untuk mengurangi kematian
ibu. Organisasi Kesehatan Dunia memperkirakan kekurangan dokter,
perawat dan bidan saat ini hampir mencapai 2,4 juta.

2. Bentuk Pemecahan Masalah


Baru-baru ini hubungan antara sumber daya manusia (SDM) dan
kesehatan penduduk telah menerima banyak perhatian. Ada bukti yang
berkembang bahwa SDM merupakan input penting penentu berbasis
populasi yang lebih luas hasil seperti angka kematian ibu.

Sebagai contoh dari jurnal yang ditemukan:


India menyumbang lebih dari 20% dari beban global kematian ibu
dan terbesar jumlah kematian ibu untuk setiap negara. Kebanyakan
dari kematian ini disebabkan oleh perdarahan (29%), anemia (19%),
sepsis (16%), gangguan pada saat melahirkan (10%), aborsi tidak aman
(9%) dan gangguan hipertensi kehamilan (8%). Hal ini secara luas
dipercaya bahwa angka kematian ibu paling dapat dicegah dengan
perawatan obstetrik terampil. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO)
telah memprioritaskan skilled birth attendance (SBA) sebagai strategi
penting untuk mengurangi angka kematian ibu di negara-negara
berkembang. WHO mendefinisikan SBA sebagai " tenaga kesehatan

19
profesional terakreditasi - seperti dokter, bidan atau perawat - yang
telah dididik dan dilatih untuk kemampuan dalam keterampilan yang
dibutuhkan untuk mengelola secara normal (tanpa komplikasi)
kehamilan, persalinan dan masa nifas, dan dalam mengidentifikasi,
memanajemen dan memberikan rujukan komplikasi pada wanita dan
bayi baru lahir.
Satu studi memperkirakan bahwa hampir 11% dari lulusan untuk
semua sekolah kedokteran di India beremigrasi ke negara lain untuk
berlatih. Situasi adalah serupa untuk perawat. Sebuah survei terbaru
yang dilakukan di dua sekolah keperawatan besar di India
menunjukkan bahwa sekitar 50% siswa lulus bermigrasi keluar negeri.
Hal ini memiliki implikasi besar bagi staf dan pelatihan dalam sistem
kesehatan masyarakat. Penelitian telah menunjukkan bahwa India telah
kehilangan hingga Rp 5 miliar dalam biaya pelatihan sejak 1951
karena emigrasi. Hal ini menunjukkan permasalahan lain bagaimana
tenaga kesehatan di India menjadi deficit atau kekurangan.
Oleh karena itu, penting meningkatkan SDM tenaga kesehatan
terlatih dan ahli di kebidanan yaitu bidan dan dokter spesialis
kebidanan demi menurunkan angka kematian ibu.
D. BBL
Indonesia telah melakukan upaya yang jauh lebih baik dalam menurunkan
angka kematian pada bayi dan balita yang merupakan MDG keempat.
Tahun 1990-an menunjukkan perkembangan tetap dalam menurunkan
angka kematian balita, bersama-sama dengan komponen-komponennya,
angka kematian bayi dan angka kematian bayi baru lahir. Akan tetapi,
dalam beberapa tahun terakhir, penurunan angka kematian bayi baru lahir
(neonatal) tampaknya terhenti. Jika tren ini berlanjut, Indonesia mungkin
tidak dapat mencapai target MDG keempat (penurunan angka kematian
anak) pada tahun 2015, meskipun nampaknya Indonesia berada dalam
arah yang tepat pada tahun-tahun sebelumnya.
Sebagian besar kematian anak diIndonesia saat ini terjadi pada masa baru
lahir (neonatal) bulan pertama kehidupan. Kematian bayi baru lahir kini

20
merupakan hambatan utama dalam menurunkan kematian anak lebih
lanjut. Sebagian besar penyebab kematian bayi baru lahir dapat ditangani.
Survei Demografi dan Kesehatan 2007 (SDKI 2007) menunjukkan bahwa
baik angka kematian balita maupun angka kematian bayi baru lahir telah
meningkat pada kuintil kekayaan tertinggi, tetapi alasannya tidak jelas.

Gambar :Kematian anak balita dan bayi baru lahir menurut kelompok
kekayaan dalam periode 10 tahun sebelum setiap survey

Meskipun rumah tangga perdesaan masih memiliki angka


kematian balita sepertiga lebih tinggi daripada angka kematian
balita pada rumah tangga perkotaan, tetapi sebuah studi
menunjukkan bahwa angka kematian di perdesaan mengalami
penurunan lebih cepat daripada angka kematian di perkotaan, dan
bahwa kematian diperkotaan bahkan telah mengalami
peningkatkan pada masa neonatal. Tren ini terkait dengan
urbanisasi yang cepat, sehingga menyebabkan kepadatan
penduduk yang berlebihan, kondisi sanitasi yang buruk pada
penduduk miskin perkotaan, yang diperburuk oleh perubahan
dalam masyarakat yang telah menyebabkan hilangnya jaring
pengaman sosial tradisional. Kualitas pelayanan yang kurang
optimal di daerah-daerah miskin perkotaan juga merupakan faktor
penyebab.
Dari 130 juta bayi lahir setiap tahunnya, lebih dari 4 juta mati dalam
periode neonatal, dan 99 persen dari kematian ini terjadi di negara
berkembang. Selama 30 tahun terakhir, penurunan angka kematian bayi
telah lebih lambat, baik pada kematian balita dan tingkat kematian anak
setelah bulan pertama kehidupan. Faktor yang terkait dengan kematian
neonatal:

21
1. neonatus lahir dari ibu yang mengalami komplikasi selama
persalinan, seperti pendarahan vagina, demam, dan kejang-kejang
2. Untuk bayi baru lahir, yang lahir ukuran sesuai dengan ibu lebih
kecil dari rata-rata
3. berat badan lahir rendah (<2500 gram)
4. status pekerjaan gabungan orangtua
5. Faktor perawatan pelayanan kesehatan
6. persalinan tidak dibantu oleh bidan terlatih
7. jumlah kunjungan perawatan antenatal yang rendah
8. pelayanan perawatan setelah melahirkan

22
23
DAFTAR PUSTAKA

Frase M Diane and Cooper A Margaret. (2009). Buku Ajar Bidan Myles. Jakarta: EGC.

Linda V Walsh. 2001. Midwivery Community Based Care. Philadelpia: WB Saunders


Company.

Reeder and Sharon J. (2011). Keperawatan Maternitas Kesehatan Wanita, Bayi &
Keluarga. Jakarta: EGC.

Syafrudin. (2009). Kebidanan Komunitas. Jakarta: EGC.

Tom Lissauer dan Avroy Fanaroff. (2008). At a glance neonatologi. Jakarta: EMS.

Varney et al. (2007). Buku Ajar Asuhan Kebidanan (4th ed., Vol. 1). (E. Wahyuningsih,
Ed.) Jakarta: EGC.

iv

Anda mungkin juga menyukai