Makalah Pengantar Pendidikan Uas
Makalah Pengantar Pendidikan Uas
Disusun oleh :
1851100600111012
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
2019
PEMBAHASAN
Berita 1
"Dari informasi yang diterima KPAI, pihak sekolah sudah memanggil dan
membina para siswa yang terlibat dalam video yang viral tersebut pada Sabtu
(10/11). Para siswa tersebut juga diminta menuliskan pernyataan tidak akan
mengulangi guyonan seperti dalam video yang viral tersebut. Selanjutnya pada
Senin (12/11) giliran para orang tua siswa tersebut yang dipanggil pihak sekolah
dan membuat komitmen bersama untuk menasehati anak-anaknya agar tidak
mengulangi lagi perbuatannya dan dapat lebih menghormati para gurunya," kata
komisioner KPAI Retno Listyarti dalam keterangan tertulis, Senin (12/11/2018).
Retno mengatakan pihak sekolah dan guru Joko Susilo mengakui perbuatan yang
terekam video viral tersebut hanya bercanda, bukan kekerasan. Namun pihak
sekolah menilai candaan tersebut sudah melampaui batas.
"Pihak sekolah dan guru yang bersangkutan menyatakan bahwa yang terekam di
video yang viral tersebut hanya guyonan, bukan kekerasan atau pengeroyokan.
Namun pihak sekolah mengakui guyonan atau candaan sejumlah siswa terhadap
gurunya merupakan tindakan atau perbuatan yang kelewat batas kesopanan/ etika
sosial," jelas dia.
Retno mengatakan beberapa faktor yang menyebabkan hal tersebut ialah karakter
siswa yang kurang terbina dengan baik di rumah maupun sekolah sehingga
perilakunya kurang sopan. Faktor lainnya ialah rendahnya kompetensi pedagogik
guru, terutama dalam penguasaan kelas, serta upaya penciptaan suasana belajar
yang kreatif, menyenangkan, dan menantang kreativitas serta minat siswa.
Sebelumnya, viral video di media sosial terhadap lima orang siswa mengganggu
guru di dalam kelas. Dalam video yang berdurasi 24 detik itu, Joko seolah
dikepung para siswa dan saling tendang hingga sebelah sepatunya lepas. Namun
pihak sekolah memberikan keterangan hal itu hanya bercanda.
A. Identifikasi masalah
1) Para siswa tidak mengetahui bahwa bercanda dengan guru itu ada
batasnya.
2) Rendahnya kompetensi pedagogik guru tersebut dalam penciptaan suasana
pembelajaran di kelas dan penguasaan kelas.
3) Karakter siswa kurang terbina dengan baik di rumah maupun di sekolah,
sehingga menyepelekan sopan santun.
1) Pemberian pembinaan karakter oleh guru BK. Jadi, setiap minggu guru
BK perlu memberikan bimbingan kepada setiap siswa, termasuk siswa
yang sering bermasalah.
2) Setiap kelas maupun sudut sekolah diberi CCTV agar siswa terus
terpantau oleh pihak sekolah. Hal ini dapat mengurangi aksi kekerasan di
lingkungan sekolah.
3) Guru agama juga memberikan bimbingan berupa pengamalan nilai-nilai
agama dalam kehidupan sehari-hari kepada siswa.
4) Meningkatkan kedisiplinan siswa dengan memperketat aturan berpakaian
dan sikap.
Berita 2
Selanjutnya, kasus tawuran pelajar mencapai 144 kasus atau 32,35 persen, dan 73
kasus atau 16,50 persen merupakan kasus anak yang menjadi korban
kebijakan.Dalam konferensi pers di kantor KPAI, Jakarta, Kamis (27/12), Retno
menyoroti kasus cyberbully di kalangan siswa yang meningkat signifikan. Hal ini,
kata Retno karena perkembangan teknologi dan pengaruh media sosial cukup
masif di kalangan pelajar.
"(Tanggal) 21 Desember total 206 kasus, ini peningkatan memang. Pada tahun
sebelum 2015 cyberbully itu nol, atau tidak ada laporan satu pun
tentang cyberbully, tapi terjadi terus naik dari 2015. 2015, pertama itu pun hanya
empat lalu terus naik, terakhir mencapai 206, jadi seiring dengan kemajuan
teknologi dan media sosial memang terjadi peningkatan terutama
untuk cyberbully," kata Retno.
Untuk mengatasi permasalahan ini, pihak KPAI melihat bahwa pihak sekolah saja
tidak cukup. Perlu kerjasama dengan berbagai lembaga dan juga masyarakat untuk
mengatasi atau bahkan mencegah sebelum kekerasan itu terjadi pada anak-anak.
KPAI, kata Retno, merekomendasi beberapa hal di antaranya, pemerintah perlu
mengadakan pelatihan-pelatihan guru, sehingga tidak ada lagi guru yang dipukul
oleh siswa, atau guru yang menghukum siswanya dengan memukul dan lain-lain.
Selain itu, KPAI juga mendorong Kemendikbud, Kemenag dan Dinas Pendidikan
untuk membuat program edukasi kepada peserta didik, terkait kesehatan
reproduksi dan penyadaran bahwa ada bagian tertentu di tubuhnya yang tidak
boleh disentuh oleh siapapun kecuali dirinya sendiri. Mengingat kasus kekerasan
seksual cukup tinggi terjadi di ruang kelas, dia juga menyarankan agar setiap
ruang kelas di sekolah dipasangi CCTV. Hal tersebut, menurutnya dapat
melindungi anak-anak dari kekerasan seksual.
"Sebetulnya tidak ada satupun anak yang tidak punya irisan dengan sekolah,
sehingga apapun urusannya pasti berkaitan dengan sekolah, termasuk masalah
kekerasan terhadap anak. Masalahnya tentu harus ditangani secara terjalin dan
berkelindan antar Kementerian / Lembaga terkait. Karena kan untuk anak ada
kementerian yang sebetulnya bertanggung jawab terhadap perlindungan anak
misalnya, kemudian kaitannya dengan narkoba misalnya, siswa kena narkoba,
sebetulnya juga ada badan anti narkotika, kemudian pemikiran keras sebetulnya
juga ada BNPT. Jadi saling berkelindan. Itu yang penting sebetulnya, bagaimana
meningkatkan koordinasi satu sama lain secara intensif, dan saya sangat mengakui
bahwa semuanya memang akhirnya bermuara kepada sekolah, karena memang
anak-anak itu anak sekolah," lanjutnya.
A. Identifikasi masalah
Berita 1 dan berita 2 sama sama berisi masalah tentang kekerasan dan
bullying dalam dunia pendidikan. Dalam berita 1, kasus bullying dilakukan oleh
siswa kepada guru. Meski pihak sekolah pada akhirnya memberi penjelasan
bahwa itu hanya candaan sebab sang guru memang dikenal suka bercanda dan
para siswa yang melakukan tendangan tersebut mengaku hanya bercanda dengan
guru di dalam kelas, namun menurut saya bercanda yang dilakukan siswa-siswa
tersebut sangat tidak pantas dilakukan. Guru adalah sosok yang harus dihormati
sebab beliau telah memberi jasa berupa memberi ilmu kepada siswa. Sedangkan
dalam berita 2, kasus kekerasan fisik dan kekerasan seksual dilakukan oleh
pendidik maupun peserta didik. Pendidik yang melakukan kekerasan terhadap
peserta didik biasanya dipicu oleh peserta didik tersebut yang membuat jengkel,
seperti berbuat gaduh ketika guru sedang menjelaskan pelajaran maupun berkelahi
dengan temannya ketika di kelas. Sebaliknya, siswa yang melakukan kekerasan
ataupun cyberbully kepada sesama siswa biasanya terpengaruh dari media sosial.
Konten-konten dalam media sosial yang dibaca atau ditonton siswa tidak disaring
dahulu sehingga menyebabkan siswa mudah meniru. Hal ini menjadi pelajaran
agar dunia pendidikan beberapa tahun ke depan tidak terjadi kekerasan-kekerasan
lagi agar tidak menimbulkan banyak korban dari siswa yang seharusnya memiliki
hak untuk mengenyam pendidikan yang layak.